Dapat Bonus Dari Pelatihan Terbaru Malam Ini

Dapat Bonus Dari Pelatihan 1

Peristiwa ini terjadi tahun 2014, ketika saya ditugaskan untuk mengikuti Kursus Kearsipan yang diadakan oleh Group Perusahaan saya. Sebenarnya peristiwa ini tidaklah sengaja untuk saya rencanakan, namun terjadi begitu saja secara spontan, mengalir bagai air mengikuti naluri manusia.

Perusahaan di tempat saya bekerja pada awalnya adalah penyedia jasa yang bergerak di bidang bimbingan belajar di Kota Y.

Namun seiring dengan kemajuan yang dicapai, maka dicoba untuk mengembangkan sayap pada bidang-bidang lain seperti super market, sekolah tinggi ekonomi, kursus komputer, travel and tour, bahkan membuka rumah makan, yang semakin hari semakin berkembang dan tidak hanya menempati satu gedung namun tersebar di berbagai tempat dan mempunyai kantor cabang dikota-kota lain di Indonesia.

Saya bekerja sebagai staf di bidang adminstrasi perusahaan dan menangani arsip-arsip perusahaan yang semakin hari semakin menumpuk saja.

Seiring dengan perkembangan tersebut diadakanlah training kearsipan bagi karyawan-karyawan yang menangani arsip-arsip perusahaan supaya ada kesatuan persepsi dan model yang akan dipakai dalam penanganan arsip, sehingga memudahkan dalam pencarian kembali arsip yang telah lalu, maupun menyeleksi arsip-arsip yang akan dimusnahkan supaya tidak memenuhi gudang.

Ketika saya ditugaskan untuk mengikuti kursus tersebut, saya langsung menyatakan setuju. Saya merasa beruntung ditunjuk untuk kursus kearsipan tersebut, karena selain tidak masuk kantor juga bisa “refreshing” menyegarkan badan dan otak yang sehari-hari hanya bergelut dengan kertas dan kertas.

Kursus diadakan selama 2 minggu dan menginap di sebuah penginapan di kawasan Kaliurang, suatu tempat rekreasi yang sejuk di kaki Gunung Merapi.

Kursus kearsipan diikuti sekitar 30 orang laki dan perempuan, umurnya berkisar antara 22 sampai 36 tahun, jadi masih muda-muda dan penuh semangat.

Ada yang sudah berkeluarga, ada juga yang baru punya pacar. Walaupun kami dalam satu group perusahaan, namun karena jarang bertemu, terlebih yang dari luar kota, ya kebanyakan dari kami belum saling kenal, hanya satu dua orang saja yang sudah saling kenal.

Hari pertama kursus diadakan acara perkenalan dari masing-masing peserta untuk menyebutkan nama, alamat, asal sub perusahaan/kerja dibagian apa, dan sebagainya sampai soal status keluarga, anak serta suami ataupun istri.

Setelah istirahat siang, untuk lebih dapat menghafal nama serta lebih kompak dalam kerjasama peserta diadakan kegiatan dinamika kelompok dan dilanjutkan acara Outward Bound selama 2 hari penuh.

Dalam dua hari tersebut hampir semua peserta sudah saling kenal satu sama lain, bahkan ada yang tampak akrab. Ketika acara istirahat siang mereka sudah pada ngobrol satu sama lain, saling curhat, saling mencari “jodoh” masing-masing.

Dan pada malam kedua itu kelihatannya mereka sudah saling akrab bahkan hampir dari semua peserta pada malam itu sesudah pelajaran selesai kira-kira pukul 21. 30 WIB mereka memutuskan untuk jalan-jalan keliling sekitar penginapan sampai ke Gardu padang untuk melihat pemandangan alam di sekitar Gunung Merapi malam hari.

Dan sungguh menakjubkan, pada malam terang bulan itu Merapi terlihat indah, gagah, namun menyimpan rahasia alam yang tak dapat diraba oleh panca indera.

Dalam perjalanan malam itulah saya mulai menemukan “jodoh” untuk diajak bincang-bincang secara dengan dekat atau curhat bahasa populernya. Sebut saja teman saya tadi Winny. Masih muda sekitar 25 tahun, belum kawin katanya, namun sudah punya pacar.

“Pacarku itu lho Om (begitu dia panggil saya) yang antar aku ke sini tempo hari”.

“Oh, yang antar kamu tempo hari to Win” sahutku.

Hari-hari selanjutnya semakin akrab aku memanggil dia dengan panggilan Win, dan dia memanggilku dengan Om.

“Kok, panggil aku Om, gimana sih?” godaku.

“Gini Om, soalnya dari perkenalan kemarin, Om umurnya sudah sebaya dengan umur Pak Lik atau Paman saya, jadi ya kupanggil saja Om. Nggak apa-apa kan?” sahutnya.

“Oh, begitu to, oke deh” sahutku pula.

Pada Ju’mat pertama, saya coba ajak Winny untuk jalan-jalan setelah akhir pelajaran. Waktu itu jarum jam menunjukkan pukul 22. 00 WIB.

