Dapat Bonus Dari Pelatihan Terbaru Malam Ini

Dapat Bonus Dari Pelatihan 1

Peristiwa ini terjadi tahun 2014, ketika saya ditugaskan untuk mengikuti Kursus Kearsipan yang diadakan oleh Group Perusahaan saya. Sebenarnya peristiwa ini tidaklah sengaja untuk saya rencanakan, namun terjadi begitu saja secara spontan, mengalir bagai air mengikuti naluri manusia.

Perusahaan di tempat saya bekerja pada awalnya adalah penyedia jasa yang bergerak di bidang bimbingan belajar di Kota Y.

Namun seiring dengan kemajuan yang dicapai, maka dicoba untuk mengembangkan sayap pada bidang-bidang lain seperti super market, sekolah tinggi ekonomi, kursus komputer, travel and tour, bahkan membuka rumah makan, yang semakin hari semakin berkembang dan tidak hanya menempati satu gedung namun tersebar di berbagai tempat dan mempunyai kantor cabang dikota-kota lain di Indonesia.

Saya bekerja sebagai staf di bidang adminstrasi perusahaan dan menangani arsip-arsip perusahaan yang semakin hari semakin menumpuk saja.

Seiring dengan perkembangan tersebut diadakanlah training kearsipan bagi karyawan-karyawan yang menangani arsip-arsip perusahaan supaya ada kesatuan persepsi dan model yang akan dipakai dalam penanganan arsip, sehingga memudahkan dalam pencarian kembali arsip yang telah lalu, maupun menyeleksi arsip-arsip yang akan dimusnahkan supaya tidak memenuhi gudang.

Ketika saya ditugaskan untuk mengikuti kursus tersebut, saya langsung menyatakan setuju. Saya merasa beruntung ditunjuk untuk kursus kearsipan tersebut, karena selain tidak masuk kantor juga bisa “refreshing” menyegarkan badan dan otak yang sehari-hari hanya bergelut dengan kertas dan kertas.

Kursus diadakan selama 2 minggu dan menginap di sebuah penginapan di kawasan Kaliurang, suatu tempat rekreasi yang sejuk di kaki Gunung Merapi.

Kursus kearsipan diikuti sekitar 30 orang laki dan perempuan, umurnya berkisar antara 22 sampai 36 tahun, jadi masih muda-muda dan penuh semangat.

Ada yang sudah berkeluarga, ada juga yang baru punya pacar. Walaupun kami dalam satu group perusahaan, namun karena jarang bertemu, terlebih yang dari luar kota, ya kebanyakan dari kami belum saling kenal, hanya satu dua orang saja yang sudah saling kenal.

Hari pertama kursus diadakan acara perkenalan dari masing-masing peserta untuk menyebutkan nama, alamat, asal sub perusahaan/kerja dibagian apa, dan sebagainya sampai soal status keluarga, anak serta suami ataupun istri.

Setelah istirahat siang, untuk lebih dapat menghafal nama serta lebih kompak dalam kerjasama peserta diadakan kegiatan dinamika kelompok dan dilanjutkan acara Outward Bound selama 2 hari penuh.

Dalam dua hari tersebut hampir semua peserta sudah saling kenal satu sama lain, bahkan ada yang tampak akrab. Ketika acara istirahat siang mereka sudah pada ngobrol satu sama lain, saling curhat, saling mencari “jodoh” masing-masing.

Dan pada malam kedua itu kelihatannya mereka sudah saling akrab bahkan hampir dari semua peserta pada malam itu sesudah pelajaran selesai kira-kira pukul 21. 30 WIB mereka memutuskan untuk jalan-jalan keliling sekitar penginapan sampai ke Gardu padang untuk melihat pemandangan alam di sekitar Gunung Merapi malam hari.

Dan sungguh menakjubkan, pada malam terang bulan itu Merapi terlihat indah, gagah, namun menyimpan rahasia alam yang tak dapat diraba oleh panca indera.

Dalam perjalanan malam itulah saya mulai menemukan “jodoh” untuk diajak bincang-bincang secara dengan dekat atau curhat bahasa populernya. Sebut saja teman saya tadi Winny. Masih muda sekitar 25 tahun, belum kawin katanya, namun sudah punya pacar.

“Pacarku itu lho Om (begitu dia panggil saya) yang antar aku ke sini tempo hari”.

“Oh, yang antar kamu tempo hari to Win” sahutku.

Hari-hari selanjutnya semakin akrab aku memanggil dia dengan panggilan Win, dan dia memanggilku dengan Om.

“Kok, panggil aku Om, gimana sih?” godaku.

“Gini Om, soalnya dari perkenalan kemarin, Om umurnya sudah sebaya dengan umur Pak Lik atau Paman saya, jadi ya kupanggil saja Om. Nggak apa-apa kan?” sahutnya.

“Oh, begitu to, oke deh” sahutku pula.

Pada Ju’mat pertama, saya coba ajak Winny untuk jalan-jalan setelah akhir pelajaran. Waktu itu jarum jam menunjukkan pukul 22. 00 WIB.

“Win, belum ngantukkan?” tanyaku.

“Belum Om, ada apa?” Winny balas bertanya.

“Yuk, kita jalan-jalan ke gardu pandang!” ajakku.

“Siapa aja yang akan kesana Om?” tanyaknya lagi.

“Aku nggak tahu, aku hanya ajak kamu jalan-jalan malam ini, kan besok malam Minggu diberi kesempatan pulang ke rumah masing-masing, jadi ini kesempatan malam terakhir minggu pertama untuk jalan-jalan. Kalau yang lain ada yang ikut aku nggak keberatan, kalau tak ada yang ikut pokoknya aku ajak kamu aja, mau kan?” aku coba merayu.

“Gimana ya Om?” dia agak ragu menjawab.

“Aku sih sebenarnya juga ingin jalan-jalan, tapi kalau hanya kita berdua gimana, ya, aku tak enak sama teman-teman yang lain”, lanjutnya.

“Ya nggak usah dipikirkan, tuh mereka sudah membuat kelompok-kelompok sendiri!” sahutku pula.

Winny diam sebentar dan akhirnya memutuskan mau kuajak jalan-jalan malam itu, hanya berduaan saja.

Sepanjang jalan aku dan Winny ngobrol tentang keadaan kantor masing-masing, tentang keadaan alam, tentang keluarga, dan ngomong apa saja untuk menghilangkan kejenuhan selama perjalanan ke gardu pandang.

Setelah jalan beberapa ratus meter melewati tanjakan dan tikungan tiba-tiba melewati tikungan yang cukup gelap karena lampu penerangan jalan yang mati.

Winny berhenti sebentar dan berkata” Om, gelap tuh jalan, gimana yuk balik aja”.

“Balik, tanggunglah yau, kan gardu pandang tinggal beberapa puluh meter di depan, setelah tikungan itu kan?” sahutku.

“Iya tapi kan cukup gelap, aku agak takut” sahutnya pula.

“Nggak apa-apa, ada aku kok (gayaku sok berani), yuk terus!” sahutku sambil secara reflek menarik tangannya dan kugandeng terus melewati kegelapan.

Winny, terus mengikuti, malah memegangku semakin erat dan semakin dekat jaraknya tubuhnya dengan tubuhku. Tercium, bau parfum yang wangi dari tubuhnya. Hal ini semakin ingin aku menggandengnya lebih lama.

Akhirnya aku dan Winny melewati jalan gelap sambil bergandeng tangan terus sampat tempat gardu pandang. Disana sudah ada beberapa pasangan muda-mudi yang juda duduk-duduk sambil memandang keindahan Gunung Merapi.

“Om, lepasin dong tangannya” pintanya.

“Oh maaf, ya Win, aku sampai lupa, habis hangat sih” godaku.

“Om, nakal, besok kuberitahu lho istri om, biar dimarahi” sahutnya.

“Eh, ngancam, ya? Besuk juga kuberi tahu pacarmu, hayo” balasku pula.

Winny mencubit tanganku, namun secara cepat kupegang tangannya erat-erat dan kutarik tubuhnya mendekati tubuhku, kutarik lagi hingga tubuh kami berdua berdekatan.

“Ssst.. nggak usah ribut, nanti pada menengok dan melihat ke sini semua” bisikku di telinganya. Mata kami saling memandang, dan Winny pun tersenyum.

“Oke, Om, nggak usah lapor-laporan, ya” ucapnya pelan, kemudian aku pun membalas senyumnya.

“Iya deh, Oreo, setujukan?”

