Cerita Sex Enak Suami Pinjaman Terbaru Malam Ini

saya sering dimintai nomor kontak dari tokoh-tokoh cerita, bahkan ada yang mencela saya karena berbohong melalui cerita-cerita ini. Sebenarnya saya maklum terhadap mereka, karena mereka belum pernah menulis cerita, sehingga tidak bisa membedakan cerita dengan laporan dari tempat kejadian (field repor/FR). Saya yakin penerbit suratkabar atau majalah, tidak akan mau memberi no kontak tokoh yang mereka ceritakan meskipun foto wajah diperlihatkan. Apalagi artikel-artikel human interest yang dipublikasikan sumber-sumber nya sangat dirahasiakan. Bahkan berita-berita fakta ada beberapa yang sumbernya dilindungi, sampai kapanpun sumber itu tidak pernah akan dibuka, peristiwa Water gate yang menjatuhkan Presiden Nixon di AS, sampai Presiden turun tahta penulis tidak bersedia mengungkapkan sumbernya.

Jika anda masih terus membaca sampai sini, anda bisa memaklumi ungkapan cerita-cerita saya, bahkan cerita saya yang ditulis sebelum ini. Mohon maklum, saya tergolong masih sangat pemula sebagai penulis, jadi jangan dibandingkan dengan penulis-penulis beken, nikmati saja, kalau ada yang janggal yah telan aja. Tapi kalau bisa kritik yang sifatnya untuk memperbaiki penulisan cerita saya, tentu dengan sangat senang akan saya terima.

Cerita sesungguhnya adalah kumpulan informasi yang dikemas demikian rupa sehingga enak dibaca. Cerita menjadi lebih menarik jika yang diuraikan adalah hal yang tidak biasa terjadi, unik, aneh, atau belum pernah terpikir.

saya berpanjang-panjang dalam mukadimah. Maksudnya hanya untuk menjawab berbagai pertanyaan yang ditujukan kepada saya. Saya berterima kasih atas begitu banyaknya pujian baik yang langsung kedalam blog saya maupun yang secara tidak langsung melalui cerita saya yang di copas lalu ditayangkan di berbagai forum. Mohon yang melakukan copas agar menyebut nama saya sebagai pengarangnya, itu etika dasar sih.

Saya ingin menceritakan kehidupan di masa lalu saya ketika baru tumbuh menjadi anak laki-laki. Saya hanya mampu mengingat kehidupan saya secara lebih lengkap sejak saya berumur 15 tahun.
Dalam usia itu saya baru kelas 2 SMP di sebuah desa yang berada di pelosok, jauh dari keramaian dan kehidupan modern. Rumah saya hanya terbuat dari dinding anyaman bambu, lantai tanah dan letaknya terpencil di luar kampung.

Kami keluarga miskin, mungkin jika menurut ukuran pemerintah adalah keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Aku tinggal bersama emakku yang aku panggil simbok dan nenekku yang aku panggil mbah. Kami memang hanya bertiga. Mbok cerai dari Bapak sejak aku lulus SD. Aku tidak tahu apa penyebabnya, tetapi yang kurasa, Bapak pergi meninggalkan rumah dan sampai sekarang tidak tahu keadaannya. Mbah menjanda sudah sekitar 5 tahun karena kakek meninggal.

Aku ingat Mbah kakung (kakek) meninggal waktu aku masih SD. Jadi hanya aku lah laki-laki dirumah itu, yang harus mengerjakan semua pekerjaan laki-laki. Sementara mbok mencari nafkah dengan memburuh tani bersama mbah. Keduanya masih energik.

Ketika umurku 15 tahun mbok masih umur 29 tahun dan mbah 42 tahun. Umur segitu kalau di kota besar masih tergolong belum tua, tapi di kampung sudah termasuk uzur. Namun kedua mereka dikaruniai badan yang langsing dan menurut istilah Jawa, singset. Mbokku mewarisi ibunya berbadan langsing. Meski kedua mereka sudah memasuki usia tua menurut ukuran kampung, tetapi tubuh mereka tidak bergelambir lemak, alias singset.

Wajah mereka biasa-biasa saja tidak terlalu cantik, tetapi juga tidak jelek. Biasa saja lah orang kampung, Cuma wajahnya bersih dari noda bekas jerawat. Sepengetahuanku mereka tidak terlalu repot menjaga tubuh dan wajah, karena makan hanya seadanya dan mandi juga biasa tidak pernah dilulur dan sebagainya.

Baik mak maupun mbah, tumit kakinya kecil dan betisnya langsing. Ini menjadi perhatianku setelah aku dewasa dan mengenal ciri-ciri wanita yang pandai memuaskan suami.
Agak melenceng sedikit. Kebiasaan di desa kami adalah setiap rumah mempunyai kamar mandi yang disebut sumur berada di luar rumah dan umumnya agak jauh di belakang rumah. Tidak jauh dari sumur terdapat tempat buang hajat besar. Sumur dan wc nayris tidak berdinding penghalang. Yang ada hanya bangunan lubang sumur yang bibirnya ditinggikan sekitar 1 meter, lalu tonggak-tonggak kayu untuk menggantung baju dan handuk.

Di sekitar sumur dan wc ditumbuhi oleh tanaman rumpun sereh dan tanaman semak yang rimbun sehingga agak terlindung. Aku sebagai laki-laki selalu bertugas menimba dan mengisi air ke ember-ember untuk mandi, cuci piring dan cuci baju. Ritual mandi biasanya dilakukan pada pagi hari ketika mata hari mulai agak terang sekitar pukul 5 pagi.

Sudah sejak kecil aku terbiasa mandi bersama orang tuaku. Tidak ada rasa malu, sehingga kalau kami mandi tidak memakai basahan, atau sarung. Kami mandi telanjang bulat. Mungkin bedanya kalau orang kota mandinya berdiri di bawah shower atau bergayung ria atau tiduran di bath tub. Kalau kami orang desa mandi biasanya jongkok. Hanya beberapa saat saja berdiri untuk mebilas semua tubuh setelah bersabun.

Di usiaku 15 aku baru mulai tertarik dengan bentuk badan lawan jenis. Yang bisa aku lihat hanya simbok dan mbah saja. Mbok badannya langsing dan kulitnya kencang, payudaranya tidak besar, kakinya juga langsing. Di usianya yang hampir memasuki kawasan 30, teteknya masih kencang membusung. Mungkin karena ukurannya tidak besar jadi buah dadanya tidak mengelendot turun. Jembutnya cukup lebat, rambutnya sebahu yang selalu diikat dan digelung.

Simbah badannya tidak jauh dari mbok, dan tingginya juga sama sekitar 155 cm, Cuma teteknya sedikit agak turun, tapi masih kelihatan indah. Jembutnya juga tebal. Badannya meski kelihatan lembut, tetapi perkasa karena mungkin pengaruh warna kulit yang tergolong sawo matang. Tetek mbah kayaknya sedikit lebih besar dari simbok. Perut Mbah agak banyak tertutup lemak, sehingga tidak serata perut mbok.

Aku kenal betul seluk-beluk kedua body mereka karena setiap hari pagi dan sore kami selalu mandi bersama, telanjang bersama dalam waktu yang cukup lama. Jika pagi hari selain mandi mbok dan simbah mencuci pakaian dan peralatan makan semalam. Berhubung tugasku menimba air maka aku tetap berada di posku sampai seluruh pekerjaan mereka selesai. Jika sore mandinya lebih cepat karena acara selingan hanya cuci piring.

Mohon pembaca jangan protes dulu, karena sekolah kami di desa memundurkan waktu masuk menjadi jam 8 dengan pertimbangan murid-murid umumnya memerlukan waktu untuk membantu pekerjaan rumah tangga di pagi hari dan memberi kesempatan kepada murid yang tinggalnya sekitar sejam jalan kaki dari sekolah.

Seingatku sejak aku sunat di umur 12 tahun, atau selepas lulus SD sering kali aku malu karena penisku sering berdiri kalau pagi-pagi ketika mandi bersama. Sebetulnya penis berdiri sejak aku bangun pagi, sampai mandi dia tidak surut-surut. Mbok sih cuek-cuek aja, tetapi si mbah sering mengolok-olok, bahkan kadang-kadang menampar pelan penisku dengan menyuruh “tidur”.
Mulanya aku tidak malu, tapi sejalan bertambah umurku, penisku makin besar dan di sekitarnya mulai ditumbuhi bulu. Anehnya si mbah yang selalu memberi perhatian lalu ngomong ke simbok. Mbok ku lalu menimpali, “ cucumu sudah mulai gede mbah,” katanya.

Aku sulit mengendalikan penisku, kalau sudah berdiri, dia sulit di layukan, meski aku sirami air dingin. Yang bikin makin menegangkan, si mbah kadang-kadang memegang-megang penisku seolah-olah mengukur perkembangannnya, Si mbok juga disuruh Mbah merasakan perkembangan penisku. Meskipun kedua mereka adalah orang tua ku kandung, tetapi namanya dipegang tangan perempuan, naluri kelaki-lakianku bangkit. Penisku jadi makin mengeras.

Kadang-kadang aku berusaha menghindar karena malu, tetapi selalu dicegah oleh mbah dan menyuruh aku diam saja. Dibandingkan emak ku, mbah lebih agresif. Di usia 15 tahun aku sudah memiliki tubuh seperti pria dewasa. Tinggiku lebih dari 165 cm dan penisku sudah kelihatan gemuk dan keras serta agak panjang sekitar 15 cm.

Sebenarnya dengan aku sebesar itu sudah tidak pantas bersama emak dan mbahku mandi telanjang bersama. Tapi karena sudah terbiasa sejak kecil, aku tetap saja dianggap masih anak-anak.
Entah pantas disebut bagaimana, sialnya atau untungnya, embahku makin suka mempermainkan penisku. Kadang-kadang tangannya dilumuri sabun lalu dikocoknya penisku agak lama lalu dilanjutkan dengan menyabuniku. Emak juga kadang-kadang ikut-ikutan embah, meski penisku sudah berlumuran sabun, dia ikut mengocok dan merabai kantong semarku. Rasanya birahiku terpacu dan rasanya nikmat sekali. Makanya aksi mereka itu aku biarkan. Bahkan jika mandi tanpa ritual itu, aku yang selalu memintanya.

Tapi seingatku meski dikocok-kocok agak lama kok aku waktu itu tidak ejakulasi. Aku sendiri belum mengetahui cara melakukan onani, maklum anak desa, yang akses informasi ke dunia luar masih sangat terbatas.

Entah gimana awalnya tetapi setelah seringnya aku dikocok-kocok kami jadi sering mandi saling menyabuni, aku menyabuni seluruh tubuh mak ku dan mbahku. Dalam mengusap sabun tentu saja aku leluasa menjamah seluruh tubuh mereka. Aku senang mencengkram tetek dan memelintir pentil susu. Juga senang mengusap-usap jembut dan menjepitkan jari tengahku ke sela-sela memek. Mungkin itu naluri yang menuntun semua gerakan. Sumpah, aku tidak tahu harus bagaimana memperlakukan perempuan pada waktu itu.

Namun kesannya mereka berdua senang, bahkan badan mereka sering dirapatkan dan memelukku, sehingga penisku yang menjulang tegang kedepan selalu menerjang bagian pantat atau bagian atas memek. Mbah kadang-kadang menundukkan penisku agar masuk ke sela-sela pahanya sambil memelukku erat. Posisi itu paling aku suka sehingga kepada makku juga aku lakukan begitu. Mereka kelihatan tidak keberatan alias oke-oke saja. Saya pun tidak tahu pada waktu itu bahwa berhubungan badan itu memasukkan penis ke dalam lubang memek.

Aku sering dipuji mbah dan itu dikatakan kepada mak ku. “ anak mu ini hebat lho nduk (panggilan anak perempuan jawa), kayaknya dia kuat.”

Terus terang aku tidak mengerti yang dimaksud kuat. Kala itu kupikir yang dimaksud kuat adalah kemampuanku menimba air, membelah kayu bakar dan mengangkat beban-beban berat.
Mbah ku dan makku tidak kawin lagi setelah mereka berpisah dengan suaminya. Aku tidak pernah menanyakan alasannya, karena aku rasa lebih nyaman hidup bertiga gini dari pada harus menerima kehadiran orang luar. Padahal yang naksir mbah, apalagi emakku lumayan.

Suatu hari kemudian aku dipanggil emakku setelah mereka berdua berbicara berbisik-bisik di kamar Aku waktu itu sedang asyik meraut bambu untuk membuat layangan di teras rumah. Emakku duduk di sampingku.
“Le (Tole istilah panggilan anak laki-laki Jawa), kamu nanti malam tidur dikamar bersama mbah dan simbok.” kata mak.
“Ah gak mau , kan tempat tidurnya sempit, kalau tidur bertiga,” kataku.

Tempat tidur mereka sebenarnya hanya dua kasur kapuk yang dihampar diatas plastic dan tikar di lantai. Masih ada ruang untuk menggelar tikar tambahan di sisi kiri atau kanannya. Sehingga jika ditambah satu bantal, bisalah untuk tidur bertiga, dengan catatan seorang diantaranya tidur di tikar.
Selama ini aku tidur di balai-balai bambu di ruang tengah. Di desaku disebut amben bambu. Tidak ada masalah tidur di amben meski tanpa kasur. Aku tidur hanya beralas tikar dan ditemani bantal kumal serta sarung.

Aku bertanya-tanya, tetapi tidak dijawab mak atau mbah, kenapa malam itu aku harus tidur seranjang dengan mereka. “Udahlah turuti saja, jadi anak yang penurut, jangan suka terlalu banyak tanya,” nasihat mbahku.
Saking polosnya aku, yang terbayang dalam benakku adalah nanti malam aku bakal tidur bersempit-sempitan dan bersenggolan. Aku paling tidak senang jika tidur bersinggungan dengan orang lain. Tidak terlintas sedikitpun pikiran yang negatif.

Biasanya aku tidur jam 10 malam, tapi malam itu jam 8 malam aku sudah diseret masuk ke kamar mereka. Aku tidur di kasur bersama mbah, disebelah yang lain mbok ku tidur ditikar.
Mulanya hanya tidur telentang, Tidak lama lama kemudian mbah tidur memelukku. Terus terang aku merasa risih dipeluk. Tapi mau protes tidak berani, jadi diam saja. Mbah mengusap-usap wajahku, lalu dadaku. Aku mengenakan kaos usang yang di beberapa tempat sudah ada yang sobek. Entah berapa lama diusap-usap, aku menunggu dengan persasaan tegang. Aku tidak tahu kemana tujuan mereka mengajakku tidur bareng dan sekarang mbah tidur memelukku dan mengusap-usap dadaku. Sejujurnya aku sangat risih, tetapi apa daya tidak berani protes. Jika diberi peluang aku akan memilih kembali tidur di luar di amben.

Tangan kanan mbah yang tadi mengusap dadaku mulai merambat ke bawah ke arah sarungku. Aku terbiasa tidur sarungan dan di dalamnya tidak pakai celana, karena selain untuk menghemat pemakaian celana juga rasanya lebih enak leluasa. Terpeganglah gundukan kemaluanku dri luar sarung. Tangan mbahku meremas-remas, mengakibatkan aku tegang. Bukan hanya penis yang menegang, tetapi perasaanku juga tegang, karena khawatir terhadap kejadian apa yang bakal terjadi selanjutnya. Aku diam saja, selain berdebar-debar, penisku jadi mengembang di remas-remas mbah.
Ditariknya sarung keatas sehingga terbukalah bagian kemaluanku. Kamar tidur rumah kami hanya bepenerangan lampu minyak yang sejak tadi sudah di kecilkan. Jadi pemandanganku hanya remang-remang.

Diraihnya kemaluanku lalu digenggamnya penisku yang sudah mengeras sempurna. Nikmatnya luar biasa , tapi juga aku merasa takut, sehingga debaran jantungku makin keras. Penisku di kocok-kocok, sampai akhirnya aku terbuai dan rasa takutku sudah terlupakan. Tanpa sadar aku melenguh nikmat.
Entah kapan si mbah membuka bagian depan bajunya sehingga ketika kepalaku ditarik ke dadanya wajahku merasakan kelembutan payudaranya. Mulutku diarahkan ke puting susunya dan aku diperintah menjilati dan mengemut susunya. Perintah itu aku turuti dan naluriku juga menuntunnya. Sedap nian rasanya mengemut dan menjilati puting susu yang mengeras.

Meski tidak ada rasa, tetapi memainkan puting susu lebih nikmat rasanya dari pada mengunyah marshmallow. Setelah bergantian kiri dan kanan aku diminta nenek menaiki tubuhnya. Sarungku sudah dilepasnya sehingga bagian bawahku sudah telanjang. Aku turuti saja perintah si mbah. Aku merasakan bagian bawah mbah juga sudah terbuka. Aku berasa gesekan jembut lebatnya menggerus perutku. Sambil aku menindih mbah penisku dipegang mbah dan diarahkan ke lubang vaginanya. Aku diminta mengangkat badanku sedikit dan ketika ujung peler sudah di depan lubang aku diminta menurunkan badanku pelan-pelan.

Tidak pernah terbayangkan dan terpikirkan kenikmatan dan sensasi ini. Jiwaku terasa melayang di awang-awang. Aku tidak ingat dan peduli siapa yang ada di bawah tubuhku. Yang kurasakan adalah seorang wanita menggairahkan. Sensasi masuknya penisku perlahan-lahan ke vagina mbah terasa sangat nikmat. Terasa vaginanya licin tapi juga tidak mudah memasukkan penisku. Setelah seluruh batang penisku tengggelam dilahap memek mbah terasa hangatnya lubang vagina mbah. Kami berdiam sebentar dan aku mematung merasakan sensasi kenikmatan luar biasa yang belum pernah akur rasakan selama hidupku.

Sesaat kemudian mbah agak mendorong tubuhku dan menariknya kembali. Mbah mengendalikan gerakanku dengan memegangi melalui kedua tangannya di bongkahan pantatku. Aku tidak menyangka kenikmatan luar biasa ini. Embah terdengar mendesis dan terkadan mengerang. Aku makin cepat melakukan gerakan seiring dengan makin nikmatnya rasa yang menjalari mulai dari kemaluanku sampai ke seluruh tubuh.

Seingatku aku tidak terlalu lama bergerak begitu, karena selanjutnya ada gelombang nikmat yang mendera tubuhku dan berujung pada kontraksi di penis dan seluruh otot di bawah. Aku merasa mengeluarkan sesuatu dari lubang kencing. Tanpa diberi komando selama proses pelepasan itu aku membenamkan dalam-dalam penisku ke dalam memek mbah.

Terasa lega dan plong setelah semua spermaku tumpah. Mbah mendorong tubuhku untuk berbaring di sebelahnya dan seluruh sendi tubuhku terasa lemas. Mbah bangkit dan mengambil lap yang lembab membersihkan seluruh kemaluanku yang penuh berselemak cairan sperma dan cairan dari vagina mbah.

Penisku layu perlahan-lahan sampai selesai proses pembersihan itu. Mbah kulihat juga membersihkan memeknya dengan lap lain. Setelah kami berdua bersih, mbah beralih pindah ke tikar sementara mak tidur di sebelahku.
Dia seperti mbah tadi tidur memelukku dan tangannya meremas-remas penisku yang loyo. Remasan mak membuat penisku berkembang per lahan-lahan sampai akhirnya tegang mengeras kembali. Tetapi rasanya tidak sensitif tadi.

Mengetahui penisku sudah menegang sempurna, mak menyuruhku menindih tubuhnya seperti mbah tadi . Tangannya menuntun penisku untuk memasuki lubang memeknya. Aku sudah paham dan aku segera menekan batang penisku ketika terasa penisku sudah mulai memasuki lubang hangat. “pelan-pelan, sakit,” kata emak.
Aku turuti perintahnya dan pelan-pelan kutekan penisku memasuki lubang memeknya yang juga terasa hangat dan menjepit. Setelah semua masuk aku mulai menggenjot. Nikmat luar biasa dan aku lupa pada keadaan sekeliling. Perhatianku hanya tertuju pada kenikmatan yang sekarang sedang menjalar ke seluruh tubuhku.

Aku terus menggenjot makku sampai dia berteriak-teriak seperti orang kesakitan. Tapi ketika aku tanya dia mengkomandoiku agar jangan berhenti dan terus menggenjot. Mak ku sudah seperti orang hilang ingatan. Badannya kelojotan dan bergerak tidak karuan sampai beberapa kali penisku lepas dari memeknya. Dia buru-buru meraih penisku untuk dimaskukkan kembali ke lubang memek. Tiba tiba dia berteriak “ aaaaaah aaaah aduhhh aaaaah aduh. “ kedua tangannya menarik pantatku agar semua batang penisku tenggelam. Aku turuti kemauannya dan penisku merasa seperti berkali-kali dicengkeram oleh memeknya. Aku berdiam sampai agak lama, sampai tidak ada lagi kurasakan kedutan di lubang memeknya.

Sepertinya mak ku sudah siuman. Dia kutanya dengan penuh keheranan, apakah kesakitan. Dia menggelengkan kepala sambil tersenyum ditariknya wajahku ke wajahnya dan diciuminya seluruh wajahku. Penisku masih tertancap dalam memeknya. Naluriku mendorong aku melakukan kembali gerakan naik turun seperti tadi. Mak kembali mendesah-desah dan menjerit kecil. Aku pun makin semangat memompa dan birahiku makin terangsang mendengar erangan itu. Sepertinya aku akan kembali merasakan sperma akan keluar , gerakanku makin kupercepat dan mak makin keras mengerang, sampai kuingat mbahku mengusap-usap rambut emakku. Aku tidak perduli apapun kecuali segera mencapai puncak kenikmatan.

Ketika puncak kenikmatan muncul kubenamkan dalam-dalam penisku ke dalam memek mak dan ku tembakkan spermaku berkali-kali. Mak ku menarik tubuhku rapat rapat dan kurasakan penisku dijepit-jepit. Luar biasa sensasi kenikmatan yang kurasakan.
Aku berdiam sebentar sampai akhirnya penisku keluar dengan sendirinya dari lubang memek karena menyusut. Aku tergolek di samping emakku dan rasa lemas dan ngantuk yang luar biasa. Kulihat makku sudah tertidur dan mendengkur halus. Mbah melakukan tugasnya membasuh penisku dan memek mak ku. Selanjutnya aku tidak ingat lagi.

Aku terbangun karena desakan ingin kencing. Di sisi dapur rumah kami memang ada semacam wc kecil khusus untuk buang air kecil. Penisku menegang menahan desakan ingin kencing, tetapi setelah air seni dilepas, penisku masih tetap gemuk. Dia makin keras ketika aku mengingat kejadian yang baru aku alami.

Ketika aku masuk aku melihat mak dan nenekku tidur tanpa penutup di bagian bawah. Makku sudah terkapar, tetapi nenek ku masih manyapaku untuk tidur di sebelahnya. Aku turuti dan aku langsung tidur memeluk nenekku, tanganku langsung meremas kedua bongkahan payudara nenek yang terasa masih kenyal. Puting susunya aku pelintir-pelintir dan kadang-kadang aku usap. Nenek merintih – rintih aku perlakukan begitu. Dia kemudian memintaku untuk menindihnya lagi. Aku sudah semakin paham dan kuarahkan penisku ke lubang di bagian bawah badannya. Pelan-pelan aku tekan sehingga melesak lah seluruh penisku ke dalam memeknya.

Awalnya aku menggenjot perlahan-lahan, tetapi seiring dengan erangan nenek aku jadi makin bersemangat menggenjot lebih cepat. Nenek sama seperti mbok ku, dia menjerit jerit nikmat dan kemudian kedua kakinya merangkul pinggangku erat sekali sampai aku tidak bisa bergerak. Kurasakan memeknya berkedut-kedut. Aku tidak bergerak sampai nenek melonggarkan kuncian kakinya. Aku kembali mengenjot nenek dengan gerakan lamabat dan cepat. Tidak lama kemudian nenek kembali mengunci tubuhku dan aku kembali merasakan penisku dijepit-jepit oleh memek mbah. Seingatku pada waktu itu mbah berkali-kali begitu sampai akhirnya dia memintaku berjenti, karena katanya dia sudah tidak kuat dan badannya lemas.

Aku masih penasaran karena belum mencapai puncak, Kulihat emakku tergeletak mengangkang. Aku beralih menindih mak. Dia terbangun hanya dengan membuka matanya. Sementara itu penisku sudah masuk kedalam memeknya. Aku tidak perduli apakah makku sudah bangun atau masih setengah tidur. Aku terus menggenjot sampai kemudian mak juga merintih-rintih. Mak tak lama kemudian juga mengunci tubuhku dengan lilitan kedua kakinya sehingga aku tidak bisa bergerak. Padahal aku merasa sudah hampir mencapai puncak kenikmatan. Terasa memek makku menjepit ketat sekali berkali-kali. Ketika kuncian kakinya agak longgar aku memaksa menggenjot lagi sampai menjelang aku puncak makku kembali melilitkan kakinya dan aku dengan paksa masih menggenjot meski gerakkannya pendek. Tapi itu sudah bisa menghantar puncak knikmatanku. Aku mengejang-ngejang menyemprotkan mani ke dalam memek mak dan mak mengunci tubuhku ketat sekali dan kedua tangannya juga memelukku erat sekali.

Aku tertidur sebentar dan terbangun karena terasa geli di penisku. Kulirik ke bawah ternyata mbah tengah duduk dan mempermainkan penisku. Keadaan masih gelap. Aku mungkin baru tertidur satu jam, tetapi penisku sudah berdiri lagi. Malam itu aku bermain berkali-kali sampai hari agak terang mungkin aku sudah melepas spermaku 5 kali.

Paginya kami seperti biasa mandi bersama dan saling menyabuni. Aku tidak berani bertanya banyak, karena mereka sama sekali tidak menyinggung peristiwa tadi malam. Mak ku hanya mengingatkanku agar menjaga rahasia rumah tangga. Hari itu aku tidak sekolah karena apa aku lupa, apakah karena hari minggu atau hari libur sekolah. Mak dan Mbah setelah selesai membereskan urusan rumah tangga mereka membuat masakan sederhana, lalu kami sarapan pagi. Hari itu seingatku mak dan mbah tidak ke sawah, tapi malah masuk kamar tidur-tiduran.

Aku yang merasa badanku lelah juga tertarik untuk gabung tidur dengan mereka. Kelanjutannya aku kembali ngembat mak dan mbah sampai aku keluar 3 kali. Kami sempat tidur sebentar sebelum bangun karena lapar di siang hari.

Mak dan mbah hanya mengenakan kemben sarung menyiapkan makan siang, Kami makan siang di amben tempat tidurku. Perutku terasa kenyang dan mata kembali mengantuk.
Aku memilih tidu di kasur empuk tempatnya mak dan mbah biasa tidur. Entah berapa lama aku tertidur lalu terbangun karena terasa ada yang menggelitik di kemaluanku. Ternyata mak dan mbahku memainkan penisku. Mereka berdua menimang-nimang penisku. Akhirnya sampai waktu petang aku sempat menyemprotkan dua kali spermaku.

Malamnya aku masih sempat menyemprotkan sperma setelah bergantian menindih mak dan mbahku. Selanjutnya hampir tiap malam aku harus melayani nafsu kedua orang tuaku sampai aku dewasa. Kami menyimpan rahasia itu serapat mungkin. Herannya mak dan mbahku tidak sampai hamil oleh hubungan kami. Mereka memiliki resep rahasia untuk melakukan KB.

Meskipun keluarga kami miskin. Tetapi kehidupan kami sangat bahagia. Aku meneruskan sekolah sampai akhirnya bisa meraih S-1. Sejak aku kuliah aku jarang bertemu mereka, karena kau harus pindah ke kota. Tapi setiap bulan aku mengunjungi mereka dan menghabiskan waktu akhir pekan dengan melampiaskan nafsu.

Sejak aku kuliah aku sempat merasakan beberapa memek cewek yang sebaya dan lebih muda dari ku. Harus diakui bahwa memek cewek-cewek ku masih kalah nikmat dibanding memek mak dan nenekku.
Nenekku meski usianya kemudian sudah memasuki 50 tahun dan sudah menopause, tetapi kelegitan memeknya masih luar biasa. Mak ku memeknya juga legit banget. Mungkin karena tubuh kedua orang tuaku yang kencang dan tidak gemuk, maka berpengaruh pada jepitan memeknya. Selain itu jika kuperhatikan cairan memek mereka agak kental dan lengket, berbeda dengan cewek-cewek lainnya yang lebih cair dan licin.

Cerita sex : Cerita Sex Supir Yang beruntung Mendapatkan Rejeki Plus Plus

Sejak aku kuliah aku membawa berbagai teknik baru dalam berhubungan dengan mereka seperti mengoral dan melakukan persetubuhan dengan berbagai posisi. Mulanya mak dan Nenek risih ketika kujilati memeknya, tetapi lama-lama karena nikmat mereka jadi ketagihan.

#Cerita #Sex #Enak #Suami #Pinjaman

Cerita Sex Kenikmatan Seks Antar Tetangga Sungguh Nikmat Terbaru Malam Ini

Aku dan suami sudah pindah kerumah kami sendiri. Kami baru pindah ke sebuah kompleks perumahan yang masih sangat baru.

Belum banyak penghuni yang menempatinya, malahan di gang rumahku (yang terdiri dari 12 rumah) baru 2 rumah yang ditempati, yaitu rumahku dan rumah Pras. Rumah Pras hanya berjarak 2 rumah dari rumahku. Karena tidak ada tetangga yang lain, Pras jadi cepat sekali akrab dengan suamiku.

Aku dan Winda, istri Pras jadi seperti sahabat lama, kebetulan kami seumuran. Hampir tiap hari kami saling curhat tentang apa saja, termasuk soal seks. Biasa kami berbincang di teras depan rumah Winda kalau sore sambil Winda menyuapi Aria, anak mereka. Aku kurang “happy” soal urusan ranjang ini dengan suamiku. Bukannya suamiku ada kelainan, tapi dia senangnya tembak langsung tanpa pemanasan dahulu, sangat konservatif tanpa variasi dan sangat egois. Begitu sudah ngecret ya sudah, dia tidak peduli dengan aku lagi. Sehingga aku sangat jarang mencapai kepuasan dengan suamiku. Sebaliknya Winda bercerita kalau dia sangat “happy” dengan kehidupan seksnya. Pras hampir selalu bisa memberikan kepuasan kepada istrinya. Kami saling berbagi cerita dan kadang sangat mendetail malah. Sering aku secara terbuka menyatakan iri pada Winda dan hanya ditanggapi dengan tawa terkekeh2 oleh Winda.

Jum’at petang itu kebetulan aku sendirian di rumah. Terdengar ketukan di pintu sambil memanggil2 nama suamiku.Aku membukakan pintu. “Eh .. Mas. Masuk Mas,” sapaku ramah. Aku baru selesai mandi sehingga tanpa make up dengan rambut yang masih basah tergerai sebahu. Aku mengenakan daster batik mini warna hijau tua dengan belahan dada rendah, tanpa lengan yang memeperlihatkan pundak dan lengan yang putih dan sangat mulus. “Nnng … suamimu mana Sin?” “Wah ke luar kota Mas.” “Tumben Sin dia tugas luar kota. Kapan pulang?” “Iya Mas, kebetulan ada acara promosi, jadi dia harus ikut, sampai Minggu baru pulang.

Mas Pras ada perlu ama suamiku?” “Enggak kok, cuman pengin ngajak catur aja. Lagi kesepian nih, Winda ama Aria nginep dirumah ibunya.” “Wah kalo cuman main catur ama Sintia aja Mas.” “Emang Sintia bisa catur?” “Eit jangan menghina Mas, biar Sintia cewek belum tentu kalah lho ama Mas.” kata ku sambil tersenyum. “Ya bolehlah, aku pengin menjajal Sintia,” katanya dengan nada agak nakal.Aku hanya tersenyum menjawab godaanku. Aku membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan dia duduk di kursi tamu. “Sebentar ya Mas, Sintia ambil minuman. Mas susun dulu caturnya.”

Aku melenggang ke ruang tengah. Pas aku melangkah sambil membawa baki yang berisi 2 cangkir teh dan sepiring kacang goreng kegemarannya dan suamiku kalau lagi main catur, dia sedang menyusun biji2 catur dipapannya. Aku membungkuk meletakkan baki di meja, mau tak mau belahan dada dasterku terbuka dan menyingkap dua bukit toketku yang putih dan sangat padat. Aku tidak memakai bra. Kemudian aku duduk di kursi sofa di seberang meja. “Siapa jalan duluan Mas?” “Sintia kan putih, ya jalan duluan dong,” jawabnya. Beberapa saat kami mulai asik menggerakkan buah catur. Aku membuktikan bahwa aku cukup menguasai permaian ini. Beberapa kali langkah ku membuat dia harus berpikir keras. Tapi aku pun kerepotan dengan langkahnya.

Beberapa kali aku harus memutar otak. Kadang2 aku membungkuk di atas meja yang rendah itu dengan kedua tanganku bertumpu di pinggir meja. Posisi ini tentu saja membuat belahan dasterku terbuka lebar dan kedua toketku yang aduhai itu menjadi santapan empuk kedua matanya. Satu dua kali dalam posisi seperti itu aku mengerling kepadanya dan memergoki dia sedang menikmati toketku. Aku membiarkan matanya menjelajahi toketku sehingga aku sama sekali tidak mencoba menutup daster dengan tanganku. “Cckk cckk cckk Sintia memang hebat, aku ngaku kalah deh.” “Ah dasar Mas aja yang ngalah dan nggak serius mainnya. Konsentrasi dong Mas,” jawab ku sambil tersenyum menggoda. “Ayo main lagi, Sintia belum puas nih.” kataku rada genit.

Kami main lagi, permainan berjalan lebih seru, sehingga suatu saat ketika sedang berpikir, tanpa sengaja tanganku menjatuhkan biji catur yang sudah “mati” ke lantai. Dengan mata masih menatap papan catur aku mencoba mengambil biji catur tsb dari lantai dengan tangan kananku. Rupanya dia juga melakukan hal yang sama, sehingga tanpa sengaja tangan kami saling bersenggolan di lantai. Entah siapa yang memulainya, tapi kami saling meremas lembut jari tangan di sisi meja sambil masih duduk di kursi masing2. Aku melihat ke arah nya. dia masih dalam posisi duduk membungkuk . Jari tangan kirinya masih terus meremas jari tangan kananku.

Dia menjulurkan kepalaku dan mencium dahi ku dengan sangat mesra. Aku sedikit terperanjat dengan langkahnya, tapi hanya sepersekian detik saja. Aku melenguh pelan, “oooohhh …”Dia tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia mengkulum lembut bibir ku sambil tangan kanannya melingkar di belakang leherku. Aku menyambutnya dengan mengulum balik bibirnya. Kami saling berciuman dengan posisi duduk berseberangan dibatasi oleh meja. Kuluman bibirnya ke bibirku berubah menjadi lumatan. Bibirku disedot pelan, dan lidahnya mulai menyeberang ke mulutku. Aku pun menyambutnya dengan permainan lidahku.