“Win, belum ngantukkan?” tanyaku.

“Belum Om, ada apa?” Winny balas bertanya.

“Yuk, kita jalan-jalan ke gardu pandang!” ajakku.

“Siapa aja yang akan kesana Om?” tanyaknya lagi.

“Aku nggak tahu, aku hanya ajak kamu jalan-jalan malam ini, kan besok malam Minggu diberi kesempatan pulang ke rumah masing-masing, jadi ini kesempatan malam terakhir minggu pertama untuk jalan-jalan. Kalau yang lain ada yang ikut aku nggak keberatan, kalau tak ada yang ikut pokoknya aku ajak kamu aja, mau kan?” aku coba merayu.

“Gimana ya Om?” dia agak ragu menjawab.

“Aku sih sebenarnya juga ingin jalan-jalan, tapi kalau hanya kita berdua gimana, ya, aku tak enak sama teman-teman yang lain”, lanjutnya.

“Ya nggak usah dipikirkan, tuh mereka sudah membuat kelompok-kelompok sendiri!” sahutku pula.

Winny diam sebentar dan akhirnya memutuskan mau kuajak jalan-jalan malam itu, hanya berduaan saja.

Sepanjang jalan aku dan Winny ngobrol tentang keadaan kantor masing-masing, tentang keadaan alam, tentang keluarga, dan ngomong apa saja untuk menghilangkan kejenuhan selama perjalanan ke gardu pandang.

Setelah jalan beberapa ratus meter melewati tanjakan dan tikungan tiba-tiba melewati tikungan yang cukup gelap karena lampu penerangan jalan yang mati.

Winny berhenti sebentar dan berkata” Om, gelap tuh jalan, gimana yuk balik aja”.

“Balik, tanggunglah yau, kan gardu pandang tinggal beberapa puluh meter di depan, setelah tikungan itu kan?” sahutku.

“Iya tapi kan cukup gelap, aku agak takut” sahutnya pula.

“Nggak apa-apa, ada aku kok (gayaku sok berani), yuk terus!” sahutku sambil secara reflek menarik tangannya dan kugandeng terus melewati kegelapan.

Winny, terus mengikuti, malah memegangku semakin erat dan semakin dekat jaraknya tubuhnya dengan tubuhku. Tercium, bau parfum yang wangi dari tubuhnya. Hal ini semakin ingin aku menggandengnya lebih lama.

Akhirnya aku dan Winny melewati jalan gelap sambil bergandeng tangan terus sampat tempat gardu pandang. Disana sudah ada beberapa pasangan muda-mudi yang juda duduk-duduk sambil memandang keindahan Gunung Merapi.

“Om, lepasin dong tangannya” pintanya.

“Oh maaf, ya Win, aku sampai lupa, habis hangat sih” godaku.

“Om, nakal, besok kuberitahu lho istri om, biar dimarahi” sahutnya.

“Eh, ngancam, ya? Besuk juga kuberi tahu pacarmu, hayo” balasku pula.

Winny mencubit tanganku, namun secara cepat kupegang tangannya erat-erat dan kutarik tubuhnya mendekati tubuhku, kutarik lagi hingga tubuh kami berdua berdekatan.

“Ssst.. nggak usah ribut, nanti pada menengok dan melihat ke sini semua” bisikku di telinganya. Mata kami saling memandang, dan Winny pun tersenyum.

“Oke, Om, nggak usah lapor-laporan, ya” ucapnya pelan, kemudian aku pun membalas senyumnya.

“Iya deh, Oreo, setujukan?”

Akhirnya malam itu kami duduk-duduk untuk beberapa lama, ngobrol, sambil menikmati pemandangan dari gardu pandang, yang pada waktu itu Merapi telah diselimuti kabut cukup tebal.

Jarum jam telah menunjukkan pukul 23. 30 waktu setempat, hawa di pegunungan itu semakin terasa dingin, satu persatu, sepasang demi sepasang, mereka mulai meninggalkan gardu pandang. Aku pun mengajak turun Winny menuju tempat penginapan kami.

“Om, dingin sekali ya, Om dingin nggak? tanyanya.

“Ya dingin sahutku pula, gimana? tanyaku pula.

“Nggak apa-apa kok, yok kita turun” lanjutnya. Tanpa berkata ba, bi, bu, ku gandeng tangan Winny, dia tak menolak, aku semakin berani untuk segera merangkulnya.

“Gimana Win? hangat kan? tanyaku.

“Om, nakal, besuk aku bilangan, sama istri Om” sahutnya.

“Eit, kita kan udah janji, Oreo-kan” kataku pula.

Akhirnya Winny diam saja kurangkul dan kudekap sepanjang perjalanan menuju penginapan, mungkin merasa hangat dan lebih tenang seperti yang kurasakan.

“Lepasin Om tangannya” katanya setelah terlihat penginapan yang tinggal beberapa puluh meter. Kulepaskan tanganku dan aku sengaja menyenggol bukitnya yang ternyata cukup besar. Winny hanya diam saja.

“Dah.. Winny..” kataku ketika kami berpisah dan menuju kamar masing-masing.