Akhirnya malam itu kami duduk-duduk untuk beberapa lama, ngobrol, sambil menikmati pemandangan dari gardu pandang, yang pada waktu itu Merapi telah diselimuti kabut cukup tebal.

Jarum jam telah menunjukkan pukul 23. 30 waktu setempat, hawa di pegunungan itu semakin terasa dingin, satu persatu, sepasang demi sepasang, mereka mulai meninggalkan gardu pandang. Aku pun mengajak turun Winny menuju tempat penginapan kami.

“Om, dingin sekali ya, Om dingin nggak? tanyanya.

“Ya dingin sahutku pula, gimana? tanyaku pula.

“Nggak apa-apa kok, yok kita turun” lanjutnya. Tanpa berkata ba, bi, bu, ku gandeng tangan Winny, dia tak menolak, aku semakin berani untuk segera merangkulnya.

“Gimana Win? hangat kan? tanyaku.

“Om, nakal, besuk aku bilangan, sama istri Om” sahutnya.

“Eit, kita kan udah janji, Oreo-kan” kataku pula.

Akhirnya Winny diam saja kurangkul dan kudekap sepanjang perjalanan menuju penginapan, mungkin merasa hangat dan lebih tenang seperti yang kurasakan.

“Lepasin Om tangannya” katanya setelah terlihat penginapan yang tinggal beberapa puluh meter. Kulepaskan tanganku dan aku sengaja menyenggol bukitnya yang ternyata cukup besar. Winny hanya diam saja.

“Dah.. Winny..” kataku ketika kami berpisah dan menuju kamar masing-masing.

“Dah.. Om, nakal” sahutnya sambil tersenyum.

Sabtu sore itu kami diberi kesempatan untuk pulang mengengok keluarga masing-masing. Aku pulang sendiri, Winny dijemput oleh pacarnya, yang ternyata juga tidak begitu ganteng.

“Selamat jalan, ya, hati-hati” kataku sambil mengulurkan tanganku untuk bersalaman.

Winny pun menjawab “Terimakasih, Om, ini kenalkan, pacarku”.

Aku pun terus bersalaman dan berkenalan dengan pacarnya.

“Sigit” katanya singkat.

“Yanto” jawabku singkat pula.

“Senang ya punya pacar cantik, kok diajak pulang sore ini, mengapa tak nginap di sini aja berdua, sekaligus bermalam minggu di sini. Kalau mau nanti aku mintakan izin sama panitianya. Aku kenal kok sama ketua panitia kegiatan ini” godaku pula.

Mereka berdua saling berpandangan dan tersenyum malu.

“Nggak usah lah yau, nanti ndak lupa daratan” sahut mereka berdua hampir bersamaan.

“Oke, kalau gitu selamat jalan, dan sampai jumpa” aku berkata demikian sambil melambaikan tangan. Mereka berdua pun melambaikan tangan, menghidupkan mesin motornya dan melesat turun ke kota.

Ketika aku masih bengong melihat Winny dengan pacarnya sudah melesat pergi, tiba-tiba dari belakang di tepuk pundakku oleh Pak Bandung, salah seorang panitia yang telah kukenal sebelumnya.

“Hayo! Dik Yanto jangan bengong aja, dulu waktu muda kan pernah kayak gitu, ingat lho Dik Yanto, anak dan istri telah menunggu dirumah untuk berakhir pekan” katanya.

Aku pun terkejut, “Oh, nggak apa-apa kok Pak, saya cuma setengahnya tidak percaya, itu lho gadis cantik kayak gito kok pacarnya biasa saja, nggak ganteng, kalau dipikir-pikir justru lebih ganteng saya to Pak” jawabku pula.

Dan sambil menghidupkan mesin aku langsung tancap gas turun gunung, mampir sebentar di warung pinggir jalan, membeli jualan tempe serta wajik untuk oleh-oleh anak istri yang telah menunggu di pondok mertua indah.

Senin pagi itu para peserta kursus telah berdatangan lagi untuk melanjutkan menimba ilmu kearsipan. Kulihat Winny juga telah datang dan tengah menikmati sarapan pagi yang memang telah disediakan oleh pihak panitia.

Aku mendekat dan menyapa “Pagi Win, gimana kabarnya, gimana malam minggunya, asyikkan, saya tahu lho Win malam itu kamu tidak pulang ke rumah tapi entah bermalam dimana” kataku mencoba menebak-nebak sambil duduk didekat Winny yang lagi sarapan pagi.

“Ah, Om ini sok tahu, kalau ya terus mau apa, kalau tidak trus gimana” jawabnya agak ketus.

“Ya, nggak apa-apa, wong aku cuma bercanda, kok” aku balas menjawab.

“Gimana Win, nanti habis pelajaran malam kita jalan-jalan lagi, ya. Nanti jalan-jalan dengan route yang lain dengan kemarin, oke?” aku mengajak Winny.

Winny pun mengangguk tanda setuju.

Malam itu setelah pelajaran malam berakhir pukul 21. 30 kami berdua jalan-jalan mengelilingi taman parkir, gardu pandang, telogo nirmolo, dan akhir berhenti duduk-duduk karang Pramuka.

Saat itu Winny memakai jaket tebal dan celana jeans ketat. Dalam keremangan malam terlihat bentuk kakinya yang indah sesuai dengan tinggi badannya.

“Dingin ?” tanyaku membuka percakapan.

“Ya dingin, mana ada tempat di Kaliurang yang hangat” jawabnya.

“Ada saja” jawabku

“Dimana” tanyanya lagi

“Ya, disini” jawabku sambil aku menggeser pantatku dan duduk berdekatan dengannya.

“Dimana Om?” Winny pun bertanya lagi

“Ya.. disini, coba pejamkan mata sebentar!” perintahku.

Winny pun memejamkan mata. Pelan tapi pasti Winny pun segera kupeluk dengan lembut dan ternyata hanya diam saja.

“Dimana Om,? dia bertanya lagi

“Disini” jawabku sambil terus mempererat pelukanku kepadanya.

“Om, nakal” Winny meronta tapi aku tetap meneruskan pelukanku bahkan semakin erat dan akhirnya perlahan-lahan dia menikmati juga kehangatan pelukanku bahkan membalas dengan pelukan yang tak kalah erat.

Peluk dan terus peluk, kehangatan pun terus mengalir dan kuberanikan diri untuk mencium pipinya, mencium bibirnya. Dia ternyata menerima dan membalas ciumanku dengan hangat.

Dapat Bonus Dari Pelatihan

“Oh.. Om..” desahnya pelan

“Oh.. Win, cantik sekali kau malam ini” rayuku pula.

Tanganku selanjutnya menelusuri tubuh dibalik jaketnya yang tebal. Aku sedikit kaget karena Winny hanya memakai kaos “adik” (istilah kaos yang kekecilan sehingga ketiak dan pusar terlihat) singlet yang agak tebal.

“Nggak usah terkejut Om, aku sering melakukan ini dengan pacarku” bisiknya.

“Lho, katamu dingin, kok pakai singlet?” aku balas bertanya.

“Iya, tadi dingin, tapi sekarang sudah agak hangat, kan ada pemanasnya” celotehnya pula.

“oo begitu, baru hangatkan? Oke kalau begitu nanti kubuat kamu lebih hangat lagi, kalau perlu sampai panas” lanjutku sambil terus mengelus, meraba tubuhnya.

Dan akhirnya sampai dibukit yang cukup besar dan kiranya mulai menegang. Tanganku berhenti sebentar dibukitnya yang kenyal, kemudian mulai kuremas-remas dengan kedua tanganku dari arah belakang. Winny mulai melenguh kenakan.

“Oh.. Om, terus-terusin Om.., Om.. teruus” Winny terus merengek.

Kemudian dia berbalik dan tangannya juga mulai mememeluk tubuhku semakin erat. Tangannya menuntun tanganku dari bawah kaosnya menuju bukitnya dan ternyata juga tidak memakai BH.

Kuremas pelan-pelan dan semakin cepat seiring dengan rengekannya. Kami berdua saling berpelukan, saling berciuman, melumat bibir, saling meremas, entah berapa lama.

Kami semakin tidak sadar kalau berada diruang terbuka. Disekeliling kami hanya pepohonan hutan cemara dikeremangan malam, diiringi suara cengkerik, belalang serta binatang malam lainnya, dipinggir tanah lapang itu. Kami pun tidak akan tahu seandainya disekeliling lokasi itu ada yang melihat baik sengaja mengintip atau tidak sengaja melewati daerah itu.