Merasa tidak nyaman dalam posisi ini, dia lepaskan ciumannya. Dia bangkit berdiri, berjalan mengitari meja dan duduk di sisi kiri ku. Belum sedetik dia duduk aku sudah memeluknya dan bibirnya kembali melumat kedua bibirku. Lidahnya terus menjelajah seluruh isi mulutku sepanjang yang bisa dia lakukan. Aku pun tak mau kalah bereaksi. Harus aku akui bahwa aku belum pernah berciuman begini hot, bahkan dengan suamiku sekalipun. Dia menciumi sisi kiri leher ku yang putih jenjang. Rintih kegelian yang keluar dari mulut ku dan bau sabun yang harum semakin memompa semangatnya. Ciumannyabergeser ke belakang telinga ku, sambil sesekali menggigit lembut cupingnya. Aku semakin menggelinjang penuh kegelian bercampur kenikmatan. “Aaahhhh … aaaahhhhh,” aku merintih pelan. Dia merangkul leherku dengan lengan kanannya.

Tangan kanannya mulai menelusup di balik dasterku dan merayap pelan menuju puncak toket ku yang sebelah kanan. Toketku memang sangat padat. Bentuknya sempurna, ukurannya cukup besar karena tangannya tak mampu mengangkup seluruhnya. Jari2nya mulai menari di sekitar pentil ku yang sudah tegak menantang. Dengan ibu jari dan telunjuknya dia memelintir lembut pentilku yang mungil itu. Aku kembali menggelinjang kegelian. Aku menolehkan wajah ke kiri dengan mata yang masih terpejam. Dia melumat bibirku. Kami kembali berciuman dengan panasnya sambil tangannya terus bergerilya di toket kananku. Ciumannya semakin ganas dan sesekali menggigit lembut bibirku.

Tangan kirinya digerakkan ke paha kiri ku yang mulus. Lambat namun pasti, usapan tangan diarahkannya semakin keatas mendekati pangkal pahaku. Ketika jarinya mulai menyentuh cd ku di sekitar no nokku, dia menghentikan gerakanku. Tangan kirinya kembali diturunkan, dia mengusap lembut pahaku mulai dari atas lutut. Gerakan ini diulang beberapa kali sambil tangan kanannya masih memelintir pentil kanan ku dan mulut kami masih saling berpagutan.

Ciumannya semakin mengganas. Dia pun mulai meraba no nokku yang masih terbalut cd itu. no nokku berdenyut lembut . Dengan jari tengah tangan kirinya, dia menekan pelan tepat di tengah no nokku. Denyutan itu semakin terasa. “Aaahh … Mas… aahhh .. iya .. iya,” aku melenguh sambil sedikit meronta dan kedua tanganku menyingkap daster miniku serta menurunkan cdku sampai ke lutut. Serta merta matanya bisa menatap leluasa no nokku. Bukitnya menyembul indah, jembutku cukup lebat. Di antara kedua gundukan no nokku itu terlihat celah sempit yang kentara sekali berwarna merah kecoklatan.

Kemudian jari2 tangan kirinya mulai membelai semak2 yang terasa sangat lembut itu. Aku bereaksi terhadap belaiannya dengan menciumi leher dan telinga kanannya. Aku semakin erat memeluknya. Tangan kanannya dari tadi tak berhenti meremas2 toket ku yang sangat berisi itu. Jari2nya mulai mengusap lembut no nokku yang sangat halus itu. Perlahan dia menyisipkan jari tengah kirinya di celah no nokku. Aku rasakan sedikit lembab dan agak berlendir. Dia menyusup lebih dalam lagi sampai dia menemukan it ilku yang sangat mungil . Dengan gerakan memutar lembut dia mengusap it ilku. “Ahhhh … iya … Mas .. ahhhh .. ahhhh.” Jari tengahnya ditekan sedikit lebih kuat ke it ilku, sambil digosokkan naik turun. Aku meresponsnya dengan membuka lebar kedua pahaku, namun gerakanku terhalang cd yang masih bertengger di kedua lututku.
Sejenak ia menghentikan gosokan jarinya, dia menggunakan tangan kirinya untuk menurunkan cdku. Aku membantu dengan mengangkat kaki kiriku hingga cdku terlepas dan hanya menggantung di lutut kanan ku. Gerakan ku sudah tak terhalang lagi. Dengan leluasa aku membuka lebar kedua pahaku. Jarinya sekarang leluasa menjelajah seluruh no nokku yang sudah sangat licin berlendir itu. Dia menggosok2 it il ku dengan lebih kuat sambil sesekali mengusap ujung no nokku dan digesek keatas kearah it ilku. Aku menggelinjang semakin hebat. “Aaaaaahhhhh …. Mas .. Mas ….. ahhhhh .. terus … ahhhhh,” pintaku sambil merintih. Intensitas gosokannya semakin dia tingkatkan. Dia mulai mengorek bagian luar lubang no nokku. “Iya … ahhh … iya .. Mas …”

Aku hanya tergolek bersandar di sofa yang empuk itu. Kepalaku terdongak kebelakang, mataku tertutup rapat. Mulutku terbuka lebar sambil tak henti mengeluarkan erangan penuh kenikmatan. Tanganku terkulai lemas tak lagi memeluknya. Tangan kanannya pun sudah berhenti bekerja karena merangkul aku dengan erat agar aku tidak melorot ke bawah. Daster ku sudah terbuka sampai keperut, menyingkap kulit yang sangat putih mulus tak bercacat. Cdku masih menggantung di lutut kananku. Pahaku mengangkang maksimal. Jarinya masih menari-nari di seluruh bagian luar no nokku.

Dia sengaja belum menyentuh bagian dalam no nokku. Aku sekarang menggeleng2 kepala ke kiri kanan dengan liar. Rambut basahku yang sudah mulai kering tergerai acak2an. “Mas … Mas …. ahhhhh …. enak …. ahhhh nggak tahaaann .. ahhhh.” Aku sudah hampir mencapai puncak kenikmatan birahiku. Dengan lembut dia mulai menusukkan jari tengahnya ke dalam no nokku yang sudah sangat basah itu. Dia menyorongkan sampai seluruh jarinya tertelan no nokku yang cukup sempit itu. Dia tarik perlahan sambil sedikit dibengkokkan keatas sehingga ujung jarinya menggesek lembut dinding atas no nokku. Gerakan ini dilakukannya berulang kali, masuk lurus keluar bengkok, masuk lurus keluar bengkok, begitu seterusnya. Tak sampai 10 kali gerakan ini, tubuhku menjadi kaku, kedua tanganku mencengkeram erat pinggiran sofa. Kepalaku semakin mendongak kebelakang. Mulutku terbuka lebar. Gerakannya dipercepat dan ditekan lebih dalam lagi. “Aaaaaahhhhhhhhhh.”

Aku melenguh dalam satu tarikan nafas yang panjang. Tubuhku sedikit menggigil. Aku bisa merasakan jari tangannya makin terjepit kontraksi otot no nokku, dan bersamaan dengan itu cairan no noktku menyiram jarinya. Aku telah nyampe. Dia tidak menghentikan gerakan jarinya, hanya sedikit mengurangi kecepatannya. Tubuh ku masih menggigil dan menegang. Mulutku terbuka tapi tak ada suara yang keluar sepatahpun, hanya hembusan nafas kuat dan pendek2 yang keluar lewat mulutku. Kondisi demikian berlangsung selama beberapa saat. Kemudian tubuh ku berangsur melemas, dia pun memperlambat gerakan jarinya sampai akhirnya dengan sangat perlahan dia cabut dari no nokku.

Mata ku masih terpejam rapat, bibirku masih sedikit ternganga. dengan lembut dan pelan dia mendekatkan bibirnya ke mulut ku. Dia mencium mesra bibirku yang sensual itu. Akupun menyambut dengan tak kalah mesranya. Kami berciuman bak sepasang kekasih yang saling jatuh cinta. Agak berbeda dengan ciuman yang menggelora seperti sebelumnya. “Nikmat Sin?” dengan lembut dia berbisik di telinga ku. “Mas … ah … Sintia belum pernah merasakan kenikmatan seperti tadi ..sungguh Mas. Mas sangat pinter … Makasih Mas … Winda sungguh beruntung punya suami Mas.” “Aku yang beruntung Sin, bisa memberi kepuasan kepada wanita secantik dan semulus kamu.” “Ah Mas bisa aja … Sintia jadi malu.”

Akhirnya aku sadar akan kondisiku saat itu. Dasterku awut2an, pahaku masih terbuka lebar, dan cdku tersangkut di lututku. Aku segera duduk tegak, menurunkan dasterku sehingga menutup pangkal pahaku. Akhirnya aku bangkit berdiri. “Sintia mau cuci dulu Mas.” “Aku ikut dong Sin, ntar aku cuciin,” dia menggodaku. “Ihhh Mas genit.” Sambil berkata demikian aku menggamit tangannya dan menariknya ke kamarku. Sampai di kamarku dia berkata: “Aku copot pakaianku dulu ya Sin, biar nggak basah.” Aku tidak berkata apa2 tetapi mendekatinya dan membantu melepas kancing celananya semantara dia melepaskan kaosnya.

Dia kemudian melepaskan juga celananya dan hanya memakai cd saja. Aku melirik ke arah cdnya. Tampaknya kon tolnya yang besar dan panjang (dibandingkan dengan kon tol suamiku yang kecil) sudah menegang. Dia maju selangkah dan mengangkat ujung bawah dasterku sampai keatas dan aku mengangkat kedua tangannya sehingga dasternya mudah terlepas. Dia tampak mengagumi tubuhku. Toket yang dari tadi hanya diraba sekarang terpampang dengan jelas di hadapannya. Bentuknya bundar kencang, cukup besar, tapi masih proporsional dengan ukuran tubuh ku yang sexy itu. Pentilku sangat kecil bila dibanding ukuran bukit toketku. Warna pentilku coklat agak tua, sungguh kontras dengan warna kulit ku yang begitu putih.

Perut ku sungguh kecil dan rata, tak tampak sedikitpun timbunan lemak disana. Pinggulku sungguh indah dan pantatku sangat sexy, padat dan sangat mulus. Pahaku sangat mulus dan padat, betisku tidak terlampau besar dan pergelangan kakiku sangat kecil. “Mas curang … Sintia udah telanjang tapi Mas belum buka cdnya.” Tanpa menunggu reaksinya, aku maju selangkah, agak membungkuk dan memelorotkan cdnya. Dia membantu dengan melangkah keluar dari cdnya. kon tolnya yang sedari tadi sudah berdiri tegak langsung menyentak. Besar dan panjang, mengangguk2 saking kerasnya. Kami berdua berdiri berhadapan sambil bertelanjang bulat saling memandangi. Tak tahan melihat tubuh molek ku, dia maju langung memeluk tubuhku erat. Kulit tubuhku langsung bersentuhan dengan kulit tubuh nya tanpa sehelai benangpun yang menghalangi. “Kamu cantik dan seksi sekali Sin.” “Ah Mas ngeledek aja.” “Bener kok Sin.”

Sambil berkata demikian dia merangkul aku lalu masuk ke kamar mandi. Dia menyemprotkan sedikit air dengan shower ke no nokku yang masih berlendir itu. Kemudian dia memeluk ku dari belakang dan menyabuni seluruh permukaan no nokku dengan lembut. Aku suka dengan apa yang dia lakukan, aku merapatkan punggungku ke tubuhnya sehingga kon tolnya menempel rapat ke pantatku. Dengan gerakan lambat dan teratur dia menggosok selangkangan ku dengan sabun. Aku mengimbanginya dengan mengggerakkan pinggulku seirama dengan gerakannya. Akhirnya selesai juga dia membantu ku mencuci selangkanganku dan mengeringkan diri dengan handuk. Sambil saling rangkul kami kembali ke kamar dan berbaring bersisian di tempat tidur. Kami saling berpelukan dan berciuman penuh kemesraan. Dia meraba seluruh permukaan tubuh mulus ku, aku pun beraksi mengelus kon tolnya yang semakin menegang itu.

Aku ditelentangkan, kemudian dia melorot mendekati kakiku. Dia mulai menciumi betisku, perlahan keatas ke pahalu yang mulus. Akhirnya mulutnya mulai mendekati pangkal pahaku. “Ahhhhh Mas …. ah .. jangan .. nanti Sintia nggak tahan lagi .. ah.” Sekalipun aku berkata “jangan” namun justru aku membuka kedua pahaku semakin lebar seakan menyambut baik serangan mulutnya itu. “Nikmati saja Sin …. aku akan memberikan apa yang tidak pernah diberikan suamimu padamu.” Dia meneruskan jilatan dan ciumannya ke daerah selangkangan ku yang sudah menganga lebar. Bibir no nokku yang begitu tebal dan sensual. Perlahan dia mengkatupkan kedua bibirnya ke bibir no nokku. Sambil “berciuman” dia menjulurkan lidahnya mengorek ujung no nokku. “Ahhhh …. Mas … aaaaahhh .. please .. please.” Begitu mudahnya kata2ku berubah dari “jangan” menjadi “please”. Bibirnya digeser sedikit keatas sehingga menyentuh it ilku yang berwarna pink. Perlahan dia menjulurkan lidahnya dan menjilatinya berkali2.

Aku membuka selangkanganku semakin lebar dan menekuk lututku serta mengangkat pantatku. Dia segera memegang pantatku sambil meremasnya. Lidahnya semakin leluasa menari di it il ku. “Aaaaaahhhhhh …. enak Mas …. enak …. ahhhh .. iya …. ahhhh.” Hanya itu yang keluar dari mulut ku menggambarkan apa yang sedang kurasakan saat ini. Dia semakin meningkatkan kegiatan mulutnya, dia mengkatupkan kedua bibirnya ke it il ku yang begitu mungil, dia menyedot lambat2 benda sebesar kacang hijau itu. “Maaaaasss …. nggak tahaaaan … ahhhhh .. Maassss.” Dia melepaskan tangan kanannya dari pantat ku, kemudian jari tengahnya kembali beraksi menggosok it ilku. Lidahnya dijulurkan mengorek seluruh lubang no nokku sejauh yang dia bisa. Tubuhku menegang sehingga pantat dan selangkanganku semakin terangkat, kedua tanganku mencengkeram kain sprei. “AAAaaaaahhhhh … maaaaassssssss.”

Bersamaan dengan erangan ku dia merasakan ada cairan hangat dan agak asin yang keluar dari no nokku dan langsung membasahi lidahnya. Dia menjulurkan lidahnya semakin dalam dan semakin banyak cairan yang bisa dia rasakan. Aku memberontak, segera menarik dia mendekatiku. Tangan kanannya kupegang dan sentuhkan ke no nokku. Sambil terpejam, aku memeluknya dan langsung mencium bibirnya yang masih belepotan dengan lendir kenikmatanku. Dia biarkan bibir dan lidahku menari di mulutnya menyapu semua sisa lendir yang ada disana. Jari tangannya terbenam kedalam no nokku dan digerakkan masuk keluar dengan cepat. Tubuh ku kembali menggigil dan no nokku mengeluarkan cairan lagi. Rupanya itu adalah sisa orgasmeku.

Kami masih berciuman sampai tubuh ku mulai melemas. perlahan dia mengangkat tangan kanannya dari selangkanganku, memeluk ku dengan lembut. Bibirnya perlahan dilepaskan dari cengkeraman mulut ku. Tubuh ku tergolek lemah seakan tanpa tulang. Mataku sedikit terbuka menatapnya mesra. Di bibirku sedikit menyungging senyum penuh kepuasan. “Mas …. itu tadi luar biasa Mas … Sintia belum pernah digituin … Mas hebat .. makasih Mas … Sintia hutang banyak ama Mas.” “Sin aku juga sangat senang kok bisa membuat Sintia puas seperti itu” sambil dia mengkecup lembut keningku. Mata ku berbinar penuh rasa terima kasih. Kami berbaring telentang bersebelahan untuk beberapa saat. kon tolnya masih tegang berdiri. Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Kali ini aku membersihkan diriku sendiri. Dia tetap berbaring sambil mengenangkan keindahan yang baru aku alami. Tak berapa lama kemudian aku kembali dan langsung berbaring di sampingnya. Mataku menatap lekat ke kon tolnya.

“Mas pengin diapain?” tanyaku manja. “Terserah kamu Sin, biasanya ama suamimu gimana dong?” dia coba memancingku. “Biasa ya langsung dimasukin aja Mas. Sintia jarang puas ama dia.” “Oh … terus Sintia penginnya gimana?” “Ya kayak ama Mas tadi, Sintia puas banget. … Sintia pengin cium punya Mas boleh nggak?” “Emang Sintia belum pernah?” “Belum Mas,” agak jengah aku menjawab, “Suamiku nggak pernah mau.” “Ya silahkan kalau Sintia mau.” Tanpa menunggu komando aku segera merangkak mengarahkan kepalaku mendekati selangkangannya. Aku pegang kon tolnya, kuamati dari dekat sambil sedikit melakukan gerakan mengocok.

Sangat kaku dan canggung, maklum baru pertama melakukannya. “Ayo Sin ,, aku ngak apa2 kok. Kalau Sintia suka, lakuin apa yang Sintia mau.” Dengan penuh keraguan aku mendekatkan mulutnya ke kepala kon tolnya. Pelan2 kubuka bibirku dan memasukkan kepalanya kedalam mulutku. Hanya sampai sebatas leher kemudian kusedot perlahan. Aku tetap melakukan itu untuk beberapa saat tanpa perubahan. Dengan lembut dia memegang tangan kiriku. Dia menggenggam jemariku yang lentik dan ditariknya mendekat ke mulutnya. Dia memegang telunjukku kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya. Dia menggerakkan masuk keluar dengan lambat sambil sesekali dijilat dengan lidahnya saat jari lentikku masih dalam mulutnya. Aku segera paham bahwa dia sedang memberi “bimbingan” bagaimana seharusnya yang kulakukan.

Cerita sex : Cerita Sex Enak Suami Pinjaman

Tanpa ragu aku mempraktekkan apa yang dia lakukan dengan jariku. kon tolnya kumasukkan kedalam mulutku, kemudian kepala kuangguk2kan sehingga kon tolnya tergesek keluar masuk mulutku yang sensual itu. Sekalipun masih agak canggung tapi dia mulai bisa merasakan “pelayanan” yang kuberikan. Semakin lama aku semakin tenang dan tidak kaku lagi. Kadang kumainkan lidahku di sekeliling kepala kon tolnya dalam mulutku. Sepertinya aku sendiri mulai bisa merasakan sensasi dari apa yang kulakukan dengan mulut dan lidahku. Aku mulai berani bereksperiman. Kadang kukeluarkan kon tolnya dari mulutku, menciumi batangnya kemudian memasukkannya kembali. Sesekali aku hanya menghisap kepalanya sambil mengocok batangnya. “Gimana Sin rasanya?” “Mas… Sintia merasakan rangsangan yang luar biasa, kon tolnya Mas enak .. Sintia suka, besar – panjang lagi.” Dia bangkit berdiri di atas kasur sambil bersandar di dinding kepala ranjang. Aku langsung tahu harus bagaimana.

#Cerita #Sex #Kenikmatan #Seks #Antar #Tetangga #Sungguh #Nikmat

Cerita Sex Bergambar Menikmati Memek Mulus Tante Keturunan Arab Terbaru Malam Ini

Menikmati Memek Mulus Tante Keturunan Arab Making love sampek nyerah – Aku mendapat tugas ke sebuah kota kabupaten di Kawasan Timur Indonesia. Ada sebuah peluang proyek baru disana. Aku berangkat dengan seorang Direktur. Setelah bertemu dengan para pejabat yang berwenang dan mengutarakan tujuan kedatangan kami, maka Direktur tersebut pulang terlebih dahulu karena masih ada urusan lain di Jakarta.

Tinggalah aku disana mengurus semua perijinan sendirian saja. Hotel tempatku menginap adalah sebuah hotel yang tidak terlalu besar, namun bersih dan enak untuk tinggal. Letaknya agak sedikit di pinggiran kota, sepi, aman, dan transport untuk kemana-mana relatif mudah. Aku mendapat kamar dilantai 2 yang letaknya menghadap ke laut.

Setiap sore sambil beristirahat setelah seharian berputar-putar dari satu instansi ke instansi lainnya aku duduk di teras sambil melihat laut. Para karyawan hotel cukup akrab dengan penghuninya, mungkin karena jumlah kamarnya tidak terlalu banyak, sekitar 32 kamar. Aku cukup akrab dan sering duduk di lobby, ngobrol dengan tamu lain atau karyawan hotel. Kadang-kadang dengan setengah bercanda aku ditawari selimut hidup oleh karyawan hotel, mulai dari room boy sampai ke security. Mereka heran selama hampir 3 minggu aku tidak pernah bawa perempuan. Aku tersenyum saja, bukan tidak mau bro, tapi pikiranku masih tersita ke pekerjaan.

Tak terasa sudah 3 minggu aku menginap di hotel. Karena surat-surat yang diperlukan sudah selesai, aku bisa sedikit bernafas lega dan mulai mencari hiburan. Tadi malam aku kembali dapat merasakan kehangatan tubuh perempuan setelah bergumul selama 2 ronde dengan seorang gadis panggilan asal Manado. Aku mendapatkannya dari security hotel. Meskipun orangnya cantik dan putih, tetapi permainannya tidak terlalu istimewa karena barangnya terlalu becek dan sudak kendor, tapi lumayanlah buat mengurangi sperma yang sudah penuh.

Dua hari lagi aku akan pulang. Transportasi di daerah ini memang agak sulit. Untuk ke Jakarta aku harus ke ibukota propinsi dulu baru ganti pesawat ke Jakarta. Celakanya dari kota ini ke ibukota propinsi dalam 1 minggu hanya ada 4 penerbangan dengan twin otter yang kapasitasnya hanya 17 seat. Belum lagi cadangan khusus buat pejabat Pemda yang tiba-tiba harus berangkat. Aku yang sudah booking seat sejak seminggu yang lalu, ternyata masih masuk di cadangan nomor 5.

Alternatifnya adalah dengan menaiki kapal laut milik Pelni yang makan waktu seharian untuk sampai ibukota propinsi. Rencanaku kalau tidak dapat seat pesawat terpaksa naik kapal laut. Sore itu aku ngobrol dengan security, yang membantu mencarikan perempuan, sambil duduk-duduk di cafe hotel. Kami membicarakan gadis Manado yang kutiduri tadi malam.

Kubilang aku kurang puas dengan permainannya. Tiba-tiba saja pandanganku tertuju pada wanita yang baru masuk ke cafe. Wanita itu kelihatan bertubuh tinggi, mungkin 168 cm, badannya sintal dan dadanya membusung. Wajahnya kelihatan bukan wajah Melayu, tapi lebih mirip ke wajah Timur Tengah. Security itu mengedipkan matanya ke arahku. ” Bapak berminat ? Kalau ini dijamin oke, Arab punya,” katanya.

Wanita tadi merasa kalau sedang dibicarakan. Ia menatap ke arah kami dan mencibir ke arah security di sampingku.
“Dewi, sini dulu. Kenalan sama Bapak ini,” kata security itu.
“Aku mau ke karaoke dulu,” balas wanita tadi. Ternyata namanya Dewi. Dewi berjalan kearah meja karaoke dan mulai memesan lagu.

Ruangan karaoke tidak terpisah secara khusus, jadi kalau yang menyanyi suaranya bagus lumayan buat hiburan sambil makan. Tapi kalau pas suara penyanyinya berantakan, maka selera makan bisa berantakan. Untuk karaoke tidak dikenakan charge, hanya merupakan service cafe untuk tamu yang makan disana. “Dekatin aja Pak, temani dia nyanyi sambil kenalan. Siapa tahu cocok dan jadi,” kata security tadi kepadaku. Aku berjalan dan duduk didekat Dewi. Kuulurkan tanganku, “Boleh berkenalan ? Namaku Jokaw”.

“Dewi,” jawabnya singkat dan kembali meneruskan lagunya. Suaranya tidak bagus cuma lumayan saja. Cukup memenuhi standard kalau ada pertunjukan di kampung.
Beberapa lagu telah dinyanyikan. dari lagu dan logat yang dinyanyikan wanita ini agaknya tinggal di Manado atau Sulawesi Utara. Dia mengambil gelas minumannya dan menyerahkan mike ke tamu cafe di dekatnya.
“Sendirian saja nona atau …,” kataku mengawali pembicaraan.
“Panggil saja namaku, Dewi,” katanya.

kami mulai terlibat pembicaraan yang cukup akrab. Dewi berasal dari Gorontalo. Ia memang berdarah Arab. Menurutnya banyak keturunan Arab di Gorontalo. Kuamati lebih teliti wanita di sampingku ini. Hidungnya mancung khas Timur Tengah, kulitnya putih, rambutnya hitam tebal, bentuk badannya sintal dan kencang dengan payudaranya terlihat dari samping membusung padat.

Kutawarkan untuk mengobrol di kamarku saja. Lebih dingin, karena ber-AC, dan lebih rileks serta privacy terjaga. Ia menurut saja. kami masuk ke dalam kamar. Security tadi kulihat mengangkat kedua jempolnya kearahku. Di dalam kamar, kami duduk berdampingan di karpet dengan menyandar ke ranjang sambil nonton TV. Dewi masuk ke kamar mandi dan sebentar kemudian sudah keluar lagi.

Kami melanjutkan obrolan. Ternyata Dewi seorang janda gantung, suaminya yang seorang pengusaha, keturunan Arab juga, sudah 2 tahun meninggalkannya namun Dewi tidak diceraikan. ia sedang mencoba membuka usaha kerajinan rotan dari Sulawesi yang dipasarkan disini. Dikta ini dia tinggal bersama familinya. Ia main ke hotel, karena dulu juga pernah tinggal di hotel ini seminggu dan akrab dengan koki wanita yang bekerja di cafe. dari tadi siang koki tersebut sedang keluar, berbelanja kebutuhan cafe.

Kulingkarkan tangan kiriku ke bahu kirinya. Ia sedikit menggerinjal namun tidak ada tanda-tanda penolakan. aku semakin berani dan mulai meremas bahunya dan perlahan-lahan tangan kiriku menuju kedadanya. Sebelum tangan kiriku sampai di dadanya, ia menatapku dan bertanya, “Mau apa kamu, Jokaw ?” Sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Kupegang dagunya dengan tangan kananku dan kudekatkan mukanya ke mukaku. Perlahan kucium bibirnya. Ia diam saja. Kucium lagi namun ia belum juga membalas ciumanku. “Ayolah Dewi, 2 tahun tentulah waktu yang cukup panjang bagimu. Selama ini tentulah kamu merindukan kehangatan dekapan seorang laki-laki,” kataku mulai merayunya.Kuhembuskan napasku ke dekat telinganya. Bibirku mulai menyapu leher dan belakang telinganya.
“Akhh, tidak.. Jangan..,” rintihnya.

“Ayolah Nis, mungkin punyaku tidak sebesar punya suami Arab-mu itu, namun aku bisa membantu menuntaskan gairahmu yang terpendam”.
Ia menyerah, pandangan matanya meredup. Kucium lagi bibirnya, kali ini mulai ada perlawanan balasan dari bibirnya. tanganku segera meremas dadanya yang besar, namun sudah sedikit turun. Ia mendesah dan membalas ciumanku dengan berapi-api. Tangannya meremas kejantananku yang masih terbungkus celana.

Kududukan ia ditepi ranjang. Aku berdiri didepannya. tangannya mulai membuka ikatan pinggang dan ritsluiting celanaku, kemudian menyusup ke balik celana dalamku. Dikeluarkannya kejantananku yang mulai menegang. Dibukanya celanaku seluruhnya hingga bagian bawah tubuhku sudah dalam keadaan polos. Mulutnya kemudian menciumi kejantananku, sementara tangannya memegang pinggangku dan mengusap kantung zakarku. Lama kelamaan ciumannya berubah menjadi jilatan dan isapan kuat pada kejantananku. Kini ia mengocok kejantananku dengan mengulum kejantananku dan menggerakan mulutnya maju mundur.

Tangannya menyusup ke bajuku dan memainkan putingku. Kubuka kancing bajuku agar tangannya mudah beraksi di dadaku. Kuremas rambutnya dan pantatkupun bergerak maju mundur menyesuaikan dengan gerakan mulutnya. Aku tak mau menumpahkan sperma dalam posisi ini. Kuangkat tubuhnya dan kini dia dalam posisi berdiri sementara aku duduk di tepi ranjang. Tanpa kesulitan segera saja kubuka celana panjang dan celana dalamnya. Rambut kemaluannya agak jarang dan berwarna kemerahan. Kemaluannya terlihat sangat menonjol di sela pahanya, seperti sampan yang dibalikkan. Ia membuka kausnya sehingga sekarang tinggal memakai bra berwarna biru.

Kujilati tubuhnya mulai dari lutut, paha sampai ke lipatan pahanya. Sesekali kusapukan bibirku di bibir . Lubang terasa sempit ketika lidahku mulai masuk ke dalam .

Ia merintih, kepalanya mendongak, tangannya yang sebelah menekan kepalaku sementara tangan satunya meremas rambutnya sendiri. Kumasukan jari tengahku ke dalam lubang , sementara lidahku menyerang klitorisnya. Ia memekik perlahan dan kedua tangannya meremas payudaranya sendiri. Tubuhnya melengkung ke belakang menahan kenikmatan yang kuberikan. Ia merapatkan selangkangannya ke kepakalu. Kulepaskan bajuku dan kulempar begitu saja ke lantai. Akhirnya ia mendorongku sehingga aku terlentang di ranjang dengan kaki masih menjuntai di lantai. Ia berjongkok dan, “Sllruup..”. Kembali ia menjilat dan mencium penisku beberapa saat. Ia naik keatas ranjang dan duduk diatas dadaku menghadapkan di mulutku. Tangannya menarik kepalaku meminta aku agar menjilat dalam posisi demikian.

Kuangkat kepalaku dan segera lidahku menyeruak masuk ke dalam liang . Tanganku memegang erat pinggulnya untuk membantu menahan kepalaku. Ia menggerakan pantatnya memutar dan maju mundur untuk mengimbangi serangan lidahku. Gerakannya semakin liar ketika lidahku dengan intens menjilat dan menekan klitorisnya. Ia melengkungkan tubuhnya sehingga bagian kemaluannya semakin menonjol. tangannya kebelakang diletakan di pahaku untuk menahan berat tubuhnya.

Ia bergerak kesamping dan menarikku sehingga aku menindihnya. Kubuka bra-nya dan segera kuterkam gundukan gunung kembar di dadanya. Putingnya yang keras kukulum dan kujilati. Kadang kumisku kugesekan pada ujung putingnya. Mendapat serangan demikian ia merintih “Jokaw, ayo kita lakukan permainan ini, Masukan sekarang..”. Tangannya menggenggam erat penisku dan mengarahkan ke lubang . Beberapa kali kucoba untuk memasukannya tetapi sangat sulit. Sebenarnya sejak kujilati sedari tadi kurasakan sudah basah oleh lendirnya dan ludahku, namun kini ketika aku mencoba untuk melakukan penetrasi kurasakan sulit sekali.

Penisku sudah mulai mengendor lagi karena sudah beberapa kali belum juga menembus . Aku ingat ada kondom di laci meja, masih tersisa 1 setelah 2 lagi aku pakai tadi malam, barangkali dengan memanfaatkan permukaan kondom yang licin lebih mudah melakukan penetrasi. namun aku ragu untuk mengambilnya, Dewi kelihatan sudah di puncak nafsunya dan ia tidak memberikan sinyal untuk memakai kondom. Kukocokkan penisku sebentar untuk mengencangkannya. Kubuka pahanya selebar-lebarnya. Kuarahkan penisku kembali ke liang.

“Jokaw.. Kencangkan dan cepat masukkan,” rintihnya.
Kepala penisku sudah melewati bibir . Kudorong sangat pelan. sangat sempit. Entah apa yang menyebabkannya, padahal ia sudah punya anak dan menurut ceritanya penis suaminya satu setengah kali lebih besar dari penisku. Aku berpikir bagaimana caranya agar penis suaminya bisa menembus. Penisku kumaju mundurkan dengan perlahan untuk membuka jalan nikmat ini. Beberapa kali kemudian penisku seluruhnya sudah menembus lorong . Aku merasa dengan kondisi yang sangat sempit maka dalam ronde pertama ini aku akan kalah kalau aku mengambil posisi di atas. Mungkin kalau ronde kedua aku dapat bertahan lebih lama. Akan kuambil cara lain agar aku tidak jebol duluan.Kugulingkan badannya dan kubiarkan dia menindihku. Dewi bergerak naik turun menimba kenikmatannya. Aku mengimbanginya tanpa mengencangkan ototku, hanya sesekali kuberikan kontraksi sekedar bertahan saja supaya penisku tidak mengecil.

Dewi merebahkan tubuhnya, merapat didadaku. Kukulum payudaranya dengan keras dan kumainkan putingnya dengan lidahku. Ia mendengus-dengus dan bergerak liar untuk merasakan kenikmatan. Gerakannya menjadi kombinasi naik turun, berputar dan maju mundur. Luar biasa vagina wanita Arab ini, dalam kondisi aku dibawahpun aku harus berjuang keras agar tidak kalah. Untuk mempertahankan diri kubuat agar pikiranku menjadi rileks dan tidak berfokus pada permainan ini.
15 menit sudah berlalu sejak penetrasi. Agaknya Dewi sudah ingin mengakhiri babak pertama ini. Ia memandangku, kemudian mencium leher dan telingaku.

“Ouhh.. jokaw, kamu luar biasa. Dulu dalam ronde pertama biasanya suamiku akan kalah, namun kami masih bertahan. Yeesshh.. Tahan dulu, sebentar lagi.. Aku..”.
Ia tidak melanjutkan kalimatnya. Aku tahu kini saatnya beraksi. Kukencangkan otot penisku dan gerakan tubuh Dewipun semakin liar. Akupun mengimbangi dengan genjotan penisku dari bawah. Ketika ia bergerak naik, pantatku kuturunkan dan ketika ia menekan pantatnya ke bawah akupun menyambutnya dengan mengangkat pantatku. Kepalanya bergerak kesana kemari. Rambutnya yang hitam lebat acak-acakan. sprei sudah terlepas dan tergulung di sudut ranjang. bantal di atas ranjang semuanya sudah jatuh ke lantai. Keadaan diatas ranjang seperti kapal yang pecah dihempas badai. Ranjangpun ikut bergoyang mengikutu gerakan kami. Suaranya berderak-derak seakan hendak patah. Akupun semakin mempercepat genjotanku dari bawah agar iapun segera berlabuh di dermaga kenikmatan. Semenit kemudian..
“Aaggkkhh.. Nikmat.. Ouhh.. Yeahh,” Dewi memekik.

Punggungnya melengkung ke atas, mulutnya menggigit putingku. Kurasakan aliran kenikmatan mendesak lubang penisku. Aku tidak tahan lagi. Ketika pantatnya menekan ke bawah, kupeluk pinggangnya dan kuangkat pantatku.
“Ouhh.. An.. Nis. Aku tidak tahan lagi.. Aku sampaiihh!”
Ia memberontak dari pelukanku sampai peganganku pada pinggulnya terlepas. pantatnya naik dan segera diturunkan lagi dengan cepat.

“Jokaw.. Ouhh Jokaw.. Aku juga..”.
Kakinya mengunci kakiku dan badannya mengejang kuat. dengan kaki saling mengait aku menahan gerak tubuhnya yang mengejang. Giginya menggigit lenganku sampai terasa sakit. Denyutan dari dinding saling berbalasan dengan denyutan dipenisku. Beberapa detik kemudian, kami masih merasakan sisa-sisa kenikmatan. ketika sisa-sisa denyutan masih terjadi badannya menggetar. Ia berbaring diatas dadaku sampai akhirnya penisku mulai mengecil dan terlepas dengan sendirinya dari . Sebagian sperma mengalir keluar dari di atas perutku. Dewi berguling ke samping setelah menarik napas panjang.
“Luar biasa kamu Kaw. Suamiku tidak pernah menang dalam ronde pertama, memang dalam berhubungan ia sering mengambil posisi di atas. tapi kami sanggup membawaku terbang ke angkasa,” katanya sambil mengelus dadaku.