“Dah.. Om, nakal” sahutnya sambil tersenyum.

Sabtu sore itu kami diberi kesempatan untuk pulang mengengok keluarga masing-masing. Aku pulang sendiri, Winny dijemput oleh pacarnya, yang ternyata juga tidak begitu ganteng.

“Selamat jalan, ya, hati-hati” kataku sambil mengulurkan tanganku untuk bersalaman.

Winny pun menjawab “Terimakasih, Om, ini kenalkan, pacarku”.

Aku pun terus bersalaman dan berkenalan dengan pacarnya.

“Sigit” katanya singkat.

“Yanto” jawabku singkat pula.

“Senang ya punya pacar cantik, kok diajak pulang sore ini, mengapa tak nginap di sini aja berdua, sekaligus bermalam minggu di sini. Kalau mau nanti aku mintakan izin sama panitianya. Aku kenal kok sama ketua panitia kegiatan ini” godaku pula.

Mereka berdua saling berpandangan dan tersenyum malu.

“Nggak usah lah yau, nanti ndak lupa daratan” sahut mereka berdua hampir bersamaan.

“Oke, kalau gitu selamat jalan, dan sampai jumpa” aku berkata demikian sambil melambaikan tangan. Mereka berdua pun melambaikan tangan, menghidupkan mesin motornya dan melesat turun ke kota.

Ketika aku masih bengong melihat Winny dengan pacarnya sudah melesat pergi, tiba-tiba dari belakang di tepuk pundakku oleh Pak Bandung, salah seorang panitia yang telah kukenal sebelumnya.

“Hayo! Dik Yanto jangan bengong aja, dulu waktu muda kan pernah kayak gitu, ingat lho Dik Yanto, anak dan istri telah menunggu dirumah untuk berakhir pekan” katanya.

Aku pun terkejut, “Oh, nggak apa-apa kok Pak, saya cuma setengahnya tidak percaya, itu lho gadis cantik kayak gito kok pacarnya biasa saja, nggak ganteng, kalau dipikir-pikir justru lebih ganteng saya to Pak” jawabku pula.

Dan sambil menghidupkan mesin aku langsung tancap gas turun gunung, mampir sebentar di warung pinggir jalan, membeli jualan tempe serta wajik untuk oleh-oleh anak istri yang telah menunggu di pondok mertua indah.

Senin pagi itu para peserta kursus telah berdatangan lagi untuk melanjutkan menimba ilmu kearsipan. Kulihat Winny juga telah datang dan tengah menikmati sarapan pagi yang memang telah disediakan oleh pihak panitia.

Aku mendekat dan menyapa “Pagi Win, gimana kabarnya, gimana malam minggunya, asyikkan, saya tahu lho Win malam itu kamu tidak pulang ke rumah tapi entah bermalam dimana” kataku mencoba menebak-nebak sambil duduk didekat Winny yang lagi sarapan pagi.

“Ah, Om ini sok tahu, kalau ya terus mau apa, kalau tidak trus gimana” jawabnya agak ketus.

“Ya, nggak apa-apa, wong aku cuma bercanda, kok” aku balas menjawab.

“Gimana Win, nanti habis pelajaran malam kita jalan-jalan lagi, ya. Nanti jalan-jalan dengan route yang lain dengan kemarin, oke?” aku mengajak Winny.

Winny pun mengangguk tanda setuju.

Malam itu setelah pelajaran malam berakhir pukul 21. 30 kami berdua jalan-jalan mengelilingi taman parkir, gardu pandang, telogo nirmolo, dan akhir berhenti duduk-duduk karang Pramuka.

Saat itu Winny memakai jaket tebal dan celana jeans ketat. Dalam keremangan malam terlihat bentuk kakinya yang indah sesuai dengan tinggi badannya.

“Dingin ?” tanyaku membuka percakapan.

“Ya dingin, mana ada tempat di Kaliurang yang hangat” jawabnya.

“Ada saja” jawabku

“Dimana” tanyanya lagi

“Ya, disini” jawabku sambil aku menggeser pantatku dan duduk berdekatan dengannya.

“Dimana Om?” Winny pun bertanya lagi

“Ya.. disini, coba pejamkan mata sebentar!” perintahku.

Winny pun memejamkan mata. Pelan tapi pasti Winny pun segera kupeluk dengan lembut dan ternyata hanya diam saja.

“Dimana Om,? dia bertanya lagi

“Disini” jawabku sambil terus mempererat pelukanku kepadanya.

“Om, nakal” Winny meronta tapi aku tetap meneruskan pelukanku bahkan semakin erat dan akhirnya perlahan-lahan dia menikmati juga kehangatan pelukanku bahkan membalas dengan pelukan yang tak kalah erat.

Peluk dan terus peluk, kehangatan pun terus mengalir dan kuberanikan diri untuk mencium pipinya, mencium bibirnya. Dia ternyata menerima dan membalas ciumanku dengan hangat.

Dapat Bonus Dari Pelatihan

“Oh.. Om..” desahnya pelan

“Oh.. Win, cantik sekali kau malam ini” rayuku pula.