Permainan terus berlanjut diudara terbuka itu. Winny pun segera mengarahkan tangannya ke daerah selangkanganku, mengelus dari luar celanaku. Tahu bahwa “adik”ku telah bangun, Winny pun segera memelorotkan celanaku yang kebetulan waktu itu hanya memakai training.

Segera dikeluarkannya batang kemaluanku yang telah tegak dan selanjutnya Winny mengemot-emot, memainkan lidahnya dikepala kemaluanku dengan semangat. Hal ini membuatku lupa dengan istri dirumah yang belum pernah melakukan hal yang demikian.

“Oh.. Win, terus Win, teruuss.. enak Win, teruuss..”

Dan crot, crot, crot.., crot, crot.., crot.., muncratlah spermaku dalam mulutnya yang mungil dan sebagian lagi mengenai wajahnya yang cantik. Aku hanya memejamkan mata keenakan.

“Enak Om?” tanyanya.

Aku hanya mengangguk, mulut rasanya sulit berkata karena hampir tak percaya kejadian yang baru saja tadi. Ini adalah hubungan seks-ku yang pertama dengan selain istri, walaupun baru sebatas oral seks.

Dan ternyata menimbulkan kesan lain yang mendalam selain juga mengasyikkan.

“Aku bersihkan ya Om” dan tanpa berkata lagi Winny mengulum-ulum batang kemaluanku, menjilat-jilat membersihkan sisa-sisa sperma yang masih menempel sampai bersih, sih.

“Oh, Wik..”

Cerita sex : Nikmatnya Menggarap Tetanggaku Dan Anaknya

Sadar berada di alam terbuka, aku segera melihat jam tanganku. Jarum jam telah menunjukkan angka 23. 15. Aku segera mengajak Winny meninggalkan tempat itu.

#Dapat #Bonus #Dari #Pelatihan

Dapat Hadiah Ngewe Setelah Selesai Motret Terbaru Malam Ini

Dapat Hadiah Ngewe Setelah Selesai Motret

Pagi yang cerah itu Aditya sendirian di rumah karena kuliahnya kosong hari itu, Adiknya sudah berangkat sekolah, sedangkan orang tuanya pergi ke luar kota. Setelah bangun tidur (biasanya kalau libur dia bangun agak siang, kira-kira jam 9), Aditya menuju kamar mandi. Segera disiramnya tubuhnya dengan air dingin yang segar. Selesai mandi dan berpakaian, dia menuju meja makan untuk sarapan. Setelah itu baca-baca koran sebentar, kemudian beranjak ke teras depan rumah. Sambil duduk-duduk, dia menatap ke rumah depan yang didiami oleh Mbak Ine dan suaminya Mas Anto, tetangganya yang sering bertandang ke rumah Aditya untuk ngobrol-ngobrol bersama ibunya atau keluarganya.  Mbak Ine adalah wanita yang cantik berumur kira-kira 28 tahun. Dia adalah seorang ibu rumah tangga yang modern, yang selalu mengikuti mode, sedangkan suaminya Mas Anto adalah tipe pria pekerja yang kadang selalu lupa waktu dan keluarga. Mas Anto umurnya kira-kira 35 tahun. Mereka berdua belum dikaruniai anak dan di rumah itu hanya tinggal bertiga bersama seorang pembantu yang berusia kira-kira 20 tahun serta seekor anjing Dalmatian peliharaan Mbak Ine.  Mas Anto mempunyai perusahaan warisan orang tuanya yang cukup besar dan sukses, sehingga waktunya sering tersita untuk memikirkan perusahaannya daripada memikirkan istrinya yang cantik dan seksi kesepian di rumah yang cukup besar itu. Dia hanya ditemani pembantu dan anjing setianya. Aditya sendiri adalah seorang mahasiswa komunikasi jurusan advertising di sebuah fakultas swasta terkenal.

Sambil melamun, Aditya tiba-tiba ingat tugas fotografinya untuk mengambil obyek outdoor. Segera dia masuk ke kamarnya mengambil kamera dan kembali ke teras depan. Sambil berjalan di taman, dia mencari-cari obyek untuk dijepret, berharap ada kupu-kupu yang hinggap di atas bunga-bunga peliharaan ibunya. Nah, ada seekor kupu-kupu yang hinggap, segera dia pasang aksi seperti fotografer profesional untuk mengambil gambarnya. Baru asik-asiknya motret, Aditya dikejutkan oleh sapaan Mbak Ine yang tiba-tiba saja sudah masuk ke dalam taman di rumahnya. 

“Eeeh… dik Aditya… lho… kok ngga kuliah..? Baru ngapain tuh, motret yah..? Mbok motret Mbak Ine aja yang cantik ini daripada motret kupu-kupu..!” sapa Mbak Ine. 

“Aduh, saya kirain siapa… bikin kaget aja Mbak Ine ini… Anu Mbak, hari ini aku libur, eh… Mbak Ine mau cari Ibu ya..? Baru ke luar kota tuh Mbak, pulangnya mungkin lusa.” jawab Aditya.   Sekilas Aditya melihat dandanan Mbak Ine hari itu, cantik sekali dia dengan kaos you can see-nya yang memperlihatkan lengannya yang putih mulus dan rok mininya di atas lutut memperlihatkan kedua kaki jenjangnya yang berbetis indah dan berpaha putih mulus. Rambutnya yang panjang berwarna agak kemerahan digerai dengan bandana menghiasi kepalanya. Bibirnya yang seksi berwarna merah disapu lipstik merah tipis, pokoknya dahsyat deh dandanan Mbak Ine.  

“Ahh… enggak, mbak cuma mau maen aja, abis bosen sendirian di rumah. Si Suli baru ke pasar, jAditya Mbak nggak ada kegiatan apa-apa nih…” 

“Lho… Mas Anto apa udah berangkat Mbak..? Biasanya kan jam 10:00 baru ngantor..?” tanya Aditya. “Udah, tadi pagi-pagi sekali jam 8:00. Katanya mau meeting sama kliennya di kantor. Paling pulangnya juga baru ntar malem…” jawab Mbak Ine sambil menghela napas panjang. 

“Dik Aditya ngapain motret bunga segala..?” sambung Mbak Ine. 

“Ini nih Mbak, buat tugas mata kuliah fotografi. Motret obyek outdoor..!” jawab Aditya. 

“Kalau gitu motret Mbak Ine aja, Mbak kan nggak kalah cantik sama model-model cover girl di majalah itu, ya nggak..?” sahut Mbak Ine.

“Iya deh, Aditya percaya kok kalau Mbak cantik, seksi lagi… tapi apa mbak bersedia buat modelku. Kan ini nanti hasilnya untuk didiskusikan di depan kelas, Mbak…” 

“Kenapa enggak… siapa tau nanti ada produser atau talent scout atau dosenmu yang tertarik untuk mengontrak Mbak. Kan Mbak jAditya terkenal… hi.. hi.. hi..” canda Mbak Ine. 

“Ngomong-ngomong kamu bilang tadi, Mbak seksi ya..? Apa bener githu..?” sambil tangan Mbak Ine mencubit pinggang Aditya. Aditya hanya tersenyum, dan kemudian menarik tangan Mbak Ine untuk mengarahkan gayanya jadi model pemotretan.  Setelah 15 frame diambil Aditya, sekarang Mbak Ine malah yang aktif merubah sendiri gayanya. Dia tundukkan badannya ke depan sambil tangannya menyangga tubuhnya di bebatuan kolam, rambutnya dibiarkan tergerai ke belakang. Tatapan matanya tajam ke depan menatap kamera, sedangkan bibirnya yang sensual terbuka sedikit. Aditya mengambil posisi di depan Mbak Ine, dia terperangah memandang pose Mbak Ine sambil gemetar memegang kamera. Karena dari pose itu terlihat jelas gundukan payudara Mbak Ine yang kenyal dan indah itu menggantung di balik kaos you can see yang berpotongan leher rendah. Melihat keindahan duniawi itu, membuat Aditya menelan ludah dan segera mengabadikannya sebanyak 5 frame.  Setelah ganti pose, sekarang Mbak Ine duduk di atas bebatuan kolam sambil mengangkangkan kakinya lebar-lebar tapi tangannya diletakkan di depan selangkangannya sehingga menutupi celana dalamnya. Kepalanya dimiringkan sedikit dan bibirnya terbuka, tatapannya sayu seakan mengajak untuk tidur. Disuguhi pemandangan seperti itu, Aditya blingsatan sendiri. Paha Mbak Ine yang mulus sekali serta betisnya yang indah, membuat Aditya yang penggemar betis indah cewek ini ingin mengelus dan mengecup serta menjilatinya.