“Akupun rasanya hampir tidak sanggup menandingimu. Mungkin sebagian besar laki-laki akan menyerah di atas ranjang kalau harus bermain denganmu. Milikmu benar-benar sempit,” kataku balas memujinya.

Memang kalau tadi aku harus bermain diatas, rasanya tak sampai sepuluh menit aku pasti sudah KO. Makanya, jangan cuma penetrasi terus main genjot saja, teknik bro!
“Kamu orang Melayu pribumi, tapi kok bulunya banyak gini. Keturunan India atau mungkin Arab ya?”
“Nggak ah, asli Indonesia lho..”.
Ia masih terus memujiku beberapa kali lagi. Kuajak ia mandi bersama dan setelah itu kami duduk di teras sambil minum soft drink dan melihat laut. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam dam kaus tanpa lengan.

Ia mengenakan kemejaku, sementara bagian bawah tubuhnya hanya ditutup dengan selimut yang dililitkan tanpa mengenakan pakaian dalam. Ia duduk membelakangiku. Tubuhnya disandarkan di bahuku. Mulutku sesekali mencium rambut dan belakang telinganya. Kadang mulutnya mencari mulutku dan kusambut dengan ciuman ringan. Tangan kanannya melingkar di kepalaku.
“Kamu nggak takut hamil melakukan hal ini denganku?”tanyaku.

“Aku dulu pernah kerja di apotik, jadi aku tahu pasti cara mengatasinya. Aku selalu siap sedia, siapa tahu terjadi hal yang diinginkan seperti sore ini. Aku sudah makan obat waktu masuk ke kamar mandi tadi.

Tenang saja, toh kalaupun hamil bukan kamu yang menanggung akibatnya.” katanya enteng. Jadi ia selalu membawa obat anti hamil. Untung saja aku tadi tidak berlaku konyol dengan memakai kondom. Mungkin saja sejak ditinggal suaminya ia sudah beberapa kali bercinta dengan laki-laki. Tapi apa urusanku, aku sendiri juga melakukannya. yang penting malam ini ia menjadi teman tidurku. Matahari sudah jauh condong ke Barat, sehingga tidak terasa panas. hampir sejam kami duduk menikmati sunset. Gairahku mulai timbul lagi. Kubuka dua kancing teratas bajunya. Kurapatkan kejantananku yang sudah mulai ingin bermain lagi ke pinggangnya. Kususupkan tanganku kebalik bajunya dan kuremas dadanya.
“Hmmhh..,” ia bergumam.

“Masuk yuk, sudah mulai gelap. Anginnya juga mulai kencang dan dingin,” kataku.
Kamipun masuk ke dalam kamar sambil berpelukan. Sekilas kulihat tatapan iri dan kagum dari tamu hotel di kamar yang berseberangan dengan kamarku.
“I want more, honey!” kataku.

kami bersama-sama merapikan sprei dan bantal yang berhamburan akibat pertempuran babak pertama tadi. Kubuka bajunya dan kutarik selimut yang menutup bagian bawah tubuhnya. Kurebahkan Dewi di ranjang. Kubuka kausku dan aku berdiri di sisi ranjang di dekat kepalanya.

Dewi mengerti maksudku. Didekatkan kepalanya ke tubuhku dan ditariknya celana pendekku. Sebentar kemudian mulut dan lidahnya sudah beraksi dengan lincahnya di selangkanganku. Aku mengusap-usap tubuhnya mulai dari bahu, dada sampai ke pinggulnya. Peniskupun tak lama sudah menegang dan keras, siap untuk kembali mendayung sampan.

Lima menit ia beraksi. Setelah itu kutarik kepalanya dan kuposisikan kakinya menjuntai ke lantai. Kubuka mini bar dan kuambil beberapa potong es batu di dalam gelas. Kujepit es batu tadi dengan bibirku dan aku berjongkok di depan kakinya. Kurenggangkan kedua kakinya lalu dengan jariku bibir kubuka.

Bibirku segera menyorongkan es batu ke dalam yang merah merekah. Ia terkejut merasakan perlakuanku. Kaki dan badannya sedikit meronta, namun kutahan dengan tanganku.
“Ouhh.. Jokaw.. Kamu.. Gila.. Gila.. Jangan.. Cukup Kaw!” ia berteriak.

Aku tidak menghiraukan teriakannya dan terus melanjutkan aksiku. Rupanya sensasi dingin dari es batu di dalam membuatnya sangat terangsang. Kujilati air dari es batu yang mencair dan mulai bercampur dengan lendir .
“Jokaw.. Maniak kamu..,” ia masih terus memekik setiap kali potongan es batu kutempelkan ke bagian dalam bibir vagina dan klitorisnya.

Kadang es batu kupegang dengan jariku menggantikan bibirku yang tetap menjilati seluruh bagian . Kakinya masih meronta, namun ia sendiri mulai menikmati aksiku. Kulihat ke atas ia menggigit ujung bantal dengan kuat untuk menahan perasaannya.

Akhirnya semua potongan es batu yang kuambil habis. Aku masih meneruskan stimulasi dengan cara cunilingus ini. Meskipun untuk ronde kedua aku yakin bisa bertahan lebih lama, namun untuk berjaga-jaga akan kuransang dia sampai mendekati puncaknya. yang pasti aku tak mau kalah ketika bermain dengannya.

Kurang lebih sepuluh menit aku melakukannya. Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika klitorisnya kugaruk dan kemudian kujepit dengan jariku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia merengek-rengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melakukan penetrasi, namun aku masih ingin menikmati dan memberikan foreplay dalam waktu yang agak lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. tangan kanannya memegang kepalaku dan menekannya ke celah pahanya. Tangan kirinya meremas-remas payudaranya sendiri.

Aku duduk di dadanya. Kini ia yang membrikan kenikmatan pada penisku melalui lidah dan mulutnya. Dikulumnya penisku dalam-dalam dan diisapnya lembut. Giginya juga ikut memberikan tekanan pada batang penisku. Dilepaskannya penisku dan kini dijepitnya dengan kedua payudaranya sambil diremas-remas dengan gundukan kedua dagingnya itu. Kugerakkan pinggulku maju mundur sehingga peniskupun bergesekan dengan kulit kedua payudaranya.

Kuubah posisiku dengan menindihnya berhadapan, kemudian mulutku bermain disekitar payudaranya. Dewi kelihatan tidak sabar lagi dan dengan sebuah gerakan tangannya sudah memegang dan mengocok penisku dengan menggesekannya pada bibir . Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati.

Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian bibirnya yang sudah setengah terbuka segera menyambut bibirku. kami segera berciuman dengan ganas sampai terengah-engah. Penisku yang sudah mengeras mulai mencari sasarannya. Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku “Jokaw.. Ayo.. Masukk.. Kan!”
Tangannya menggenggam penisku dan mengarahkan ke dalam guanya yang sudah basah. Aku mengikuti saja. Kali ini ia yang mengambil inisiatif untuk membuka lebar-lebar kedua kakinya. Dengan perlahan dan hati-hati kucoba memasukan penisku kedalam liang . Masih sulit juga untuk menembus bibir . tangannya kemudian membuka bibir dan dengan bantuan tanganku maka kuarahkan penisku ke vagina. Begitu melewati bibir , maka kurasakan lagi sebuah lorong yang sempit. Perlahan-lahan dengan gerakan maju mundur dan memutar maka beberapa saat kemudian penisku sudah menerobos kedalam liang . Aku bergerak naik turun dengan perlahan sambil menunggu agar pelumasan pada lebih banyak. Ketika kurasakan sudah lebih licin, maka kutingkatkan tempo gerakanku. Dewi masih bergerak pelan, bahkan cenderung diam dan menungguku untuk melanjutkan serangan berikutnya.

Kupercepat gerakanku dan Dewi bergerak melawan arah gerakanku untuk menghasilkan sensasi kenikmatan. Aku menurunkan irama permainan. Kini ia yang bergerak liar. Tangannya memeluk leherku dan bibirnya melumat bibirku dengan ganas. Aku memeluk punggungnya kemudian mengencangkan penisku dan menggenjotnya lagi dengan cepat. Kubisikkan untuk berganti posisi menjadi doggy style. Ia mendorong tubuhku agar dapat berbaring tengkurap. Pantatnya dinaikkan sedikit dan tangannya terjulur kebelakang menggenggam penisku dan segera menyusupkannya kedalam . Kugenjot lagi dengan menggerakkan pantatku maju mundur dan berputar. Kurebahkan badanku di atasnya. kami berciuman dengan posisi sama-sama tengkurap, sementara kemaluan kami masih terus bertaut dan melakukan aksi kegiatannya.

Aku menusuk dengan gerakan cepat berulang kali. Iapun mendesah sambil meremas sprei. Aku berdiri di atas lututku dan kutarik pinggangnya. Kini ia berada dalam posisi nungging dengan pantat yang disorongkan ke kemaluanku. Setelah hampir sepuluh menit permainan kami yang kedua ini, Dewi semakin keras berteriak dan sebentar-bentar mengejang. terasa semakin lembab dan hangat. Kuhentikan genjotanku dan kucabut penisku.

Dewi berbalik terlentang dan sebentar kemudian aku naik ke atas tubuhnya dan kembali menggenjot . Kusedot putingnya dan kugigit bahunya. Kutarik rambutnya sampai mendongak dan segera kujelajahi daerah sekitar leher sampai telinganya. Ia semakin mendesah dan mengerang dengan keras. Ketika ia mengerang cukup keras, maka segera kututup bibirnya dengan bibirku. Ia menyambut bibirku dengan ciuman yang panas. Lidahnya menyusup ke mulutku dan menggelitik langit-langit mulutku. Aku menyedot lidahnya dengan satu sedotan kuat, melepaskannya dan kini lidahku yang masuk ke dalam rongga mulutnya. kami berguling sampai Dewi berada di atasku. Dewi menekankan pantatnya dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong kenikmatannya.

“Ouhh.. Dewi,” desahku setengah berteriak.
Dewi bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku. Karena gerakan memutar dari pinggulnya, maka penisku seperti disedot sebuah pusaran. Dewi mulai mempercepat gerakannya, dan kusambut dengan irama yang sama. Kini ia yang menarik rambutku sampai kepalaku mendongak dan segera mencium dan menjilati leherku. Hidungnya yang mancung khas Timur Tengah kadang digesekkannya di leherku memberikan suatu sensasi tersendiri.

Dewi bergerak sehingga kaki kami saling menjepit. kaki kirinya kujepit dengan kakiku dan demikian juga kaki kiriku dijepit dengan kedua kakinya. dalam posisi ini ditambah dengan gerakan pantatnya terasa nikmat sekali.
Kepalanya direbahkan didadaku dan bibirnya mengecup putingku.

Kuangkat kepalanya, kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. Setelah kujilati dan kukecup lehernya kulepaskan tarikan pada rambutnya dan kepalanya turun kembali kemudian bibirnya mencari-cari bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.

Dewi kemudian mengatur gerakannya dengan irama lamban dan cepat berselang-seling. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku masuk terbenam dalam-dalam menyentuh rahimnya.

kakinya bergerak agar lepas dari jepitanku dan kini kedua kakiku dijepit dengan kedua kakinya. Dewi menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi duduk setengah jongkok di atas selangkanganku. Ia kemudian menggerakan pantatnya maju mundur sambil menekan kebawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku.

Rasanya seperti diurut dan dijepit sebuah benda yang lembut namun kuat. Semakin lama semakin cepat ia menggerakkan pantatnya, namun tidak menghentak-hentak. darah yang mengalir ke penisku kurasakan semakin cepat dan mulai ada aliran yang merambat disekujur tubuhku.

“Ouhh.. Sshh.. Akhh!” Desisannyapun semakin sering. Aku tahu sekarang bahwa iapun akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak kenikmatan.

“Tahan Nis, turunkan tempo.. Aku masih lama lagi ingin merasakan nikmatnya bercinta denganmu”.
Aku menggeserkan tubuhku ke atas sehingga kepalaku menggantung di bibir ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku. Tak ketinggalan hidungnya kembali ikut berperan menggesek kulit leherku. Aku sangat suka sekali ketika hidungnya bersentuhan dengan kulit leherku.

“Jokaw.. Ouhh.. Aku tidak tahan lagi!” ia mendesah. Kugelengkan kepalaku memberi isyarat untuk bertahan sebentar lagi.
Aku bangkit dan duduk memangku Dewi. Penisku kukeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot PC. Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya maju mundur sementara bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya memeluk leherku. Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat gerakan maju mundurnya. Dilepaskan tangannya dari leherku dan tubuhnya direbahkan ke belakang. Kini aku yang harus bergerak aktif.

Kulipat kedua lututku dan kutahan tubuhnya di bawah pinggangnya. Gerakanku kuatur dengan irama cepat namun penisku hanya setengahnya saja yang masuk sampai beberapa hitungan dan kemudian sesekali kutusukkan penisku sampai mentok. Ia merintih-rintih, namun karena posisi tubuhnya ia tidak dapat bergerak dengan bebas. Kini aku sepenuhnya yang mengendalikan permainan, ia hanya dapat pasrah dan menikmati. Kutarik tubuhnya dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya melotot dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bahuku. Kugulingkan tubuhku, kini aku berada diatasnya kembali. Kuangkat kaki kanannya ke atas bahu kiriku. Kutarik badannya sehingga selangkangannya dalam posisi menggantung merapat ke tubuhku. Kaki kirinya kujepit di bawah ketiak kananku. Dengan posisi duduk melipat lutut aku menggenjotnya dengan perlahan beberapa kali dan kemudian kuhentakkan dengan keras. Iapun berteriak dengan keras setiap aku menggenjotnya dengan keras dan cepat. Kepalanya bergerak-gerak dan matanya seperti mau menangis.

Kukembalikan kakinya pada posisi semula. Aku masih ingin memperpanjang permainan untuk satu posisi lagi. kakiku keluar dari jepitannya dan ganti kujepit kedua kakinya dengan kakiku. semakin terasa keras menjepit penisku. Aku bergerak naik turun dengan perlahan untuk mengulur waktu. Dewi kelihatan sudah tidak sabar lagi. Matanya terpejam dengan mulut setengah terbuka yang terus merintih dan mengerang. Gerakan naik turunku kupercepat dan semakin lama semakin cepat.

Kini kurasakan desakan kuat yang akan segera menjebol keluar lewat lubang penisku. Kukira sudah lebih dari setengah jam lamanya kami bergumul. Akupun sudah puas dengan berbagai posisi dan variasi. Keringatku sudah berbaur dengan keringatnya.

Kurapatkan tubuhku di atas tubuhnya, kulepaskan jepitan kakiku. Betisnya kini menjepit pinggangku dengan kuat. Kubisikan, “OK baby, kini saatnya..”.
Ia memekik kecil ketika pantatku menekan kuat ke bawah. Dinding berdenyut kuat menghisap penisku. Ia menyambut gerakan pantatku dengan menaikan pinggulnya. Bibirnya menciumku dengan ciuman ganas dan kemudian sebuah gigitan hinggap pada bahuku.

Satu aliran yang sangat kuat sudah sampai di ujung lubang penisku. Kutahan tekanan penisku ke dalam . Gelombang-gelombang kenikmatan terwujud lewat denyutan dalam bergantian dengan denyutan pada penisku seakan-akan saling meremas dan balas mendesak.

Denyut demi denyutan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kami bersama-sama sampai ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan teriakan keras dan panjang.
“Dewi.. Ouhh.. Yeaahh!!”
“Ahhkk.. Lakukan Jokaw.. Sekarang!!”
Akhirnya aliran yang tertahan sejak tadipun memancar dengan deras di dalam . Kutekan penisku semakin dalam di . Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Ia mempererat jepitan kakinya dan pelukan tangannya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan tangannya menekan kepalaku di atas dadanya. Ketika dinding berdenyut, maka kubalas dengan gerakan otot PC-ku. Iapun kembali mengejang dan bergetar setiap otot PC-ku kugerakkan.

Napas dan kata-kata penuh kenikmatan terdengar putus-putus, dan dengan sebuah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya. kami masih saling mengecup bibir dan keadaan kamarpun menjadi sunyi, tidak ada suara yang terdebgar. hanya ada napas yang panjang tersengal-sengal yang berangsur-angsur berubah menjadi teratur. Lima belas menit kemudian kami berdua sudah bermain dengan busa sabun di kamar mandi. Kami saling menyabuni dengan sesekali melakukan cumbuan ringan. Setelah mandi barulah kami merasa lapar setelah dua ronde kami lalui. Sambil makan Dewi menelpon familinya, kalau malam ini ia tidak pulang dengan alasan menginap di rumah temannya. Tentu saja ia tidak bilang kalau temannya adalah seorang laki-laki bernama Jokaw.

Malam itu dan malam berikutnya tentu saja tidak kami lewatkan dengan sia-sia. Mandi keringat, mandi kucing, mandi basah dan tentunya mandi kenikmatan menjadi acara kami berdua. Esoknya setelah mengecek ke agen Merpati ternyata aku masih mendapat seat penerbangan ke kota propinsi, seat terakhir lagi. Ketika chek out dari hotel kusisipkan selembar dua puluh ribuan ke tangan security temanku. Ia tersenyum.

“Terima kasih Pak,” katanya sambil menyambut tasku dan membawakan ke mobil.

“Kapan kesini lagi, Pak? kalau Dewi nggak ada, nanti akan saya carikan Dewi yang lainnya lagi,” bisiknya ketika sudah berangkat ke bandara. Dewi mengantarku sampai ke bandara dan sebelum turun dari mobil kuberikan kecupan mesra di bibirnya. Sopir mobil hotel hanya tersenyum melihat tingkah kami.

Cerita sex : Cerita Sex Kenikmatan Seks Antar Tetangga Sungguh Nikmat

Setahun kemudian aku kembali lagi ke kota itu dan ternya Dewi tidak berada di kota itu lagi. Ketika kutelpon ke nomor yang diberikannya, penerima telepon menyatakan tidak tahu dimana sekarang Dewi berada. Dengan bantuan security temanku maka aku mendapatkan perempuan lainnya, orang Jawa Tinur. Lumayan, meskipun kenikmatan yang diberikannya masih di bawah Dewi.

#Cerita #Sex #Bergambar #Menikmati #Memek #Mulus #Tante #Keturunan #Arab

Cerita Sex Pembantu Jago Nyepong Terbaru Malam Ini

Gue merupakan anak ke empat dari lima bersaudara yang sekarang berumur 25 tahun… gue punya pembokat namanya Desi yang sampai sekarang masih setia ngabdi di keluarga gue semenjak masih gadis hingga udah menikah dan kemudian cerai dengan suaminya.

Kriteria pembokat gue dengan postur body menantang toket ukuran 36 B plus bokong yang bak bemper yang padet, tinggi badannya kira kira 160 dan berkulit putih…. karena pembantu gue ini orang asal Kota Bandung, umurnya sekarang kira kira 29 tahun.

Silakan bayangkan gimana bodynya, gue aja kalo liat dia lagi ngepel langsung otomatis dede yang di dalem celana langsung mengeliak saat bongkahan dadanya memaksa keluar dari celah kerah bajunya. Terkadang di pikiran gue terlintas pemikiran kapan yang bisa nyicipin tubuh montok pembokat gue yang aduhai itu… udah naga bonar gak bisa di ajak kompromi lagi, liat sedikit aja langsung bangun dari tidurnya…

Pernah suatu hari gue lagi mau ganti baju di dalam kamar pas waktu itu gue lupa ngunci pintu… tiba tiba gue kaget pembokat gue masuk tanpa ngetuk ngetuk lagi, mungkin dia pikir udah lama kerja sama keluarga gue n udah kenal gue dari gue masih SD…

“Eh…, lagi ganti baju ya… Min” kata pembantu gue sambil buka pintu kamar gue tanpa ada rasa kegelisahan apa apa saat liat gue gak pake apa apa… cuma tinggal CD aja yang belom gue lepas.

“Mbak, ketok dulu dong kalo mau masuk kamar Amin… gimana kalo pas masuk Amin lagi telanjang…” celetuk gue sama dia

“Emangnya kenapa sih Min, saya kan udah lama kerja di keluarga Amin… ,lagian’kan waktu masih SD juga kamu suka pake CD aja kalo di rumah…”. Kata Desi sama gue yang kayaknya acuh terhadap posisi gue yang telanjang.

“Mbak… itu’kan dulu, waktu saya masih SD. Sekarang’kan saya sudah besar… Mbak memang gak malu yah liat saya kalo telanjang bulat gak pake apa apa…” celetuk asal keluar dari mulut.

“Iiiihhh…. malu gapain… lagian saya juga gak mau liat… yah udah sana kalo mau ganti baju, mbak mau beresin kamar kamu nih yang berantakan mulu tiap hari kayak kandang sapi…”

Karena dia menjawab dengan rasa yang tidak keberatan kalo gue ganti baju disaat ada dia. Dengan santai gue mulai turunin CD gue yang nutupin kontol gue yang udah mulai agak kenceng dikit… Tanpa sengaja gue tangkap lirikan matanya yang memandang ke arak selangkangan gue yang di tumbuhin rambut yang lebat…

“Nah… tuh ngeliatin mulu… katanya tadi mbak Desi gak mau liat, sekarang liat mulu…”

“Siapa yang liat… wong saya lagi beresin sprei yang berantakan ini kok…” bantah dia karena malu mungkin kepergok ngelihat kearah selangkangan gue.

AKhirnya gue tinggal dia di dalam kamar gue yang sedang beresin kamar gue yang berantakan itu, di luar gue jadi teringat gimana yah caranya buat bisa nikmatin tubuh pembantu gue yang bahenol ini… dan gue rasa dia juga kayaknya penasaran sama kontol gue yang gede ini… buktinya beberapa kali gue pergokin dia ngelirik terus kearah gue. Pas suatu hari libur, hari minggu keluarga gue pada pergi ke rumah kerabat gue yang mau nikahin anaknya.

“Min… kamu mau ikut gak. Mama semuanya mau pergi ke pesta pernikahan anaknya tante Ami di Bandung…”. Tanya Mama gue.

“Kapan pulangnya Ma,…” Jawab gue sambil ngucek ngucek mata karena baru bangun…

“Mhhhmmm,… mungkin 2 hari deh baru pulang dari Bandung, kan capek dong Min kalo langsung pulang… kamu tanya kapan pulang, kamu mau ikut gak… atau mau di rumah saja” tanya mamaku kembali…

“Kayaknya dirumah aja deh Ma… abis capek ah, jauh… lagian besok Amin ada acara sama teman teman Amin…” jawabku seraya kembali membenamkan kepalaku kembali ke bantal…

“Yah udah… mama mau berangkat jalan kamu baik baik yah jaga rumah… mau apa minta aja sama Mbak Desi yaa…”

“Desi… Desi… Desi…” panggil Mamaku .

“Iya Nyah…, Maaf saya lagi nyuci. Kurang denger tadi Nyonya panggil. Kenapa Nya…” Jawab Mbak Desi

Sambil datang dari belakang yang ternyata sedang cuci baju… baju yang dikenakan sebetulnya tidaklah menantang, namun karena terkena air sewaktu mencuci menjadi bagian paha dan dadanya seakan transparan menantang…

“Desi… kamu jaga rumah yah selama saya dan tuan pergi ke Bandung”

“Iya Nyah… ,” jawab kembali pembokat gue itu ke mama gue…

Setelah kira kira selang beberapa jam setelah keberangkatan mamaku… akhirnya Gue keluar dari kamar hendak buang air kecil. Perlu Bro2 ketahui jarak antara tempat pembantu gue nyuci sama kamar mandi deket banget… waktu gue jalan ke kamar mandi, gue liat pembantu gue yang lagi nyuci baju dengan posisi duduknya yang buat naga di dalam cd gue bangun…

Pembantu gue pake T-shirt putih yang tipis karena dah lama di tambah lagi kaosnya kena air, secara langsung keliatan jelas banget BH krem yang dipake pembantu gue berserta paha mulusnya yang udah agak terbuka karena duduknya hingga keliatan CD putihnya…

“Anjriiit, mulus juga nih pembantu gue meskipun udah janda anak satu tapi dari paha dan teteknya masih keliatan kenceng, kayak cewek yang belum pernah kesentuh sama laki laki”.oceh gue dalam hati sambil kencing trus ngelirik ke pahanya yang mulus itu.

Sambil kencing gue mikir gimana caranya buka omongan sama pembantu gue, biar gue bisa agak lamaan liat CD dan teteknya yang aduhai itu… pantes banyak tukang sayur selalu suka nanyain Mbak Desi mulu kalo tiap pagi…

“Mbak gimana kabar Ani, sekarang udah umur berapa… Mbak Desi kok bisa sampai cerai sih sama suaminya”Iseng gue tanya seputar hubungan dia sama mantan suaminya yang sekarang udah cerai, dan kenapa bisa sampai cerai… gugup juga sih gua waktu nanyanya kayak gue nih psikolog aja…

“Kok tiba tiba Amin tanya tentang itu sih sama Mbak…? ”

“Gak pa pa kan Mbak… ?”

“Anak mbak sekarang udah umur lima tahun, mbak cerai sama suami mbak karena dia pengangguran… mau nya enak doang. Mau bikinnya tapi gak mau besarin. Ya… lebih baik mbak minta cerai aja. masa sih mbak sendiri yang banting tulang cari uang, sedangkan suami mbak cuman bangun, makan, main judi sampai subuh… males Min punya suami pengangguran, lebih baik sendiri… sama aja kok” Jawab pembantu ku panjang lebar, seraya tangannya tetap membilas baju yang sedang ia cuci.

Ini dia masuk ke dalam dialog yang sebenarnya… akhirnya pembicaraan yang gue maksud agar gue arahin pembicaraan hingga tentang persoalan hubungan intim.

“Lah… bukannya enakan punya suami, mbak… daripada gak ada…”

“Enak dari mananya Min… punya suami sama gak punya sama aja ah…”

“Loh beda dong mbak…”

“Beda dari mananya Mih… coba jelasin, aah kamu ngomongnya kayak kamu dah pernah ngerasain menikah aja sih Min…” tanya pembantuku sambil bercanda kecil.

“Yah beda lah mbak… dulu kalo masih ada suami kan kalo lagi pengen tinggal minta sama suami mbak… sekarang udah cerai pas lagi pengen… mau minta sama siapa…” Jawab gue sambil menjuruskan kalimat kalimat yang gue tuju ke hal yang gue inginin.

“Maksud Amin apa sih… mau apa. Ngomongnya jangan yang bikin mbak bingung dong Min…”

“Gini mbak, maksudnya apa mbak gak pernah pengen atau kangen sama ini nya laki laki…” waktu gue ngomong gitu sambil gue turunin dikit celana pendek gue, trus gue keluarin punya gue ngadep ke depan mukanya…

“Iiih gede banget punya kamu Min… punya mantan suami mbak sih gak begitu gede kayak gini…” Jawab mbak Desi sambil melotot ke kontol gue yang udah Super tegang, karena dari tadi udah minta di keluarin.

“Kangen gak sama Kontol laki laki mbak…” tanya Gue kembali yang sempat membuyarkan pandangan mbak Desi yang dari setadi tak lepas memandang kontolku terus.

“…… waduh mbak gak tahu deh Min…, kalo punya mbak dimasukin sama punya kamu yang gede kayak gini. Gimana rasanya mbak gak bisa ngebayangin…”

“Lho… mbak saya kan gak tanya apa rasanya di masukin sama punya saya yang lebih gede dari punya mantan suami mbak. Saya kan cuman tanya apa mbak gak kangen sama punyanya laki laki2” Padahal didalam hati gue udah tahu keinginan dia yang pengen ngerasain kontol gue yang super size ini…

“mmmmhhhhh… maksud mbak Desi sih… yah ada kangen sama punya laki laki… tapi kadang kadang mbak tahan aja, abis mbak kan dah cerai sama suami… ” jawab mbak Desi yang keliatan di pipinya merona karena merasa jawabannya ngawur dari apa yang gue tanyain ke dia”

“Mbak… boleh gak saya pegang tetek mbak ”

“Iiihh… Min kok mintanya sama mbak sih, minta dong sama pacar Amin… masa sama mbak…”

“Yah… gak pa pa sih, saya mau ngerasain begituan sama mbak Desi… gimana sih begitu sama ce yang udah pernah punya anak… boleh yah mbak… ” kata gue sambil mendekatkan kontol gue lebih dekat ke mulutnya…

“iiih Amin… punya kamu kena mulut mbak nih… memangnya kamu gak malu gituan sama mbak Desi…” jawab mbak dian sambil merubah posisi duduknya sambil menghadap ke kontol gue dan ngelepasin baju yang sedang dia bilas…

“Yah gak lah kan gak ada yang tahu… lagian kan gak ada yang tahu, kan sekarang gak ada orang selain mbak Desi sama saya” jawab gue sambil yakinin ke dia, biar di mau kasih yang gue pengen.

“Tapi jangan keterusan yah… trus kamu mau di apain sama mbak…”

“Mbak mulutnya di buka dikit dong, saya mau masukin punya saya ke dalam mulut mbak Desi…”

“Iih… gak ah jijik… masa punya kamu di masukin ke dalam mulut mbak… mbak gak pernah lakuin kayak gini sama mantan suami mbak, gak ahh… ” tapi posisi tangannya sekarang malah megang kontol gue sambil ngocok ngocok maju mundur.

“Cobain dulu mbak enak loh… anggap aja mbak Desi lagi kemut permen lolipop atau es krim yang panjang” rayu gue ngarep mbak Desi mau masukin kontol gue ke dalam mulutnya yang mungil itu.

Akhirnya permintaan gue diturutin tanpa banyak ngomong lagi mbak Desi majuin mukanya kearah kontol gue yang udah super tegang itu kedalam mulutnya yang mungil… sementara dia emut kontol gue maju mundur yang terkadang di selingin jilatan jilatan yang bikin gue pegang kepalanya trus gue tarik maju hingga kepala kontol gue mentok sampe kerongkongan mbak Desi.

“Ooooooh… mbak emut truuuus mbak…. ennnnak banget” sambil tangan gue mulai turun megang teteknya yang mengoda itu.

Tangan gue masuk lewat kerah kaosnya, trus langsung gue remes kera teteknya… Tangan mbak Desi juga kayaknya gak mau kalah sama gue. Dia malah makin ngedorong pantat gue dengan tangannya hingga hidungnya nempel sama jembut gue…

Karena tempatnya kurang tepat untuk bertempur lalu gue ajak mbak Desi ke ruangan tengah sambil ngemut kontol gue jalan ke ruangan tengah. Perlu di ketahui mbak Desi merangkak seperti anjing yang haus sex gak mau lepas dari kontol gue, merangkak berjalan ngikutin langkah kaki gue yang mundur ke arah ruang tengah. Gue liat mulutnya yang mungil sekarang terisi kontol gue… tangannya sambil remas remas buah dadanya sendiri…

” Mbak Desi lepasin dulu dong kontol saya, buka dulu baju mbak Desi. Entarkan mbak juga nikmatin sepenuhnya punya saya…”

” Min…. punya kamu enak banget… mbak kira dari dulu jijik kalo liat ce ngemut punyanya cowok… ehh ternyata nikmatnya bener bener bikin ketagihan Min…”

Dengan cepat mbak Desi membuka seluruh baju dan roknya yang tadi basah karena kena air… Wooow, sungguh pemandangan yang sangat indah… kini di hadapan gue telah ada seorang wanita yang telanjang tanpa tertutup sehelai benang… berjalan menghampiri gue dengan posisi doggie style mbak Desi kembali memasukkan kontol gue ke dalam mulutnya yang mungil itu.

Dengan jelas bisa gue liat buah dada yang gelantungan dan bongkahan pantat yang begitu padat, yang selama ini udah banyak bikin kontol gue penasaran pengen di selipin diantara bongkahan itu…

nafas suara mbak Desi semakin lama semakin membara terpacu seiringin dengan birahi yang selama ini terkubur di dalam dirinya. Sekarang terbangun dan mendapatkan suatu kepuasan seks yang selama ini ia tahan tahan.

Sementara mbak Desi ngemut kontol gue, gue remas teteknya yang menantang itu terkadang gue pegang MQ nya yang ternyata udah banjir oleh cairan kenikmatan. Gue tusuk tusuk jari tengah gue ke dalam memeknya hingga mbak Desi ngeluarin desahan sambil meluk pantat gue…

” Mmmmhhhhh….. ooooooohhhhhh……” desahannya begitu menambah gue buat semakin cepat menusuk nusuk liang kenikmatannya semakin cepat.

“Min…..OOooooohhhh…. Min… enak Min… enak….” Desahan mbak Desi benar benar membuat semakin terangsang… tusukan jari yang gue sodok sodok pun semakin gencar…

” Aaaaaahhhh…. Amiiiinnnn…. OOOhhhhh Ammiiiinn… mbakkkkk….. mmmmbbaa….. klllluuuaar… ” bersamaan dengan desahan mbak Desi yang panjang, akhirnya mbak Desi telah mencapai puncak kenikmatannya yang terasa di jari tengah yang gue sodok sodok ke lubang MQ nya waktu mbak Desi menyemprot cairan kenikmatannya….

Karena mbak Desi telah mengalami organismenya yang pertama, maka Gue pun tak mau kala. Irama sodokkan kontol gue percepat kedalam mulut mbak Desi berkali kali hingga desahan panjang gue pun mulai keluar yang menandakan sperma gue akan muncrat…

” Mbak, Amin mau kkkkelllluaaar…. aaaaahhhh…. sedot mbak… sedot peju Amin…. ” kata gue sama Mbak Desi sambil menahan kepalanya untuk memendamkan kontol gue hingga masuk ke tenggorokannya. Namun Mbak Desi meronta-ronta tidak menginginkan sperma gue keluar di dalam mulutnya… sia-sia rontahan mbak Desi, Sperma gue akhirnya keluar hingga penuh di dalam mulutnya.

Crroooot…. Crooot… crooot… akhirnya Gue semburkan berkali kali peju gue di dalam mulut mbak Desi. Meskipun pada saat Mbak Desi tidak ingin menelan Sperma gue namun gue memaksanya untuk menelannya dan menikmati Sperma gue yang segar itu.

Posisi mbak Desi masih sama seperti sebelumnya, namun sekarang kakinya seperti kehilangan tenaga untuk menahan berat badannya mengalami kenikmatannya… dari sela sela bibirnya mengalir sisa spermaku yang di jilat kembali. Tubuh mbak Desi kini terkapar tak berdaya namun menampilkan sosok wajah penuh dengan kepuasan yang selama ini tak ia dapatkan. Melihat expresi wajahnya membuat gue kembali semakin nafsu… karena dari tadi gue anggap hanyalah pemanasan.

Setelah itu gue berjalan mendekat ke tubuh mbak Desi yang sedang lemes… trus menelentangkan posisi tubuhnya dan gue renggangkan kedua belah pahanya. Dengan tangan sebelah kanan gue genggam kontol gue yang udah tegang terus menerus mengesek gesekan kepala kontol gue di atas permukaaan Memek mbak Desi yang udah licin, basah karena cairan kenikmatan milik mbak Desi.