Tanganku selanjutnya menelusuri tubuh dibalik jaketnya yang tebal. Aku sedikit kaget karena Winny hanya memakai kaos “adik” (istilah kaos yang kekecilan sehingga ketiak dan pusar terlihat) singlet yang agak tebal.

“Nggak usah terkejut Om, aku sering melakukan ini dengan pacarku” bisiknya.

“Lho, katamu dingin, kok pakai singlet?” aku balas bertanya.

“Iya, tadi dingin, tapi sekarang sudah agak hangat, kan ada pemanasnya” celotehnya pula.

“oo begitu, baru hangatkan? Oke kalau begitu nanti kubuat kamu lebih hangat lagi, kalau perlu sampai panas” lanjutku sambil terus mengelus, meraba tubuhnya.

Dan akhirnya sampai dibukit yang cukup besar dan kiranya mulai menegang. Tanganku berhenti sebentar dibukitnya yang kenyal, kemudian mulai kuremas-remas dengan kedua tanganku dari arah belakang. Winny mulai melenguh kenakan.

“Oh.. Om, terus-terusin Om.., Om.. teruus” Winny terus merengek.

Kemudian dia berbalik dan tangannya juga mulai mememeluk tubuhku semakin erat. Tangannya menuntun tanganku dari bawah kaosnya menuju bukitnya dan ternyata juga tidak memakai BH.

Kuremas pelan-pelan dan semakin cepat seiring dengan rengekannya. Kami berdua saling berpelukan, saling berciuman, melumat bibir, saling meremas, entah berapa lama.

Kami semakin tidak sadar kalau berada diruang terbuka. Disekeliling kami hanya pepohonan hutan cemara dikeremangan malam, diiringi suara cengkerik, belalang serta binatang malam lainnya, dipinggir tanah lapang itu. Kami pun tidak akan tahu seandainya disekeliling lokasi itu ada yang melihat baik sengaja mengintip atau tidak sengaja melewati daerah itu.

Permainan terus berlanjut diudara terbuka itu. Winny pun segera mengarahkan tangannya ke daerah selangkanganku, mengelus dari luar celanaku. Tahu bahwa “adik”ku telah bangun, Winny pun segera memelorotkan celanaku yang kebetulan waktu itu hanya memakai training.

Segera dikeluarkannya batang kemaluanku yang telah tegak dan selanjutnya Winny mengemot-emot, memainkan lidahnya dikepala kemaluanku dengan semangat. Hal ini membuatku lupa dengan istri dirumah yang belum pernah melakukan hal yang demikian.

“Oh.. Win, terus Win, teruuss.. enak Win, teruuss..”

Dan crot, crot, crot.., crot, crot.., crot.., muncratlah spermaku dalam mulutnya yang mungil dan sebagian lagi mengenai wajahnya yang cantik. Aku hanya memejamkan mata keenakan.

“Enak Om?” tanyanya.

Aku hanya mengangguk, mulut rasanya sulit berkata karena hampir tak percaya kejadian yang baru saja tadi. Ini adalah hubungan seks-ku yang pertama dengan selain istri, walaupun baru sebatas oral seks.

Dan ternyata menimbulkan kesan lain yang mendalam selain juga mengasyikkan.

“Aku bersihkan ya Om” dan tanpa berkata lagi Winny mengulum-ulum batang kemaluanku, menjilat-jilat membersihkan sisa-sisa sperma yang masih menempel sampai bersih, sih.

“Oh, Wik..”

Cerita sex : Nikmatnya Menggarap Tetanggaku Dan Anaknya

Sadar berada di alam terbuka, aku segera melihat jam tanganku. Jarum jam telah menunjukkan angka 23. 15. Aku segera mengajak Winny meninggalkan tempat itu.

#Dapat #Bonus #Dari #Pelatihan

Dapat Bonus Setelah Rapat Kerja Terbaru Malam Ini

Dapat Bonus Setelah Rapat Kerja

Sebenarnya Rapat Kerja hanya diadakan selama 2 hari, namun atas usul para peserta minta untuk diperpanjang 1 hari lagi guna memberi waktu bagi peserta berwisata menikmati pemandangan alam Tawangmangu, suatu tempat rekreasi yang sejuk di kaki Gunung Lawu.

Rapat Kerja ini diikuti para manajer yang ada di Kantor Pusat maupun kantor perwakilan. Selain para manajer dan pimpinan,masing-masing kantor perwakilan boleh menyertakan seorang staf administrasi sebagai penghubung peserta dengan panitia dan juga sekaligus membantu panitia menyiapkan berbagai peralatan yang diperlukan peserta Raker.

Untuk berangkat menuju ke Tawangmangu, perusahaan menyediakan sarana tranportasi berupa bus full AC, full musik, namun banyak diantara para peserta yang membawa kendaraan pribadi, termasuk saya. Tujuan adalah dengan membawa mobil pribadi maka mobilitasnya lebih tinggi.