Celana dalam Mbak Ine yang mengintip nakal berwarna ungu, nampak menggembung indah menggambarkan bukit kemaluannya walaupun sedikit terhalang oleh tangan Mbak Ine. Payudara Mbak Ine yang mengkal berukuran 34B, tampak tercetak jelas dihimpit kaos ketatnya. Tanpa disuruh lagi, si Aditya junior di balik celana pendeknya menggeliat bangun.  Setelah beberapa kali mengambil gambar, Mbak Ine melontarkan usul, “Dik Aditya gimana kalo kita ganti setting? Ke rumah Mbak aja… kan nanti bisa di kolam renang segala. Entar Mbak bikinin spagheti kesukaan kamu deh… gimana..?” Aditya terdiam sejenak, kemudian mengangguk setuju. Lalu Aditya membereskan kameranya dan mengunci pintu rumah. Selanjutnya Aditya mengikuti langkah Mbak Ine dari belakang. Sambil berjalan Aditya menatap Mbak Ine yang berjalan di depannya, sungguh seksi sekali wanita ini. Cara berjalannya, lenggak-lenggok pinggulnya, pantatnya yang padat bulat tercetak ketat di rok mininya, paha mulusnya, betis indahnya, oooh, sungguh indah. Ingin rasanya Aditya menikmatinya.  Setelah masuk di dalam rumah, Mbak Ine mempersilahkan Aditya menganggap sebagai rumah sendiri dan meminta Aditya menunggu sebentar untuk ganti pakaian. Aditya pun duduk di ruang tengah sambil nonton siaran TV kabel yang tidak terdapat di rumahnya. Aditya memandang kagum rumah besar yang dihiasi perabotan moderen itu yang menggambarkan kesuksesan bisnis Mas Anto. Siro, anjing Dalmatian Mbak Ine tampak berlari-lari kecil menghampiri Aditya dan duduk tenang di sisi kaki Aditya.

Tidak lama, Suli pembantu Mbak Ine yang sudah pulang dari pasar, membawakan minum untuk Aditya. “Monggo lho Mas Aditya… diminum dulu airnya… saya ke belakang dulu, mau masak.” 

“Ehm… iya Sul… makasih yaa… kamu udah pulang to…?” jawab Aditya. Suli ini memang usianya tidak berbeda jauh dengan Aditya, dua tahun lebih muda dari Aditya. Suli berasal dari Jawa Tengah, manis orangnya, putih kulitnya dan bisa dibilang seksi juga. Kalau diberi nilai, yah… 6 lah..! Aditya sering juga mengintip si Suli ini kalau sedang menyiram taman dengan menggunakan celana pendek yang memamerkan paha mulusnya dan kaos ketat bekas pemberian Mbak Ine yang menampakkan gundukan payudaranya. Benar-benar terlihat masih murni dan belum terjamah lelaki.  Tidak lama kemudian, Mbak Ine turun dari kamarnya di lantai atas mengenakan jas kamar dan kemudian menghampiri Aditya, lalu duduk di sebelahnya. Mbak Ine kemudian mengobrol sebentar dengan Aditya, dan berkeluh kesah serta curhat tentang kesepiannya ditinggal oleh Mas Anto yang super sibuk. Hingga tidak disangka, Mbak Ine tanpa risih pun bercerita tentang kehidupan seksualnya bersama suaminya kepada Aditya. Aditya pun walaupun segan, tetap berusaha mendengarkan dan menghibur Mbak Ine. Sesekali sambil curhat, Mbak Ine duduk tidak beraturan hingga jas kamarnya tertarik dan tampaklah paha putih mulus yang dihiasi bulu-bulu halus. Aditya pun menelan ludah melihat keindahan itu, juniornya mulai berontak di dalam celananya.  Tiba-tiba Mbak Ine seperti tersadar kemudian berkata, “Aduh… sory ya, Di… Mbak kok malah jadinyaa curhat. Padahal tadi kita kan mau pemotretan ya..? Ayo deh, kita langsung aja ke kolam renang di belakang,” sambil menggeret tangan Aditya menuju ke kolam renang. Setelah sampai, Aditya pun menyiapkan peralatannya, sementara Mbak Ine melepas jas kamarnya.

“Sudah siap Mbak..?” tanya Aditya sambil membalikkan badan menatap Mbak Ine. Aditya terkesiap melihat Mbak Ine memakai bikini yang hanya menutupi sedikit payudaranya dan secarik celana dalam menutupi kemaluannya hingga bulu-bulu kemaluannya sedikit keluar dari celana yang bisa dibilang hanya seperti secarik kain itu. Kontan yunior Aditya pun berteriak, “Merdekaaa…” mengacungkan kepalannya, berdiri tegak di dalam celananya sehingga tampak sedikit menggembung bila dilihat dari luar.  Mbak Ine yang melihat Aditya melongo memandangnya hanya senyam-senyum saja, apalagi ketika Mbak Ine melihat tonjolan di celana Aditya akibat kepalan merdeka yunior Aditya. “Heh… Di… ati-ati, ada lalat masuk mulut kamu ntar…” Mbak Ine menyadarkan Aditya. “Ehh.. Ehhmm.. ii.. iiya.. ya… Mbak…” jawab Aditya gelagepan. Mbak Ine sengaja jalan melenggak-lenggok di depan Aditya dan kemudian merebahkan diri di sisi kolam renang sambil mengangkangkan kakinya untuk menggoda Aditya. Aditya hanya bisa melotot menyaksikan tubuh indah Mbak Ine. 

“Di… ayo cepetan doong… dipotret. Kamu tuh kayak nggak pernah liat cewek pake baju renang aja..!” 

“Iii.. iii.. iiiyaa… iyaa… Mbak..” sambil tangannya gemetar memegang kamera dan menekan tombol. Akhirnya, setelah satu rol film dihabiskan di kolam renang, Mbak Ine tanpa memakai jas kamarnya lagi, menarik tangan Aditya ke dalam lalu dibawanya ke lantai atas masuk ke kamarnya. 

“Eh… Mbak mau kemana niih..?” tanya Aditya. 

“Ssst… udah diem aja, nanti kamu tau sendiri..!” jawab Mbak Ine. Di dalam kamar yang luas terdapat sebuah tempat tidur besar, satu televisi 29 inchi dan perangkat stereo canggih, serta AC yang dingin. Aditya menjadi semakin terbengong-bengong, sementara Mbak Ine langsung mengunci pintu kamar itu.

“Mbak… maaf, kita mau ngapain di sini..? Rasanya saya nggak pantes deh di sini. Ini kan kamar Mbak Ine sama Mas Anto.” kata Aditya. Mbak Ine mendekati Aditya, meletakkan telunjuknya di mulut Aditya, dan menyuruh Aditya untuk diam. “Di… udah lama Mbak nggak pernah dipuji sama cowok, apalagi sama Mas Anto. Tadi Mbak seneng kamu bilang Mbak ini cantik dan seksi.” kata Mbak Ine. 

“Mbak pingin kamu potret Mbak dalam keadaan bugil..! Kamu mau khan… tolong Mbak… please… ya Di… Nanti kamu boleh melakukan apa aja yang kamu mau sama Mbak.” lanjut Mbak Ine. Aditya terdiam, tapi matanya masih nakal melihat puting payudara Mbak Ine yang menonjol di penutup dadanya. Tanpa menunggu persetujuan Aditya, Mbak Ine melepas penutup dadanya, sehingga sekarang terlihatlah kedua payudaranya yang bulat kencang dan indah itu menantang Aditya.  Mbak Ine kemudian menyalakan TV dan stereo set lalu menyetel VCD porno. Suara ah.. uh.. ah.. uh.. dari VCD terdengar keras, “Nggak pa..pa…. Di, kamar ini kedap suara kok. Jadi nggak bakalan ketauan kita ngapa-ngapain di sini.” kata Mbak Ine seakan-akan tahu akan kekhawatiran Aditya. Mbak Ine mulai menggoyangkan badan meliuk-liuk seperti penari striptease ditingkahi suara VCD porno sambil tangannya menyusuri tubuhnya. Mulai dari payudaranya diremas-remas sendiri hingga dipermainkan putingnya, lalu turun ke perut dan kemudian masuk ke celana kecil dan bermain-main di vaginanya. Matanya merem-melek menikmati permainannya sendiri. Sementara Aditya gemetaran mengambil gambar Mbak Ine, konsentrasinya terbelah, antara mengambil gambar dan terangsang nafsu birahinya.  Aditya kemudian mendekat dan merebahkan dirinya di lantai kamar yang berkarpet itu untuk mengambil gambar Mbak Ine yang setengah bugil itu menari-nari di atasnya. Setelah jeprat-jepret, kemudian Mbak Ine yang masih mengangkanginya itu menarik tangan Aditya dan membimbingnya menyentuh bukit kemaluan yang masih tertutup itu. Mbak Ine mendesis-desis dan menggeliat-geliat, Aditya jadi terpana tidak menyangka Mbak Ine yang cantik dan yang selama ini dikenalnya itu bisa berubah menjadi liar seperti ini.

