Skandal Dengan Pembantuku Yang Sexy Terbaru Malam Ini

Skandal Dengan Pembantuku Yang Sexy-Tuti

 Aku sedang melamun sendiri dikamar, istri dan anakku sejak kemarin pulang ke kampungnya di Jawa. Aku sendiri malas keluar, walaupun hari ini kantor libur hari sabtu. Tiba-tiba saja kudengar pintu kamarku diketok oleh orang.

” Pak , permisi, Tuti mau cuci kamar mandi bapak” terdengar suara pembantuku
” Yah Masuk aja ” jawabku
Tuti pembantuku pun masuk sambil membawa ember kecil dan yang membuat saya kaget, dia hanya memakai handuk besar yang membungkus dadanya yang besar dan pantatnya yang bahenol.
” Waduh, pake handuk aja Tuti” kataku sambil menelan liur karena menyaksikan pemandangan yang membangkitkan adekku.

” Iya pak, biar ngak basah baju Tuti ” jawabnya sambil tersenyum manis dan lirikan matanya yang genit menuju adekku yang hanya di bungkus celana dalam saja.
Kurang lebih 15 menit kudengar suara air yang disiram ke dinding kamar mandi
Wah berarti dia sudah selesai mencuci kamar mandi, akupun cepat-cepat mencopot
celana dalamku, dan langsung kutarik pintu geser kamar mandiku yang memang tidak pakai kunci.

” Eh ,pak, ”Tuti terkejut, ketika melihat aku masuk dalam keadaan bugil, dia segera jongkok dengan keadaan telanjang bulat, sambil menutupi susunya dan menghadap kedinding kamar mandi membelakangiku.
Tapi tetap aja terlihat pantatnya yang bahenol, terlihat mengkilap , hitam, karena sekujur tubuhnya basah kena air ketika mencuci kamar mandi.
Akupun langsung mendekati closet sambil mengacungkan adekku
” Iya Tuti , bapak mau kencing nih , udah ngak tahan , kamu sih lama banget cucinya”
Aku sambil pura-pura, mau kencing, tapi boro-boro mau keluar airnya, namanya juga
adek lagi bediri , mana mau keluar kencingnya, mana mata sambil terus melihat kearah Tuti yang telanjang bulat sambil jongkok.
” Udah Tuti, ngak usah malu, ngak ada orang kok, cuma kita, Bapak aja ngak malu”
Kulihat dia mulai berani mengintip kearah adekku, dia kaget melihat adekku yang sengaja kuacung-acungkan.
” Tuti, tolong minta air dong , untuk cuci ini adek bapak ” kataku, sambil menyodorkan adekku ke hadapannya.
Dengan takut- takut dan malu, tangan satunya mengambil shower dan tangan satunya tetap menutupi susunya.
” Ayo dong sekalian dicuciin” kataku

Diapun mulai berdiri, dan menyirami adekku dengan shower, sambil matanya terus melihat adekku yang sudah tegang, Adekku ukurannya panjangnya sih biasa saja sekitar 15 cm,tapi gemuk banget , sudah banyak wanita yang kaget dengan ukuran diameter dan bentuk kepalanya yang membesar seperti pukulan gong.
” Ayo jangan cuma di siram, ambil itu sabun sekalian disabunin dong ”
Kulihat dia agak kagok, tapi diambilnya juga sabun cair, dan dia mulai menyabuni
adekku .
” Ahhhh,,, enak Ti, Cucinya yang bersih Ti ”
” Yah pak.” jawabnya sambil terus tertunduk dan menatap adekku.
Sekarang dia juga dalam keadaan telanjang bulat, tidak bisa lagi menutupi susunya , karena kedua tangannya sibuk menyabuni dan menyirami adekku.
Susunya kelihatan benar besar ,masih bulat sekali dan keras sekali dengan pentil yang masih kecil tapi kelihatan sudah berdiri. sedang memeknya kelihatan berupa garis, karena bulunya sudah tidak ada, mungkin dia sering mencukurnya, tapi terlihat jelas bekas bulu yang baru dicukur, makin membuatku nafsu.

Tanganku pun mulai memegang susunya dan mengelusnya sambil berkata
” Tuti, Susu kamu bagus yah. masih montok banget”
” Pak Tuti malu pak”
” Ahhhh… . pak……jangan pak….”
Tanganku memelintir pentilnya yang keras, dan tangan satunya sibuk memutar -mutar
susu yang satunya.
” Auwww pak……pakk….”