Sebagai panitia, saya datang lebih awal untuk menyiapkan segala keperluan Raker serta mengurus akomodasi bagi para peserta. Sengaja saya memilih kamar yang agak mojok, dan hanya single bed. Karena hari Jum’at para peserta diharapkan sudah check in sebelum Jum’atan, sedang Raker-nya sendiri baru akan dimulai setelah Jum’atan.

Rombongan bus telah datang, nampak Wiwik dengan pakaian kantor yang cukup serasi kelihatan lebih seksi dan cantik daripada waktu dulu pertama ketemu. Payudaranya nampak lebih montok dan menantang. Hatiku jadi berdebar juga, dag dig dug rasanya. Membayangkan seandainya punya kesempatan untul ML dengan Wiwik.

“Siang Wuk” sapaku sambil mengulurkan tangan ketika Wiwik memasuki lobby.

“Oh.., siang Om” jawabnya agak terkejut.

“Om disini, sudah lama ya” lanjutnya.

“Ya.., cukup lama juga, kan aku ikut panitia, jadinya datang lebih awal” jawabku agak sombong.

Setelah mendaftar ulang, kuberi tahu nomor kamar Wiwik ada beseberangan dengan kamarku. Kebetulan pula bahwa peserta wanitanya ganjil, sehingga satu kamar yang mestinya untuk 2 orang, maka kamar untuk Wiwik hanya satu orang saja. Ini memang sudah kuatur agar aku dapat mengulang berkencan dengan Wiwik lagi.

“Dasar buaya darat” aku bergumam sendiri.

Waktu menunjukkan pukul 11.45. Semua peserta yang akan ber-Jum’atan sudah meninggalkan penginapan menuju tempat ibadah. Hanya beberapa peserta yang tidak Jum’atan, termasuk aku dan Wiwik.

“Tok, tok, tok”, kuketuk pintu kamar Wiwik.

“Masuk, nggak dikunci kok” terdengar jawaban dari dalam.

Aku perlahan-lahan membuka pintu dan ternyata Wiwik sedang santai saja menata barang bawaannya. Wiwik sudah melepas blazernya dan hanya memakai atasan you can see serta nampak kalau tak memakai bra.

“Wuk, aku kangen padamu lho” kataku.

“Ngrayu nih ye, siang saja sudah merayu, gimana entar malam ya?” Wiwik menggodaku.

“Kalau malam ya nggak perlu ngerayu, kamu kan udah tanggap sendiri, iya kan?”

“Idiih.., Om kok semakin nakal kelihatannya” lanjutnya.

“Habis.., susu kamu itu lho, yang bikin aku..” kataku lagi.

“Udahlah Om, kalau hanya itu ambil sendiri aja, tapi jangan lama-lama lho” katanya lagi.

Jam di dinding kamar menunjukkan puul 12.00, berarti ada waktu kurang lebih 45 menit untuk berkencan dengan Wiwik siang itu. Ini waktu yang lumayan lama untuk satu permaninan panas. Tanpa banyak cakap lagi mulai kukecup keningnya, lalu kucium matanya, hidungnya, pipinya, dan mulutnya. Wiwik membalas dengan semangat pula. Makin lama makin intensif aku meraba-raba seluruh tubuhnya, meremas-remas susunya, dan Wiwik kelihatan semakin menikmati permainan ini.

Akhirnya mulai kulepas pakaian atasnya sehingga tampak dua bukit kembar yang montok menantang. Segera kuemut-emut kedua bukit itu, kupermainkan lidahku di putingnya, kugigit-gigit, dan kutarik-tarik dengan gigiku, nampak Wiwik merintih-rintih menahan rasa antara sakit dan enak.

“Oh.. Om.. oh.. ” desahnya pelan.

“Oh.. Wuk, kau semakin cantik dan menggairahkan” rayuku pula.

“Oh.. Om, terus-terusin Om.., Om.. teruus” Wiwik terus merengek.

Kami berdua saling berpelukan, saling berciuman, melumat bibir, saling meremas, entah berapa lama. Permainan terus berlanjut, Wiwik pun segera mengarahkan tangannya ke daerah selangkanganku, mengelus dari luar celanaku. Tahu bahwa “Adik”Ku telah bangun, Wiwik pun segera melepaskan sabuk dan selanjutnya memelorotkan celanaku. Segera dikeluarkannya batang kemaluanku yang telah tegak dan selanjutnya Wiwik mengemot-emot, memainkan lidahnya dikepala kemaluanku dengan semangat. Hal ini untuk sementara membuatku lupa dengan istri dirumah yang setia menungguku.

“Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss.. enak Wuk, teruuss.. aku akan keluar Wuk!”

Dan crot, crot, crot.., muncratlah spermaku dalam mulutnya dan sebagian lagi mengenai wajahnya yang cantik. Aku hanya memejamkan mata keenakan.

“Enak Om?” tanyanya.

Aku hanya mengangguk, mulutku rasanya sulit berkata.

“Aku bersihkan ya Om” dan tanpa berkata lagi Wiwik mengulum-ulum batang kemaluanku, menjilat-jilat membersihkan sisa-sisa sperma yang masih menempel sampai bersih, sih.