Kemudian Mbak Ine menurunkan badannya, jongkok di atas Aditya dan kemudian menindih Aditya. Sekarang bukit kemaluannya menekan keras yunior Aditya yang sama-sama masih tertutup celana itu. Aditya sendiri masih terus mengintai dari balik kamera dan menjepret ekspresi Mbak Ine yang sedang dalam keadaan terangsang hebat. Mbak Ine menggoyang-goyangkan pinggulnya dan mau tak mau Aditya keenakan dan segera meletakkan kameranya di lantai. Kemudian Mbak Ine membungkuk dan mencium bibir Aditya, dan Aditya pun membalas sehingga mereka sekarang saling mengulum. Aditya memeluk punggung halus Mbak Ine sehingga payudaranya yang bulat itu menekan kuat di dada Aditya. Sejenak kemudian mereka melepaskan diri.  Mbak Ine kemudian melepas celananya sehingga sekarang 100 persen bugil. Rambut kemaluannya yang lebat tapi rapih itu terlihat menggairahkan. Aditya yang sudah pernah menyetubuhi ceweknya itu pun tidak tinggal diam, dia juga melepas pakaiannya sehingga mereka berdua bugil sekarang. Mbak Ine kemudian duduk di pinggir tempat tidur dan merebahkan tubuhnya, lalu Aditya jongkok di depan selangkangannya dan membuka kedua paha Mbak Ine lebar-lebar. Aditya kemudian menciumi betis indah Mbak Ine dan menjilatinya bergantian kanan-kiri. Tangannya meraba-raba paha mulus Mbak Ine. Ciuman dan jilatan itu mulai naik ke paha dalam, terus sampai ke selangkangan dan sampailah ke klitoris.  

“Oooohh…. aaahh…. Adityaii…. trusss… Diii…. jilat terus sayang….”Aditya pun dengan rakusnya terus menjilati dan menjorokkan hidungnya ke klitoris dan vagina Mbak Ine. Mbak Ine merapatkan pahanya ke kepala Aditya untuk mendapatkan jilatan Aditya yang intens itu. Hingga sampai suatu saat, tubuh Mbak Ine mengejang kuat dan berteriak keras, rupanya Mbak Ine sudah mencapai orgasmenya yang pertama. Aditya pun terus menjilati cairan kenikmatan yang keluar dari liang senggama Mbak Ine dengan rakusnya. Setelah itu Aditya bangkit dan mengelap wajahnya yang basah karena cairan kenikmatan dengan tangannya, lalu memandang Mbak Ine yang masih terengah-engah memejamkan mata sambil terbaring menghayati orgasmenya baru saja.  Aditya kemudian merebahkan diri di ranjang di samping tubuh bugil Mbak Ine, lalu Mbak Ine pun bangkit dan meraih kejantanan Aditya yang tegak keras itu. Dielus-elus dengan lembut dan diciuminya kemaluan Aditya, “Hmm… I like it… yummy…” ceracau Mbak Ine. Kemudian dikocoknya pelan, terus meningkat cepat sampai Aditya merem-melek tidak karuan gerakannya. Setelah itu, Mbak Ine membungkukkan kepalanya dan mulai memasukkan kejantanan Aditya ke dalam mulutnya. Dikenyot-kenyot dan dihisap-hisap dengan kuat hingga Aditya kelabakan karena diberi kenikmatan seperti itu.

Aditya merasa nikmat sekali, kalah jauh pacarnya jika dibandingkan dengan Mbak Ine. Aditya merasa ada yang mau mendesak keluar dari kemaluannya namun ditahannya kuat-kuat sambil menarik kepala Mbak Ine untuk melepaskan kulumannya di penis Aditya. Aditya tidak mau spermanya terbuang sia-sia di mulut Mbak Ine, dia maunya menumpahkan spermanya di liang senggamanya Mbak Ine atau minimal di paha atau betisnya.  Mbak Ine menatap Aditya dengan nanar, kemudian menggulingkan tubuhnya di samping Aditya dan berkata, “Ayo Aditya sayang, perbuatlah apa yang kamu suka… nggak usah takut… berikan Mbak perlawanan kamu yang hebat… sayang… Come on, honey…” Aditya pun tanpa basa-basi lagi, lalu menggumuli tubuh indah Mbak Ine, melumat bibir sensualnya, menciumi setiap inci tubuhnya hingga Mbak Ine menggelinjang. Meremas-remas payudaranya, mencaploknya dan menjilati putingnya dengan penuh nafsu. Terus menjilatinya dengan tujuan ke arah vagina, terus turun ke paha dan betis hingga tubuh Mbak Ine yang putih dan sintal itu sekarang basah oleh jilatan Aditya.  

Dapat Hadiah Ngewe Setelah Selesai Motret

“Auuh… oooh… aaahhh… ehhmmm… trusss… sayy… aaahhh…” Mbak Ine menggelinjang terkena tarian lidah Aditya. 

“Ayo sayaang… mana punya kamu… siiniii… shhh… cepeett… masukiiin… ooohh…” tangan Mbak Ine dengan tidak sabar menarik kejantanan Aditya ke selangkangannya. Aditya pun mengerti dan maklum apa yang diinginkan Mbak Ine yang mungkin sudah lama tidak disentuh oleh Mas Anto, suaminya. Aditya pun segera menempelkan kejantanannya ke bibir kemaluan Mbak Ine dan menggesek-gesekkannya di sana.  Mbak Ine menggerak-gerakkan kepalanya tidak karuan hingga rambutnya kusut mendapat gesekan kenikmatan dari Aditya. Perlahan, kemudian Aditya mengarahkan kepala penisnya ke depan lubang kenikmatan Mbak Ine, ditekannya.

“Sluupss…” meleset, dicobanya lagi, “Sluppss…” meleset lagi. Mbak Ine menggelinjang karena kejantanan Aditya yang meleset itu mengenai klitorisnya. Lalu Mbak Ine membantu menuntun kemaluan Aditya, dan Aditya menekan kuat-kuat hingga, “Bless…” masuklah kepala kejantanan Aditya ke dalam lubang kemaluannya. “Auuuh… sayy… pelan… sakiiit… punya kamu gede banget…” jerit Mbak Ine. Aditya pun merasa linu karena kepala batang kejantanannya dijepit vagina Mbak Ine yang super sempit itu. Dicobanya menekan pelan-pelan hingga masuk perlahan-lahan batang penisnya. Dibantu dengan goyangan pinggul Mbak Ine, Aditya menekan terus secara perlahan hingga masuklah semua batang kemaluannya ke dalam liang senggama Mbak Ine.  Sejenak Aditya diam merasakan rasa nikmat penisnya dijepit bibir kemaluan super sempit Mbak Ine. 

“Mbak sayaang… masih sakiit enggak..? Kalo masih sakit, udahan aja deh… kasihan Mbak nanti.” “Jangan… jangan dicabut… teruskan sayang… udah nggak sakit kok..!” spontan tangan Mbak Ine memeluk erat bahu Aditya dan kakinya dilingkarkan di pinggang Aditya. Mendengar itu, Aditya kemudian mulai melakukan gerakan penisnya maju-mundur. Lama kelamaan, gerakan itu semakin cepat dan cepat dan yang terdengar hanya dengusan nafas Aditya dan desahan kenikmatan Mbak Ine. Aditya memperlambat gerakannya untuk menurunkan tensi permainan, dan bangkit duduk sambil merengkuh tubuh Mbak Ine. Hingga sekarang, mereka berdua posisinya berhadapan berpangkuan, Aditya terus menusuk-nusukkan kejantanannya sampai tubuh Mbak Ine menggelosor jatuh berbaring kembali di ranjang.  Aditya mengganti posisi, sekarang dia berdiri di atas lututnya menusuk-nusukkan kejantanannya ke kemaluan Mbak Ine sambil tangannya merengkuh kaki Mbak Ine yang kiri, diciumi dan dijilati betisnya. Kembali ke posisi konvensional, sambil bergulingan Aditya berpindah posisi membuat Mbak Ine bergerak di atas tubuhnya. Sekarang Mbak Ine yang aktif bergerak di atas tubuhnya. Mbak Ine merasa nikmat sekali dengan posisi demikian karena bisa mengontrol masuknya penis ke vaginanya.