Saat Gue mau menjebloskan kontol gue yang udah menyibak bibir memeknya, tiba tiba mbak Desi menahan dada gue dan berharap gue gak masukin kontol gue ke dalam memeknya yang sudah lima tahun gak pernah terisi sama kontol laki laki…

Karena saat itu nafsu gue udah sampe otak, gue dah gak perduli lagi sambil tetap ngeliat ke bawah tempat dimana kontol gue sekarang akan menembus liang kenikmatan yang sungguh sungguh mengiurkan.

“Tenang mbak tahan dikit… saya ngerti mungkin kontol saya terlihat terlalu besar dibandingkan memek mbak. Tapi nanti disaat udah masuk kedalam memek mbak… nikmatnya akan 10x lipat nikmat yang pernah mbak Desi rasain sama mantan suami mbak…” gue bisa liat di matanya takut saat detik detik gue akan menghujang basoka yang besar ini kedalam memeknya yang terbilang sempit…

” Miiiinn….. peeellllannn… mbak ngeri liat punya kamu yang besar banget itu…. ” kata mbak Desi sambil melirik ke arah basoka rambo yang siap mengaduk-aduk isi memeknya.

” Iya… Amin coba pelan pelan masukinnya… mbak tahan dikit yah… mungkin karena dah lama aja mbak kali mbak… ” kataku kembali kepada mbak Desi seraya meyakinkan hatinya.

Sambil kembali menaikkan kembali libidonya, gue gesek gesek kepala kontol gue tepat diatas bibir memeknya yang mulai kembali basah sama cairan kewanitaannya. Terkadang gue selipin sedikit demi sedikit ke dalam liang memeknya mbak Desi, lalu gue tarik kembali dan mengesekkan kembali ke memek nya yang merah segar itu. sleep…sleep… sleeep… mungkin saking basahnya memek mbak Desi hingga mengakibatkan suara seperti itu….

” hhmmmmm… eeee… ssstttt….. Miiiin… Miiiin… Kamu apain punya mbak. ” tanya mbak Desi sambil matanya terpejam mengigit bibir bawahnya sendiri…

” Miiin… udah dong… jangan bikin mbak Desi kayak gini trus…. masukkin aja Miin ”

” Mbak mohon kasihan kamu… masukin punya mu ke punya mbak… mbak gak tahan lagi… ooohhh… eemmmm… ” rengek mbak Desi sama gue mengharap segera kontol gue masuk ke dalam memeknya dan memompa dia.

” Tahan mbak yah… ” lalu tanpa menunggu jawaban selanjutnya ku tancapkan seluruh batang kontol gue yang udah dari tadi mau mengobok ngobok memeknya.

” Miiiiiinn…… ” sahut mbak Desi di saat pertama gue terobos memeknya, tangannya langsung merangkul leher gue. Seperti orang yang menggantungkan setengah badannya.

” Pelan… pelan… Miiiin… nyeri… bannngeet …”

Namun gue gak sahutin ucapan mbak Desi, karena gue lagi nikmatin sesuatu yang memijit kontol gue yang terkadang menyedot nyedot kontol gue ini. Rasanya begitu nikmat hingga gue tancap lagi lebih dalam sampai terasa kontol gue mentok di dasar rahim mbak Desi yang montok ini. Desahan liar mbak Desi pun semakin tak karuan… terkadang dengan tangannya sendiri mbak Desi memelintir puting susunya yang udah mengeras…

” Gimana Mbak masih sakit… sekarang rasanya apa… enak gak mbak… ” tanya ku kepada mbak Desi setelah gue liat raut mukanya yang penuh dengan expresi kenikmatan.

Gerakkannya dan goyangan pinggulnya yang mengikuti irama enjotan gue pun semakin lama semakin liar. Kadang kadang pantatnya di hentakkan ke atas yang berbarengan dengan sodok sodokkan yang gue hujam ke memeknya. Cerita Seks Pembantu

” Miiiinn… Miiinn… kamu hebat banget… Minn….”

” Miiin… mmmmmaaauuu… mmmmmbbbaaakk keluar nih… OOOOOoooooohhh “

Cengkraman tangannya di punggungku dan lipatan kedua kakinya pada pinggangku bersamaan dengan erangan panjang yang menandai bahwa mbak Desi akan menyemburkan air maninya…Karena gue masih ngaceng dan semakin bertambah bernafsu setelah ngeliat raut muka seorang janda beranak satu ini merasa kepuasaan, lalu tanpa banyak buang waktu lagi.

Gue langsung membalikkan tubuh mbak Desi dan memintanya untuk menungging, ternyata mbak Desi tanpa bertanya kembali ia menuruti permintaan gue yang ingin cepat cepat menghajar kembali memeknya…

” Amiin, kamu memang hebat Miin… mbak baru pertama kali di entot sama laki laki lain selain mantan suami mbak sendiri “

” Miin, sekarang kamu mau apain aja mbak ikutin aja… yang penting mbak bisa ikut nikmatin punya kamu Miin… ” kata mbak Desi sambil mempersiapkan memeknya dengan membersihkan memeknya dari cairannya sendiri yang mengalir hingga di kedua pangkal pahanya. Beberapa kali ia seka memeknya sendiri hingga bersih dan terlihat kering kembali… dan siap untuk di santap kembali.

Sekarang di hadapan gue mbak Desi sudah siap dengan 2 pasang bongkahan pantatnya yang masih kenceng, dengan posisi kepalanya lebih rendah dari pada pantatnya. Liang kewanitaannya seakan akan menantang Kontol gue untuk memompa memeknya mbak Desi kembali… Jelas terlihat belahan bibir memeknya yang membuka sedikit mengintip dari celah daging segar karena barusan gue entot.

Dengan tangan sebelah kanan gue pegang batang kontol gue dan tangan sebelah kirinya gue membuka belahan pantatnya yang mulus sambil terkadang gue usap permukaan memeknya yang tandus bukan karena suka di cukur namun memang sudah keturunan, setiap wanita dikeluarga tidak akan memiliki bulu/jembut pada memek. Sungguh indah sekali pemandangan yang terpampang, memek yang mengiurkan terjepit oleh dua bongkahan pantatnya yang bahenol itu.

Kumajukan kontol gue hingga menempel di permukaan memek mbak Desi, mengorek gorek permukaan memeknya dengan kepala kontol gue. Ternyata apa yang gue lakukan ini sangat dinikmati oleh mbak Desi sendiri… yang terkadang selalu mendesah setiap kali bibir memeknya tersibak karena gesekan kepala kontol gue.

Lalu dengan gerakan perlahan gue tusuk memek mbak Desi perlahan biar sensasi yang timbul akan semakin nikmat disaat itilnya ikut masuk bersama dengan dorongan kontol gue yang mulai terpendam.

” Geli banget Min rasanya… tapi lebih enak Min rasanya daripada sebelumnya… ”

” Minn… lebih keras…. Minn… puasin mbak Minn… ” pinta mbak Desi.

” Minn… lagiii… laggiii… Minn… lebiiihhh.. kencenggg lagi… ” pinta kembali mbak Desi sambil mulutnya yang ter engap engap seperti ikan yang baru saja keluar dari air.

Hujaman kontol gue kini semakin cepat dan semakin gencar ke dalam memeknya… hingga menimbulkan suara suara yang terjadi karena sodokan sodokan kontol gue itu. Tingkat aktivitas yang gue lakukanpun kini semakin gencar. Tangan gue memeras buah dada mbak Desi hingga erangan mbak Desi pun semakin menjadi tak kala hentakan kontol gue yang kencang mengesek dinding liang kewanitaannya.

Cukup lama juga gue memompa mbak Desi dengan style doggie ini, hingga gue menyuruh mbak Desi berganti variasi seks. Posisi mbak Desi sekarang tidur terlentang namun kakinya menimpa pada kaki sebelahnya dan badannya agak miring, dengan posisi ini memeknya yang terhimpit terlihat seakan membentuk belahan memek.

Lalu kembali lagi gue masukin kontol gue yang masih keras ini kedalam memek mbak Desi, dengan tangan sebelah gue menahan di pinggulnya. Kali ini dengan mudah kontol gue masuk menerobos liang kewanitaannya, enjotan gue kali ini benar benar nikmat banget karena sekarang posisinya kontol gue serasa di jepit sama pantatnya.

Setiap dorongan kontol gue menimbulkan sensasi yang lebih di raut muka mbak Desi. Mukanya mendahak ke arah gue sambil memegang lengan tangan sebelah kiri sambil mulutnya terbuka.

” Mbak… enak gak… kontol Amin… ” tanya gue sama mbak Desi dengan nafas yang telah terengah engah.

” Enaaaak… Miin …. Truuus …. Miin…. jangan brenti… ”

” Ngomong mbak Desi kalo mulai saat ini mbak memang pelacur Amin… mbak suka banget sama kontol Amin…” Suruh gue ke mbak Desi buat niru ucapan gue.

” Mbak memang pelacur Amin… kapan aja Min mau… mbak layani… sssstt… Min… ”

” Mbak suka bngeeeeet… koooontol Amiiin… ennnntotin mbak Tammmiii tiap hari Miiin… entotin… entotin…. trussss “

Mendengar seruan mbak Desi yang tertahan tahan karena nafsu yang besar kini sudah menyelubungi seluruh saraf ditubuhnya, menambah birahi gue semakin memuncak. Menambah gue semakin cepat dan cepat mengentotin mbak Desi, sampai sampai goyangan buah dadanya seiringan dengan dorongan yang gue berikan ke dalam memek… Akhirnya mbak Desi kembali mencapai puncaknya kembali, sambil memasukan jarinya kedalam lubang anusnya sendiri…

” Miiin… mbak.. mmmmau… kllllluaaar laaagi…. ooooooohhh…Miiinn…. ” erang mbak Desi yang hendak memuncratkan air semakin membuat ku terangsang karena mimik mukanya yang sungguh sungguh mengairahkan.

Dengan badan yang telah lunglai, mbak Desi terkapar seperti orang yang lemah tak berdaya. Namun pompaan kontol gue yang keluar masuk tetap gak berhenti malah semakin lama semakin cepat. Tiba tiba gue ngerasain sesuatu yang berdenyut denyut disekitar pangkal kontol gue.

Dengan keadaan mbak Desi yang sudah tidak berdaya aku terus mengentotin memeknya tanpa memperdulikan keadaan mbak Desi yang sekujur tubuhnya berkeringat karena kelelahan setelah gue entotin dari tadi.

” Mbaaaak,,… Amin…niii mmmaaau.. kkkeluarrrr… Aaaahhhh…. ” Seruku disaat sesuatu hendak mau menyembur keluar dan terus menerus memaksa.

Crrrooot… Crrrooot… CCrooot… akhirnya gue tersenyum puas dan mencabut kontol gue dari dalam memek mbak Desi lalu memangku kepalanya dan meminta mbak Desi membersihkan bekas bekas cairan gue yang bececeran di selangkangan gue…

Gak pernah gue sia sia in saat berdua dirumah… setiap saat gue mau, langsung gue entot mbak Desi. Saat mbak Desi lagi ngegosok baju tiba tiba gue sergap dia dari belakang dan langsung buka celananya dan gue entot mbak Desi dalam keadaan berdiri dan slalu gue keluarin di dalam memeknya dan yang terkadang gue suruh mbak Desi BJ gue lalu gue keluarin di dalam mulutnya serta langsung di nikmatin cairan gue itu… katanya nikmat…

Hari hari yang sangat sungguh indah selama beberapa hari gue selalu entotin mbak Desi dengan berbagai variasi seks… hingga sampai mbak Desi sekarang hebat dalam mengemut kontol gue… Mbak Desi pun gak pernah menolak saat gue membutuhkan memeknya karena dia juga sudah ketagihan sodokan kontol gue.

Sering malam malam mbak Desi suka masuk ke kamar gue dan suka sepongin kontol gue hingga gue bangun dan langsung gue entot mbak Desi.

#Cerita #Sex #Pembantu #Jago #Nyepong

Tergoda Istri Tetangga Berakhir Selingkuh Terbaru Malam Ini

Tergoda Istri Tetangga Berakhir Selingkuh

Kegiatan ronda memang rutin diadakan di kampungku selama ini masih berjalan baik, setiap malam pasti ada ship terdiri dari 3 orang, malam itu aku dapat giliran untuk untuk jaga pada malam minggu, tepat pukul 00.00 yang seharusnya menemaniku ronda belum kunjung datang karena kegitan ronda sukarela maka aku juga tidak memperdulikan mau datang atau tidak.

Dan aku mengelilingi kampungku karena aku belum mengantuk aku mengelilingi rumah rumah penduduk dengan sarung dan senter karena udaranya dingin aku menyalakan rokokku, pada sampai di rumah Pak Erkam aku melihat kaca yang belum tertutup dengan benar dan aku mendekati itu kelupaan atau ada orang yang masuk dengan hati-hati kudekati, tetapi ternyata kain korden tertutup rapi.

Kupikir kemarin sore pasti lupa menutup kaca nako, tetapi langsung menutup kain kordennya saja. Mendadak aku mendengar suara aneh, seperti desahan seseorang. Kupasang telinga baik-baik, ternyata suara itu datang dari dalam kamar. Kudekati pelan-pelan, dan darahku berdesir, ketika ternyata itu suara orang bersetubuh. Nampaknya ini kamar tidur Pak Erkam dan istrinya.

Aku lebih mendekat lagi, suaranya dengusan nafas yang memburu dan gemerisik dan goyangan tempat tidur lebih jelas terdengar.

“Ssshh… hhemm… uughh… ugghh, terdengar suara dengusan dan suara orang seperti menahan sesuatu. Jelas itu suara Bu Erkam yang ditindih suaminya. Terdengar pula bunyi kecepak-kecepok, nampaknya penis Pak Erkam sedang mengocok liang vagina Bu Erkam.

Aduuh, darahku naik ke kepala, penisku sudah berdiri keras seperti kayu. Aku betul-betul iri

membayangkan Pak Erkam menggumuli istrinya. Alangkah nikmatnya menyetubuhi Bu Erkam yang cantik dan bahenol itu.

“Oohh, sshh buuu, aku mau keluar, sshh…. ssshh..” terdengar suara Pak Erkam tersengal-sengal.

Suara kecepak-kecepok makin cepat, dan kemudian berhenti. Nampaknya Pak Erkam sudah ejakulasi dan pasti penisnya dibenamkan dalam-dalam ke dalam vagina Bu Erkam. Selesailah sudah persetubuhan itu, aku pelan-pelan meninggalkan tempat itu dengan kepala berdenyut-denyut dan penis yang kemeng karena tegang dari Erkam.

Sejak malam itu, aku jadi sering mengendap-endap mengintip kegiatan suami-istri itu di tempat

tidurnya.

Walaupun nako tidak terbuka lagi, namun suaranya masih jelas terdengar dari sela-sela kaca nako yang tidak rapat benar. Aku jadi seperti detektip partikelir yang mengamati kegiatan mereka di sore hari.

Biasanya pukul 21.00 mereka masih melihat siaran TV, dan sesudah itu mereka mematikan lampu dan masuk ke kamar tidurnya.

Aku mulai melihat situasi apakah aman untuk mengintip mereka. Apabila aman, aku akan mendekati kamar mereka. Kadang-kadang mereka hanya bercakap-cakap sebentar, terdengar bunyi gemerisik (barangkali memasang selimut), lalu sepi. Pasti mereka terus tidur.

Tetapi apabila mereka masuk kamar, bercakap-cakap, terdengar ketawa-ketawa kecil mereka, jeritan lirih Bu Erkam yang kegelian (barangkali dia digelitik, dicubit atau diremas buah dadanya oleh Pak Erkam), dapat dipastikan akan diteruskan dengan persetubuhan.

Dan aku pasti mendengarkan sampai selesai. Rasanya seperti kecanduan dengan suara-suara Pak Erkam dan khususnya suara Bu Erkam yang keenakan disetubuhi suaminya.

Hari-hari selanjutnya berjalan seperti biasa. Apabila aku bertemu Bu Erkam juga biasa-biasa saja, namun tidak dapat dipungkiri, aku jadi jatuh cinta sama istri Pak Erkam itu.

Orangnya memang cantik, dan badannya padat berisi sesuai dengan seleraku. Khususnya pantat dan buah dadanya yang besar dan bagus.

Aku menyadari bahwa hal itu tidak akan mungkin, karena Bu Erkam istri orang. Kalau aku berani menggoda Bu Erkam pasti jadi masalah besar di kampungku.

Bisa-bisa aku dipukuli atau diusir dari kampungku. Tetapi nasib orang tidak ada yang tahu. Ternyata  aku akhirnya dapat menikmati keindahan tubuh Bu Erkam.

Pada suatu hari aku mendengar Pak Erkam opname di rumah sakit, katanya operasi usus buntu. Sebagai tetangga dan masih bujangan aku banyak waktu untuk menengoknya di rumah sakit. Dan yang penting aku mencoba membangun hubungan yang lebih akrab dengan Bu Erkam.

Pada suatu sore, aku menengok di rumah sakit bersamaan dengan adiknya Pak Erkam. Sore itu, mereka sepakat Bu Erkam akan digantikan adiknya menunggu di rumah sakit, karena Bu Erkam sudah beberapa hari tidak pulang. 

Aku menawarkan diri untuk pulang bersamaku. Mereka setuju saja dan malah berterima kasih. Terus terang kami sudah menjalin hubungan lebih akrab dengan keluarga itu.

Sehabis mahgrib aku bersama Bu Erkam pulang. Dalam mobilku kami mulai mengobrol, mengenai sakitnya Pak Erkam. Katanya seminggu lagi sudah boleh pulang.

Aku mulai mencoba untuk berbicara lebih dekat lagi, atau katakanlah lebih kurang ajar. Inikan

kesempatan bagus sekali untuk mendekati Bu Erkam.

“Bu, maaf yaa. ngomong-ngomong Bu Erkam sudah berkeluarga sekitar 3 tahun kok belum diberi momongan yaa”, kataku hati-hati.

“Ya, itulah Dik Budi. Kami kan hanya lakoni. Barangkali Tuhan belum mengizinkan”, jawab Bu Erkam.

“Tapi anu tho bu… anuu.. bikinnya khan jalan terus.” godaku. 

“Ooh apa, ooh. kalau itu sih iiiya Dik Budi” jawab Bu Erkam agak kikuk.

Sebenarnya kan aku tahu, mereka setiap minggunya minimal 2 kali bersetubuh dan terbayang kembali desahan Bu Erkam yang keenakan. Darahku semakin berdesir-desir. Aku semakin nekad saja.

“Tapi, kok belum berhasil juga yaa bu?” lanjutku.

“Ya, itulah, kami berusaha terus. Tapi ngomong-ngomong kapan Dik Budi kimpoi. Sudah kerja, sudah punya mobil, cakep lagi. Cepetan dong. Nanti keburu tua lhoo”, kata Bu Erkam.

“Eeh, benar nih Bu Erkam. Aku cakep niih. Ah kebetulan, tolong carikan aku Bu. Tolong carikan yang kayak Ibu Erkam ini lhoo”, kataku menggodanya.

“Lho, kok hanya kayak saya. Yang lain yang lebih cakep kan banyak. Saya khan sudah tua, jelek lagi”, katanya sambil ketawa.

Aku harus dapat memanfaatkan situasi. Harus, Bu Erkam harus aku dapatkan. “Eeh, Bu Erkam. Kita kan nggak usah buru-buru nih.

Di rumah Bu Erkam juga kosong. Kita cari makan dulu yaa. Mauu yaa bu, mau yaa”, ajakku dengan penuh kekhawatiran jangan-jangan dia menolak.

“Tapi nanti kemaleman lo Dik”, jawabnya.

Tergoda Istri Tetangga Berakhir Selingkuh

“Aah, baru jam tujuh. Mau ya Buu”, aku sedikit memaksa.

“Yaa gimana yaa… ya deh terserah Dik Budi. Tapi nggak malam-malam lho.” Bu Erkam setuju. Batinku ibersorak.

Kami berehenti di warung bakmi yang terkenal. Sambil makan kami terus mengobrol. Jeratku semakin aku persempit.

“Eeh, aku benar-benar tolong dicarikan istri yang kayak Bu Erkam dong Bu. benar nih. Soalnya begini bu, tapii eeh nanti Bu Erkam marah sama saya. Nggak usaah aku katakan saja deh”, kubuat Bu Erkam penasaran.

“Emangnya kenapa siih.” Bu Erkam memandangku penuh tanda tanya.

“Tapi janji nggak marah lho.” kataku memancing. Dia mengangguk kecil. “Anu bu… tapi janji tidak marah lho yaa.”

“Bu Erkam terus terang aku terobsesi punya istri seperti Bu Erkam.

Aku benar-benar bingung dan seperti orang gila kalau memikirkan Bu Erkam. Aku menyadari ini nggak betul. Bu Erkam kan istri tetanggaku yang harus aku hormati.

Aduuh, maaf, maaf sekali bu. aku sudah kurang ajar sekali”, kataku menghiba. Bu Erkam melongo,memandangiku. sendoknya tidak terasa jatuh di piring.

Bunyinya mengagetkan dia, dia tersipu-sipu, tidak berani memandangiku lagi.

Sampai selesai kami jadi berdiam-diaman. Kami berangkat pulang. Dalam mobil aku berpikir, ini sudah telanjur basah. Katanya laki-laki harus nekad untuk menaklukkan wanita. Nekad kupegang tangannya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku memegang setir.

Di luar dugaanku, Bu Erkam balas meremas tanganku. Batinku bersorak. Aku tersenyum penuh kemenangan.Tidak ada kata-kata, batin kami, perasaan kami telah bertaut. Pikiranku melambung, melayang-layang.Mendadak ada sepeda motor menyalib mobilku. Aku kaget.

“Awaas! hati-hati!” Bu Erkam menjerit kaget. 

“Aduh nyalib kok nekad amat siih”, gerutuku.

“Makanya kalau nyetir jangan macam-macam”, kata Bu Erkam.

Kami tertawa. Kami tidak membisu lagi, kami ngomong, ngomong apa saja. Kebekuan cair sudah. Sampai di rumah aku hanya sampai pintu masuk, aku lalu pamit pulang. Di rumah aku mencoba untuk tidur.

Tidak bisa. Nonton siaran TV, tidak nyaman juga. Aku terus membayangkan Bu Erkam yang sekarang sendirian, hanya ditemani pembantunya yang tua di kamar belakang. Ada dorongan sangat kuat untuk mendatangi rumah Bu Erkam.

Berani nggaak, berani nggak. Mengapa nggak berani. Entah setan mana yang mendorongku, tahu-tahu aku sudah keluar rumah. Aku mendatangi kamar Bu Erkam. Dengan berdebar-debar, aku ketok pelan-pelan kaca nakonya, “Buu Erkam, aku Budi”, kataku lirih.

Terdengar gemerisik tempat tidur, lalu sepi. Mungkin Bu Erkam bangun dan takut. Bisa juga mengira aku maling.

“Aku Budi”, kataku lirih. Terdengar gemerisik. Kain korden terbuka sedikit.

Nako terbuka sedikit. “Lewat belakang!” kata Bu Erkam. Aku menuju ke belakang ke pintu dapur. Pintu terbuka, aku masuk, pintu tertutup kembali.

Aku nggak tahan lagi, Bu Erkam aku peluk erat-erat, kuciumi pipinya, hidungnya, bibirnya dengan lembut dan mesra, penuh kerinduan. Bu Erkam membalas memelukku, wajahnya disusupkan ke dadaku.

“Aku nggak bisa tidur”, bisikku.

“Aku juga”, katanya sambil memelukku erat-erat.

Dia melepaskan pelukannya. Aku dibimbingnya masuk ke kamar tidurnya. Kami berpelukan lagi, berciuman lagi dengan lebih bernafsu.

“Buu, aku kangen bangeeet. Aku kangen”, bisikku sambil terus menciumi dan membelai punggungnya. Nafsu kami semakin menggelora. Aku ditariknya ke tempat tidur.

Bu Erkam membaringkan dirinya. Tanganku menyusup ke buah dadanya yang besar dan empuk, aduuh nikmat sekali, kuelus buah dadanya dengan lembut, kuremas pelan-pelan. Bu Erkam menyingkapkan dasternya ke atas, dia tidak memakai BH. Aduh buah dadanya kelihatan putih dan menggung.

Aku nggak tahan lagi, kuciumi, kukulum pentilnya, kubenamkan wajahku di kedua buah dadanya, sampai aku nggak bisa bernapas. Sementara tanganku merogoh kemaluannya yang berbulu tebal. Celana dalamnya

kupelorotkan, dan Bu Erkam meneruskan ke bawah sampai terlepas dari kakinya.

Dengan sigap aku melepaskan sarung dan celana dalamku. Penisku langsung tegang tegak menantang. Bu Erkam segera menggenggamnya dan dikocok-kocok pelan dari ujung penisku ke pangkal pahaku. Aduuh, rasanya geli dan nikmat sekali. Aku sudah nggak sabar lagi. Aku naiki tubuh Bu Erkam, bertelekan pada sikut dan dengkulku.

Kaki Bu Erkam dikangkangkannya lebar-lebar, penisku dibimbingnya masuk ke liang vaginanya yang sudah basah. Digesek-gesekannya di bibir kemaluannya, makin lama semakin basah, kepala penisku masuk, semakin dalam, semakin… dan akhirnya blees, masuk semuanya ke dalam kemaluan Bu Erkam.

Aku turun-naik pelan-pelan dengan teratur. Aduuh, nikmat sekali. Penisku dijepit kemaluan Bu Erkam yang sempit dan licin. Makin cepat kucoblos, keluar-masuk, turun-naik dengan penuh nafsu.

“Aduuh, Dik Budi, Dik Budii… enaak sekali, yang cepaat.. teruus”, bisik Bu Erkam sambil mendesis-desis.

Kupercepat lagi. Suaranya vagina Bu Erkam kecepak-kecepok, menambah semangatku.

“Dik Budiii aku mau muncaak… muncaak, teruus… teruus”, Aku juga sudah mau keluar.

Aku percepat, dan penisku merasa akan keluar. Kubenamkan dalam-dalam ke dalam vagina Bu Erkam sampai amblaas. Pangkal penisku berdenyut-denyut, spermaku muncrat-muncrat di dalam vagina Bu Erkam.

Kami berangkulan kuat-kuat, napas kami berhenti. Saking nikmatnya dalam beberapa detik nyawaku melayang entah kemana. Selesailah sudah. Kerinduanku tercurah sudah, aku merasa lemas sekali tetapi puas sekali.

Kucabut penisku, dan berbaring di sisinya. Kami berpelukan, mengatur napas kami. Tiada kata-kata yang terucapkan, ciuman dan belaian kami yang berbicara.

“Dik Budi, aku curiga, salah satu dari kami mandul. Kalau aku subur, aku harap aku bisa hamil dari spermamu. Nanti kalau jadi aku kasih tahu. Yang tahu bapaknya anakku kan hanya aku sendiri kan. Dengan siapa aku membuat anak”, katanya sambil mencubitku.

Malam itu pertama kali aku menyetubuhi Bu Erkam tetanggaku. Beberapa kali kami berhubungan sampai aku kimpoi dengan wanita lain. Bu Erkam walaupun cemburu tapi dapat memakluminya.

Keluarga Pak Erkam sampai saat ini hanya mempunyai satu anak perempuan yang cantik. Apabila di kedepankan, Bu Erkam sering menciumi anak itu, sementara matanya melirikku dan tersenyum-senyum manis.

Tetanggaku pada meledek Bu Erkam, mungkin waktu hamil Bu Erkam benci sekali sama aku.

Karena anaknya yang cantik itu mempunyai mata, pipi, hidung, dan bibir yang persis seperti mata, pipi, hidung, dan bibirku.

Seperti telah anda ketahui hubunganku dengan Bu Erkam istri tetanggaku yang cantik itu tetap berlanjut sampai kini, walaupun aku telah berumah tangga. Namun dalam perkimpoianku yang sudah berjalan dua tahun lebih, kami belum dikaruniai anak.

Istriku tidak hamil-hamil juga walaupun penisku kutojoskan ke vagina istriku siang malam dengan penuh semangat. Kebetulan istriku juga mempunyai nafsu seks yang besar. Baru disentuh saja nafsunya sudahnaik.

Biasanya dia lalu melorotkan celana dalamnya, menyingkap pakaian serta mengangkangkan pahanya agar vaginanya yang tebal bulunya itu segera digarap. Di mana saja, di kursi tamu, di dapur, di kamar mandi, apalagi di tempat tidur, kalau sudah nafsu, ya aku masukkan saja penisku ke vaginanya.

Istriku juga dengan penuh gairah menerima coblosanku. Aku sendiri terus terang setiap saat melihat istriku selalu nafsu saja deh. Memang istriku benar-benar membuat hidupku penuh semangat dan gairah.

Tetapi karena istriku tidak hamil-hamil juga aku jadi agak kawatir. Kalau mandul, jelas aku tidak.

Karena sudah terbukti Bu Erkam hamil, dan anakku yang cantik itu sekarang menjadi anak kesayangan keluarga Pak Erkam.

Apakah istriku yang mandul? Kalau melihat fisik serta haidnya yang teratur, aku yakin istriku subur juga. Apakah aku kena hukuman karena aku selingkuh dengan Bu Erkam? aah, mosok.

Nggak mungkin itu. Apakah karena dosa? Waah, mestinya ya memang dosa besar. Tapi karena menyetubuhi Bu Erkam itu enak dan nikmat, apalagi dia juga senang, maka hubungan gelap itu perlu diteruskan, dipelihara, dan dilestarikan.

Untuk mengatur perselingkuhanku dengan Bu Erkam, kami sepakat dengan membuat kode khusus yang hanya diketahui kami berdua. Apabila Pak Erkam tidak ada di rumah dan benar-benar aman, Bu Erkam memadamkan lampu di sumur belakang rumahnya.

Biasanya lampu 5 watt itu menyala sepanjang malam, namun kalau pada pukul 20.00 lampu itu padam, berarti keadaan aman dan aku dapat mengunjungi Bu Erkam. Karena dari samping rumahku dapat terlihat belakang rumah Bu Erkam, dengan mudah aku dapat menangkap tanda tersebut.

Tetapi pernah tanda itu tidak ada sampai 1 atau 2 bulan, bahkan 3 bulan. Aku kadang-kadang jadi agak jengkel dan frustasi (karena kangen) dan aku mengira juga Bu Erkam sudah bosan denganku. Tetapi ternyata memang kesempatan itu benar-benar tidak ada, sehingga tidak aman untuk bertemu.

Pada suatu hari aku berpapasan dengan Bu Erkam di jalan dan seperti biasanya kami saling menyapabaik-baik. Sebelum melanjutkan perjalanannya, dia berkata, “Dik Budi, besok malam minggu ada keperluan nggak?”

“Kayaknya sih nggak ada acara kemana-mana. Emangnya ada apa?” jawabku dengan penuh harapan karena sudah hampir satu bulan kami tidak bermesraan.

“Nanti ke rumah yaa!” katanya dengan tersenyum malu-malu.

“Emangnya Pak Erkam nggak ada?” kataku.

Dia tidak menjawab, cuma tersenyum manis dan pergi meneruskan perjalanannya. Walaupun sudah biasa,darahku pun berdesir juga membayangkan pertemuanku malam minggu nanti.

Seperti biasa malam minggu adalah giliran ronda malamku. Istriku sudah tahu itu, sehingga tidak menaruh curiga atau bertanya apa-apa kalau pergi keluar malam itu. Aku sudah bersiap untuk menemui Bu Erkam.

Aku hanya memakai sarung, tidak memakai celana dalam dan kaos lengan panjang biar agak hangat. Dan memang kalau tidur aku tidak pernah pakai celana dalam tetapi hanya memakai sarung saja. Rasanya lebih rileks dan tidak sumpek, serta penisnya biar mendapat udara yang cukup setelah seharian dipepes dalam celana dalam yang ketat.

Waktu menunjukkan pukul 22.00. Lampu belakang rumah Bu Erkam sudah padam dari Erkam. Aku berjalan memutar dulu untuk melihat situasi apakah sudah benar-benar sepi dan aman. Setelah yakin aman, aku menuju ke samping rumah Bu Erkam.

Aku ketok kaca nako kamarnya. Tanpa menunggu jawaban, aku langsung menuju ke pintu belakang. Tidak berapa lama terdengar kunci dibuka. Pelan pintu terbuka dan aku masuk ke dalam. Pintu ditutup kembali.

Aku berjalan beriringan mengikuti Bu Erkam masuk ke kamar tidurnya. Setelah pintu ditutup kembali, kami langsung berpelukan dan berciuman untuk menyalurkan kerinduan kami. Kami sangat menikmati kemesraan itu, karena memang sudah hampir satu bulan kami tidak mempunyai kesempatan untuk melakukannya.

Setelah itu, Bu Erkam mendorongku, tangannya di pinggangku, dan tanganku berada di pundaknya. Kami berpandangan mesra, Bu Erkam tersenyum manis dan memelukku kembali erat-erat. Kepalanya disandarkan di dadaku.

“Paa, sudah lama kita nggak begini”, katanya lirih. Bu Erkam sekarang kalau sedang bermesraan atau bersetubuh memanggilku Papa. Demikian juga aku selalu membisikkan dan menyebutnya Mama kepadanya. Nampaknya Bu Erkam menghayati betul bahwa Nia, anaknya yang cantik itu bikinan kami berdua.

“Pak Erkam sedang kemana sih maa”, tanyaku.

“Sedang mengikuti piknik karyawan ke Pangandaran. Aku sengaja nggak ikut dan hanya Nia saja yang ikut. Tenang saja, pulangnya baru besok sore”, katanya sambil terus mendekapku.

“Maa, aku mau ngomong nih”, kataku sambil duduk bersanding di tempat tidur. Bu Erkam diam saja danmemandangku penuh tanda tanya.

“Maa, sudah dua tahun lebih aku berumah tangga, tetapi istriku belum hamil-hamil juga. Kamu tahu, mustinya secara fisik, kami tidak ada masalah.

Aku jelas bisa bikin anak, buktinya sudah ada kan. Aku nggak tahu kenapa kok belum jadi juga. Padahal bikinnya tidak pernah berhenti, siang malam”, kataku agak melucu. Bu Erkam memandangku.

“Pa, aku harus berbuat apa untuk membantumu. Kalau aku hamil lagi, aku yakin suamiku tidak akan mengijinkan adiknya Nia kamu minta menjadi anak angkatmu. Toh anak kami kan baru dua orang nantinya, dan pasti suamiku akan sayang sekali.

Untukku sih memang seharusnya bapaknya sendiri yang mengurusnya. Tidak seperti sekarang, keenakan dia. Cuma bikin doang, giliran sudah jadi bocah orang lain dong yang ngurus”, katanya sambil merenggut manja. Aku tersenyum kecut.

“Jangan-jangan ini hukuman buatku ya maa, Aku dihukum tidak punya anak sendiri. Biar tahu rasa”, kataku.

“Ya sabar dulu deh paa, mungkin belum pas saja. Spermamu belum pas ketemu sama telornya Rina (nama istriku). Siapa tahu bulan depan berhasil”, katanya menghiburku.