Skandal Dengan Pembantuku Yang Sexy-Tuti Bugil

Dia mulai mendesah, dan pegangannya ke adekku bukan hanya mengelus lagi,tapi mulai meremas dengan kencang.
Mulutkupun mulai bergerilya menciumi susunya dan mulai lidahku mebelit-belit pentil susunya, pelan tanganku yang satunya turun meluncur kearah memeknya.
Jariku menemukan bibir memeknya yang udah licin, bibirnya tipis, aku, mulai mengorek-orek memeknya dan mencari-cari kelentitnya.

” Auuu pak…geli pakk…., Tuti geli pak ”
Aku terus menjilati pentilnya dan tanganku, menemukan kelentitnya yang cukup besar, terasa sebesar biji kacang tanah, keras, licin dan enak sekali dimaenin dengan tangan.
” Pakkkkkk…Auuuuu…ZZZZZZ. pak Tuti………..ngak tahan pak”
Tangannya sudah dengan kasar menggosok adekku dan sampai kebijinya diperas dengan keras, sampai aku agak terasa sakit.
” Pakkkk….ampun ….pak… Tuti….enak.pakkk” desahnya, terus menerus.
” Pelan kuangkat sebelah kakinya , kusandarkan kakinya yang satu di atas bak mandi, lalu lulutku mulai turun kebawah mencari lubang memeknya.
Kujilati bibir memeknya, dan sambil lidahku masuk menjelajahi lubang memeknya yang terasa masih kecil sekali. Lalu lidahku mulai menjilati dan mengulum biji kelentitnya yang sebesar kacang tanah, dan terasa keras serta licin sekali karena air nikmatnya yang banyak keluar.

” Aduhhhhhhhhh………..pak……. Tuti ngak tahan pakkkkkkkkkk”
” Auuuuuu……pakk Ampun pak………Tuti enak banget pakkkkk, Memek Tuti diapain pak……. Auuuuuuuuuu ”
” Memang belum pernah diginiin Tuti”
” Belummmm pakkkk….enak ….banget pakkk.”
” Auuuuuuzzzzzzzzzzz…… enak pakkkkkkkkkkk”
” Yuk kita keranjang Ti .” sambil keseret kekamarku
Langsung kurebahkan dia diranjangku. langsung kuserbu susunya kujilati dan kugigit
gigit kecil pentilya,
” Pakkkkk……. enak pak…..UZZZzzzz….”

Lidahkupun mulai meluncur kebawah, mulai kujilati bibir memeknya, kutarik dengan bibirku , pelan kubuka memeknya yang hitam, sesuai dengan kulitnya yang hitam manis, bibir memeknya pun hitam dengan bekas bulu yang dicukur, makin membuat aku nafsu, pelan kubuka memeknya, terlihatlah dalam memeknya yang berwarna merah tua segar dengan keadaan basah sekali, sangat kontras dan menarik dengan warna bibir memeknya yang hitam , ,kujilati dalam memeknya, dan terlihat kelentitnya yang menonjol dengan menantang merah dan licin sekali, langsung kujilati dan kukulum biji kelentitnya.

” Pakkkkkkkkkkk…..aduh pak…..enak……ohhhhhhhhh..ohhhhhh”
Tuti menggerakkan memeknya mendekati bibirku, terasa agak asin cairan yang keluar dari memenya, aku suka sekali melihat biji kelentitnya yang keras dan licin, terus kukulum, sehingga dia terus teriak dan mengangkat memeknya tinggi-tinggi
” Aduh pak…ampun pak…..Tuti ngak tahan pak…Ngentotin Tuti pak”
Akupun berputat dalam posisi 69, dia dengan segera menarik adekku dan langsung dengan rakus mengulum batangnya, lalu turun kebijinya, kedua bijiku disedotnya, bukan main rasanya.
” auuuuuuuu enak ti, terus ti……”

Aku terus menjilati dan menggigit biji kelentitnya, sambil menyedot cairan yang keluar,
tiba-tiba kepalaku dikepitnya dengan keras, dan terasa adekku disedot dan digigit dengan keras oleh Tuti,
” Pakkkkkkk….Tuti keluar pak…….Aya u……..uuuuu ”
Dijepitnya dengan keras kepalaku , lalu ia lemas dan kakinya mulai terbuka lagi.
” Aduh pak, enak banget pak, Tuti belum pernah diginiin sampe keluar”
“Emang kamu udah sering Tii, ” Tanyaku”
” Ngak pak , Tuti baru pernah sekali dientot sama pacar dikampung, eh abis dientot dia takut Tuti Hamil, jadi dia lari dari kampung.
Aku mulai menjilati lagi, memeknya yang semakin merah dalamnya, dan aku
menggigit kecil kelentitnya.
” Aduh..pak….kok..jadi enak lagi yah..”
” Tuti rasanya mau enak lagi nih pak”