Tak lama kemudian, terasa denyutan teratur di dinding kemaluan Mbak Ine, Aditya pun membantu memompa dari bawah dan memasukkan kejantanannya lebih dalam lagi. “Aaaw… sayaaang… akuuu mmaauu… ke… keeluu… aaarrr… aaahhh…” dan “Creet… creeet…” cairan hangat keluar dari liang senggama Mbak Ine membasahi batang penisnya hingga keluar sampai pangkal kemaluannya. Itulah orgasme kedua Mbak Ine. Mbak Ine pun menggelosor lemah menindih tubuh Aditya sambil memeluk Aditya erat. Aditya mengelus-elus rambut panjang Mbak Ine dan punggung halus mulusnya sementara tangan yang satunya meremas-remas pantat bulat Mbak Ine.  Mbak Ine sudah dua kali orgasme, sementara Aditya belum keluar sama sekali, hingga setelah beberapa saat, keduanya terdiam, Aditya mulai kembali memegang peranan. Dengan masih berpelukan, mereka berguling berganti posisi dengan penis masih di dalam vagina hingga kembali ke posisi konvensional. Diciumnya dengan lembut bibir sensual Mbak Ine dan dibalas dengan permainan lidah. Kembali Aditya meremas-remas payudara Mbak Ine dan memainkan putingnya hingga Mbak Ine kembali terangsang. Aditya mulai melakukan gerakan maju-mundur kejantanannya dan makin lama makin cepat.  “Plok… plok… plok…” suara selangkangan mereka berdua bertabrakan. “Crop… cropp… cropp…” suara kemaluan Mbak Ine yang masih basah oleh cairan kenikmatan dirojok senjata tegangnya Aditya. Hingga tidak lama kemudian, Aditya ingin keluar, “Oooh… Mbak… aaahh… akuuu… mmmaauuu keluuuaaarrr…” 

“Terusin sayang, hehm…. oooh… kluarin di dalem ajaaa… saayyy… aaahhh…” jawab Mbak Ine. Sebelum air mani Aditya memancar, Mbak Ine kembali orgasme, hingga akhirnya setelah itu “Crooot… crooot… crooot…” air mani Aditya dengan sukses keluar di dalam liang senggama Mbak Ine. Terkabullah sudah keinginan Aditya. Mbak Ine masih melingkarkan kakinya di pinggang Aditya dan tangannya memeluk erat bahu Aditya sambil pinggulnya digoyang-goyangkan.  Lima menit Aditya mempertahankan posisi itu hingga terasa lemas. Penisnya mengkerut di dalam vagina Mbak Ine untuk relaksasi.

Cerita sex : Pengalaman Sex Dengan Pengawai Salon

“Aditya sayaaangg… kamu hebat deh… Mbak suka sama permainan kamu. Kalau kamu pingin lagi, jangan malu-malu bilang ama Mbak yach..! Ntar mbak kasih yang lebih dahsyat lagi… Oke sayang…” sambil mengecup bibir Aditya dengan mesra. “Mbak juga hebat… punya Mbak masih sempit dan enak jepitannya… apalagi goyangannya… wauw…” puji Aditya. Seperempat jam lamanya mereka berdua saling memuji, hingga akhirnya berbenah diri dan memakai kembali pakaian mereka masing-masing.  Tanpa mereka sadari, mulai dari permainan tAditya, si Suli, pembantu Mbak Ine mengintip perbuatan mereka berdua di dalam kamar dari lubang kunci sambil masturbasi sendiri. Suli sungguh terpesona dengan besarnya kejantanan lelaki seperti milik Aditya yang baru dilihatnya pertama kali. Dengan mengintip dan masturbasi itu Suli pun mendapatkan orgasmenya yang baru pertama kali dirasakan itu hingga celananya basah. 

#Dapat #Hadiah #Ngewe #Setelah #Selesai #Motret

Dapat Bonus Setelah Rapat Kerja Terbaru Malam Ini

Dapat Bonus Setelah Rapat Kerja

Sebenarnya Rapat Kerja hanya diadakan selama 2 hari, namun atas usul para peserta minta untuk diperpanjang 1 hari lagi guna memberi waktu bagi peserta berwisata menikmati pemandangan alam Tawangmangu, suatu tempat rekreasi yang sejuk di kaki Gunung Lawu.

Rapat Kerja ini diikuti para manajer yang ada di Kantor Pusat maupun kantor perwakilan. Selain para manajer dan pimpinan,masing-masing kantor perwakilan boleh menyertakan seorang staf administrasi sebagai penghubung peserta dengan panitia dan juga sekaligus membantu panitia menyiapkan berbagai peralatan yang diperlukan peserta Raker.

Untuk berangkat menuju ke Tawangmangu, perusahaan menyediakan sarana tranportasi berupa bus full AC, full musik, namun banyak diantara para peserta yang membawa kendaraan pribadi, termasuk saya. Tujuan adalah dengan membawa mobil pribadi maka mobilitasnya lebih tinggi.

Sebagai panitia, saya datang lebih awal untuk menyiapkan segala keperluan Raker serta mengurus akomodasi bagi para peserta. Sengaja saya memilih kamar yang agak mojok, dan hanya single bed. Karena hari Jum’at para peserta diharapkan sudah check in sebelum Jum’atan, sedang Raker-nya sendiri baru akan dimulai setelah Jum’atan.

Rombongan bus telah datang, nampak Wiwik dengan pakaian kantor yang cukup serasi kelihatan lebih seksi dan cantik daripada waktu dulu pertama ketemu. Payudaranya nampak lebih montok dan menantang. Hatiku jadi berdebar juga, dag dig dug rasanya. Membayangkan seandainya punya kesempatan untul ML dengan Wiwik.

“Siang Wuk” sapaku sambil mengulurkan tangan ketika Wiwik memasuki lobby.

“Oh.., siang Om” jawabnya agak terkejut.

“Om disini, sudah lama ya” lanjutnya.

“Ya.., cukup lama juga, kan aku ikut panitia, jadinya datang lebih awal” jawabku agak sombong.

Setelah mendaftar ulang, kuberi tahu nomor kamar Wiwik ada beseberangan dengan kamarku. Kebetulan pula bahwa peserta wanitanya ganjil, sehingga satu kamar yang mestinya untuk 2 orang, maka kamar untuk Wiwik hanya satu orang saja. Ini memang sudah kuatur agar aku dapat mengulang berkencan dengan Wiwik lagi.

“Dasar buaya darat” aku bergumam sendiri.

Waktu menunjukkan pukul 11.45. Semua peserta yang akan ber-Jum’atan sudah meninggalkan penginapan menuju tempat ibadah. Hanya beberapa peserta yang tidak Jum’atan, termasuk aku dan Wiwik.

“Tok, tok, tok”, kuketuk pintu kamar Wiwik.

“Masuk, nggak dikunci kok” terdengar jawaban dari dalam.

Aku perlahan-lahan membuka pintu dan ternyata Wiwik sedang santai saja menata barang bawaannya. Wiwik sudah melepas blazernya dan hanya memakai atasan you can see serta nampak kalau tak memakai bra.

“Wuk, aku kangen padamu lho” kataku.

“Ngrayu nih ye, siang saja sudah merayu, gimana entar malam ya?” Wiwik menggodaku.

“Kalau malam ya nggak perlu ngerayu, kamu kan udah tanggap sendiri, iya kan?”

“Idiih.., Om kok semakin nakal kelihatannya” lanjutnya.

“Habis.., susu kamu itu lho, yang bikin aku..” kataku lagi.

“Udahlah Om, kalau hanya itu ambil sendiri aja, tapi jangan lama-lama lho” katanya lagi.

Jam di dinding kamar menunjukkan puul 12.00, berarti ada waktu kurang lebih 45 menit untuk berkencan dengan Wiwik siang itu. Ini waktu yang lumayan lama untuk satu permaninan panas. Tanpa banyak cakap lagi mulai kukecup keningnya, lalu kucium matanya, hidungnya, pipinya, dan mulutnya. Wiwik membalas dengan semangat pula. Makin lama makin intensif aku meraba-raba seluruh tubuhnya, meremas-remas susunya, dan Wiwik kelihatan semakin menikmati permainan ini.