“Ya mudah-mudahan. Tolong didoain yaa…”

“Enak saja. Didoain? Mustinya aku kan nggak rela Papa menyetubuhi Rina istrimu itu. Mustinya Papa kan punyaku sendiri, aku monopoli. Nggak boleh punya Papa masuk ke perempuan lain kan.Kok malah minta didoain. Gimana siih”, katanya manja dan sambil memelukku erat-erat.

Benar juga, mestinya kami ini jadi suami-istri, dan Nia itu anak kami.

“Maa, kalau kita ngomong-ngomong seperti ini, jadinya nafsunya malah jadi menurun lho. Jangan-jangan nggak jadi main nih”, kataku menggoda.

“Iiih, dasar”, katanya sambil mencubit pahaku kuat-kuat.

“Makanya jangan ngomong saja. Segera saja Mama ini diperlakukan sebagaimana mestinya. Segera digarap doong!” katanya manja.

Kami berpelukan dan berciuman lagi. Tentu saja kami tidak puas hanya berciuman dan berpelukan saja. Kutidurkan dia di tempat tidur, kutelentangkan. Bu Erkam mandah saja. Pasrah saja mau diapain

Dia memakai daster dengan kancing yang berderet dari atas ke bawah. Kubuka kancing dasternya satu per satu mulai dari dada terus ke bawah. Kusibakkan ke kanan dan ke kiri bajunya yang sudah lepas kancingnya itu. Menyembullah buah dadanya yang putih menggunung (dia sudah tidak pakai BH). Celana dalam warna putih yang menutupi vaginanya yang nyempluk itu aku pelorotkan.

Aku benar-benar menikmati keindahan tubuh istri gelapku ini. Saat satu kakinya ditekuk untuk

melepaskan celana dalamnya, gerakan kakinya yang indah, vaginanya yang agak terbuka, aduh pemandangan itu sungguh indah.

Benar-benar membuatku menelan ludah. Wajah yang ayu,buah dada yang putih menggunung, perut yang langsing, vagina yang nyempluk dan agak terbuka, kaki yang indah agak mengangkang, sungguh mempesona. Aku tidak tahan lagi.

Aku lempar sarungku dan kaosku entah jatuh dimana. Aku segera naik di atas tubuh Bu Erkam. Kugumuli dia dengan penuh nafsu. Aku tidak peduli Bu Erkam megap-megap keberatan aku tindih sepenuhnya. Habis gemes banget, nafsu banget sih.

“Uugh jangan nekad tho. Berat nih”, keluh Bu Erkam.

Aku bertelekan pada telapak tanganku dan dengkulku. Penisku yang sudah tegang banget aku paskan ke vaginanya. Terampil tangan Bu Erkam memegangnya dan dituntunnya ke lubang vaginanya yang sudah basah.

Tidak ada kesulitan lagi, masuklah semuanya ke dalam vaginanya. Dengan penuh semangat kukocok vagina Bu Erkam dengan penisku. Bu Erkam semakin naik, menggeliat dan merangkulku, melenguh dan merintih.Semakin lama semakin cepat, semakin naik, naik, naik ke puncak.

“Teruuus, teruus paa.. sshh… ssh…” bisik Bu Erkam

“Maa, aku juga sudah mau… keluaarr”

“Yang dalam paa… yang dalamm. Keluarin di dalaam Paa… Paa… Adduuh Paa nikmat banget Paa…, ouuch..”,jeritnya lirih yang merangkulku kuat-kuat.

Kutekan dalam-dalam penisku ke vaginanyanya. Croot, cruuut, crruut, keluarlah spermaku di dalam rahim istri gelapku ini. Napasku seperti terputus. Kenikmatan luar biasa menjalar kesuluruh tubuhku. Bu Erkam menggigit pundakku. Dia juga sudah mencapai puncak. Beberapa detik dia aku tindih dan diamerangkul kuat-kuat.

Akhirnya rangkulannya terlepas. Kuangkat tubuhku. Penisku masih di dalam, aku gerakkan pelan-pelan, aduh geli dan ngilu sekali sampai tulang sumsum. Vaginanya licin sekali penuh spermaku.

Kucabut penisku dan aku terguling di samping Bu Erkam. Bu Erkam miring menghadapku dan tangannyadiletakkan di atas perutku.

Dia berbisik, “Paa, Nia sudah cukup besar untuk punya adik. Mudah-mudahan kali ini langsung jadi ya paa.

Aku ingin dia seorang laki-laki. Sebelum Papa Erkam mengeluh Rina belum hamil, aku memang sudah berniat untuk membuatkan Nia seorang adik. Sekalian untuk test apakah Papa masih joos apa tidak. Kalau aku hamil lagi berarti Papa masih joosss.

Kalau nanti pengin menggendong anak, ya gendong saja Nia sama adiknya yang baru saja dibuat ini.” Dia tersenyum manis.

Aku diam saja. menerawang jauh, alangkah nikmatnya bisa menggendong anak-anakku.

Cerita sex : Kisah Sex Terulang Kembali Dengan Mantan Selingkuhan

Malam itu aku bersetubuh lagi. Sungguh penuh cinta kasih, penuh kemesraan. Kami tuntaskan kerinduan dan cinta kasih kami malam itu. Dan aku menunggu dengan harap-harap cemas, jadikah anakku yang kedua di rahim istri gelapku ini?

#Tergoda #Istri #Tetangga #Berakhir #Selingkuh

Hadiah Meki Dari Sahabat Kerja Istriku Terbaru Malam Ini

Hadiah Meki Dari Sahabat Kerja Istriku 1

Siang itu pertemuanku dengan client makan waktu lebih cepat dari perkiraan. Jam masih menunjukkan jam 11.00, paling sampai kantor pas jam istirahat dan pasti sdh sepi, pada makan siang diluar kantor… mmm… kubelokkan mobilku, dan kutuju satu arah pasti… kantor Tari istriku… Istriku seorang wiraswasta, berkantor di daerah Tomang.

“Eeeeee… mas Tommy, tumben nongol siang-siang begini…?”Dina sekretaris Tari menyambutku…

“Sepi amat..? udah pada istirahat..?”sahutku sambil melangkah masuk kantor yang tampak sepi.

“Mmmmm… Tari ke customer sama pak Darmo, Liliek dan Tarjo nganterin barang dan katanya Tari sekalian meeting dengan customer… sukri lagi Dina suruh beli makan siang, tunggu aja mas diruangan Tari..”celoteh Dina yang berjalan di depanku memperlihatkan pantatnya yang montok bergoyang seirama dengan langkah kakinya… Aku masuk ke ruangan Tari, kujatuhkan pantatku ke kursi direktur yang empuk…Dalam hati aku mengutuk habis-habisan, atas kesialanku hari ini… malah sampe disini, ketemu sama Dina…

oh ya Dina sebenarnya adalah sahabat Tari waktu kuliah, janda cantik beranak 2 ini diajak kerja

istriku setelah setahun menjanda… orangnya ramah… cuma sebagai lelaki aku kurang menyukai karakternya…terutama dandanannya yang selalu tampak menor, dengan tubuhnya yang montok… buahdadanya gede sebanding dengan pantatnya yang juga gede, pokoknya bukan type wanita yg kusukai dan menurutku kulitnya terlalu putih… jadi tampak kaya orang sakit-sakitan… walaupun kata Tari, Dina orangnya sangat cekatan dan sangat doyan kerja alias rajin… Kubuka laptopku dan kunyalakan… kucari-cari file yang kira-kira bisa menemaniku disini… daripada aku hrs ngobrol sama Dina, yang menurutku bukan temen ngobrol yang asyik… wow… di kantong tas laptopku terselip sebuah CD… wiih DVD bokep punya Rudy ketinggalan disini… lumayan juga buat ngabisin waktuku nungguin Tari….

Mmmmmmm Asia Carera… lumayan bikin ngaceng juga setelah kira-kira 30 menit melihat aksi sex Asia Carera melawan aksi kasar Rocco Sifredi…

“Ooooo.. ooooo.. mas Tommy nonton apaan tuuuh… sorry mas Tommy mau minum apa..? panas, dingin… hi..hi.. pasti sekarang lagi panas dingin kan..?”suara Dina bagaikan suara petir disiang bolong… dengan nada menggodaku…

“Ah kamu bikin kaget aja… ngg… dingin boleh deh… mm ga ngrepotin neeh..?”sahutku sambil memperbaiki posisiku yang ternyata dari arah pintu, layar laptopku keliatan banget… sial lagiiii…. aahh masa bodo laahh… toh Dina bukan anak kecil.. Dina masuk ruangan lagi sambil membawa 2 gelas es jeruk..

“Mas Tommy boleh dong Dina ikutan nonton… mumpung lagi istirahat… kayanya tadi ada Rocco sifredi yak..?”kata Dina sambil cengar cengir bandel..

“ha… kamu tau Rocco Sifredi juga..?”tanyaku spontan… agak kaget juga,

ternyata wanita yang tiba-tiba kini jadi tampak menggairahkan sekali di mataku, tau nama bintang film top bokep Rocco Sifredi…

“Woow bintang kesayangan Dina tuuuh..”sahut Dina yang berdiri di belakang kursiku…

“Kamu sering nonton bokep..?”tanyaku agak heran sebab Dina setelah menjanda tinggal dg orang tuanya dan rumahnya setahuku ditinggali banyak orang…

“Iya… tapi dulu… waktu masih sama “begajul”itu..”sahut Dina enteng dan membuatku ketawa geli mendengar Dina menyebut mantan suaminya yang kabur sama wanita lain…

Suasana hening… tapi tak dapat dielakkan dan disembunyikan nafas kami berdua sdh tak beraturan, bahkan beberapa kali kudengar Dina menghela nafas panjang… ciri khas wanita yang hendak mengendorkan syaraf birahinya yang kelewat tegang… dan beberapa kali kudengar desisan lembut, seperti luapan ekspresi… yang kuartikan Dina sudah larut dalam aksi para bintang bokep di layar monitor… Sementara keadaanku tak jauh beda.. celanaku terasa menyempit… desakan batang kemaluanku di selangkangan yang mengeras sejak setengah jam yang lalu, mulai menyiksaku… dalam kondisi seperti ini biasanya, aku melakukan

onani di tempat.. Tapi kali ini masak onani di depan Dina..? ampuuuunn siaal lagiii..!

“Din.. kamu suka Rocco Sifredi..? memang suka apanya..?”tanyaku memulai komunikasi dengan Dina yang desah napasnya makin memburu tak beraturan dan sesekali kudengar remasan tangannya seolah gemas pada busa sandaran kursi yang kududuki…

“Mmm… hhh.. apanya yak..? iih… mas Tommy nanyanya… sok ga tau..”sahut Dina sambil mencubit pundakku…  entah siapa yang menuntun tanganku untuk menangkap tangan Dina yang sedang mencubit… mmm… Dina membiarkan tanganku menangkap tangannya…

“Kamu ga capek, berdiri terus… duduk sini deh..?”kataku sambil tetap menggenggam tangan Dina,kugeser pantatku memberi tempat untuknya, tapi ternyata kursi itu terlalu kecil untuk duduk berdua,apalagi untuk ukuran pantat Dina yang memang gede…

“Pantat Dina kegedean sih mas…”kata Dina sambil matanya melempar kerling aneh,

yang membuat darahku berdesir hebat, akhirnya Dina menjatuhkan pantatnya di sandaran tangan.. oooww…aku dihadapkan pada paha mulus yang bertumpangan muncul dari belahan samping rok mininya dan entahsejak kapan kulit putih ini menjadi begitu menggairahkan dimataku..? Kembali perhatian kami tercurah pada aksi seks dilayar laptop… sesekali remasan gemas tangan lembutnya pada telapak tanganku terasa hangat… dimana tangan kami masih saling menggenggam… dan menumpang diatas paha mulus Dina…

“Iiih Gila… Dina sudah lama enggak nonton yang begini..”kata Dina mendesah pelan seolah bicara sendiri.. menggambarkan kegelisahan dan kegalauan jiwanya…

“kalo ngerasain..?”tanyaku menyahut desahannya tadi…

“Apalagi…”jawabnya pendek serta lirih sambil matanya menatapku dengan tatapan jalang… yang bisa kuartikan sebagai tantangan, undangan atau sebuah kepasrahan, kutarik lembut tangannya dan diikuti tubuh montoknya…kini pantat montok Dina mendarat empuk di pangkuanku sedangkan tanganku melingkar di pinggangnya yang ternyata cukup ramping tak berlemak… Iblis dan setan neraka bersorak sorai mengiringi pertemuan bibir kami yang kemudian saling mengulum dan tak lama lidah kami saling belit di rongga mulut… mmm… tangan Dina melingkar erat di leherku dengan gemetaran… kulayani serangan panas janda cantik berumur 32 tahun ini… seolah ingin memuaskan dahaga dan rindu dendamnya lewat aksi ciuman panasnya…Tanganku memang dari dulu trampil memainkan peran jika dihadapkan dengan tubuh wanita… menelusup ke balik blazer hitam yang dikenakan Dina dan terus menelusup sampai menyentuh kulit tubuhnya… sentuhan pertamaku pada kulit tubuhnya membuat Dina menggeliat resah dan menggerang gemas… rangkulan tangannya semakin erat di leherku sementara ciuman bibirnya juga semakin menggila mengecupi dan mengulumi

bibirku… tanganku mulai merambah bukit dadanya yang memang luar biasa montok, yang jelas diatas cup B… sebab buah dada Tari istriku yang ber bra 36B jauh tak semontok buah dada Dina… Tiba-tiba Dina meronta keras, saat tanganku meremas lembut buah dadanya yang mengeras akibat terangsang birahi tinggi….

“Ooohh… mas Tommy suudaah mas… hhh.. hhh… jangan mas, Dina ga mau menyakiti Tari…hh… ooohh..”kalimat diantara desah nafas birahi ini tak kuhiraukan dan rontaan kerasnya tak berarti banyak buatku… tanganku yang melingkar di pinggangnya tak mudah utk dilepaskannya…

“Ada apa dengan Tari..? ga akan ada yang merasa disakiti atau menyakiti selama ini jadi rahasia… ayo sayang waktu kita tak banyak… nikmatilah apa yang kamu ingin nikmati…”bisikku lembut di sela-sela aksi bibir dan lidahku di leher jenjang berkulit bersih milik janda cantik bertubuh montok ini…

“Ampuuun mas, oooww… Dina ga tahaaan… hh..hh… ssshhh…”rengek Dina memelas yang tak mampu membendung gelegak birahi yang mendobrak hebat pertahanannya…

Blazer hitam yang dikenakan Dina sudah teronggok dibawah kursi putar yang kami gunakan sebagai ajang pergulatan… dibalik blazer hitam, tubuh montok berkulit putih mulus itu hanya mengenakan penutup model kemben berbahan kaos, sehingga dari dada bagian atas sampai leher terbuka nyata… bergetar syahwatku menyaksikan pemandangan ini… buah dadanya yang montok dengan kulit putih bersih, mulus sekali sehingga urat-urat halus berwarna kebiruan tampak dipermukaan.. buah dada montok yang sedang meregang nafsu birahi itu tampak mengeras, memperlihatkan lembah yang dalam di tengahnya… tampak bergerak turun naik

seirama dengan nafas birahinya yang mendengus-dengus tak beraturan… iihh menggemaskan sekali.. Woow.. bukan main..! begitu tabir berbahan kaos warna orange itu kupelorotkan ke bawah.. muncullah keindahan yang menakjubkan dari sepasang bukit payudara yang asli montok dan sangat mengkal, hanya tertutup bra mini tanpa tali, sewarna dengan kulit mulusnya…

“Oooohh.. maaasss..?”desahnya lirih ketika tabir terakhir penutup payudaranya meninggalkan tempatnya dan secara refleks Dina menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya,

tapi dimataku, adegan itu sangat sensual.. apalagi dengan ekspresi wajahnya yang cantik sebagian tertutup rambutnya yang agak acak-acakan… matanya yang bereye shadow gelap menatapku dengan makna yang sulit ditebak…

“Mas.. janggaaan teruskan… Dina takuut Tari datang…hhh… hhh… “bisiknya dengan suara tanpa ekspresi… tapi aku sdh tak mampu mempertimbangkan segala resiko yg kemungkinan muncul… lembah payudara Dina yang dalam itulah yang kini menggodaku… maka kubenamkan wajahku ke dalamnya… lidahku terjulur melecuti permukaan kulit halus beraroma parfum mahal… kontan tubuh bahenol di pangkuanku itu menggelepar liar, spt ikan kehilangan air, ditambah amukan janggut dan kumisku yang sdh 2 hari tak tersentuh pisau

cukur…

“Ampuuuunnn maaass…. iiiihhh… gellliii aaahh… mmm…ssssshhh.. ooohh…”rengek dan rintihannya mengiringi geliat tubuh indah itu… wooow jemari lentiknya mulai mencari-cari…. dan menemukannya di selangkanganku… bonggolan besar yang menggembungkan celanaku diremas-remas dengan gemas… sementara aku sedang mengulum dan memainkan

lidahku di puting susunya yang sudah menonjol keras berwarna coklat hangus… tanganku menggerayang masuk kedalam rok mininya yg semakin terangkat naik kudapatkan selangkangan yang tertutup celana dalam putih dan kurasakan pada bagian tertentu sudah basah kuyub, Dina tak menolak ketika celana dalam itu kulolosi dan kulempar entah jatuh dimana… Dina mengerang keras dengan mata membelalak, manakala jariku membelah bibir vaginanya yang sudah sangat basah sampai ke rambut kemaluannya yang rimbun… bibir cantik yang sudah kehilangan warna lipsticknya itu gemetaran layaknya orang kedinginan… terdengar derit retsluiting.. ternyata jemari lentik Dina membuka celanaku dan menelusup masuk kedalam celana kerjaku… kulihat matanya berbinar dan mulutnya mendesis seolah gemas, ketika tangannya berhasil menggenggam batang kemaluanku… sesaat kemudian batang kemaluanku sudah mengacung-acung galak di sela bukaan retsluiting celanaku dalam

genggaman tangan berjari lentik milik Dina… makin lebar saja mata Dina yang menatap jalang ke batang kemaluanku yang sedang dikocok-kocoknya lembut…

“Aaaah… mass Tommyy… mana mungkin Dina sanggup menolak yang seperti ini… hhhh…. ssss….sssshhh… lakukan mas.. oohhh… toloong bikin Dina lupa segalanya mas… Dina ga tahhaan…”kalimatnya mendesis bernada penuh kepasrahan, namun matanya menatapku penuh tantangan dan ajakan… Kurebahkan tubuh montok Dina di meja kerja Tari yang lebar setelah kusisihkan beberapa kertas file dan gelas minum yang tadi ditaruh Dina diatas meja itu…. sementara laptopku masih terbuka dan adegan seks dilayar monitornya, sementara jari tengahku tak berhenti keluar masuk di liang sanggama Dina yang sangat becek… mungkin benar kata orang, cewek yang berkulit putih cenderung lebih basah liang sanggamanya… seperti halnya Dina, cairan liang sanggamanya yang licin kurasakan sangatlah banyak sampai ada tetesan yang jatuh di atas meja….Dina sudah mengangkangkan kakinya lebar-lebar menyambut tubuhku yang masuk diantara kangkangan pahanya, aku berdiri menghadap pinggiran meja, dimana selangkangan Dina tergelar… tubuh Dina kembali menggeliat erotis disertai erangan seraknya ketika palkonku mengoles-oles belahan vaginanya, sesekali kugesek-gesekan ke clitorisnya yang membengkak keras sebesar kacang tanah yang

kecil.. bukit vaginanya yang diselimuti rimbunnya rambut kemaluan yang tercukur rapi…

Hadiah Meki Dari Sahabat Kerja Istriku

“Ayoooo maasss… lakukan sekaraaang… Dina ga tahaaann…hh..hhh… “rengek Dina memelas. Bibir cantik itu menganga tak bersuara, mata bereye shadow gelap itu membelalak lebar dengan alis berkerinyit gelisah, ketika palkonku membelah bibir vaginanya dan merentang mulut liang sanggamanya… kurasakan palkonku kesulitan menembus mulut liang sanggama Dina yang sudah berlendir licin… Tubuh Dina meregang hebat diiringi erangan keras, manakala palkonku memaksa otot liang sanggama Dina merentang lebih lebar… kedua tangannya mencengkeram keras lenganku… sewaktu pelan-pelan tapi pasti batang kemaluanku menggelosor memasuki liang sanggama yang terasa menggigit erat benda asing yang

memasukinya… baru tiga perempat

masuk batang kemaluanku, palkonnya sudah menabrak mentok dasar liang sanggama sempit itu, kembali tubuh montok Dina menggeliat merasakan sodokan mantap pada ujung leher rahimnya…. Sepasang kaki Dina membelit erat pinggangku sehingga menahan gerakku… bibir cantik yang gemetaran itu tampak tersenyum dengan mata berbinar aneh…

“Mas Tommy… tau kenapa Dina suka Rocco Sifredi..?”bisik Dina dengan tatapan mata mesra… kujawab dengan gelengan kepalaku…

“Perih-perih nikmat… kaya sekarang ini… Dina pingin disetubuhi Rocco Sifredi… ayoo mas.. beri Dina kenikmatan yang indah…”bisik Dina sambil mengerling penuh arti, belitan kaki di pinggangku dilonggarkan, pertanda aku boleh mulai mengayun batang kemaluanku memompa liang sanggamanya….

Kembali suara erangan dan rintihan Dina mengalun sensual mengiringi ayunan batang kemaluanku yang pelan dan kalem keluar masuk liang sanggama yang kurasakan sangat menggigit saking sempitnya, walaupun produksi lendir pelicin vagina wanita bertubuh montok ini luar biasa banyaknya, sampai berlelehan ke meja kerja yang jadi alas tubuhnya..

“Punya kamu sempit banget Din… aku seperti menyetubuhi perawan…”Bisikan mesraku tampak membuat janda beranak dua itu berbunga hatinya.. wajahnya tampak berseri bangga….

“Punya mas Tommy aja yang kegedean… kaya punya Rocco Sifredi… Dina suka sama yang begini… gemesssiiin… hhh… hhhoohhh… mmmaasss…”belum selesai kalimat Dina, kupercepat ayunan pinggulku.. membuat mata Dina kembali membelalak, bibirnya meringis memperlihatkan gigi indah yang beradu, mengeluarkan desis panjang….

“Teeruuuss maaasss… ammppuunn… nikkmaaat bukan main.. oooohhh… aaaaaahhh… eeeenngghh..”ceracaunya dengan suara setengah berbisik… sesaat kemudian aku merasakan serangan balasan Dina…

Dengan gemulai janda cantik ini memutar pinggulnya, pinggangnya yang ramping bergerak menjadi engsel… Luar biasa nikmat yang kurasakan di siang tengah hari bolong itu… Suara berdecakan yang semakin keras di selangkangan kami menandakan semakin banjirnya lendir persetubuhan dari liang sanggama Dina… Wajah cantik Dina semakin gelisah… mulutnya komat-kamit seolah ingin mengatakan sesuatu tapi tak ada suara yang keluar, hanya desah dan erangannya yang keluar… alisnya yang runcing semakin berkerut… apalagi matanya yang kadang membelalak lebar kadang menatapku dengan sorot mata gemas…

“Oooooouuuuwww..!! mmmaaaaassssss…. Diii..naa gatahaann….mmmmmhhh…!!”Kegelisahan dan keresahannyaberujung pada rengekan panjang seperti orang menangis dibarengi dengan pinggul yang diangkat didesakan ke arahku bergerak-gerak liar…

Aku tanggap dengan situasi wanita yang dihajar nikmatnya orgasme… segera kuayun batang kemaluanku menembus liang sanggama Dina sedalam-dalamnya dengan kecepatan dan tenaga yang kutambah… akibatnya tubuh Dina semakin liar menggelepar di atas meja kerja Tari… kepalanya digeleng-gelengkan dengan keras ke kanan dan ke kiri sehingga rambutnya semakin riap-riapan di wajahny

“Ammmpppuuunnn…. oooohhh… nnnggghhh…. niikmmmaattnya…. hhoooo….”suara Dina seperti menangis pilu…

Ya ammmpppuunn…. kurasakan nikmat bukan main.. dinding liang sanggama wanita yang tengah diamuk badai orgasme itu seakan mengkerut lembut menjepit erat batang kemaluanku, kemudian mengembang lagi… enam atau tujuh kali berulang… membuatku sejenak menghentikan ayunan kontolku, pada posisi di kedalaman yg paling dalam pada liang sanggama Dina… Tubuh Dina tergolek lunglai… nafasnya tersengal-sengal, tampak

dari gerakan dada montoknya yang naik turun tak beraturan… wajahnya yang miring ke samping kanan tampak kulitnya berkilat basah oleh keringat birahinya, sementara mata ber eyeshadow tebal itu tampak terpejam spt orang tidur… rambut panjang yang dicat blondie tampak kusut, awut-awutan menutupi sebagian wajah cantiknya…. Kira-kira setelah dua menit

batang kemaluanku mengeram tak bergerak di liang sanggama yang semakin becek… dengan gerakan lembut kembali kugerakkan pinggulku mengantarkan sodokan keliang sanggama Dina… Tubuh montok itu kembalimenggeliat lemah sambil mulutnya mendesis panjang… Dina membuka matanya yang kini tampak sayu…

“Ssssshh… mmm… luar biasa….”desah Dina sambil tersenyum manis.

Kedua tangannya meraih leherku dan menarik ke arah tubuhnya. Tubuhku kini menelungkupi tubuh montok Dina, Dina memeluk tubuhku erat sekali sehingga bukit payudaranya tergencet erat oleh dada bidangku seolah balon gas mau meletus, tak hanya itu sepasang pahanya dilingkarkan di pinggangku dan saling dikaitkan di belakang tubuhku… Woooww… leherku disosotnya dengan laparnya… jilatan dan kecupan nakal bertubi-tubi menghajar leher dan daun telingaku… terdengar dengus nafasnya sangat merangsangku… aku

dibuat mengerang oleh aksinya…

“Ayo sayang, tuntaskan hasratmu… Dina boleh lagi enggak?”bisiknya manja sambil bibirnya mengulum nakaldaun telingaku.

Kurasakan pantat montok Dina bergerak gemulai, membesut hebat batang kemaluanku yang terjepit di liangsanggamanya, sejenak kunikmati besutan dan pelintiran nikmat itu tanpa balasan.. karena kuhentikan ayunan kontolku…

“Kamu ingin berapa kali..?”sahutku berbisik tapi sambil mengayunkan batang kemaluanku dalam sekali..

“Eeeeehhhhh…hhh…! sampe pingsan Dina juga mauuuuuhh…hhhh…!”jawabnya sambil terhentak-hentak akibat rojokanku yang kuat dan cepat…

Aku mengakui kelihaian janda 2 anak ini dalam berolah sanggama, kelihaiannya memainkan kontraksi otot-otot perutnya yang menimbulkan kenikmatan luar biasa pada batang kemaluan yang terjebak di liang sanggamanya yang becek… tehnik-tehnik bercintanya memang benar-benar canggih… Tari istriku wajib berguru pada Dina, pikirku…Tapi rupanya Dina tak mampu berbuat banyak menghadapi permainanku yang

galak dan liar… Setelah pencapaian orgasmenya yang ke tiga… Wajah Dina semakin pucat, walaupun semangat tempurnya msh besar…

“Ooooww… my God… ayo sayaaang… Dina masih kuat…”desisnya berulang-ulang… sambil sesekali pantatnya menggeol liar, mencoba memberikan counter attack…

Aku tak ingin memperpanjang waktu, walau sebenarnya masih blm ingin mengakhiri, tapi waktu yang berbicara… hampir 2 jam aku dan Dina berrpacu birahi diatas meja kerja Tari. Aku mulai berkonsentrasi untuk pencapaian akhirku… aku tak peduli erangan dan rintihan Dina yang memilukan akibat rojokanku yang menghebat

“Ooohkk.. hhookkhh.. ooww.. sayaaang… keluarkan.. di… di.. mulutkuuu yakkkhh..hhkk..”Sebagai wanita yg berpengalaman Dina tahu gelagat ini… diapun mempergencar counter attacknya dengan goyang dan geolnya yang gemulai… kuku jarinya yang panjang menggelitiki dada bidangku… dan… aku mengeram panjang sebelum

mencabut batang kemaluanku dari liang becek di tengah selangkangan Dina… dan dengan lincah Dina mengatur posisinya sehingga kepalanya menggantung terbalik keluar dari meja, tepat didepan palkonku yang sedang mengembang siap menyemburkan cairan kental sewarna susu… Dina mengangakan mulutnya lebar- lebar dan lidahnya terjulur menggapai ujung palkonku… Hwwwoooohhh…!!!!! ledakan pertama mengantarkan semburatnya spermaku menyembur lidah dan rongga mulutnya… aku sendiri tidak menyangka kalo sebegitu banyak spermaku yang tumpah…. bahkan sebelum semburan berakhir dengan tidak sabar batang kemaluanku disambar dan dikoloh dan disedot habis- habisan….

Dina duduk diatas meja sambil merapikan rambut blondienya yang kusut, sementara aku ngejoprak di kursi putar…..

“Wajah kamu alim ternyata mengerikan kalo sedang ML mas…?”celetuk Dina sambil menatapku dengan pandangan gemas dengan senyum-senyum jalang.

“Siang ini aku ketemu singa betina kelaparan…”sahutku letoy.

“Salah mas, yang bener kehausan… peju mas Tommy bikin badanku terasa segar…ha.. ha..ha..”sambut Dina sambil ketawa ngakak

“Waaakks… mati aku… mas, Tari dateng tuuuhh…!”Tiba-tiba Dina loncat turun dari meja dengan wajah pucat, buru-buru merapikan pakaian sekenanya dan langsung cabut keluar ruangan… akupun segera melakukan tindakan yg sama… waaah di atas sepatuku ada onggokan kain putih ternyata celana dalam… pasti milik Dina, segera kusambar masuk ke tas laptop… dan aku segera masuk ke kamarmandi yg ada di ruang kerja Tari….

“Yaaang… chayaaang…. bukain doong…”suara Tari sambil mengetok pintu kamar mandi…

“Hei.. bentar sayang… dari mana aja..?”sahutku setengah gugup dari dalam kamar mandi.

Ketika pintu kubuka Tari langsung menerobos masuk… busyeet… Tari menubrukku dan aku dipepetin ke wastafel… aku makin gugup…

“Sssshhhh… untung kamu dateng say… ga tau mendadak aja, tadi dijalan Tari horny berat…”tanpa basa basi lagi celanaku dibongkarnya dan setelah batang kemaluanku yang masih loyo itu di dapatnya, segera istriku ini berlutut dan melakukan oral sex….

meski agak lama, tapi berhasil juga kecanggihan oral sex Tari istriku membangunkan kejantananku yang baru mo istirahat… tanpa membuka pakaiannya Tari langsung membelakangiku sambil menyingkap rok kerjanya sampai ke pinggang, pantat Tari kalah montok dibanding Dina, namun bentuknya yang bulat, mengkal sangat seksi di mataku… sesaat kemudian CD G-String dan stocking Tari sdh lolos dari tempatnya…

“C’ mon darling…. hajar liang cinta Tari dari belakang…”dengan suara dengus nafas penuh birahi Tari mengangkangkan kakinya sambil menunggingkan pantatnya…

Memang istriku akhir-akhir ini sangat menyukai gaya doggie style…”lebih menyengat”katanya… sesaat kemudian kembali batang kemaluanku beraksi di liang sanggama wanita yang berbeda… Dalam posisi doggie style, Tari memang lihay memainkan goyang pantatnya yang bulat secara variatif… dan apalagi aku sangat suka melihat goyangan pantat seksi Tari, membuat aku semakin semangat menghajar liang sanggama Tariyang tak sebecek Dina…

Untungnya Tari adalah type wanita yang cepat dan mudah mencapai puncak orgasme.. nggak sampai 10 menit kemudian Tari mulai mengeluarkan erangan-erangan panjang… aku hafal itu tanda-tanda bahwa istrikumenjelang di puncak orgasme, maka segera kurengkuh pinggangnya dan kupercepat rojokan batangkemaluanku menghajar liang sanggama Tari tanpa ampun…

“Tommm… Tommmy… gilaaa… aaahkk… niiikkmaaatt bangeeett…!!!”jeritan kecil Tari itu dibarengi dengan tubuh sintal Tari yang gemetaran hebat…pantat seksinya menggeol-geol liar menimbulkan rasa nikmat luar biasa pada batang kemaluanku yang terjepit di liang sanggamanya… aku tak menahan lagi semburatnya spermaku yang kedua utk hari ini…

“Ma kasih Tommy chayaang…”kata Tari sesaat kemudian sambil mendaratkan kecupan mesra dibibirku..Setelah membersihkan sisa-sisa persetubuhan, aku pamit untuk kembali ke kantor, sementara Tari masih berendam di bath up…. Dina sudah duduk rapi di mejanya ketika aku keluar dari ruangan Tari, kudekati dia…

“Ssshh… nggak takut masuk angin, bawahnya ga ditutup..?”bisikku sambil kuselipkan celana dalam putih Dina kelaci mejanya…mata Dina melotot dengan mimik lucu…

“Ronde kedua niih yee..?”celetuknya nakal setelah tahu Tari tak ikut keluar dari ruangan….

Cerita sex : Perselingkuhan Dengan Adik Ipar Yang Disetujui

Aku melenggang memasuki mobilku, sambil memikirkan follow up ke Dina….. yang ternyata sangat menggairahkan…

 

#Hadiah #Meki #Dari #Sahabat #Kerja #Istriku

Pengalaman Dengan Teman Kantor Yang Bahenol Terbaru Malam Ini

Pengalaman Dengan Teman Kantor Yang Bahenol

Sudah kurang lebih setahun aku bekerja pada sebuah perusahaan yang bergerak dalam perundingan pembelian tanah yang akan dijadikan tempat usaha. Di perusahaan itu aku juga memilki jabatan yang tidak rendah karena aku selalu yang disuruh berangkat menyurvey, menawar, dan memastikan kalau lahan yang akan dibuat usaha itu benar-benar strategis.

Aku juga sering bertemu dengan klien yang meminta bantuan perusahaan kami atau yang bekerja sama dengan perusahaan kami. Aku mendapatkan kepercayaan oleh perusahaan setelah aku berhasil memenangkan tender yang sangat besar sekali, dari itu aku menjadi orang kepercayaan bosku.

Dikala aku menyurvey sebuah lahan aku selalu ditemani oleh seorang teman kantorku yang ditugaskan oleh kantor untuk menemaniku. Namanya Bu Rena, orangnya tidak begitu cantik, tapi senyumannya sangatlah manis sekali. Dia berusia sekitar 35 tahunan, dia juga sudah mempunyai suami dan mempunyai dua orang anak. Tapi tubuh Bu Rena ini masih sangat langsing sekali, payudaranya lumayan besar sekitar 34B dan pantatnya yang ranum menghiasi pemandangan tubuh Bu Rena dibalik kerudung yang selalu menutupi wajahnya. Sudah lama aku bekerja bersama Bu Rena, jadi aku mengetahui bagaimana sifat Bu Rena. Sehingga kami dengan tidak segan lagi ketika saling bercanda.

Selain ditemani Bu Rena aku, saat menyurvey aku juga selalu diantar oleh sopir pribadiku yang juga sudah lama bekerja denganku. dibalik kerudung Bu Rena sempat aku menebak-nebak tentang gairah Seks Bu Rena ini, bahkan aku juga sempat menanyakan pada Bu Rena saat kami keluar menyurvey. Dia hanya tersenyum dengan pertanyaanku yang menjurus soal hubungan Seks.