“Ouch.. ouch.., Wuk” aku mendesah keenakan.

Setelah merapikan pakaian aku segera meninggalkan kamar Wiwik dan menuju kamarku. Kami telah dua kali melakukan oral seks namun tidak berlanjut dengan ML. Dan keinginan untuk meniduri cewek itu tetap terpatri dalam benakku.

Dua hari sudah (lebih tepat hanya satu setengah hari) para peserta Raker berdiskusi, membahas berbagai macam persoalan yang ada serta menyusun strategi untuk tahun mendatang. Untuk melepas lelah pada hari Minggunya para peserta diberi kesempatan untuk rekrasi atau belanja oleh-oleh khas tawangmangu. Aku dan Wiwik pun juga turut jalan bersama teman-teman lain. Sampai di pasar para peserta Raker pun menyebar mencari apa yang dibutuhkan. Aku dan Wiwik pun berjalan berdua untuk belanja.

“Wuk, belanjanya nanti saja, ya!” kataku.

“Kenapa Om?” Wiwik pun bertanya.

“Kita naik ke Hutan Wisata dulu yuk!” aku mengajaknya.

“Dimana Om lokasinya?” Wiwik bertanya lagi.

“Kesana itu lho, dari sini menjuju Grojogan Sewu, selanjutnya terus kita naik, disana ada pemandangan yang sangat indah, kita bisa naik ke menara pengawas” lanjutku lagi.

“Tapi ada syaratnya lho Om” Wiwik pun berkata lagi.

“Apa syaratnya?” aku balik bertanya.

“Nanti kalau aku kedinginan, Om tanggungjawab lho!” pintanya.

“Oke, kalau itu syaratnya, saya akan cari korek api dulu” sahutku.

“Untuk apa Om? Wiwik pun bertanya lagi.

“Ya untuk menghangatkan, kalau kamu kedinginan” jawabku.

“Om mulai nakal ya!” Wiwik pun berkata sambil mencubit lenganku.

Belum sampai lepas cubitannya, tangannya kupegang, dan kugandeng melanjutkan perjalanan.

Kami berdua kadang bergandeng tangan dan tidak berjalan menyelusuri jalan setapak menuju hutan wisata di atas grojogan sewu. Setelah sampai di menara pengawas, aku mengajak Wiwik naik ke puncak menara melalui tangga yang cukup tinggi.

“Hati-hati lho Wuk, tangganya licin, karena kena embun” perintahku kepadanya.

Walaupun hari itu Hari Minggu, namun kelihatannya tidak banyak pengunjung yang sampai ke hutan wisata, sehingga suasana cukup sepi. Hanya terlihat beberapa pasang muda-mudi yang agak jauh dari lokasi kami berada. Terlebih lagi pada saat itu mulai turun hujan rintik-rintik. Untuk waktu itu kami sudah ada di puncak menara, sehingga tidak kehujanan. Dari puncak menara ini kami bisa menikmati pemandangan sekitar hutan. Disamping tidak kehujanan, juga kecil kemungkinannya bertemu dengan binatang buas maupun yang lain. Yang kami sangat senang pada waktu itu belum ada yang naik ke menara, sehingga kami hanya bedua saja di menara pengawas itu.

“Gimana Wuk, indah kan?” aku mulai membuka pembicaraan.

“Iya, sungguh indah, menakjubkan sekali pemandangan alam dari sini ya Om” sahutnya.

“Iya, sungguh indah terlebih ada kamu disini, hal Ini mengingatkan aku waktu pacaran dulu, di sini di tempat ini juga aku melakukan kissing, necking, dan etting untuk pertama kali” sambungku pula.

“Hayo Om mulai nakal ya, kalu sekarang ada aku apa Om mau melakukan hal yang sama?” Wiwik bertanya.

“Siapa takut!” sahutku.

Aku segera memegang kedua tangan Wiwik, lalu mendekapnya, selanjutnya kesentuh dengan jari bibirnya yang mungil.

“Aku ingin mengulangnya, Wuk? Mau kan kamu?” bisikku di telinganya.

Wiwik pun menganggukkan kepalanya.

Aku segera mengecup keningnya, kemudian mencium bibirnya, serta sekitar leher. Cukup lama kami berciuman. Kuremas-remas kedua payudaranya yang mulai menegang. Selanjutnya kutanggalkan jaketnya, terlihatlah pemandangan yang indah karena Wiwik ternyata hanya memakai kaos singlet, sehingga kedua bukitnya sedikit mulai, kuning langsat, bersih, sangat menggairahkan.

“Dingin Wuk?” tanyaku.

“Ya dingin, mana ada tempat yang panas di Tawangmangu” katanya ketus.

“Oke, tempat ini akan segera kubuat menjadi lebih panas” kataku lagi.

Wiwik pun tak berkata lagi. Mulutku segera kuarahkan ke belahan dadanya. Kucium, kukecup, dan kucupang hingga nampak merah dibeberapa tempat sekitar payudaranya.

“Berapa umurmu, Wuk?” aku coba bertanya.

“Ngapain tanya umur segala?” Wiwik balik bertanya.