Akhirnya mulai kulepas pakaian atasnya sehingga tampak dua bukit kembar yang montok menantang. Segera kuemut-emut kedua bukit itu, kupermainkan lidahku di putingnya, kugigit-gigit, dan kutarik-tarik dengan gigiku, nampak Wiwik merintih-rintih menahan rasa antara sakit dan enak.

“Oh.. Om.. oh.. ” desahnya pelan.

“Oh.. Wuk, kau semakin cantik dan menggairahkan” rayuku pula.

“Oh.. Om, terus-terusin Om.., Om.. teruus” Wiwik terus merengek.

Kami berdua saling berpelukan, saling berciuman, melumat bibir, saling meremas, entah berapa lama. Permainan terus berlanjut, Wiwik pun segera mengarahkan tangannya ke daerah selangkanganku, mengelus dari luar celanaku. Tahu bahwa “Adik”Ku telah bangun, Wiwik pun segera melepaskan sabuk dan selanjutnya memelorotkan celanaku. Segera dikeluarkannya batang kemaluanku yang telah tegak dan selanjutnya Wiwik mengemot-emot, memainkan lidahnya dikepala kemaluanku dengan semangat. Hal ini untuk sementara membuatku lupa dengan istri dirumah yang setia menungguku.

“Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss.. enak Wuk, teruuss.. aku akan keluar Wuk!”

Dan crot, crot, crot.., muncratlah spermaku dalam mulutnya dan sebagian lagi mengenai wajahnya yang cantik. Aku hanya memejamkan mata keenakan.

“Enak Om?” tanyanya.

Aku hanya mengangguk, mulutku rasanya sulit berkata.

“Aku bersihkan ya Om” dan tanpa berkata lagi Wiwik mengulum-ulum batang kemaluanku, menjilat-jilat membersihkan sisa-sisa sperma yang masih menempel sampai bersih, sih.

“Ouch.. ouch.., Wuk” aku mendesah keenakan.

Setelah merapikan pakaian aku segera meninggalkan kamar Wiwik dan menuju kamarku. Kami telah dua kali melakukan oral seks namun tidak berlanjut dengan ML. Dan keinginan untuk meniduri cewek itu tetap terpatri dalam benakku.

Dua hari sudah (lebih tepat hanya satu setengah hari) para peserta Raker berdiskusi, membahas berbagai macam persoalan yang ada serta menyusun strategi untuk tahun mendatang. Untuk melepas lelah pada hari Minggunya para peserta diberi kesempatan untuk rekrasi atau belanja oleh-oleh khas tawangmangu. Aku dan Wiwik pun juga turut jalan bersama teman-teman lain. Sampai di pasar para peserta Raker pun menyebar mencari apa yang dibutuhkan. Aku dan Wiwik pun berjalan berdua untuk belanja.

“Wuk, belanjanya nanti saja, ya!” kataku.

“Kenapa Om?” Wiwik pun bertanya.

“Kita naik ke Hutan Wisata dulu yuk!” aku mengajaknya.

“Dimana Om lokasinya?” Wiwik bertanya lagi.

“Kesana itu lho, dari sini menjuju Grojogan Sewu, selanjutnya terus kita naik, disana ada pemandangan yang sangat indah, kita bisa naik ke menara pengawas” lanjutku lagi.

“Tapi ada syaratnya lho Om” Wiwik pun berkata lagi.

“Apa syaratnya?” aku balik bertanya.

“Nanti kalau aku kedinginan, Om tanggungjawab lho!” pintanya.

“Oke, kalau itu syaratnya, saya akan cari korek api dulu” sahutku.

“Untuk apa Om? Wiwik pun bertanya lagi.

“Ya untuk menghangatkan, kalau kamu kedinginan” jawabku.

“Om mulai nakal ya!” Wiwik pun berkata sambil mencubit lenganku.

Belum sampai lepas cubitannya, tangannya kupegang, dan kugandeng melanjutkan perjalanan.

Kami berdua kadang bergandeng tangan dan tidak berjalan menyelusuri jalan setapak menuju hutan wisata di atas grojogan sewu. Setelah sampai di menara pengawas, aku mengajak Wiwik naik ke puncak menara melalui tangga yang cukup tinggi.

“Hati-hati lho Wuk, tangganya licin, karena kena embun” perintahku kepadanya.

Walaupun hari itu Hari Minggu, namun kelihatannya tidak banyak pengunjung yang sampai ke hutan wisata, sehingga suasana cukup sepi. Hanya terlihat beberapa pasang muda-mudi yang agak jauh dari lokasi kami berada. Terlebih lagi pada saat itu mulai turun hujan rintik-rintik. Untuk waktu itu kami sudah ada di puncak menara, sehingga tidak kehujanan. Dari puncak menara ini kami bisa menikmati pemandangan sekitar hutan. Disamping tidak kehujanan, juga kecil kemungkinannya bertemu dengan binatang buas maupun yang lain. Yang kami sangat senang pada waktu itu belum ada yang naik ke menara, sehingga kami hanya bedua saja di menara pengawas itu.

“Gimana Wuk, indah kan?” aku mulai membuka pembicaraan.

“Iya, sungguh indah, menakjubkan sekali pemandangan alam dari sini ya Om” sahutnya.

“Iya, sungguh indah terlebih ada kamu disini, hal Ini mengingatkan aku waktu pacaran dulu, di sini di tempat ini juga aku melakukan kissing, necking, dan etting untuk pertama kali” sambungku pula.

“Hayo Om mulai nakal ya, kalu sekarang ada aku apa Om mau melakukan hal yang sama?” Wiwik bertanya.

“Siapa takut!” sahutku.

Aku segera memegang kedua tangan Wiwik, lalu mendekapnya, selanjutnya kesentuh dengan jari bibirnya yang mungil.

“Aku ingin mengulangnya, Wuk? Mau kan kamu?” bisikku di telinganya.

Wiwik pun menganggukkan kepalanya.

Aku segera mengecup keningnya, kemudian mencium bibirnya, serta sekitar leher. Cukup lama kami berciuman. Kuremas-remas kedua payudaranya yang mulai menegang. Selanjutnya kutanggalkan jaketnya, terlihatlah pemandangan yang indah karena Wiwik ternyata hanya memakai kaos singlet, sehingga kedua bukitnya sedikit mulai, kuning langsat, bersih, sangat menggairahkan.

“Dingin Wuk?” tanyaku.

“Ya dingin, mana ada tempat yang panas di Tawangmangu” katanya ketus.

“Oke, tempat ini akan segera kubuat menjadi lebih panas” kataku lagi.

Wiwik pun tak berkata lagi. Mulutku segera kuarahkan ke belahan dadanya. Kucium, kukecup, dan kucupang hingga nampak merah dibeberapa tempat sekitar payudaranya.

“Berapa umurmu, Wuk?” aku coba bertanya.

“Ngapain tanya umur segala?” Wiwik balik bertanya.

“Ketika pacaran dulu, cupangku di sekitar payudara dan pusar sebanyak umurnya” sahutku.

“Tebak, ayo berapa, kalau benar nanti selain boleh menyupang sejumlah umurku juga akan kuberi bonus!” perintahnya.

“Bonusnya apa?”

“Tebak dulu dong!”

Aku sebenarnya tahu umurnya, karena waktu mendaftar kulihat biodatanya. Umurnya 25 tahun, belum kawin. Mungkin Wiwik sengaja bertanya atau memang tidak memperhatikan ketika pendaftaran ulang kulihat biodatanya. Aku justru bertanya-tanya dalam hati. Ah, persetan dengan itu.

“Dua puluh lima!” jawabku mantap.

“Kok Om tahu, hayo dari mana? Kalau ketahuan curang, nanti akan kutuntut!”

“Lho katanya suruh menebak, ya aku tebak saja, betulkan jawabanku, mana bonusnya?”

“Bonusnya terserah Om, pilih mana bagian tubuhku!”

“Oke, aku minta ini, tapi nanti malam” jawabku sambil memegang selangkangannya.

“Nanti malam Om?” tanya Wiwik bengong.

“Terus gimana, nanti sore kan sudah selesai acaranya dan rombongan bus akan pulang?”

“Begini aja, kamu telpon do’i, malam ini tidak pulang, karena menyelesaikan tugas merangkum hasil-hasil Raker, dan jangan kuatir aku bawa mobil sendiri kok, besuk saya antar, oke!” kataku.