Aku menjadi tahu kalau Bu Rena ini juga sebenarnya gak baik-baik banget, aku juga bisa mendapatkannya, tapi dia menutupinya dengan berkerudung saat dikantor. Aku juga sering menggodanya saat berada dikantor tapi tidak didepan teman-teman kantor, tapi ketika terlihat sepi, dan Bu Rena selalu hanya membalas godaanku dengan senyuman yang sangat khas dari raut wajahnya.

Waktu itu hari sabtu aku mengambil cuti karena aku ingin istirahat dirumah, menenangkan pikiran dari segala urusan yang ada dikantor. Tapi tak sesuai dengan harapanku, sekitar jam 10 siang aku ditelpon oleh atasanku dan aku ditugaskan untuk menyurvey sebuah lahan dengan sebuah klien dari perusahaan.

Dengan tak bisa menolak aku pun menyanggupinya. Dan aku meminta kalau Bu Rena diantar kerumahku. Segera aku bergegas tata-tata, menyiapkan segala sesuatu yang aku perlukan. Dan setengah jam kemudian Bu Rena sampai kerumahku dengan diantar sopir perusahaan. Aku mempersilahkannya masuk dirumahku dulu sambil menunggu bersiap. Istriku dengan Bu Rena juga sudah kenal karena aku sudah cerita tentang Bu Rena jadi istriku gak masalah.

Setelah aku selesai, aku mencari sopirku, dan setelah aku panggil istriku yang menjawab, kalau sopirku pagi tadi ijin untuk mengantar istrinya kerumah sakit. Jadi terpaksalah aku menyetir mobil sendiri. Dan aku langsung berpamitan dengan istriku. Aku dan Bu Rena lalu masuk mobil dan kami pun langsung meninggalkan rumah.

Obrolan kami di perjalanan menuju lokasi, hanya menyangkut masalah-masalah bisnis yang ada kaitannya dengan Bu Rena. Tidak ada sesuatu yang menyimpang. Bahkan setelah tiba di lokasi yang 25 km dari pusat kota, aku tak berpikir yang aneh-aneh. Bahkan aku jengkel juga ketika pemilik tanah itu tidak ada di tempat, harus dijemput dulu oleh keponakannya yang segera meluncur di atas motornya.

Kami duduk saja di dalam mobil yang diparkir menghadap ke kebun tak terawat, yang rencananya akan dijadikan perumahan oleh kenalanku yang seorang developer. Suasana sunyi sekali. Karena kami berada di depan kebun yang mirip hutan. Pepohonan yang tumbuh tidak dirawat sedikit pun.

Tapi suasana yang sunyi itu…entah kenapa…tiba-tiba saja membuatku iseng…memegang tangan Bu Rena sambil berkata,

“Bisa 2 jam kita harus menunggu di sini, Bu.”

“Iya Pak,” sahutnya tanpa menepiskan genggamanku,

“Sabar aja ya Pak….di dalam bisnis memang suka ada ujiannya.” Aku terdiam.

Tapi tanganku tidak diam. Aku mulai meremas tangan wanita 30 tahunan itu, yang makin lama terasa makin hangat. Dia bahkan membalasnya dengan remasan. Apakah ini berarti……..ah…..pikiranku mulai melayang-layang tak menentu. Mungkin di mana-mana juga lelaki itu sama seperti aku. Dikasih sejengkal mau sedepa.

Remas-remasan tangan tidak berlangsung lama. Kami bukan abg lagi. Masa cukup dengan remas-remasan tangan? Sesaat kemudian, lengan kiriku sudah melingkari lehernya. Tangan kananku mulai berusaha membuka jalan agar tangan kiriku bisa menyelusup ke dalam bajunya yang sangat tertutup dan bertangan panjang. Bu Rena diam saja. Dan akhirnya aku berhasil menyentuh payudaranya.

Tapi dia menepiskan tanganku sambil berkata,

“Duduknya di belakang saja Pak…di sini takut dilihat orang…” O, senangnya hatiku.

Karena ucapannya itu mengisyaratkan bahwa dia juga mau !

“Kenapa mendadak jadi begini Pak?” tanya wanita berjilbab itu ketika kami sudah duduk di jok belakang, pada saat tanganku berhasil menyelinap ke baju tangan panjangnya dan ke balik BH nya.

“Gak tau kenapa ya?” sahutku sambil meremas payudaranya yang terasa masih kencang, mungkin karena rajin merawatnya. 

“Tapi Pak…uuuuhhhh…..kalau saya jadi horny gimana nih?” wanita itu terpejam-pejam sambil meremas-remas lututku yang masih berpakaian lengkap.

“Kita lakukan saja…asal Bu Rena gak keberatan….” tanganku makin berani, berhasil menyelinap ke balik rok panjangnya, lalu menyelundup ke balik celana dalamnya.

Tanganku sudah menyentuh bulu kemaluannya yang terasa lebat sekali. Kemudian menyeruak ke bibir kemaluannya…bahkan mulai menyelinap ke celah vaginanya yang terasa sudah membasah dan hangat.

“Masa di mobil?” protesnya,

“kata orang mobil jangan dipakai gituan, bisa bikin sial…”

“Emang siapa yang mau ngajak begituan di mobil? Ini kan perkenalan aja dulu….” kataku pada waktu jemariku mulai menyelusup ke dalam liang kemaluan Bu Rena yang terasa hangat dan berlendir…

Wanita itu memelukku erat-erat sambil berbisik,

“Duh Pak…saya jadi kepengen nih….kita cari penginapan aja dulu yuk. Bilangin aja sama orang-orang di sini kalau kita mau datang lagi besok.”

“Iya sayang,” bisikku,

“ Sekarang ini memiliki dirimu lebih penting daripada ketemuan dengan pemilik tanah itu…”

“Ya sudah dulu dong,” Bu Rena menarik tanganku yang sedang mempermainkan kemaluannya,

“Nanti kalau saya gak bisa nahan di sini kan berabe. Nanti aja di penginapan saya kasih semuanya…” Aku ketawa kecil.

Lalu pindah duduk ke belakang setir lagi. Tak lama kemudian mobilku sudah meluncur di jalan raya. Persetan dengan pemilik tanah itu. Sekarang ini yang terpenting adalah tubuh Bu Rena, yang jelas sudah siap diapakan saja. Dengan mudah kudapatkan hotel kecil di luar kota, sesuai dengan keinginan Bu Rena, karena kalau di dalam kota takut kepergok oleh orang-orang yang kami kenal.

Soalnya aku punya istri, Bu Rena pun punya suami. Hotel itu cuma hotel sederhana. Tapi lumayan, kamar mandinya pakai shower air panas. Tidak pakai AC, karena udaranya cukup dingin, rasanya tak perlu pakai AC di sini. Yang penting adalah wanita berjilbab itu…yang kini sedang berada di dalam kamar mandi, mungkin sedang cuci-cuci dulu…sementara aku sudah tak sabaran menunggunya.

Ketika ia muncul di ambang pintu kamar mandi, aku terpana dibuatnya. Rambutnya yang tak ditutupi apa-apa lagi, tampak tergerai lepas….panjang lebat dan ikal. Jujur…ia tampak jauh lebih seksi, apalagi kalau mengingat bahwa ia 5 tahun lebih muda daripada istriku. Rok bawahnya tidak dikenakan lagi, sehingga pahanya yang putih mulus itu tampak jelas di mataku.

Aku bangkit menyambutnya dengan pelukan hangat,

“Bu Rena kalau gak pake jilbab malah tampak lebih cantik….muuuahhhhh…” kataku diakhiri dengan kecupan hangat di pipinya.

Ia memegang pergelangan tanganku sambil tersenyum manis. Dan kuraih pinggangnya, sampai berada di atas tempat tidur yang lumayan besar. Lalu kami bergumul mesra di atas tempat tidur itu. Bu Rena tidak pasif. Berkali-kali dia memagut bibirku. Aku pun dengan tak sabar menyingkapkan baju lengan panjangnya.

Dan…ah…rupanya tak ada apa-apa lagi di balik baju lengan panjang itu selain tubuh Bu Rena yang begitu mulus. Payudaranya tidak sebesar payudara istriku. Tapi tampak indah di mataku. Tak ubahnya payudara seorang gadis belasan tahun. Dan ketika pandanganku melayang ke bawah perutnya…tampak sebentuk kemaluan wanita yang berambut tebal, sangat lebat…. Aku pun mulai beraksi. Mencelucupi lehernya yang hangat, sementara tanganku mulai mengelus bulu kemaluan yang lebat keriting itu.

Bu Rena pun tidak tinggal diam, mulai melepaskan kancing kemejaku satu persatu, lalu menanggalkan kemejaku. Untuk mempermudah, aku pun menanggalkan celana panjang dan celana dalamku. Sehingga batang kemaluanku yang sudah tegak kencang ini tak tertutup apa-apa lagi.

Bu Rena melotot waktu melihat batang kemaluanku yang sudah tak tertutup apa-apa lagi ini.

“Iiiih…punya Bapak kok panjang gede gitu….mmm….si ibu pasti selalu puas ya …” desisnya.

“Emang punya suami Bu Rena seperti apa?” tanyaku.

“Jauh lebih pendek dan kecil,” bisik Bu Rena sambil merangkulku dengan ketat, seperti gemas.

Kembali kuciumi lehernya yang mulai keringatan, lalu turun…mencelucupi puting payudaranya. Kusedot-sedot seperti anak kecil sedang menetek, sambil mengelus-eluskan ujung lidahku di putting payudara yang terasa makin mengeras ini. Sementara tanganku tak hanya diam. Jemariku mulai mengelus bibir kemaluan wanita itu, bahkan mulai memasukkan jari tengahku ke dalam liang kemaluannya.

Bu Rena sendiri tak cuma berdiam diri. Tangannya mulai menggenggam batang kemaluanku. Meremasnya dengan lembut. Mengelus-elus puncak penisku, sehingga aku makin bernapsu. Tapi aku sengaja ingin melakukan pemanasan selama mungkin, supaya meninggalkan kesan yang indah di kemudian hari. Maka setelah puas menyelomoti puting payudara wanita itu, bibirku turun ke arah perutnya. Menjilati pusarnya sesaat.

Lalu turun ke bawah perutnya. 

“Pa jangan ke situ ah…malu…” Bu Rena berusaha menarik kepalaku agar naik lagi ke atas.

Tapi aku bahkan mulai menciumi kemaluanya yang berbulu lebat itu. Lalu jemariku menyibakkan bulu kemaluan wanita itu, mengangakan bibirnya dan mulai menjilatinya dengan gerakan dari bawah ke atas….

“Aduh Pak…ini diapain? Aaah…kok enak sekali Pak…..” Bu Rena mulai menceracau tak menentu.

Lebih-lebih ketika aku mulai mengarahkan jilatanku di clitorisnya, terkadang menghisap-hisapnya sambil menggerak-gerakkan ujung lidahku.

“Oooh Pak…oooh….Pak….iiiih….saya udah mau keluar nih….duuuhhhhhh” celotehnya membuatku buru-buru mengarahkan batang kemaluanku ke belahan memeknya yang sudah basah.

Dan kudesakkan sekaligus….blessss…..agak mudah membenam ke dalam liang surgawi yang sudah banyak lendirnya itu. “Aduuuduuuhhhh…sudah masuk Paaakk…..oooohhhh….” Bu Rena menyambutku dengan pelukan erat, bahkan sambil menciumi bibirku sambil menggerak-gerakkan pantatnya,

“Sa…saya gak bisa nahan lagi…langsung mau keluar Paaak…tadi sih terlalu dienakin…oooh…” Lalu terasa tubuh wanita itu mengejang dan mengelojot seperti sekarat.

Rupanya dia tak bisa menahan lagi. Dia sudah orgasme….terasa liang kemaluannya berkedut-kedut, lalu jadi becek. “Barusan kan baru orgasme pertama,”bisikku yang mulai gencar mengayun batang kemaluanku, maju mundur di dalam celah kemaluan Bu Rena.

Beberapa saat kemudian wanita itu merem melek lagi, bahkan makin gencar menggoyang-goyang pinggulnya, sehingga batang kemaluanku serasa dibesot-besot oleh liang surgawi Bu Rena. Aku tahu goyangan pantatnya itu bukan sekadar ingin memberikan kepuasan untukku, tapi juga mencari kepuasan untuknya sendiri.

Karena pergesekan penisku dengan liang kemaluannya jadi makin keras, kelentitnya pun berkali-kali terkena gesekan penisku.

“Adduuuh, duuuh….Pak…kok enak sekali sih Pak…..aaah…saya bisa ketagihan nanti Pak…..” celotehnya dengan napas tersengal-sengal.

“Aku juga bisa ketagihan,” sahutku setengah berbisik di telinganya, sambil merasakan enaknya gesekan dinding liang kemaluannya,

“memekmu enak sekali, sayang…..duuuuh….benar-benar enak sekaliii….” Aku memang tidak berlebihan.

Entah kenapa, rasanya persetubuhanku kali ini terasa fantastis sekali. Mungkin ini yang disebut SII (Selingkuh Itu Indah). Padahal posisi kami cuma posisi klasik. Goyangan pantat Bu Rena juga konvensional saja. Tapi enaknya luar biasa. Dalam tempo singkat saja keringatku mulai bercucuran. Bu Rena pun tampak sangat menikmati enjotan batang kemaluanku. Sepasang kakinya diangkat dan ditekuk, lalu melingkari pinggangku, sementara rengekan-rengekannya tiada henti terlontar dari mulutnya.

“Ooooh….oooh…hhhh….aaaaahhhhh…oooh…aaaaah….aduuuh Paaak….enak Pak….duuuuh….mmmmhhhhh saya mau keluar lagi nih Paaak….”

“Kita barengin keluarnya yok….” bisikku sambil mempergencar enjotan batang kemaluanku, maju mundur di dalam liang kewanitaan Bu Rena.

“I…iya Pak….bi…bi…biar nikmat…..” sahutnya sambil mempergencar pula ayunan pinggulnya, meliuk-liuk cepat dan membuat batang kemaluanku seperti dipelintir oleh dinding liang kemaluan wanita yang licin dan hangat itu.

Sampai pada suatu saat…kuremas-remas buah dada wanita itu, mataku terpejam, napasku tertahan…batang kemaluanku membenam sedalam-dalamnya….lalu kami seperti orang-orang kesurupan….sama-sama berkelojotan di puncak kenikmatan yang tiada taranya ….. Air maniku terasa menyemprot-nyemprot di dalam liang memek Bu Rena. Liang yang terasa berkedut-kedut.

Lalu kami sama-sama terkapar, dengan keringat bercucuran.

“Ini yang pertama kalinya saya digauli oleh lelaki yang bukan suami saya…” kata Bu Rena sambil membiarkan batang kemaluanku tetap menancap di dalam memeknya.

Kujawab dengan ciuman hangat di bibirnya yang sensual,

“Sama…saya juga baru sekali ini merasakan bersetubuh dengan wanita yang bukan istri saya. Terimakasih sayang…mulai saat ini Bu Rena jadi istri rahasiaku…”

“Dan Bapak jadi suami kedua saya….iiih…kenapa tadi kok enak sekali ya Pak?”

“Mungkin kalau dengan pasangan kita sendiri sudah terlalu biasa, nggak ada yang aneh lagi. Tapi barusan dilepas di dalam…nggak apa-apa ?”

“Nggak apa-apa,” sahutnya dengan senyum manis, mata bundar beningnya pun bergoyang-goyang manja,

“Saya kan ikut KB sejak kelahiran anak kedua…”

“Asyik dong, jadi aman….” “Saya pasti ketagihan Pak….soalnya punya Bapak panjang gede gitu…..” Kata-kata Bu Rena itu membuat napsuku bangkit lagi.

Pengalaman Dengan Teman Kantor Yang Bahenol

Dan batang kemaluanku yang masih terbenam di dalam memeknya, terasa mengeras lagi. Maka kucoba menggerak-gerakkannya…ternyata memang bisa dipakai “bertempur” lagi. Batang kemaluanku sudah mondar mandir lagi di dalam liang vagina Bu Rena yang masih banyak lendirnya tapi tidak terlalu becek, bahkan lebih mengasyikkan karena aku bisa mengentot dengan gerakan yang sangat leluasa tanpa kehilangan nikmatnya sedikit pun. Bahkan ketika aku menggulingkan diri ke bawah, dengan aktifnya Bu Rena action dari atas tubuhku.

Setengah duduk ia menaik turunkan pinggulnya, sehingga aku cukup berdiam diri, hanya sesekali menggerakkan batang kemaluanku ke atas, supaya bisa masuk sedalam-dalamnya. Posisi di bawah ini membuatku leluasa meremas-remas payudara Bu Rena yang bergelantungan di atas wajahku. Terkadang kuremas-remas juga pantatnya yang lumayan besar dan padat. Tapi mungkin posisi ini terlalu enak buat Bu Rena, karena moncong penisku menyundul-nyundul dasar liang vaginanya. Dan itu membuatnya cepat orgasme. Hanya beberapa menit ia bisa bertahan dengan posisi ini. Tak lama kemudian ia memeluk leherku kuat-kuat, seperti hendak meremukkannya.

Lalu terdengar erangan nikmatnya,

“Aaaahhhh….saya keluar lagi Paaaak…..” Kemudian ia ambruk di dalam dekapanku.

Tapi aku seolah tak peduli bahwa Bu Rena sudah orgasme lagi. Butuh beberapa saat untuk memulihkan vitalitasnya kembali. Tak perlu vitalitas. Yang jelas batang kemaluanku sedang enak-enaknya mengenjot memek teman bisnisku ini. Lalu aku menggulingkan badannya sambil kupeluk erat-erat, tanpa mencabut batang kemaluanku dari dalam memeknya yang sudah orgasme kesekian kalinya. Bu Rena memejamkan matanya waktu aku mulai mengentotnya lagi dengan posisi klasik, dia di bawah aku di atas.

Tapi beberapa saat kemudian ia mulai aktif lagi. Mendekapku erat-erat sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan gerakan meliuk-liuk ….. Aku pun makin ganas mengentotnya. Tapi ia tak mau kalah ganas. Gerakan pantatnya makin lama makin dominan.

Membuatku berdengus-dengus dalam kenikmatan yang luar biasa.

“Oooh…enak banget Paaak….sa…saya mau keluar lagi ….kita barengin lagi Pak…ta…tadi juga enak sekali….” celotehnya setelah batang kemaluanku cukup lama mengentot liang memeknya.

Aku setuju. Kuenjot batang kemaluanku dengan kecepatan tinggi, maju-mundur, maju-mundur….sampai akhirnya kami sama-sama berkelojotan lagi Saling cengkram, saling lumat….seolah ingin saling meremukkan….dan akhirnya air maniku menyemprot-nyemprot lagi di puncak kenikmatanku, diikuti dengan rintihan lirih Bu Rena yang sedang mencapai orgasme pula.

“Kita kok bisa tiba-tiba begini ya?” cetus bu Rena waktu sudah mengenakan pakaiannya lagi.

“Iya…dari rumah aja gak ada renana….tapi tadi mendadak ada keinginan…untunglah ibu gak menolak…terimakasih ya sayang,” sahutku dengan genggaman erat di pergelangan tangannya, kemudian kukecup mesra bibirnya yang tipis mungil itu.

Wanita itu tersenyum. Memeluk pinggangku sambil berkata perlahan,

“Kita harus berterimakasih pada pemilik tanah itu, ya Pak. Gara-gara dia gak ada di tempat, kita jadi ada acara mendadak begini.” Aku mengangguk dengan senyum.

Sementara hatiku berkata,

“Gara-gara sopirku gak masuk pula, aku jadi punya kisah seperti ini. Kalau ada dia, aku tentu takkan sebebas ini.”

Sore itu kami pulang ke rumah masing-masing, dengan perasaan baru. Bahkan malamnya, ketika istriku sudah tertidur pulas, aku masih sempat smsan dengan bu Rena. Salah satu smsnya berbunyi:

Cerita sex : Penungguan Yang Membawa Kenikmatan

“Puas banget…punya saya sampe terasa seperti jebol….punya bapak kegedean sih…kapan kita ketemuan lagi?” Kujawab singkat,

“Kapan pun aku siap..” Satu kisah indah telah tercatat di dalam kehidupanku. Yang tak mungkin kulupakan.

#Pengalaman #Dengan #Teman #Kantor #Yang #Bahenol

Pengalaman Sex Dengan Bu Aniez Terbaru Malam Ini

Pengalaman Sex Dengan Bu Aniez

Keluarga kami, bertetangga dengan keluarga Pak Aniez, rumah sebelah, terutama mama dan Bu Aniez, walau usia mereka terpaut jauh, mama berusia 46 sementara Bu Aniez 32 tahun.

Mama dan Bu Aniez sering belanja bersama atau sekedar jalan-jalan saja. Saya sering dimintai tolong untuk menyetir, walau mereka bisa mengemudi sendiri.

“Ifan, kamu ada acara, nggak?” kata mama jika nyuruh saya.

Mengantar mereka, saya suka, karena aku termasuk anak mama. Sayapun menjadi ikut-ikutan akrab dengan Rida, anaknya Bu Aniez yang baru berusia 5 tahun. Rida sering kuajak main. Di balik itu aku mulai senang juga, karena bisa bersama Bu Aniez yang cantik, putih bersih. Nampak anggun dengan pakaian jilbab modis rapat sekali. Di rumahpun dia sering mengenakan jilbab. Tingginya kira-kira 165 cm, tapi masih tinggian saya sedikit, beberapa centimeteran. Wajahnya cantik, mempesona dan indah, betapa indahnya yang tidak nampak, di balik pakaiannya, apalagi di balik beha? Ah pikirku agak galau.

Lambat laun aku menjadi tertarik dengan Bu Aniez ini, gejala ini baru timbul dua bulan terakhir ini. Kami berdua sering beradu pandang dan saling melempar senyum. Entah senyum apa, aku kurang paham? Paling tidak bagiku atau saya yang terlalu GR. Sering suara memanggil lewat bibirnya yang indah

“Ifan….” Itu yang menjadi terbayang-banyang, suara sangat merdu bagiku dan menggetarkan relung-relung hatiku.

Ia di rumah, bersama Rida dan Parmi, pembantunya. Suaminya kerja di luar kota, pulangnya 2 minggu sekali atau kadang lebih.

Pagi itu saya tidak ada jadwal kuliah, setelah mandi, sekitar pukul 08.00 saya keluar rumah, maksudku cari Judi Bandar Terpercaya 303 teman untuk kuajak ngobrol. Suasana sepi rumah-rumah di kompleks perumahan kami, banyak yang sudah tutup karena para tetangga sudah pada pergi kerja. Kalaupun ada, hanya pembantu mereka. Tetapi Bu Aniez, rupanya masih ada di rumah, karena mobilnya masih di carport. Mungkin dia belum berangkat kerja.

Iseng-iseng aku masuk rumah itu setelah mengetuk pintu tak ada tanggapan. Aku langsung masuk, karena aku sudah terbiasa keluar-masuk rumah ini, bila disuruh mama atau sekedar main dengan Rida. Pagi itu Rida sudah pergi sekolah diantar Parmi. Di dalam rumah, terdengar suara gemercik air dari kamar mandi.

“Siapa ya?” terdengar suara dari kamar mandi

“Saya, Bu, Ifan, mau pinjam bacaan” jawabku beralasan.

“O… silakan di bawah meja… ya”

“Ya Bu, terima kasih…”kataku

Sambil duduk di karpet, membuka-buka majalah, saya membayangkan, pasti Bu Aniez telanjang bulat di bawah shower, betapa indahnya. Tiba-tiba pikiran nakalku timbul, aku pingin ngintip, melangkah berjingkat pelan, tapi tak ada celah atau lubang yang akses ke kamar mandi. Justru dadaku terasa gemuruh, berdetak kencang, bergetaran. Kalau ketahuan bisa berabe! Akhirnya kubatalkan niatku mengintipnya, kembali aku membuka-buka buku.

Beberapa menit kemudian terdengar pintu kamar mandi bergerak, Bu Aniez keluar. Astaga…, Tubuh yang sehari-hari selalu ditutup rapat, kini hanya memakai lilitan handuk dari dadanya sampai pahanya agak ke atas, sembari senyum lalu masuk ke kamarnya. Aku pura-pura mengabaikan, tapi sempat kelihatan pahanya mulus dan indah sekali, dadaku bergetar lebih keras lagi. Wah belum apa-apa, sudah begini. Mungkin aku benar-benar masih anak-anak? Pikirku. Rasa hatiku pingin sekali tahu apa yang ada di kamar itu. Aku pingin nyusul! Perhatianku pada bacaan buyar berantakan, fokusku beralih pada yang habis mandi tadi.

Dalam kecamuk pikiranku, tiba-tiba Bu Aniez menyapa dari dalam kamar:

“Kamu nggak kuliah, Fan?” katanya dari dalam kamar

“Tid..dak, …eh nanti sore, Bu” jawabku gagap, hari itu memang jadwal kuliahku sore.

Mungkin ia tahu kalau aku gugup, malah mengajak ngomong terus.

Mengapa aku tidak ikut masuk saja, seperti kata hatiku padahal pintu tidak ditutup rapat. Lalu aku nekad mendekat pintu kamarnya dan menjawab omongannya di dekat pintu. Kemudian aku tak tahan, walau agak ragu-ragu, lalu aku membuka sedikit pintunya.

“Masuk saja, enggak apa-apa, Fan” katanya

Hatiku bersorak karena dipersilakan masuk, dengan sikap sesopan-sopannya dan pura-pura agak takut, saya masuk. Dia sedang mengeringkan rambutnya dengan hairdryer di depan meja rias.

“Duduk situ, lho Fan!” pintanya sambil menunjuk bibir ranjangnya.

“Iya,… Ibu… enggak ke kantor” sambil duduk persis menghadap cermin meja rias.

“Nanti, jam 10an. Saya langsung ke balai kota, ada audensi di sana, jadi agak siang” katanya lagi.

Sesaat kemudian dia menyuruh saya membantu mengeringkan rambutnya dan sementara tangannya mengurai-urai rambutnya. Kembali aku menjadi gemetar memegang hairdryer, apalagi mencium bau segar dan wangi dari tubuhnya. Leher belakang, bahu, punggung bagian atasnya yang putih mulus merupakan bangun yang indah. Aku memperhatikan celah di dadanya yang dibalut handuk itu, dadaku bergetar cepat. Tanpa sengaja tanganku menyenggol bahu mulusnya, ”Thuiiing…” Seketika itu rasanya seperti disengat listrik tegangan 220V.

“Maaf, Bu” kata terbata-bata

“Enggak pa-pa… kamu pegang ini juga boleh. Daripada kamu lirik-lirik, sekalian pegang” katanya sambil menuntun tangan kananku ke arah susunya, aku jadi salah tingkah.

Rupanya dia tahu lewat kaca rias, bila saya memperhatikan payudaranya. Dadaku tambah bergoncang. Aku Judi Bola Online Wd Pulsa menjadi gemetar, percaya antara ya dan tidak, aku gemetaran memegangnya. Maklum baru kali ini seumur-umur.

Beberapa saat kemudian dia beranjak dari tempat duduknya, sambil berkata:

“Kamu sudah pernah sun pacarmu, belum?” tanyanya mengagetkan

“Ah.. Ibu ada-ada aja, malu….kan…”

“Ngapain malu, kamu sudah cukup umur lho, berapa umurmu?

“21 Bu..”

“Sudah dewasa itu. Kalau belum pernah cium, mau Bu ajari… Gini caranya” katanya sambil memelukkan tangannya pada bahuku.

Kami berdiri berhadapan, tubuhnya yang dibalut handuk warna pink itu dipepetkan pada tubuhku, nafasnya terasa hangat di leherku. Wanita cantik ini memandangku cukup lama, penuh pesona dan mendekatkan bibirnya pada bibirku, aku menunduk sedikit. Bibirnya terasa sejuk menyenangkan, kami berciuman. Seketika itu dadaku bergemuruh seperti diterpa angin puting beliung, bergetar melalui pori-pori kulitku.

“Kamu ganteng, bahkan ganteng sekali Fan, bahumu kekar macho. Aku suka kamu.” katanya

“Sejak kapan, Bu?” kataku di tengah getaran dadaku

“Sejak… kamu suka melirik-lirik aku kan?!”

Saya menjadi tersipu malu, memang aku diam-diam mengaguminya juga dan suka melirik perempuan enerjik ini.

“Ya sebenarnya aku mengagumi Ibu juga” kataku terbata-bata

“ Tuh… kan?! Apanya yang kamu kagumi?

“Yeahh, Bu Aniez wanita karier, cantik lagi…” kataku

“Klop, ya…” sambil mengecup bibirku

Kembali kami berpagutan, kini bibirku yang melumat bibirnya dan lidah Bu Aniez mulai menari-nari beradu dengan lidahku. Aku mulai berani memeluk tubuhnya, ciuman semakin seru. Sesekali mengecup keningnya, pipinya kemudian kembali mendarat di bibirnya. Karena serunya kami berpelukan dengan berciuman, tanpa terasa handuk yang melilit pada tubuhnya lepas, sehingga Bu Aniez tanpa sehelai kainpun, tapi dia tidak memperdulikan. Rasanya aku tidak percaya dengan kejadian yang aku alami pagi itu.

Aku mencoba mencubit kulitku sendiri ternyata sakit. Inilah kenyataannya, bukan mimpi. Seorang wanita dengan tubuh semampai, putih mulus, payudaranya indah, pinggulnya padat berisi, dan yang lebih mendebarkan lagi pada pangkal pahanya, di bawah perutnya berbentuk huruf “V” yang ditumbuhi rambut hitam sangat sedap dipandang. Pembaca bisa membayangkan betapa seorang anak remaja laki-laki berhadapan langsung perempuan cantik tanpa busana di depan mata.

Saya memang sering melihat foto-foto bugil di internet, tapi kali ini di alam nyata. Luar biasa indahnya, sampai menggoncang-goncang rasa dan perasaanku. Antara kagum dan nafsu birahi bergelora makin berkejar-kejaran di pagi yang sejuk itu.

Bu Aniez membuka kaosku dan celanaku sekalian dengan cedeku. Dalam hitungan detik, kini kami berdua berbugil ria, berangkulan ketat sekali, payudaranya yang indah-montok itu menempel dengan manisnya di dadaku, menambah sesak dadaku yang sedang bergejolak. Perempuan mantan pramugari pesawat terbang ini terus merangsek sepertinya sedang mengusir dahaga kelelakian. Penisku ngaceng bukan main kakunya, saya rasa paling kencang selama hidupku. Apalagi jari-jari Bu Aniez yang lentik nan lembut itu mulai menimang-nimang dan mengocok-ngocok lembut. Rasanya nikmat sekali.

Lambat-laun tubuhnya melorot, sambil tak henti-hentinya menciumiku mulai dari bibir, ke leher, dada dengan pesona permainan lidahnya yang indah di tubuhku. Sampai pada posisi belahan payudaranya dilekatkan pada penisku, digerak-gerakkan, naik-turun beberapa saat. Ah… nikmat sekali.

Sampai dia terduduk di pinggir ranjang, aku masih berdiri, penisku diraih lidahnya menari-nari di ujungnya, kemudian dikulum-kulum. Rasanya luar biasa nikmatnya, sebuah sensasi yang memuncak. Rasanya sampai sungsum, tulang-tulang dan ke atas di ubun-ubun. Tanganku meraih susunya, keremas-remas lembut, empuk dan sejuk dengan puntingnya yang berwarna merah jingga itu.

Pengalaman Sex Dengan Bu Aniez

Secara naluri aku pilin-pilin lembut, dia mendesah lirih. Ku rasakan betapa enaknya susunya di kedua telapak tanganku. Setelah sekitar lima menit, dia membaringkan diri di ranjang dengan serta merta aku menindih tubuh molek itu dan dia sambut dengan rangkulan ketat, kami saling membelai, saling mengusap, bergulat dan berguling. Kaki kami saling melilit, dengan gesekan exotic, membuat tititku kaku seperti kayu menempel ketat pada pahanya. Susunya disodorkan pada bibirku, lalu puntingnya ku-sedot habis-habisan, saking nafsunya.

Sementara itu kuremas lembut payudaranya yang sebelah, bergantian kiri-kanan. Kepalaku ditekankan pada dadanya, sehingga mukaku terbenam di antara kedua susunya, sambil kuciumi sejadi-jadinya. Perempuan ayu ini mendesis lembut, lalu tangannya mengelus tak melepas penisku.

Aku benar-benar tak tahan, dengan permainan ini nafsuku makin menjadi-jadi, saat ini rasanya penisku benar-benar ngacengnya maksimal sepanjang sejarah, keras sekali dan rasanya ingin memainkan perannya. Aku lalu mengambil posisi menindih Bu Aniez yang tidur terlentang. Pada bagian pinggul antara perut dan pangkal paha tercetak huruf V yang ditumbuhi rambut tipis dan rapi.

Ketika aku mencoba membuka pahanya nampak lobang merekah warna pink. Kuarahkan senjataku ke selakangannya, pahanya agak merapat dan kutekan. Tapi rasanya hanya terjepit pahanya saja, tidak masuk sasaran. Paha putih mulus itu ku buka sedikit, lalu kutekan kembali dan tidak masuk juga. Adegan ini saya lakukan berulang kali, tapi belum berhasil juga. Perempuan dengan deretan gigi indah itu malah ketawa geli. Penisku hanya basah karena kena cairan dari Vnya. Dia masih ketawa geli, saya menjadi kesal dan malu.

“Tolonginlah… Bu, gimana caranya…” pintaku

“Kamu keburu nafsu… tapi tak tahu caranya” katanya masih ketawa

Lalu Bu Aniez memegang penisku kemudian diarahkan pada selakangannya, tepatnya pada lobang kewanitaannya. Pahanya di renggangkan sedikit dan lututnya membentuk sudut kiri-kanan

“Sekarang tekan, pelan-pelan” bisiknya

Kuikuti petunjuknya, dan kutekan pinggulku hingga penisku masuk dengan manisnya. Saat kumasukkan itu rasanya nikmat luar biasa, seolah-olah aku memasuki suatu tempat yang begitu mempesona, nyaman dan menakjubkan. Pada saat aku menekan tadi, Bu Aniez mengerang lembut.

“Ahhh…..Ifan…….” desahnya

“Kenapa,….. sakit Bu.?.” tanyaku

“Nggak…sihh, enakan….malah “ jawabnya yang kusambut dengan tekanan penisku yang memang agak seret.

“Saya juga enakan, Bu.. enak banget”

“Tarik dan tekan lagi Fan. Burungmu gede mantap….” katanya.

Aku ikuti arahannya dan gerakan ini menimbulkan rasa sangat nikmat yang berulang-ulang seiring dengan gerakan pinggulku yang menarik dan menekan. Saat aku tekan, pinggul Bu Aniez ditekan ke atas, mungkin supaya alat seks kami lebih ketat melekat dan mendalam. Di bawah tindihanku dia mengoyang-goyangkan pinggulnya dan kedua kakinya dililitkan ketat pada kakiku. Kadang diangkat ke atas, tangannya merangkul bahuku kuat sambil tak hentinya menggoyangkan pinggulnya. Aku melakukan gerakan pinggul seirama dengan gerakannya. Sesekali berhenti, berciuman bibir dan mengedot susunya. Kami benar-benar menyatu. Nikmat abiz!