“Ketika pacaran dulu, cupangku di sekitar payudara dan pusar sebanyak umurnya” sahutku.

“Tebak, ayo berapa, kalau benar nanti selain boleh menyupang sejumlah umurku juga akan kuberi bonus!” perintahnya.

“Bonusnya apa?”

“Tebak dulu dong!”

Aku sebenarnya tahu umurnya, karena waktu mendaftar kulihat biodatanya. Umurnya 25 tahun, belum kawin. Mungkin Wiwik sengaja bertanya atau memang tidak memperhatikan ketika pendaftaran ulang kulihat biodatanya. Aku justru bertanya-tanya dalam hati. Ah, persetan dengan itu.

“Dua puluh lima!” jawabku mantap.

“Kok Om tahu, hayo dari mana? Kalau ketahuan curang, nanti akan kutuntut!”

“Lho katanya suruh menebak, ya aku tebak saja, betulkan jawabanku, mana bonusnya?”

“Bonusnya terserah Om, pilih mana bagian tubuhku!”

“Oke, aku minta ini, tapi nanti malam” jawabku sambil memegang selangkangannya.

“Nanti malam Om?” tanya Wiwik bengong.

“Terus gimana, nanti sore kan sudah selesai acaranya dan rombongan bus akan pulang?”

“Begini aja, kamu telpon do’i, malam ini tidak pulang, karena menyelesaikan tugas merangkum hasil-hasil Raker, dan jangan kuatir aku bawa mobil sendiri kok, besuk saya antar, oke!” kataku.

“Oke deh, sudah terlanjur kalah taruhan sama Om” lanjutnya.

Perlahan-lahan kupelorotkan kaos singletnya, kucopot kait BH-nya. Kini Wiwik sudah tidak memakai pakaian atas. Pemandangan yang lebih indah kini terlihat nyata. Dua bukit kembar, kuning langsat, sangat menarik untuk segera kukecup dan kucupang sebagai tanda kemenanganku. Tak berlama-lama aku memandangi kedua bukit itu, segera kuemut-emut, kugigit-gigit, kutarik-tarik putingnya dengan gigiku.

“Oh.. Om.. jangan kuat-kuat gigitnya, sakit, Ouh.. trus Om.. teruuss Om”

Wiwik mulai merengek-rengek. Kuremas, kukecup, kuemut dan terus kuemut bagai bayi yang kehausan dan menetek ibunya. Untuk beberapa lama kegiatan ini kulakukan. Selanjutnya aku berdiri, bersandar pada salah satu tiang penyangga dan Wiwik pun jongkok di depanku terus melepas sabukku, melepas kancing celanaku, serta menarik ritsluitingnya, segera memelorotkan celanaku. Batang kemaluanku sudah berdiri menantang bagai tongkat komando. Wiwik pun tanpa banyak bicara segera mengocok-ngocok dan mengemut-emut batang kontolku. Menjilat-jilat mulai dari kedua buah pelir sampai pucuk kontol. Mengemut-emut lagi dan lagi.

“Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss..” aku meronta-ronta geli keenakan.

Segera kujambak rambutnya dan kumaju-mundurkan kepalanya.

“Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss.. aku akan keluar Wuk”

Dan crot, crot, crot.., muncratlah spermaku dalam mulutnya lagi.

“Enak Om?” tanyanya.

Aku hanya mengangguk. Kali ini aku bercumbu di tengah hutan, di atas menara, didiringi rintik hujan yang sudah mulai mereda. Dari arah tenggara sesekali terdengar deru mobil. Hari semakin siang, hujan suah reda, beberapa pasang muda-mudi mulai berdatangan di hutan wisata dan sekitar menara. Aku dan Wiwik segera membetulkan dan merapikan pakaian masing-masing dan segera turun kembali ke penginapan. Sepanjang perjalanan menuju penginapan Wiwik kugandeng, kadang kupeluk dengan mesra. Sampai di penginapan hampir semua peserta telah berkemas-kemas bahkan ada yang sudah meninggalkan penginapan menuju rumah masing-masing.

Kulihat Wiwik berjalan menuju Wartel dekat penginapan. Aku boleh merasa gembira, karena akan dapat bonus dari Wiwik. Aku segera bergegas menuju kantor penginapan, menginformasikan kepada penjaga bahwa aku dan seorang peserta lagi pulangnya besok siang. Pemilik penginapan pun mengijinkan aku tetap bermalam di penginapannya sampai esok hari. Bahkan masih disediakan makan malam dan sarapan pagi.

Klihat Wiwik telah selesai telpon di Wartel, namun tidak segera menuju penginapan, tetapi mampir ke toko di seberang jalan. Kiranya Wiwik membeli beberapa makanan kecil dan beberapa botol minuman suplemen. Wiwik pun berjalan menuju tempat di lobby penginapan, setelah dekat kuminta dia untuk memindah barang-barangnya ke kamarku.