“Oke deh, sudah terlanjur kalah taruhan sama Om” lanjutnya.

Perlahan-lahan kupelorotkan kaos singletnya, kucopot kait BH-nya. Kini Wiwik sudah tidak memakai pakaian atas. Pemandangan yang lebih indah kini terlihat nyata. Dua bukit kembar, kuning langsat, sangat menarik untuk segera kukecup dan kucupang sebagai tanda kemenanganku. Tak berlama-lama aku memandangi kedua bukit itu, segera kuemut-emut, kugigit-gigit, kutarik-tarik putingnya dengan gigiku.

“Oh.. Om.. jangan kuat-kuat gigitnya, sakit, Ouh.. trus Om.. teruuss Om”

Wiwik mulai merengek-rengek. Kuremas, kukecup, kuemut dan terus kuemut bagai bayi yang kehausan dan menetek ibunya. Untuk beberapa lama kegiatan ini kulakukan. Selanjutnya aku berdiri, bersandar pada salah satu tiang penyangga dan Wiwik pun jongkok di depanku terus melepas sabukku, melepas kancing celanaku, serta menarik ritsluitingnya, segera memelorotkan celanaku. Batang kemaluanku sudah berdiri menantang bagai tongkat komando. Wiwik pun tanpa banyak bicara segera mengocok-ngocok dan mengemut-emut batang kontolku. Menjilat-jilat mulai dari kedua buah pelir sampai pucuk kontol. Mengemut-emut lagi dan lagi.

“Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss..” aku meronta-ronta geli keenakan.

Segera kujambak rambutnya dan kumaju-mundurkan kepalanya.

“Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss.. aku akan keluar Wuk”

Dan crot, crot, crot.., muncratlah spermaku dalam mulutnya lagi.

“Enak Om?” tanyanya.

Aku hanya mengangguk. Kali ini aku bercumbu di tengah hutan, di atas menara, didiringi rintik hujan yang sudah mulai mereda. Dari arah tenggara sesekali terdengar deru mobil. Hari semakin siang, hujan suah reda, beberapa pasang muda-mudi mulai berdatangan di hutan wisata dan sekitar menara. Aku dan Wiwik segera membetulkan dan merapikan pakaian masing-masing dan segera turun kembali ke penginapan. Sepanjang perjalanan menuju penginapan Wiwik kugandeng, kadang kupeluk dengan mesra. Sampai di penginapan hampir semua peserta telah berkemas-kemas bahkan ada yang sudah meninggalkan penginapan menuju rumah masing-masing.

Kulihat Wiwik berjalan menuju Wartel dekat penginapan. Aku boleh merasa gembira, karena akan dapat bonus dari Wiwik. Aku segera bergegas menuju kantor penginapan, menginformasikan kepada penjaga bahwa aku dan seorang peserta lagi pulangnya besok siang. Pemilik penginapan pun mengijinkan aku tetap bermalam di penginapannya sampai esok hari. Bahkan masih disediakan makan malam dan sarapan pagi.

Klihat Wiwik telah selesai telpon di Wartel, namun tidak segera menuju penginapan, tetapi mampir ke toko di seberang jalan. Kiranya Wiwik membeli beberapa makanan kecil dan beberapa botol minuman suplemen. Wiwik pun berjalan menuju tempat di lobby penginapan, setelah dekat kuminta dia untuk memindah barang-barangnya ke kamarku.

Udara sore itu cukup dingin, aku tidak berani mandi, karena pemanas air di penginapan rusak. Aku hanya membasuh muka, tangan dan kaki saja. Wiwik pun demikian juga. Jam ditanganku menunjukkan pukul 19.00. Jatah makan malam yang biasanya di restoran kali ini kuminta pada petugas untuk diantar ke kamar saja, karena akan kumakan setelah berita TV jam 21.00, sebab sore ini aku telah makan bakso di seberang jalan.

Kini di kamarku hanya aku dan Wiwik.

“Wuk, mana bonusnya?” tanyaku membuka percakapan.

“Nih, ambil sendiri!” perintahnya.

Dapat Bonus Setelah Rapat Kerja

Aku segera memeluknya, menciumnya, dan mulai melepaskan pakaiannya satu bersatu. Kini Wiwik telah telanjang bulat. memeknya kelihatan kayak apem, bulat, empuk. Payudaranya yang cukup besar, kenyal segera kuemut-emut, kesedot-sedot. Wiwik pun mulai mengerang-erang. Kuhitung cupang yang ada disekitar payudaranya, ternyata baru 24.

“Wuk, cupangannya baru 24, belum genap 25 lho” kataku.

“Mau genepin atau tidak terserah Om” katanya pula.

“Nih. tak tambahi satu tempat lagi, biar genap 25” kataku.

Segera kecupannya kuarahan ke memeknya. Kukecup-kecup memeknya, kusedot-sedot lubang kewanitaanya. Wiwik pun menjerit-kerit dan tak lama kemudian mengalir lendir dari vaginanya. Wiwik telah orgasme. Selanjutnya kupermainkan lidahku dibibir vaginanya, menjilat-jilat klitorisnya dan lidahku terus mengobok-obok vaginanya.

Aku mengambil napas sebentar. Kutinggalkan dia yang telanjang bulat ditempat tidurku.

“Mau kemana Om?” tanyanya.

“Mau minum dulu, kulihat tadi kamu beli minuman suplemen?” aku balik bertanya.

“Oh, iya, tuh ambil di tas kresek hitam!” perintahnya”jangan lama-lama lho Om, dingin nih” katanya lagi.

Aku segera mengambil sebotol dan meminum habis. Aku mulai menanggalkan pakaianku. Kini aku dan Wiwik telah sama-sama telanjang bulat. Segera kudekati Dia dari arah kepala kucium mulai keningnya, matanya, bibirnya, susunya, terus turun ke pusar dan akhirnya tepat di vaginanya kuobok-obok lagi dengan lidahku. Wiwik pun segera menangkap kontolku yang sudah tegang di atas mulutnya. Lidahku kumainkan di lubang kewanitaanya, wiwik pun mengerang-erang namun kurang jelas katanya karena kini sudah tersumbat oleh batang kontolku. Aku terus menjilat-jilat bibir vaginanya, dan kontolku pun dikemot-kemot, disedot-sedot.

“Ouh Wuk.. Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss.. aku akan keluar Wuk”

Dan tumpahlah spermaku dalam mulutnya untuk kesekian kalinya dan semua cairannya ditelan habis.

Setelah istirahat dan minum suplemen, tak berapa lama aku segera berbalik dan melanjutkan mengambil bonus. Perlahan-lahan kubuka pahanya yang putih mulus dengan selangkangan yang sangat menantang. Perlahan-lahan kumasukkan batang kontolku ke liang senggamanya. Sedikit demi sedikit masuklah kumasukkan batang kontolku dan akhir semua batang kontolku masuk ke dalam memeknya. Kuangkat sedikit lalu kusodokkan lagi, terus dan terus. Kuremas-remas susunya, kuremas semakin lama semakin cepat.

“Om, perih om, berhenti dulu Om” rintihnya.

Namun aku tak mempedulikannya. Kuremas-remas susunya, kuremas semakin lama semakin cepat. 

Segera kugenjot lagi kontolku dalam vaginanya, terus dan terus..

“Ouh.. Ouh.. Omm.. Omm.. terus, teruss Om.. aku akan keluar lagi Om..”

“Ouh Wuk.. Oh.. Wuk, aku juga akan keluar Wuk, kita bareng-bareng Wuk”.

Akhirnya aku dan Wiwik mncapai puncak bersama-sama.

Malam itu kami bermain sepuas-puasnya, dengan berbagai gaya dan posisi. Kemudian kami tidur dengan satu selimut tebal masih dalam keadaan telanjang bulat sampai pagi, lupa makan malamnya. Setelah kami berdua mandi dan sarapan pagi, segera berkemas meninggalkan penginapan. Tak lupa kuberi tips pada petugas jaga pagi itu. Kemudian kami menuju mobil dan segera melesat kembali ke kota. Aku antar dulu Wiwik ke terminal bus. Sesampai di terminal bus, kami segera berpisah. Kujabattangannya dengan erat.

“Terimakasih ya Wuk atas bonusnya” kataku.

Cerita sex : Ngajak Threesome Dengan Istri Yang Ketahuan Selingkuh

“Terimakasih kembali, Om, sampai jumpa di lain kesempatan” katanya sambil melambaikan tangannya.

#Dapat #Bonus #Setelah #Rapat #Kerja