“Enak ya Fan, beginian?!” katanya disela-sela kegiatan kami

“Yah.. enak sekali Bu” kataku

Kami melakukan manuver gerakan bergulung, hingga Bu Aniez di atasku. Dalam posisi begini ia melakukan gerakan lebih mempesona. Goyangan pinggulnya semakin menyenangkan, tidak hanya naik turun, tetapi juga meliuk-liuk menggairahkan sambil mencuimiku sejadi-jadinya. Kedua tangannya diluruskan untuk menompang tubuhnya, pinggulnya diputar meliuk-liuk lagi.

Setelah sekitar 15 menit, suasananya semakin panas, sedikit liar. Perempuan berambut sebahu itu makin bergairah dan menggairahkan, susunya disodorkan pada bibirku dan ku santap saja, saya senang menikmati susunya yang montok itu. Dalam menit berikutnya gerakannya makin kuat dan keras sehingga ranjangnya turut bergoyang. Kemudian merebahkan diri telungkup menindihku, dengan suaranya. 

“Ah.. uh… eh…. a….ku…..keluarrr Fan” katanya terengah-engah.

Aku terpana dengan pemandangan ini, bagaimana tingkahnya saat mencapai puncak, saat orgasme, benar-benar mengasyikkan, wajahnya merona merah jambu. Sebuah pengalaman benar-benar baru yang menakjubkan. Nafasnya terengah-engah saling berburu. Beberapa menit kemudian gerakan pinggulnya makin melemah dan sampai berhenti. Diam sejenak kemudian bergerak lagi “Ah…” orgasme lagi dan beberapa saat kemudian wanita yang susunya berbentuk indah ini terkapar lemas, tengkurap menindih tubuhku.

Suasananya mendingin, namun aku masih membara, karena penisku masih kuat menancap pada lobang kewanitaan Bu Aniez, kemudian di merebahkan disisiku sambil menghela nafas panjang.

“Aku puas Fan…”

“Permainan Ibu hebat sekali” kataku

“Sekarang ganti kamu, lakukan kayak aku tadi” katanya lagi

Kemudian aku kembali menunggangi Bu Aniez, dia terlentang pahanya dibuka sedikit. Dan penisku kuarahkan pada selakangannya lagi seperti tadi, disambut dengan tangannya menuntun memasukkan ke Vnya.

“Tekan Fan! Main sesukamu, tapi jangan terlalu keras supaya nikmat dan kamu tahan lama.” Sambil memelukku erat kemudian mencium bibir.

Saya mulai memompa wanita cantik bertubuh indah ini lagi, dengan menggerak-gerakkan pinggulku maju-mundur berulang-ulang. Ia menyambut dengan jepitan vaginanya ketat terasa mengisap-isap. Saat kutekan disambut dengan jepitan ini yang seolah dapat merontokkan sendi-sendiku. Dan tentu saja menimbulkan rasa nikmat bukan kepalang. Nikmat sekali! Sampai pada saatnya, beberapa menit kemudian…

“Aku mau keluar Bu…….” kataku terengah-engah

“Tahan dulu Sayang, aku juga mau keluar lagi kok… terus digoyang…nih… pentilku disedot” katanya terengah-engah juga.

Aku mengedot susunya dan meremas-remas, sambil memompanya. Sepertinya aku diajak melayang-layang di angkasa tinggi. Setelah beberapa menit, ada sebuah kekuatan yang mendorong mengalir dari dalam tubuhku. Semua tenaga terpusat di satu tempat menghentak-hentak menerobos keluar lewat penisku. Spermaku keluar memancar dengan dahsyatnya, memenuhi lorong birahi milik Bu Aniez, diiringi dengan rasa nikmat luar biasa.

“Ahh….uh…ehh..”suara erangan kami bersahut-sahutan.

Nafas kami berdua terengah-engah saling memburu, kejar-kejaran. Betapa nikmatnya perempuan ini walau lebih tua dari saya, tapi dahsyat sekali. Bu Aniez sangat mempesona. Saya memang pernah mengeluarkan sperma dengan cara onani atau mimpi basah, tapi kali ini mani-ku yang memancar dan masuk ke vagina seorang perempuan, ternyata membawa kenikmatan luar biasa dan baru kali ini aku rasakan, dengan dorongan yang menghentak-hentak hebat, apalagi dengan Bu Aniez, seorang perempuan yang aku kagumi kecantikannya. Seolah-olah ujung rambutku ikut merasakan kenikmatan ini. Dahsyat dan menghebohkan!

Setelah beberapa menit aku terkapar lemas di atas tubuh wanita si kaki belalang itu (ini istilahku; kakinya indah sekali kayak kaki belalang), lalu melihat jam di dinding menunjuk pukul 09.16. Astaga, berarti aku bermain sudah satu jam lebih. Lalu aku mencabut penisku, dan segera ke kamar mandi diikuti Bu Aniez, sambil mencium pipiku.

“Terima kasih ya Fan” katanya sambil menciumku

“Sama-sama Bu..” kami kembali berciuman.

Aku berpakaian kembali, kemudian segera keluar rumah, karena takut kalau-kalau Parmi dan Rida pulang.

Sore harinya ada kuliah di kampus, selama mengikuti kuliah aku tidak concern pada dosen. Aku selalu teringat pagi itu, betapa peristiwa yang menyenangkan itu berlangsung begitu mulus, semulus paha Bu Aniez. Padahal hari-hari sebelumnya, mendapat senyumannya dan melihat wajahnya yang cantik, aku sudah senang. Tadi kini aku telah merasakan semuanya! Sebuah pengalaman yang benar-benar baru sekaligus negasyikkan. Lalu aku nulis sms.

“Gimana Bu Aniez, lanjutkan?” teks SMSku

“Kapan, …Yang….?” jawabnya

Lalu kami sepakat malam ini dilanjutkan. Mama dan papaku pergi keluar rumah pukul 19.00 ada acara di kantor papa. Sebelum berangkat, saya pamit mama dan aku beralasan pada mama untuk mengerjakan tugas di rumah teman.

“Mungkin, kalau kemalaman saya tidur di sana Ma” kataku pada mama.

Semula mama keberatan, tapi akhirnya mengijinkan.

Aku sudah tidak sabaran, kepingin rasanya ke rumah sebelah. Tapi Bu Aniez bilang kalau datang nanti setelah Rida dan Parmi tidur. Rasanya menunggu kayak setahun.

Sekitar pukul sembilan malam ada sms masuk dari Bu Aniez

“Mrka dah tdr, kemarilah…”

“Aku berangkat, Mi” kataku pada pembantuku, tahunya aku ke rumah teman.

“Nggak pakai motor Mas..?” tanya Mimi

“Dijemput temanku diujung jalan” kataku

Malam itu gerimis, aku berangkat ke rumah sebelah, tapi jalanku melingkar lingkungan dulu untuk kamuflase, agar Mimi tidak curiga.

Setelah mengambil jalan melingkar, aku langsung masuk rumah dan disambut Bu Aniez dan langsung masuk kamar. Nyonya rumah mengunci pintu, mematikan lampu tengah dan masuk kamar. Rida tidur di kamar sebelah, sedang Parmi tidur di kamar belakang dekat dapur dan akses ke ruang utama di kunci juga. Sehingga cukup aman.

Lampu meja kamar masih menyala redup, Bu Aniez masuk kamar dan mengunci pintu dengan hati-hati. Dia mengembangkan tangannya dan kami berpelukan kembali. Seperti sepasang kekasih yang sudah lama tidak ketemu. Kami mulai bermain cinta, kucium bibir indah perempuan ini, kamipun mulai hanyut dalam arus birahi. Malam itu ia memakai gaun tidur katun dominasi warna putih berbunga, kubuka kancingnya dan kelepas dengan gemetaran. Beha dan cedenya warna putih dan indah sekali. Diapun mulai membuka kaos lalu celana panjang yang kupakai, kami kembali berpelukan, bercumbu saling beradu lidah dan setiap inci kulit mulusnya kuciumi dengan lembutnya.

“Kamu tak usah keburu-Buru, waktu kita panjang” katanya

“Ya, Bu tadi pagi saya takut ketahuan…maka buru-buru.” kataku sambil membuka kait behanya, (agak lama karena belum tahu caranya) dan menarik pita yang melingkar di kedua bahunya.

Lalu aku menciumi payudaranya wajahku kubenamkan di sela-selanya, sambil mengedot punting susunya bergantian kiri kanan. Saya suka sekali memainkan benda kembar milik Bu Aniez ini. Perempuan cantik itu mulai mendesah lembut. Lalu kutarik cedenye ke bawah melalui kakinya dan diapun menarik juga cedeku, kami saling tarik dan akhirnya kami tanpa busana seperti pagi tadi pagi.

Kami berdua mulai mendaki gunung birahi, bergandengan tangan bahkan berpelukan menaiki awan-awan nafsu dan birahi yang makin membara. Nafas desah dan leguhan beriring-iringan dengan derai hujan di luar rumah. Kucoba memainkan seperti di bf yang pernah aku lihat. Pahanya kubuka lebar-lebar aku mempermainkan Vnya dengan jemariku, bibir, klitoris, serta lobangnya berwarna merah jambu menggairahkan. Sesekali kumasukkan jariku dilobang itu dan menari-nari di sana.

Lalu tak ketinggalan lidahku ikut menari di klitorisnya dan mengedot-edot. Kuperlakukan demikian perempuan matang-dewasa itu bergelincangan sejadi-jadinya. Bu Aniez pun tidak kalah dahsyatnya dia mengedot penisku penuh nafsu. Lidahnya menari-nari pada kepala Mr P-ku, berputar-putar dan kemudian diemut, diedot habis-habisan, nikmat sekali. Kami saling memberi kenikmatan, saya sampai kelimpungan.

“Ayoo…masukkan Fan…, aku tak tahan….” bisiknya terengah-engah, setelah beberapa menit mengedot.

Saya mulai memasukkan kelelakianku ke dalam lubang kewanitaannya, memompa sepuas-puasnya. Kami berdua benar-benar menikmati malam itu dan ber-seks-ria yang mengasyikkan bersama si tubuh indah putih itu, dengan bentuk pinggul yang menggetarkan itu.

Pendakian demi pendakian ke puncak kenikmatan kami lalui berdua yang selalu diakhiri kepuasan tiada tara, dengan menghela nafas panjang, nafas kepuasan. Kami terkapar bersama, di atas ranjang. Kami saling mengusap, dan mencium lembut, setelah selakangannya ku bersihkan dengan tisu dari spermaku yang tumpah keluar vaginanya. Kami berbaring berpelukan, masih telanjang, kaki kananku masuk di antara pahanya, sementara paha kirinya kujepit di antara pahaku. Kaki kami saling berlilitan.

“Fan, sementara aku sendirian….dan kamu ‘belum terpakai…’ kita bisa main kayak gini ya…” katanya sambil mengusap-usap dadaku, setelah keletihan sirna.

“Ya Bu, saya juga suka kok, bisa belajar sama bu Aniez…” kataku yang disambut dengan kecupan dipipiku.

“Aku jadi ingat Fan, ketika kamu sunat dulu, saya baru saja menempati rumah ini. Ingat nggak?” katanya sambil menimang-nimang tititku.

“Ingat Bu, waktu itu Bu Aniez manten baru ya… Dan ternyata Bu Aniez yang pakai pertama kali senjataku ini….” jawabku dan dia mengangguk mengiyakan jawabanku sambil tersenyum lebar.

Malam semakin pekat dan dingin, namun api cumbuan semakin membara. Berbagai gaya telah diperkenalkan oleh Bu Aniez, mulai dari gaya konvensional, 69, dogie sytle, sampai gaya lainnya yang membawa sensasi demi sensasi. Beberapa puncak kenikmatan telah kuraih bersama Bu Aniez. Sayang sekali saya lupa sampai berapa kali aku mencapai puncak kenikmatan. Entah sampai berapa kali aku menaiki Bu Aniez, malam itu? Kulihat Bu Aniez tidur pulas setelah melakukan beberapa kali pendakian berahi yang melelahkan, sampai tak sempat berpakaian kembali. Terngiang olehku sesekali bisikannya setelah tenaganya pulih kembali:

“Lagi yukk Fan…” kemudian kamipun memulai lagi.

Pagi telah tiba, dengan pelan aku membuka mata, namun tidak membuat gerakan dan menggeser posisiku pagi itu. Saya terjaga masih berpelukan dengan Bu Aniez dan aku yang hanya berselimut. Sambil kulihat sekitar kamar, pakaianku bercampur dengan pakaian Bu Aniez berantakan di lantai kamar. Wanita cantik itu tersentak ketika melihat jam dinding menunjukkan pukul 05.05, rencananya aku akan pulang subuh tadi, sebelum Parmi bangun, tapi kami keenakan kelonan, tertidur, kesiangan. Apalagi semalaman hampir tidak tidur, mengarungi samudra raya kenikmatan bersama Ibu ayu ini. Lalu aku bertahan, di dalam kamar sampai Parmi mengantar Rida berangkat sekolah.

Setelah Parmi pergi bersama Rida, aku bersiap pulang tapi sebelumnya kami mandi bersama. Lagi-lagi nafsu menyala-nyala kembali, lalu aku bergulat lagi dengan Bu Aniez, sampai kepuasan itu datang lagi. Aku baru pulang, sekitar pukul 07.30 dan Bu Aniez berangkat kerja dan menitipkan kunci rumah ke saya seperti biasanya dan nanti diambil Parmi.

Langkah hubungan ini masih berjalan dengan manisnya, tanpa hambatan berarti. Hambatannya hanya, bila di rumahnya situasi tidak memungkinkan, karena ada orang lain atau suaminya di rumah. Lima tahun sudah aku berjalan dalam lorong-lorong kenikmatan yang menyenangkan bersama Bu Aniez. Kalau tidak di rumah, di rumahku juga pernah dan sesekali kami lakukan di hotel, bila kondisi rumah tidak memungkinkan. Di rumah biasanya pagi hari menjelang Bu Aniez berangkat ke kantor, sementara dan Rida dan Parmi ke sekolah.

Seperti pagi itu aku dapati dia siap berangkat ke kantor, sudah pakai bleser dan celana coklat muda dan kerudung coklat motif Bunga, pakaian seragam kerja. Aku masuk ke rumahnya, langsung berpelukan dan berciuman mesra. Serta merta aku membuka kancing dan membuka celana panjang dan cedenya dengan cepat.

“Kok tidak tadi… Saya mau berangkat nih…?

“Tadi bantu mama dulu. Sebentar aja kok Bu, kita sudah dua minggu tidak main” bisikku.

Dia tidak mau di bad, karena sudah pakaian rapi, nanti pakaiannya kusut, berantakan. Hanya dengan gaya doggie style, dia menunduk, tangannya berpegangan pada bibir meja. Lalu saya masukkan tititku dari belakang. Sudah beberapa menit, menembak tapi saya belum sampai puncak.

“Saya capek Fan, gini… aja….” katanya terengah-engah sambil berdiri dan tititku tercabut.

Kemudian perempuan yang masih menggunakan bleser dan kerudung itu duduk di meja, kedua tangannya ke belakang menompang tubuhnya. Sedangkan kedua kakinya diangkat dan ditaruh di atas kedua lenganku, sehingga tempiknya (Vnya), tampak merah merekah menantang. Lalu aku segera memasukkan kembali tititku pada lobang kehormatannya itu.

“Cepetan keluarkan Fan, terlambat aku nanti….” katanya lirih.

“Ya Bu” kataku sambil mulai menggenjot kembali.

Kegiatan ini seperti gerak hidrolis, keluar-masuk, namun nikmatnya luar biasa. Sampai beberapa menit kemudian aku keluarkan dengan tenaga hentakan kuat dan ditandai pancaran spermaku keluar kencang dengan kenikmatan dahsyat pula. Bu Aniez juga mengerang panjang bersaut-sautan, sambil memeluk aku erat sekali dan mencium bibir, kakinya ditautkan pada pinggangku.

Beberapa menit kemudian selesai, saya mengeluarkan sperma dengan semprotan yang tidak kalah dahsyatnya dari waktu-waktu sebelumnya, mengantar kepada kepuasan, walau terkesan tergesa-gesa. Setelah membersihkan diri, perempuan tinggi semampai itu bergegas memakai celananya kembali. Kemudian aku mencium keningnya lalu dia berangkat ke kantor. Pagi itu rasanya nikmat sekali seperti hari-hari sebelumnya.

Cerita sex : Pengalaman Sex Dengan Therapist Spa

Rasanya saya tidak bosan-bosannya menikmati hubungan ini bersama Bu Aniez. Makanya banyak orang yang suka main beginian, tua muda semuanya, seperti yang sering kita baca dan lihat di media. Kini Bu Aniez bertambah anak, Refa namanya yang berumur empat tahun, mungkin saja dia itu hasil benihku. Sementara lakon itu kini masih berlangsung.-

#Pengalaman #Sex #Dengan #Aniez

Petualangan Sex Dengan Penjual Nasi Bahenol Terbaru Malam Ini

Petualangan Sex Dengan Penjual Nasi Bahenol

Sebelumnya aku perkenalkan diri, namaku Septian (samaran), 21 tahun, tinggi 171 cm, berat yang ideal. Aku tergolong cowok yang cakep dan banyak sekali yang naksir aku, tapi yah.. gimana ya! aku punya penis yang cukup besar untuk bisa bikin cewek klepek-klepek dan tidak tahan untuk beberapa kali orgasme.

Kepala batang kemaluan yang besar dan ditumbuhi rambut yang cukup rapi, rata dan tidak gondrong karena nanti bisa mengganggu cewek untuk “karaoke”. Aku mempunyai daya sex yang tinggi sekali. Aku bisa melakukan onani sampai 3 – 4 kali. Hobiku nonton bokep, sehingga aku cukup mahir dalam gaya-gaya yang bisa buat cewek kelaparan sex. Setelah nonton film bokep aku tidak lupa untuk onani.

Kisah ini berawal dari membeli nasi kuning di pagi hari. Seperti biasa tiap pagi perutku tidak bisa diajak kompromi untuk berunding tentang masalah makan, langsung saja setelah merapikan diri (belum mandi nih) langsung mencari makanan untuk mengganjal perut yang “ngomel” ini. Setelah beberapa lama putar-putar dengan motor, aku ketemu dengan seorang cewek yang menjual nasi kuning yang laris sekali. Setelah kuparkir di samping tempat jualannya itu, lalu aku ngantri untuk mendapat giliran nasi kuning. Aku kagum sekali dengan penjual nasi kuning ini.

Kuketahui namanya Naina, umurnya kira-kira 25 tahun dan dia memiliki wajah yang natural sekali dan cantik, apalagi dia kelihatan baru mandi kelihatan dari rambut yang belum kering penuh. Dia tingginya 165 cm dan berat yang ideal (langsing dan seksi) dengan rambut yang pendek sebahu. Dia memiliki susu yang cukupan (34), cukup bisa untuk dikulum dan dijilat kok!

Waktu itu Naina memakai kaos oblong yang agak longgar dan celana batik komprang. Aku mengambil posisi di sampingnya, tepatnya di tempat pengambilan bungkus nasi kuning yang letaknya agak ke bawah. Dari posisi itu aku dengan leluasa melihat bentuk susu Naina yang dibungkus kaos dan BH, walaupun tidak begitu besar aku suka sekali dengan susunya yang masih tegak dan padat berisi.

Sesekali aku membayangkan kalau memegang susu Naina dari belakang dan meremas-remas serta sesekali memelintir-lintir puting susunya dengan erangan nafsu yang binal, wouw, asik tenan dan ee.. penisku kok jadi tegang! Saat Naina mengambil bungkusan nasi kuning di depanku, aku bisa melihat dengan jelas susu Naina yang terbungkus BH, putih, mulus dan tegak, nek! Aku semakin menegakkan posisi berdiriku untuk lebih bisa leluasa melihat susu Naina yang mulus itu. Weoe.. ini baru susu perawan yang kucari, padet dan putih serta masih tegak lagi..

Ya.. andaikan..! kata hati berharap besar untuk mencoba vagina dan susu untuk dijilati, pasti dia suka dan menggeliat deh. Setelah beberapa menit kemudian, pembeli sudah tidak ada lagi tinggal aku sebagai pembeli yang terakhir. “Mau beli nasi kuning, Mas?” sapanya mengambil bungkus nasi di depanku, aku tidak langsung jawab karena asik sekali melihat susu Naina menggelantung itu.

“E.. Mas jadi beli nggak sih..” Sapa Naina agak ketus. 

“Oh.. ya Mbak, 1 saja ya.. sambel tambah deh..” sambil gelagapan kubalas sapaan Naina. Aku yakin tadi si Naina mengetahui tingkah lakuku yang memandangi terus dadanya yang aduhai itu, oleh karena itu aku sengaja tanya-tanya apa saja yang bisa buat dia lupa dengan kejadian yang tadi.

Dari hasil pembicaraan itu kami saling mengenal satu sama yang lain walaupun sebatas nama dan sekitarnya. Naina ini anak kedua dari tiga bersaudara, dia tidak kuliah lagi karena tuntutan orang tuanya untuk membantu berjualan nasi kuning saja. Aku berniat untuk membantu Naina untuk beres-beres dagangannya, karena aku tahu bahwa aku adalah pembeli terakhir dan nasi kuning sudah habis terjual.“E.. boleh nggak kalau Septian bantuin beres-beres barangnya?” rayuku. 

“Jangan! ngerepotin saja,” sambil malu-malu Naina berkata. 

“Nggak kok, boleh ya..” rayuku.

Sampai beberapa menit aku merayu agar bisa membantu Naina untuk beres-beres dagangannya, akhirnya aku bisa juga. Memang sih, barang-barang untuk jualan nasi kuning tidak begitu banyak, jadi hanya perlu satu kali jalan saja. Aku membawa barang yang berat dan Naina yang ringan. Setelah sesampai di rumahnya, 

“Mas, diletakkan di atas meja saja, sebentar ya.. aku ke kamar mandi sebentar, kalau mau makan nasi kuningnya ambil sendok di dapur sendiri ya..” kata Naina dengan melanjutkan langkahnya ke kamar mandi.

Setelah beberapa menit aku duduk-duduk dan mengamati rumahnya, aku terasa lapar sekali dan berniat untuk mengambil sendok di dapur yang letaknya tidak begitu jauh dari kamar mandi Naina. Sesampainya di dapur, terdengar Naina suara pintu dari kamar mandi, eh ternyata Naina barusan saja masuk ke kamar mandi dan kesempatan ini aku tidak sia-siakan saja. Aku berjalan pelan-pelan ke depan pintu kamar mandi itu dan jongkok di depan lubang pintu kamar mandi sehingga bisa melihat apa yang ada di dalam sana walaupun memang agak sempit sih. 

Wow.. wow.. aku melihat Naina yang masih berpakaian lengkap dan mulai dia meletakkan handuknya di tempat samping pintu kamar mandi, lalu pelan-pelan dia melepas kaos longgarnya dan terlihatlah susunya yang putih bersih tanpa cacat yang masih terbungkus dengan BH. Dan perlahan-lahan dia melepaskan tali pengikat celana batik yang dipakainya dan menurunkan pelan-pelan dan ah.. terlihat pinggul yang oke sekali putih, dan paha dan betis yang ideal tenan dengan memakai CD yang tengah bawahnya menggelembung seperti bakpaw. Itu pasti vaginanya. Ah.. ayo cepetan buka dong, hati yang tidak sabaran ingin tau sekali isi CD itu. Dan akhirnya dia melepaskan ikatan BH dan.. berbandullah susu Naina yang merangsang batang kemaluanku untuk tegang (puting yang coklat kemerahan yang cukup besar untuk dipelintir deh.. ah) dan sialnya, Naina meletakkan BH-nya pas di lubang pintu sehingga pandanganku terhalang dengan BH Naina.

Ya.. asem tenan, masak susunya udah ditutup, aku kecewa sekali dan aku kembali duduk di teras sambil makan nasi kuning sambil menutup pintu depan rumah Naina.Dan beberapa menit kemudian, Naina keluar dari kamar mandi, Ee.. dia pakai handuk yang dililitkan ke badannya. Handuk yang amat-amat mini sekali deh, panjangnya di dekat pangkal paha, oh.. indah sekali. Dia hanya pakai BH dan CD di dalam handuk, karena terlihat di pantatnya yang padat itu terawah CD-nya dan tali BH yang ada di bahunya.

“Ee.. Mas Septian kenapa kok bengong?” 

“Oo.. e.. o.. tidak.. kok ini pedas,” sambil melanjutkan makannya. 

“Ya.. ambil saja minum di belakang, aku mau ganti dulu,” saut Naina sambil melangkah ke kamarnya yang letaknya di sampingku dan dia menutupnya tidak penuh. 2 menit kemudian, “Mas Septian bisa bantuin Naina ambilin bedak di kamar mandi, nggak?” 

“Ya.. sebentar!” aku langsung menuju ke kamar mandi dan mengambil bedak yang dia maksudkan. 

“Ini bedaknya,” aku masih di luar pintu kamar Naina.

“Masuk saja Mas tidak dikunci kok,” saut Naina. Setelah aku membuka pintu dan masuk ke kamar Naina, terlihat Naina sedang di depan seperti sambil duduk dan dia tetap pakai handuk yang dia pakai tadi sambil menyisir rambut basahnya itu, sambil mendekat. 

“Ini Mbak bedaknya,” sambil menyodorkan bedak ke arah Naina. 

“E.. bisa minta bantuan nggak!” sambil membalikkan muka ke arahku. 

“Apa tuh..” 

“Bantuin aku untuk meratakan bedak di punggungku dong, aku kan tidak bisa meratakan sendiri,” kata Naina menerangkan permintaannya. 

“Apa? meratakan ke tubuh Mbak, apa tidak..” basa basiku.

Sebelum kata itu berakhir, “Takut ketahuan ortuku ya.. atau orang lain, ortu lagi pergi dan kalau malu ya tutup saja pintu itu,” kata Naina. Aku melangkah ke arah pintu kamar Naina dan menutup pintu itu dan tidak lupa aku menguncinya, setelah itu aku balik ke arah Mbak Naina dan woow.. wowo.. wow.. woow.. dia sudah terkurap di atas ranjang dengan handuk yang tidak dililitkan lagi, hanya sebagai penutup bagian tubuh belakang saja.

Petualangan Sex Dengan Penjual Nasi Bahenol

Dan aku menuju pinggir ranjang di samping Naina. 

“Udah, mulai meratakan saja, e.. yang rata lho..!” sambil menoleh ke belakang dan mengangkat kepalanya ke atas bantal. Aku mulai dari punggung atas mulus Naina, aku taburkan dulu bedak di sekeliling punggung atas Naina dan meratakan dengan tanganku. Ayy.. mulus sekali ini punggung, batang kemaluanku mulai tegang tapi aku tahan jangan sampai ketahuan deh. Meratakan dari atas punggung, ke samping kiri dan kanan, aku sengaja sambil mengelus-elus lembut, punggung Naina dan terdengar sayup-sayup nafas Naina yang panjang.

Aku mulai menurunkan tanganku untuk meratakan ke bagian punggung bagian tengah yang masih tertutup oleh handuk. “Mas Septian, kalau handuknya menghalangi ya.. di lepas saja,” kata Naina sambil metutup matanya. 

“Ya.. boleh,” hati berdebar ingin tahu apa yang ada di dalam sana. Aku mulai menyingkap handuk dan ah.. wowowo terlihatlah punggung Naina dan pantat yang tegak putih terlihat bebas, batang kemaluanku tambah tegang saja melihat pemandangan yang begitu indahnya, kulit Naina memang sangat mulus tanpa cacat sama sekali. Aku mulai menaburkan bedak di atas punggung Naina sampai di atas pantat Naina yang masih tertutup oleh CD, setelah menaburkan bedak aku mulai meratakan dengan kedua tanganku ini. Ah.. aku juga bisa menikmati tubuh Naina yang belakang dengan meraba-raba dan mengelus-elus dengan lembut, aku sengaja tidak membuka kaitan BH-nya ya.. biar dia yang minta saja dibukakan.

Sambil menyenggol-nyenggol kaitan BH Naina agar Naina merasa aku kehalangan dengan kaitan BH-nya itu dan.. “Mas, kaitan BH-nya dicopot saja biar bisa meratakan bedak dengan leluasa,” kata Naina yang masih menutupkan matanya, mungkin agar bisa menikmati rabaan dan elusan tanganku ini. Setelah kaitan BH aku buka dan BHnya masih tidak terlepas dari kedua tangan Naina (hanya kaitan BH yang lepas) terlihat olehku tonjolan susu Naina dari pinggir badannya yang mulus itu.

Aku pelan-pelan melanjutkan meratan bedak lagi dan sedikit-sedikit turun ke samping badan Naina yang dekat dengan tonjolan susu Naina itu, dengan pelan-pelan aku meraba-raba dengan alasan meratakan bedak. Oh.. kental dan empuk, man! Saat itu juga Naina menarik nafas panjang dan “Sesstsst eh..” sambil menggigit bibir bawahnya. Aku tahu kalau ia sudah terangsang dan aku teruskan untuk meraba dan meremas sedikit tonjolan susu Naina yang ada di samping badannya itu walaupun puting susunya belum kelihatan, nafas dan erangan lembut masih terdengar walaupun Naina berusaha menyembunyikannya dariku.

Aku tidak mau cepat-cepat. Aku melanjutkan meratakan di pinggang Naina, saat aku mengelus-elus di bagian kedua pinggangnya dia mengerang agak keras, “Ssts seestt.. ah.. geli Mas jangan di situ ah.. geli yang lain saja,” kata Naina sambil menutup mata dan menggigit bibir bawahnya yang seksi itu. Aku mulai menaburkan bedak ke kedua kaki Naina sampai telapak kakinya juga aku beri bedak, selangkangan Naina masih tertutup rapat otomatis aku tidak bisa melihat ke bagian tonjolan vagina yang masih tertutup oleh CD itu.

Aku harus bisa bagaimana cara untuk membuka selangkangan ini biar tidak kelihatan, aku sengaja ingin mencicipi vagina Naina, akalku terus berputar. Aku mulai meratakan dari pangkal paha Naina, aku mengelus-elus dari atas dan ke bawah berulang kali sambil sedikit-sedikit berusaha melebarkan selangkangan Naina yang masih rapat itu dan lama-lama berhasil juga aku melebarkan selangkangan Naina dan terlihatlah CD Naina yang sudah basah di bagian vaginanya dan Naina sudah mulai terangsang berat, terlihat dari erangan yang makin lama makin keras saja.

Aku mulai mengelus-elus di bagian paha atas yang dekat dengan pantat Naina masih terbungkus rapi CD-nya. Pelan-pelan aku menyentuhkan ibu jariku di bagian yang basah di CD Naina sambil pura-pura meratakan bedak di bagian dekat pangkal paha. Tersentuh olehku bagian basah CD Naina dan.. “Ah.. sstt stt.. ah.. eh.. sestt..” Naina makin menggigit bibir bawah dan mengangkat pantatnya sedikit ke atas tapi dia diam saja tidak melarangku untuk melakukan itu semua. Aku mulai memberanikan diri dan sekarang aku tidak segan-segan dengan sengaja memegang CD yang basah itu dengan ibu jariku.

Aku terus memutar-mutarkan ibu jariku di permukaan vagina Naina yang masih tertutup oleh CD-nya itu, aku tekan dan putar dan gesek-gesek dan makin lama makin cepat gesekan dan tekanan ibu jariku ini. “Ah.. oh ye.. sstt ah.. terus.. jang.. an berhenti Sep.. oh.. ye..” Naina mulai terangsang berat dan tidak segan-segan mengeluarkan erangan yang keras. “Ya.. tekan yang keras.. Sep.. oh.. ye.. buka.. CD-nya Sep.. please..” permintaan Naina yang masih menutup matanya, sengaja aku tidak mau membuka CD-nya biar dia tersiksa dengan rabaan dan elusan nikmat ibu jari di permukaan vaginanya yang masih tertutup oleh CD-nya itu. “Ah.. Sep.. aku.. oh..”

Naina menggeliat dan pantatnya naik-turun tidak beraturan ke kanan dan ke kiri dan aku mengerti kalau ini tanda ia mau orgasme pertama kalinya dan sengaja aku berhenti dan.. “Mbak Naina sekarang berbalik deh..” aku memotong orgasmenya dan dia berhenti menggeliat dan orgasmenya tertunda dengan perkataanku tadi dan sekarang dia berbalik, terlihat wajahnya mencerminkan kekecewaan yang sangat dalam atas tertundanya kenikmatan orgasme yang pertama kali untuk dia. Setelah badan Naina dibalikkan terlihat susu Naina yang putih itu walaupun masih tertutup secara tidak sempurna oleh BH yang kaitannya sudah terlepas.

Belahan susu Naina terlihat sebagian permukaan susu terlihat tapi putingnya masih tersembunyi di BH. Dan CD yang sudah amat basah dan selangkangan Naina sudah dilebarkannya sendiri sehingga bisa melihat CD yang amat basah itu. Aku mulai menaburkan bedak di atas tubuh Naina tapi sedikit sekali. Aku mulai meraba di bagian leher Naina dengan masih menggigit bibir bawahnya dan mata tertutup rapat dan perlahan-lahan turun di dekat bongkahan dada yang aduhai itu dengan sedikit menyenggol-nyenggol BH-nya dan ternyata dia mengerti maksudku dan.. “Sep, lepas saja semua apa yang ada di tubuhku please, cepet Sep!” kata Naina yang masih menutup mata yang tidak sabaran untuk bercinta denganku karena sudah terangsang berat sekali, apalagi tertundanya orgasme pertamanya.

Lalu aku pelan-pelan masukkan jari-jariku ke BH Naina, dia semakin mengerang keenakan, “Ssstss ah.. ye.. teruss..” kepal Naina ke kanan dan ke kiri apalagi ketika aku memegang puting susunya dan aku segera membuka BH Naina yang dari tadi tidak tahan rasanya aku mau lihat susu mulus Naina. Tuing.. tuing.. susu Naina kelihatan jelas di depan wajahku, pelan-pelan aku mulai meraba sekeliling permukaan dada Naina.“Ah.. ya.. Sep.. tengahnya Sep.. Sep.. ya.. oh.. te.. rus..” Naina memohon sambil menggigit bibir bawah Naina, aku langsung menjilat ujung puting Naina dengan ujung lidahku dengan sangat pelan-pelan sekali. “Ah.. scrut..” aku mencoba rasa puting Naina, aku putar-putar ujung lidahku di atas puting Naina dan di belahan susunya, dia menggeliat sambil mengangkat menurunkan dadanya sehingga menempel penuh di wajahku.

Kuremas dan tekan susu Naina dengan kedua tanganku, lalu aku pelan-pelan turun ke pusar dengan tetap ujung lidahku bermain di atas perut Naina. “Ah.. sstt ah.. oh.. ye.. terus Sep.. ke bawah i.. ya..” aku rasa Naina sudah tidak sabar lagi, tangan Naina mulai memegang batang kemaluanku yang masih di dalam celana, dia meremas-remas dan mengelus-elus. Tangan kananku meraba CD Naina dan aku berusaha membuka CD-nya dan Naina membantuku dengan mengangkat pantatnya dan wow.. wow.. vaginanya basah sekali akibat rangsanganku tadi. Vagina Naina dengan bibir yang tipis dan di pinggir vagina tidak ada rambut tapi di atas vaginanya tumbuh rambut yang tipis rapi dengan bentuk segitiga yang pernah kulihat di BF.