Udara sore itu cukup dingin, aku tidak berani mandi, karena pemanas air di penginapan rusak. Aku hanya membasuh muka, tangan dan kaki saja. Wiwik pun demikian juga. Jam ditanganku menunjukkan pukul 19.00. Jatah makan malam yang biasanya di restoran kali ini kuminta pada petugas untuk diantar ke kamar saja, karena akan kumakan setelah berita TV jam 21.00, sebab sore ini aku telah makan bakso di seberang jalan.

Kini di kamarku hanya aku dan Wiwik.

“Wuk, mana bonusnya?” tanyaku membuka percakapan.

“Nih, ambil sendiri!” perintahnya.

Dapat Bonus Setelah Rapat Kerja

Aku segera memeluknya, menciumnya, dan mulai melepaskan pakaiannya satu bersatu. Kini Wiwik telah telanjang bulat. memeknya kelihatan kayak apem, bulat, empuk. Payudaranya yang cukup besar, kenyal segera kuemut-emut, kesedot-sedot. Wiwik pun mulai mengerang-erang. Kuhitung cupang yang ada disekitar payudaranya, ternyata baru 24.

“Wuk, cupangannya baru 24, belum genap 25 lho” kataku.

“Mau genepin atau tidak terserah Om” katanya pula.

“Nih. tak tambahi satu tempat lagi, biar genap 25” kataku.

Segera kecupannya kuarahan ke memeknya. Kukecup-kecup memeknya, kusedot-sedot lubang kewanitaanya. Wiwik pun menjerit-kerit dan tak lama kemudian mengalir lendir dari vaginanya. Wiwik telah orgasme. Selanjutnya kupermainkan lidahku dibibir vaginanya, menjilat-jilat klitorisnya dan lidahku terus mengobok-obok vaginanya.

Aku mengambil napas sebentar. Kutinggalkan dia yang telanjang bulat ditempat tidurku.

“Mau kemana Om?” tanyanya.

“Mau minum dulu, kulihat tadi kamu beli minuman suplemen?” aku balik bertanya.

“Oh, iya, tuh ambil di tas kresek hitam!” perintahnya”jangan lama-lama lho Om, dingin nih” katanya lagi.

Aku segera mengambil sebotol dan meminum habis. Aku mulai menanggalkan pakaianku. Kini aku dan Wiwik telah sama-sama telanjang bulat. Segera kudekati Dia dari arah kepala kucium mulai keningnya, matanya, bibirnya, susunya, terus turun ke pusar dan akhirnya tepat di vaginanya kuobok-obok lagi dengan lidahku. Wiwik pun segera menangkap kontolku yang sudah tegang di atas mulutnya. Lidahku kumainkan di lubang kewanitaanya, wiwik pun mengerang-erang namun kurang jelas katanya karena kini sudah tersumbat oleh batang kontolku. Aku terus menjilat-jilat bibir vaginanya, dan kontolku pun dikemot-kemot, disedot-sedot.

“Ouh Wuk.. Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss.. aku akan keluar Wuk”

Dan tumpahlah spermaku dalam mulutnya untuk kesekian kalinya dan semua cairannya ditelan habis.

Setelah istirahat dan minum suplemen, tak berapa lama aku segera berbalik dan melanjutkan mengambil bonus. Perlahan-lahan kubuka pahanya yang putih mulus dengan selangkangan yang sangat menantang. Perlahan-lahan kumasukkan batang kontolku ke liang senggamanya. Sedikit demi sedikit masuklah kumasukkan batang kontolku dan akhir semua batang kontolku masuk ke dalam memeknya. Kuangkat sedikit lalu kusodokkan lagi, terus dan terus. Kuremas-remas susunya, kuremas semakin lama semakin cepat.

“Om, perih om, berhenti dulu Om” rintihnya.

Namun aku tak mempedulikannya. Kuremas-remas susunya, kuremas semakin lama semakin cepat. 

Segera kugenjot lagi kontolku dalam vaginanya, terus dan terus..

“Ouh.. Ouh.. Omm.. Omm.. terus, teruss Om.. aku akan keluar lagi Om..”

“Ouh Wuk.. Oh.. Wuk, aku juga akan keluar Wuk, kita bareng-bareng Wuk”.

Akhirnya aku dan Wiwik mncapai puncak bersama-sama.

Malam itu kami bermain sepuas-puasnya, dengan berbagai gaya dan posisi. Kemudian kami tidur dengan satu selimut tebal masih dalam keadaan telanjang bulat sampai pagi, lupa makan malamnya. Setelah kami berdua mandi dan sarapan pagi, segera berkemas meninggalkan penginapan. Tak lupa kuberi tips pada petugas jaga pagi itu. Kemudian kami menuju mobil dan segera melesat kembali ke kota. Aku antar dulu Wiwik ke terminal bus. Sesampai di terminal bus, kami segera berpisah. Kujabattangannya dengan erat.

“Terimakasih ya Wuk atas bonusnya” kataku.

Cerita sex : Ngajak Threesome Dengan Istri Yang Ketahuan Selingkuh

“Terimakasih kembali, Om, sampai jumpa di lain kesempatan” katanya sambil melambaikan tangannya.

#Dapat #Bonus #Setelah #Rapat #Kerja