Aku langsung memainkan klitoris vagina Naina dengan ibu jariku. “Ah.. oh.. ya.. sstt terus.. cepat dong.. oh.. ya..” sambil mengangkat pantat dan menggerakkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri. Aku mulai memasukkan jari telunjuk ke dalam lubang vaginanya, dan aku terus mengocok lubang itu dengan pelan-pelan dan lama kelamaan kocokanku percepat dan tangan satunya memperlebar bibir vagina Naina dan lidahku memainkan k;itorisnya. “Ah.. ya.. ye.. terus.. jangan.. ber.. henti.. da.. lam..” katanya sambil patah-patah, dan 3 menit kemudian gerakannya semakin liar mengangkat pantat dan meremas keras-keras batang kemaluanku, aku mempercepat kocokan jariku di vaginanya. “Ah.. Sep.. aku.. tidak ta.. han.. ce.. petin.. ah.. sstt.. a.. ku kelu..” dia mengejang, beberaoa detik lamanya dan.. “Cur.. cur..” keluarlah cairan kental putih kenikmatan dari vagina Naina dan dia lemas di ranjang akibat orgasme yang hebat. Aku lalu menarik jariku dari dalam lubang vagina Naina dan menempel cairan kental itu, aku lalu berdiri di samping ranjang dan melepas seluruh pakaianku kecuali CD-ku.

Sambil berdiri di samping ranjang Naina, aku melihat batang kemaluanku sudah berdiri dan sedikit-sedikit aku mengocok-ngocok batang kemaluanku dari luar CD agar tetap dalam keadaan ready. Lalu aku duduk di samping Naina yang masih tergeletak lemas dengan meremas-remas susunya dan melintir-lintir putingnya agar dia terangsang lagi dan tangan satunya mengocok-ngocok pelan batang kemaluanku.

“Mbak Naina hebat deh..” sambil membisikkan dekat di telinganya. 

“Ah.. nggak.. kocokan kamu yang membuat aku terbang,” Naina terbangun dari kelemasannya. “Itu masih tanganku, gimana kalau batang kemaluanku yang mengaduk-aduk vagina Mbak?” sautku sambil tetap melintir-lintir puting susu Naina. 

“Sstt ah.. boleh.. cepet ya.. aku tidak tahan nih.. ah.. ye,” kata Naina sambil menahan rangsangan pelintiran puting dari tanganku. Lalu aku melebarkan selakanganku di depan Naina dan pelan-pelan Naina mengelus-elus dan mengocok dari luar CD dan dia tidak sabaran langsung dicopot CD-ku dan tuing.. tuing.. batang kemaluanku “ngeper” dan berdiri tegak di depan muka Naina.

“Wow.. batang kemaluan kamu besar sekali.. kamu rawat ya..” kata Naina sambil mengocok pelan-pelan batang kemaluanku. 

“Iya.. Mbak biar tetap ready untuk Mbak Naina,” kataku sambil tetap melintir puting susu Naina yang menggelantung karena dia dalam posisi nungging. Naina langsung memasukkan batang kemaluanku ke mulutnya, dia kulum batang kemaluanku dan jilati sampai rata, 

“Ah.. ya.. sstt ah..” erangku sambil meremas-remas susu Naina, tidak hanya batang kemaluanku yang ditelan oleh Naina, kedua “telur”-ku pun dilahapnya, “Plok.. plok..” bunyi sedotan mulut Naina di kedua “telur”-ku dan dilepas dan mulai mengocok-ngocok batang kemaluanku dengan mulutnya lagi. Jilatan, gigitan dan sedotan mulut Naina memang membuatku terbang, “Ah.. kamu memang hebat, ah.. ses.. ah.. ye..” pujiku ke Naina yang terus mengocok batang kemaluanku dengan mulut binalnya itu.

5 menit bermain dengan mulut Naina, batang kemaluanku sudah tidak sabaran menerobos masuk vagina Naina yang merah merekah itu. Lalu aku berbaring terlentang di ranjang Naina dan Naina duduk di atas badanku, ternyata Naina mengerti apa mauku, dia langsung memegang batang kemaluanku dan didekatkan ke vaginanya. Naina tidak langsung memasukan batang kemaluanku ke vaginanya tapi digesek-gesekkan dahulu di permukaan vaginanya dan selanjutnya. “Bless.. sleep!” masuklah batang kemaluanku ke vagina Naina yang sudah penuh dengan lendir kenikmatan Naina.

Naina mulai menaikkan pinggul dan menurunkannya kembali dengan pelan-pelan, “Aah.. batang kemaluanmu mantep.. Sep.. ah.. ye.. dorong.. Sep yang dalam.. ya!” erang Naina sambil berpegangan dengan dadaku. 

“Oph.. ya.. vagina kamu top.. Ning.. goyang.. te.. rus.. oh.. ye..” kata-kataku patah-patah karena kenikmatan tiada tara dari dinding vagina Naina yang meremas-remas batang kemaluanku, dan sambil meremas-remas susu Naina yang “ngeper” naik turun akibat goyangannya.

Lama kelamaan goyangan Naina semakin cepat dan binal, “Ah.. ye.. kon.. tol.. kamu.. do.. rong.. Sep.. sstt ah.. ye.. oh.. ye..” erang Naina yang sudah tidak karuan goyangannya. Lalu aku pun mengimbangi goyangan Naina, aku pegang pinggulnya dan aku mengocok dengan cepat vagina Naina dengan batang kemaluanku dari bawah. “Plek.. plek.. plek.. plek..” suara benturan pantat mulus Naina dengan permukaan pinggulku. 

“Oh.. ya.. goyangan.. hebat..” kataku sambil mempercepat kocokan batang kemaluanku di vagina Naina dan sepuluh menit kemudian tubuh Naina menggeliat dan mulai menegang, Naina sedang dalam ambang orgasme yang kedua.

“Ah.. Sep.. aku.. ti.. tidak.. tah.. aku.. sstt ah.. ya.. ke.. luar.. ah..” kata Naina sambil menempelkan badannya ke badanku dan dia semakin mempercepat gerakan pinggulnya untukmengocok batang kemaluanku dan aku membantunya dengan mengangkat sedikit pantatnya dan mengocok dengan kecepatan penuh.

“Ah.. aku.. tidak kuat.. lagi Sep.. aku mau.. ke.. luar.. ah.. sesstt.. ah..” dan akhirnya, “Ser.. ser..” terasa semprotan cairan hangat di ujung batang kemaluanku yang masih di dalam vagina Naina, tubuh Naina lemas dan aku belum orgasme dan aku ingin menuntaskannya. “Mbak aku belum keluar, tuh batang kemaluannya masih berdiri, bantuin ya.. keluarin spermanya!” aku bisikkan di telinga Naina yang masih lemas itu. 

“Kamu memang kuat sekali Sep.. masak kamu belum keluar juga,” kata Naina bangkit dari lemasnya sambil mengocok pelan-pelan batang kemaluanku yang masih tegang dari tadi.

“Ya.. sedikit lagi nih.. nanggung kalau dibiarkan, entar bisa pusing,” sambil meremas-remas susu Naina. “Ya.. udah gimana lagi nih.. vaginaku masih kuat kok menahan kocokan batang kemaluanmu yang nakal itu,” sambil melepaskan kocokan tangannya di batang kemaluanku aku menyuruh Naina untuk nungging dan terlihatlah dengan jelas lubang dan vagina Naina yang amat basah dan merahitu. Aku mulai mencium pantat Naina yang semok itu, aku raba-raba di sekitar lubang anusnya dan aku jilati lubang anus Naina, ternyata dia mengerang keasyikan dan tanganku menggesek-gesek vagina Naina dan memasukan jari ke vaginanya.

“Aah.. stt sstt ya.. Sep.. dimasukkan saja.. a.. aku tidak.. sabar.. manna kontolmu.. ma.. sukin cepat!” Naina tidak sabar sekali dengan kocokan batang kemaluanku. Aku mengarahkan batang kemaluanku ke vagina Naina dan aku memperlebar selangkangan Naina agar lebih leluasa untuk kocokan batang kemaluanku dan sedikit tekanan, “Bleess.. slleep..” batang kemaluanku langsung masuk ke lubang kenikmatan Naina dengan diiringi dengan erangan Naina menerima batang kemaluanku masuk. 

“Ah.. ye.. goyang.. Sep.. sstt..” Aku langsung mengocok vagina Naina dengan tempo yang sedang. 

“Auggh.. hem.. ye.. te.. rus.. cepat.. ah.. hm..” Naina pun ikut menggoyangkan pantatnya maju-mundur untuk mengimbangi kocokan batang kemaluanku, lalu aku tidak sabaran dan mempercepat kocokan batang kemaluanku. 

“Ya.. ya.. ya.. te.. rus.. ah.. ya.. da.. lam.. Sep.. aku.. ke.. luar..

” Naina menggeliat tanda dia mau orgasme yang ketiga kalinya. “Ta.. han.. Naiii.. aku juga.. mau.. ye.. ah.. ke.. luar..” aku makin mempercepat dengan memegang pinggul Naina. Beberapa menit, aku terasa mencapai puncak, terasa spermaku kumpul di ujung batang kemaluan dan mau aku semprotkan. 

“Ya.. kit.. a.. ba.. reng.. ya.. aku.. ke.. luar.. ya..” aku tidak kuat lagi menahan desakan sperma yang sudah penuh dan.. 

“Sa.. tu.. Du.. a.. Ti.. g.. crot.. crott ser.. ser..”aku menyemprotkan spermaku di dalam vagina Naina sampai lima semprotan dan Naina jatuh lemas tidak berdaya di atas ranjangnya, aku sedikit mengocok batang kemaluanku dan masih keluar sperma sisa di dalamnya.

“Makasih ya.. Mbak Naina, vagina kamu cengkramannya bagus kok,” bisikku di telingnya. 

“Ah.. kamu bisa saja.. batang kemaluan kamu juga kocokannya hebat.. kapan-kapan aku mau lagi,” saut Naina sambil meraba-raba dadaku. Dan kami tidur bareng saat itu dengan tubuh yang telanjang tanpa apa-apa. Sampai beberapa jam kemudian aku terbangun dari tidurku, dan aku bangun dari tidurku dan melihat Mbak Naina tidak ada di sampingku dan aku keluar dari kamar Naina sambil membawa pakaianku dan aku masih telanjang.

Ternyata Naina mandi dan aku sengaja menunggunya di ruang depan sambil mengocok-ngocok batang kemaluanku agar tegang lagi. Dan beberapa menit Naina keluar dan mendekatiku, “Lho.. kok tidak dipake bajunya, tuh.. batang kemaluan kamu berdiri lagi,” dan Naina duduk di sebelahku dengan pakai belitan handuk saja. “Ya.. Mbak aku mau pulang udah siang nih.. tapi Mbak..” kataku. 

“Apa lagi he..” sambil mengelus-elus pipiku. 

“Keluarin lagi dong, tidak usah dimasukin ya.. oral deh..” rayuku. 

“Ya.. udah.. kamu tenang saja ya..”

Naina langsung jongkok di selakanganku dan melepas handuknya dan dia sekarang bugil. Langsung dia kulum dan jilati dengan buas sekali, hampir aku tidak tahan menerima perlakuan sepeti ini tapi aku berusaha menahan kocokan mulut binal Naina, dan sampailah beberapa menit aku tidak tahan lagi atas perlakuan Naina dan. “Croot.. croot..” semburan spermaku ke wajah, susu dan rambut Naina. 

“Ah.. ya.. terima kasih ya.. Mbak..” lalu aku memakai bajuku dan.. 

“Ya.. kembali, kalau ada waktu datang ya..” kata Naina sambil membersihkan semprotan spermaku di tubuhnya dengan handuk mandinya.

Cerita sex : Nikmatnya Dipuaskan Dua SPG Susu

Lalu aku pamitan untuk pulang. Dan hubungan kami tetap baik, hampir tiap hari aku beli nasi kuning Mbak Naina, kalau memang di rumah sepi aku dan Mbak Naina nge-sex terus, tapi kalau ada orangtuanya mungkin hanya batang kemaluanku di kocok sama tangannya saja. Ya.. gerak cepat tapi puas. Tapi sudah beberapa bulan ini Mbak Naina tidak jualan lagi sehingga nge-sex sama Mbak Naina jadi terganggu. Aku harap ada Mbak mbak yang lain yang lebih binal.

#Petualangan #Sex #Dengan #Penjual #Nasi #Bahenol

Kupuaskan Atasanku Dengan Jilatan Maut Terbaru Malam Ini

Kupuaskan Atasanku Dengan Jilatan Maut 1

Mbak Lina kurang lebih baru 2 minggu bekerja sebagai atasanku sebagai Accounting Manager. Sebagai atasan baru, ia sering memanggilku ke ruang kerjanya untuk menjelaskan overbudget yang terjadi pada bulan sebelumnya, atau untuk menjelaskan laporan mingguan yang kubuat. Aku sendiri sudah termasuk staf senior. Tapi mungkin karena latar belakang pendidikanku tidak cukup mendukung, management memutuskan merekrutnya. Ia berasal dari sebuah perusahaan konsultan keuangan.

Usianya kutaksir sekitar 25 hingga 30 tahun. Sebagai atasan, sebelumnya kupanggil “Bu”, walau usiaku sendiri 10 tahun di atasnya. Tapi atas permintaanya sendiri, seminggu yang lalu, ia mengatakan lebih suka bila di panggil “Mbak”. Sejak saat itu mulai terbina suasana dan hubungan kerja yang hangat, tidak terlalu formal. Terutama karena sikapnya yang ramah. Ia sering langsung menyebut namaku, sesekali bila sedang bersama rekan kerja lainnya, ia menyebut “Pak”.

Dan tanpa kusadari pula, diam-diam aku merasa betah dan nyaman bila memandang wajahnya yang cantik dan lembut menawan. Ia memang menawan karena sepasang bola matanya sewaktu-waktu dapat bernar-binar, atau menatap dengan tajam. Tapi di balik itu semua, ternyata ia suka mendikte. Mungkin karena telah menduduki jabatan yang cukup tinggi dalam usia yang relatif muda, kepercayaan dirinya pun cukup tinggi untuk menyuruh seseorang melaksanakan apa yang diinginkannya.

Mbak Lina selalu berpakaian formal. Ia selalu mengenakan blus dan rok hitam yang agak menggantung sedikit di atas lutut. Bila sedang berada di ruang kerjanya, diam-diam aku pun sering memandang lekukan pinggulnya ketika ia bangkit mengambil file dari rak folder di belakangnya. Walau bagian bawah roknya lebar, tetapi aku dapat melihat pinggul yang samar-samar tercetak dari baliknya. Sangat menarik, tidak besar tetapi jelas bentuknya membongkah, memaksa mata lelaki menerawang untuk mereka-reka keindahannya.

Di dalam ruang kerjanya yang besar, persis di samping meja kerjanya, terdapat seperangkat sofa yang sering dipergunakannya menerima tamu-tamu perusahaan. Sebagai Accounting Manager, tentu selalu ada pembicaraan-pembicaraan ‘privacy’ yang lebih nyaman dilakukan di ruang kerjanya daripada di ruang rapat.

Aku merasa beruntung bila dipanggil Mbak Lina untuk membahas cash flow keuangan di kursi sofa itu. Aku selalu duduk persis di depannya. Dan bila kami terlibat dalam pembicaraan yang cukup serius, ia tidak menyadari roknya yang agak tersingkap. Di situlah keberuntunganku. Aku dapat melirik sebagian kulit paha yang berwarna gading. Kadang-kadang lututnya agak sedikit terbuka sehingga aku berusaha untuk mengintip ujung pahanya. Tapi mataku selalu terbentur dalam kegelapan. Andai saja roknya tersingkap lebih tinggi dan kedua lututnya lebih terbuka, tentu akan dapat kupastikan apakah bulu-bulu halus yang tumbuh di lengannya juga tumbuh di sepanjang paha hingga ke pangkalnya. Bila kedua lututnya rapat kembali, lirikanku berpindah ke betisnya. Betis yang indah dan bersih. Terawat. Ketika aku terlena menatap kakinya, tiba-tiba aku dikejutkan oleh pertanyaan Mbak Lina..

“Jhony, aku merasa bahwa kau sering melirik ke arah betisku. Apakah dugaanku salah?” Aku terdiam sejenak sambil tersenyum untuk menyembunyikan jantungku yang tiba-tiba berdebar.

“Jhony, salahkah dugaanku?”

“Hmm.., ya, benar Mbak,” jawabku mengaku, jujur. Mbak Lina tersenyum sambil menatap mataku.

“Mengapa?”

Aku membisu. Terasa sangat berat menjawab pertanyaan sederhana itu. Tapi ketika menengadah menatap wajahnya, kulihat bola matanya berbinar-binar menunggu jawabanku.

“Saya suka kaki Mbak. Suka betis Mbak. Indah. Dan..,” setelah menarik nafas panjang, kukatakan alasan sebenarnya.

“Saya juga sering menduga-duga, apakah kaki Mbak juga ditumbuhi bulu-bulu.”

“Persis seperti yang kuduga, kau pasti berkata jujur, apa adanya,” kata Mbak Lina sambil sedikit mendorong kursi rodanya.

“Agar kau tidak penasaran menduga-duga, bagaimana kalau kuberi kesempatan memeriksanya sendiri?”

“Sebuah kehormatan besar untukku,” jawabku sambil membungkukan kepala, sengaja sedikit bercanda untuk mencairkan pembicaraan yang kaku itu.

“Kompensasinya apa?”

“Sebagai rasa hormat dan tanda terima kasih, akan kuberikan sebuah ciuman.”

“Bagus, aku suka. Bagian mana yang akan kau cium?”

“Betis yang indah itu!”

“Hanya sebuah ciuman?”

“Seribu kali pun aku bersedia.”

Mbak Lina tersenyum manis dikulum. Ia berusaha manahan tawanya

“Dan aku yang menentukan di bagian mana saja yang harus kau cium, OK?”

“Deal, my lady!”

“I like it!” kata Mbak Lina sambil bangkit dari sofa.

Ia melangkah ke mejanya lalu menarik kursinya hingga ke luar dari kolong mejanya yang besar. Setelah menghempaskan pinggulnya di atas kursi kursi kerjanya yang besar dan empuk itu, Mbak Lina tersenyum. Matanya berbinar-binar seolah menaburkan sejuta pesona birahi. Pesona yang membutuhkan sanjungan dan pujaan.

“Periksalah, Jhony. Berlutut di depanku!” Aku membisu. Terpana mendengar perintahnya.

“Kau tidak ingin memeriksanya, Jhony?” tanya Mbak Lina sambil sedikit merenggangkan kedua lututnya.

Sejenak, aku berusaha meredakan debar-debar jantungku. Aku belum pernah diperintah seperti itu. Apalagi diperintah untuk berlutut oleh seorang wanita. Bibir Mbak Lina masih tetap tersenyum ketika ia lebih merenggangkan kedua lututnya.

“Jhony, kau tahu warna apa yang tersembunyi di pangkal pahaku?” Aku menggeleng lemah, seolah ada kekuatan yang tiba-tiba merampas sendi-sendi di sekujur tubuhku.

Tatapanku terpaku ke dalam keremangan di antara celah lutut Mbak Lina yang meregang. Akhirnya aku bangkit menghampirinya, dan berlutut di depannya. Sebelah lututku menyentuh karpet. Wajahku menengadah. Mbak Tia masih tersenyum. Telapak tangannya mengusap pipiku beberapa kali, lalu berpindah ke rambutku, dan sedikit menekan kepalaku agar menunduk ke arah kakinya.

“Ingin tahu warnanya?” Aku mengangguk tak berdaya.

“Kunci dulu pintu itu,” katanya sambil menunjuk pintu ruang kerjanya. Dan dengan patuh aku melaksanakan perintahnya, kemudian berlutut kembali di depannya.

Mbak Lina menopangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Gerakannya lambat seperti bermalas-malasan. Pada saat itulah aku mendapat kesempatan memandang hingga ke pangkal pahanya. Dan kali ini tatapanku terbentur pada secarik kain tipis berwarna putih. Pasti ia memakai G-String, kataku dalam hati. Sebelum paha kanannya benar-benar tertopang di atas paha kirinya, aku masih sempat melihat bulu-bulu ikal yang menyembul dari sisi-sisi celana dalamnya. Segitiga tipis yang hanya selebar kira-kira dua jari itu terlalu kecil untuk menyembunyikan semua bulu yang mengitari pangkal pahanya. Bahkan sempat kulirik bayangan lipatan bibir di balik segitiga tipis itu.

Kupuaskan Atasanku Dengan Jilatan Maut

“Suka?” Aku mengangguk sambil mengangkat kaki kiri Mbak Lina ke atas lututku.

Ujung hak sepatunya terasa agak menusuk. Kulepaskan klip tali sepatunya. Lalu aku menengadah. Sambil melepaskan sepatu itu. Mbak Tia mengangguk. Tak ada komentar penolakan. Aku menunduk kembali. Mengelus-elus pergelangan kakinya. Kakinya mulus tanpa cacat. Ternyata betisnya yang berwarna gading itu mulus tanpa bulu halus. Tapi di bagian atas lutut kulihat sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus yang agak kehitaman. Sangat kontras dengan warna kulitnya. Aku terpana. Mungkinkah mulai dari atas lutut hingga.., hingga.. Aah, aku menghembuskan nafas. Rongga dadaku mulai terasa sesak. Wajahku sangat dekat dengan lututnya. Hembusan nafasku ternyata membuat bulu-bulu itu meremang.

“Indah sekali,” kataku sambil mengelus-elus betisnya. Kenyal.

“Suka, Jhony?” Aku mengangguk.

“Tunjukkan bahwa kau suka. Tunjukkan bahwa betisku indah!”

Aku mengangkat kaki Mbak Lina dari lututku. Sambil tetap mengelus betisnya, kuluruskan kaki yang menekuk itu. Aku sedikit membungkuk agar dapat mengecup pergelangan kakinya. Pada kecupan yang kedua, aku menjulurkan lidah agar dapat mengecup sambil menjilat, mencicipi kaki indah itu. Akibat kecupanku, Mbak Lina menurunkan paha kanan dari paha kirinya. Dan tak sengaja, kembali mataku terpesona melihat bagian dalam kanannya. Karena ingin melihat lebih jelas, kugigit bagian bawah roknya lalu menggerakkan kepalaku ke arah perutnya. Ketika melepaskan gigitanku, kudengar tawa tertahan, lalu ujung jari-jari tangan Mbak Lina mengangkat daguku. Aku menengadah.

“Kurang jelas, Jhony?” Aku mengangguk.

Mbak Lina tersenyum nakal sambil mengusap-usap rambutku. Lalu telapak tangannya menekan bagian belakang kepalaku sehingga aku menunduk kembali. Di depan mataku kini terpampang keindahan pahanya. Tak pernah aku melihat paha semulus dan seindah itu. Bagian atas pahanya ditumbuhi bulu-bulu halus kehitaman. Bagian dalamnya juga ditumbuhi tetapi tidak selebat bagian atasnya, dan warna kehitaman itu agak memudar. Sangat kontras dengan pahanya yang berwarna gading.

Aku merinding. Karena ingin melihat paha itu lebih utuh, kuangkat kaki kanannya lebih tinggi lagi sambil mengecup bagian dalam lututnya. Dan paha itu semakin jelas. Menawan. Di paha bagian belakang mulus tanpa bulu. Karena gemas, kukecup berulang kali. Kecupan-kecupanku semakin lama semakin tinggi. Dan ketika hanya berjarak kira-kira selebar telapak tangan dari pangkal pahanya, kecupan-kecupanku berubah menjadi ciuman yang panas dan basah.

Sekarang hidungku sangat dekat dengan segitiga yang menutupi pangkal pahanya. Karena sangat dekat, walau tersembunyi, dengan jelas dapat kulihat bayangan bibir kewanitaannya. Ada segaris kebasahan terselip membayang di bagian tengah segitiga itu. Kebasahan yang dikelilingi rambut-rambut ikal yang menyelip dari kiri kanan G-stringnya. Sambil menatap pesona di depan mataku, aku menarik nafas dalam-dalam. Tercium aroma segar yang membuatku menjadi semakin tak berdaya. Aroma yang memaksaku terperangkap di antara kedua belah paha Mbak Lina. Ingin kusergap aroma itu dan menjilat kemulusannya.

Mbak Lina menghempaskan kepalanya ke sandaran kursi. Menarik nafas berulang kali. Sambil mengusap-usap rambutku, diangkatnya kaki kanannya sehingga roknya semakin tersingkap hingga tertahan di atas pangkal paha.

“Suka Jhony?”

“Hmm.. Hmm..!” jawabku bergumam sambil memindahkan ciuman ke betis dan lutut kirinya.

Lalu kuraih pergelangan kaki kanannya, dan meletakkan telapaknya di pundakku. Kucium lipatan di belakang lututnya. Mbak Lina menggelinjang sambil menarik rambutku dengan manja. Lalu ketika ciuman-ciumanku merambat ke paha bagian dalam dan semakin lama semakin mendekati pangkal pahanya, terasa tarikan di rambutku semakin keras. Dan ketika bibirku mulai mengulum rambut-rambut ikal yang menyembul dari balik G-stringnya, tiba-tiba Mbak Lina mendorong kepalaku.

Aku tertegun. Menengadah. Kami saling menatap. Tak lama kemudian, sambil tersenyum menggoda, Mbak Lina menarik telapak kakinya dari pundakku. Ia lalu menekuk dan meletakkan telapak kaki kanannya di permukaan kursi. Pose yang sangat memabukkan. Sebelah kaki menekuk dan terbuka lebar di atas kursi, dan yang sebelah lagi menjuntai ke karpet.

“Suka Jhony?”

“Hmm.. Hmm..!”

“Jawab!”

“Suka sekali!”

Pemandangan itu tak lama. Tiba-tiba saja Mbak Tia merapatkan kedua pahanya sambil menarik rambutku.

“Nanti ada yang melihat bayangan kita dari balik kaca. Masuk ke dalam, Jhony,” katanya sambil menunjuk kolong mejanya.

Aku terkesima. Mbak Tia merenggut bagian belakang kepalaku, dan menariknya perlahan. Aku tak berdaya. Tarikan perlahan itu tak mampu kutolak. Lalu Mbak Lina tiba-tiba membuka ke dua pahanya dan mendaratkan mulut dan hidungku di pangkal paha itu. Kebasahan yang terselip di antara kedua bibir kewanitaan terlihat semakin jelas. Semakin basah. Dan di situlah hidungku mendarat. Aku menarik nafas untuk menghirup aroma yang sangat menyegarkan. Aroma yang sedikit seperti daun pandan tetapi mampu membius saraf-saraf di rongga kepala.

“Suka Jhony?”

“Hmm.. Hmm..!”

“Sekarang masuk ke dalam!” ulangnya sambil menunjuk kolong mejanya.

Aku merangkak ke kolong mejanya. Aku sudah tak dapat berpikir waras. Tak peduli dengan segala kegilaan yang sedang terjadi. Tak peduli dengan etika, dengan norma-norma bercinta, dengan sakral dalam percintaan. Aku hanya peduli dengan kedua belah paha mulus yang akan menjepit leherku, jari-jari tangan lentik yang akan menjambak rambutku, telapak tangan yang akan menekan bagian belakang kepalaku, aroma semerbak yang akan menerobos hidung dan memenuhi rongga dadaku, kelembutan dan kehangatan dua buah bibir kewanitaan yang menjepit lidahku, dan tetes-tetes birahi dari bibir kewanitaan yang harus kujilat berulang kali agar akhirnya dihadiahi segumpal lendir orgasme yang sudah sangat ingin kucucipi.

Di kolong meja, Mbak Lina membuka kedua belah pahanya lebar-lebar. Aku mengulurkan tangan untuk meraba celah basah di antara pahanya. Tapi ia menepis tanganku.

“Hanya lidah, Jhony! OK?”

Aku mengangguk. Dan dengan cepat membenamkan wajahku di G-string yang menutupi pangkal pahanya. Menggosok-gosokkan hidungku sambil menghirup aroma pandan itu sedalam-dalamnya. Mbak Lina terkejut sejenak, lalu ia tertawa manja sambil mengusap-usap rambutku.

“Rupanya kau sudah tidak sabar ya, Jhony?” katanya sambil melingkarkan pahanya di leherku.

“Hm..!”

“Haus?”

“Hm!”

“Jawab, Jhony!” katanya sambil menyelipkan tangannya untuk mengangkat daguku. Aku menengadah.

“Haus!” jawabku singkat.

Tangan Mbak Lina bergerak melepaskan tali G-string yang terikat di kiri dan kanan pinggulnya. Aku terpana menatap keindahan dua buah bibir berwarna merah yang basah mengkilap. Sepasang bibir yang di bagian atasnya dihiasi tonjolan daging pembungkus clit yang berwarna pink. Aku termangu menatap keindahan yang terpampang persis di depan mataku.

“Jangan diam saja. Jhony!” kata Mbak Lina sambil menekan bagian belakang kepalaku.

“Hirup aromanya!” sambungnya sambil menekan kepalaku sehingga hidungku terselip di antara bibir kewanitaannya.

Pahanya menjepit leherku sehingga aku tak dapat bergerak. Bibirku terjepit dan tertekan di antara dubur dan bagian bawah vaginanya. Karena harus bernafas, aku tak mempunyai pilihan kecuali menghirup udara dari celah bibir kewanitaannya. Hanya sedikit udara yang dapat kuhirup, sesak tetapi menyenangkan. Aku menghunjamkan hidungku lebih dalam lagi. Mbak Lina terpekik. Pinggulnya diangkat dan digosok-gosokkannya dengan Liar hingga hidungku basah berlumuran tetes-tetes birahi yang mulai mengalir dari sumbernya. Aku mendengus. Mbak Lina menggelinjang dan kembali mengangkat pinggulnya. Kuhirup aroma kewanitaannya dalam-dalam, seolah vaginanya adalah nafas kehidupannku.

“Fantastis!” kata Mbak Lina sambil mendorong kepalaku dengan lembut. Aku menengadah. Ia tersenyum menatap hidungku yang telah licin dan basah.

“Enak ‘kan?” sambungnya sambil membelai ujung hidungku.

“Segar!” Mbak Lina tertawa kecil.

“Kau pandai memanjakanku, Jhony. Sekarang, kecup, jilat, dan hisap sepuas-puasmu. Tunjukkan bahwa kau memuja ini,” katanya sambil menyibakkan rambut-rambut ikal yang sebagian menutupi bibir kewanitaannya.

“Jilat dan hisap dengan rakus. Tunjukkan bahwa kau memujanya. Tunjukkan rasa hausmu! Jangan ada setetes pun yang tersisa! Tunjukkan dengan rakus seolah ini adalah kesempatan pertama dan yang terakhir bagimu!”

Aku terpengaruh dengan kata-katanya. Aku tak peduli walaupun ada nada perintah di setiap kalimat yang diucapkannya. Aku memang merasa sangat lapar dan haus untuk mereguk kelembutan dan kehangatan vaginanya. Kerongkonganku terasa panas dan kering. Aku merasa benar-benar haus dan ingin segera mendapatkan segumpal lendir yang akan dihadiahkannya untuk membasahi kerongkongannku. Lalu bibir kewanitaannya kukulum dan kuhisap agar semua kebasahan yang melekat di situ mengalir ke kerongkonganku. Kedua bibir kewanitaannya kuhisap-hisap bergantian.

Kepala Mbak Lina terkulai di sandaran kursinya. Kaki kanannya melingkar menjepit leherku. Telapak kaki kirinya menginjak bahuku. Pinggulnya terangkat dan terhempas di kursi berulang kali. Sesekali pinggul itu berputar mengejar lidahku yang bergerak Linar di dinding kewanitaannya. Ia merintih setiap kali lidahku menjilat clitnya. Nafasnya mengebu. Kadang-kadang ia memekik sambil menjambak rambutku.

“Ooh, ooh, Jhony! Jhony!” Dan ketika clitnya kujepit di antara bibirku, lalu kuhisap dan permainkan dengan ujung lidahku, Mbak Lina merintih menyebut-nyebut namaku..

“Jhony, nikmat sekali sayang.. Jhony! Ooh.. Jhony!”

Ia menjadi Liar. Telapak kakinya menghentak-hentak di bahu dan kepalaku. Paha kanannya sudah tidak melilit leherku. Kaki itu sekarang diangkat dan tertekuk di kursinya. Mengangkang. Telapaknya menginjak kursi. Sebagai gantinya, kedua tangan Mbak Lina menjambak rambutku. Menekan dan menggerak-gerakkan kepalaku sekehendak hatinya.

“Jhony, julurkan lidahmuu! Hisap! Hisaap!”

Aku menjulurkan lidah sedalam-dalamnya. Membenamkan wajahku di vaginanya. Dan mulai kurasakan kedutan-kedutan di bibir vaginanya, kedutan yang menghisap lidahku, mengundang agar masuk lebih dalam. Beberapa detik kemudian, lendir mulai terasa di ujung lidahku. Kuhisap seluruh vaginanya. Aku tak ingin ada setetes pun yang terbuang. Inilah hadiah yang kutunggu-tunggu. Hadiah yang dapat menyejukkan kerongkonganku yang kering. Kedua bibirku kubenamkan sedalam-dalamnya agar dapat langsung menghisap dari bibir vaginanya yang mungil.

“Jhony! Hisap Jhony!”

Aku tak tahu apakah rintihan Mbak Lina dapat terdengar dari luar ruang kerjanya. Seandainya rintihan itu terdengar pun, aku tak peduli. Aku hanya peduli dengan lendir yang dapat kuhisap dan kutelan. Lendir yang hanya segumpal kecil, hangat, kecut, yang mengalir membasahi kerongkonganku. Lendir yang langsung ditumpahkan dari vagina Mbak Lina, dari pinggul yang terangkat agar lidahku terhunjam dalam.

“Oh, fantastis,” gumam Mbak Lina sambil menghenyakkan kembali pinggulnya ke atas kursinya.

Ia menunduk dan mengusap-usap kedua belah pipiku. Tak lama kemudian, jari tangannya menengadahkan daguku. Sejenak aku berhenti menjilat-jilat sisa-sisa cairan di permukaan kewanitaannya.

“Aku puas sekali, Jhony,” katanya. Kami saling menatap. Matanya berbinar-binar. Sayu. Ada kelembutan yang memancar dari bola matanya yang menatap sendu.

“Jhony.”

“Hm..”

“Tatap mataku, Jhony.” Aku menatap bola matanya.

“Jilat cairan yang tersisa sampai bersih”

“Hm..” jawabku sambil mulai menjilati vaginanya.

“Jangan menunduk, Jhony. Jilat sambil menatap mataku. Aku ingin melihat erotisme di bola matamu ketika menjilat-jilat vaginaku.”

Aku menengadah untuk menatap matanya. Sambil melingkarkan kedua lenganku di pinggulnya, aku mulai menjilat dan menghisap kembali cairan lendir yang tersisa di lipatan-lipatan bibir kewanitaannya.

“Kau memujaku, Jhony?”

“Ya, aku memuja betismu, pahamu, dan di atas segalanya, yang ini.., muuah!” jawabku sambil mencium kewanitaannya dengan mesra sepenuh hati.

Cerita sex : Tergoda Istri Tetangga Berakhir Selingkuh

Mbak Lina tersenyum manja sambil mengusap-usap rambutku.

 

#Kupuaskan #Atasanku #Dengan #Jilatan #Maut