Setelah puas kujilati semua lubang dalam memeknya, aku pun berputar dan mulai menindih tubuhnya. Pelan kugesek kepala kontolku ke bibir memeknya,
” Auiuuuu,,,,,,pak,,,,,kok,,,enak lagi yah…..aduh pa kkkk”
Pelan kucoba memasukkan adekku kedalam memeknya , sulit sekali sebab lubangnya masih kecil sekali.
” Auu pak…pelan..pak…sakit….****** bapak gede banget…”
” emang ****** pacarmu kecil Tii”
” Kecil pak, punya bapak gede banget apalagi kepalanya segede tinju Tuti”
” Bisa-bisa sobek memek Tuti pak….”
Pelan kudoron adekku memasuki memeknya, terasa pedih karena sempit
” Auuuu pak,,,sakit pakk,,,,,pelan pelan pak”
Pelan-pelan kepala kontolku berhasil masuk sebatas kepalanya.
Dia sudah menjerit-jerit kesakitan dan keenakan.

” Aduh pakkk….sakitt,,,,enak….sakit…pak tapi enak:”
“Gimana mau diterusin ngak Ti, katanya sakit”
” Terus pak biarin , mau jebol juga ngak apa yang penting enak”
katanya sambil memelukku dengan erat.
Dengan tiba-tiba kudorong semua kontolku kedalam memeknya.
” Auuuuuuuuuuuu. poakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk”

Kudiamkan kontolku masuk kedalam memeknya terasa mentok sampai rahimnya
Tuti juga terdiam, matanya melotot, sambil menggigit bibir bawahnya,
Aku senang sekali melihat gadis yang melotot ketika kontolku mentok masuk kememeknya.
” Pakkkkkkk…..sakit,,,,tapi enak banget pak, ****** bapak gede banget, sampe penuh memek Tuti.
pelan mulai kugenjot keluar masuk memeknya,
” Auusss…sekarang enak banget pakkkkk..au….pakkkk”
Matanya tetap melotot setiap kali kepala kontolku masuk mentok ke memeknya
” Au…..Auu…..Au….” setiap kali kugenjot memeknya Tuti terus mengoce dan teriak
Aku senang sekali dengan cewe yang berisik ketika di entot.

Lalu kuputar kaki satunya sehingga keatas, lalu dengan posisi miring kutusuk lagi memeknya.
” Aduh……….pakkk…….auuuu”
Tuti lebih menjerit dan melotot lagi, karena kontolku makin masuk kedalam mentok.
” Pak ….k Tuti udah ngak tahan mau keluar”
” Sebentar Ti, Bapak juga……….aaaaaa”
Kupercepat genjotanku dengan cepat sekali
” Au–…au…auu……au…………………… pakkk”
Tuti mengejang dan terasa memeknya memijit dengan keras kontolku, seakan kontolku diperas. lalu akupun merasa sudah mau keluar, dengan hentakan terakhir
kutekan keras memeknya sambil menyemburkan maniku kememeknya.
” Auu tiiii. bapak keluarrrr”
”Tuti juga pakkkk”
Lalu saya pun terjatuh diatas badanya.lemas, tapi enak banget,
Memang memek hitam dan merah dalamya enak banget,legit dan empot ayam lagi…

#Skandal #Dengan #Pembantuku #Yang #Sexy

Hubungan Terlarangku Dengan Atasan Terbaru Malam Ini

Hubungan Terlarangku Dengan Atasan

Mbak Teti kurang lebih baru 2 minggu bekerja sebagai atasanku sebagai Accounting Manager. Sebagai atasan baru, ia sering memanggilku ke ruang kerjanya untuk menjelaskan overbudget yang terjadi pada bulan sebelumnya, atau untuk menjelaskan laporan mingguan yang kubuat. Aku sendiri sudah termasuk staf senior. Tapi mungkin karena latar belakang pendidikanku tidak cukup mendukung, management memutuskan merekrutnya. Ia berasal dari sebuah perusahaan konsultan keuangan.

Usianya kutaksir sekitar 25 hingga 30 tahun. Sebagai atasan, sebelumnya kupanggil “Bu”, walau usiaku sendiri 10 tahun di atasnya. Tapi atas permintaanya sendiri, seminggu yang lalu, ia mengatakan lebih suka bila di panggil “Mbak”. Sejak saat itu mulai terbina suasana dan hubungan kerja yang hangat, tidak terlalu formal. Terutama karena sikapnya yang ramah. Ia sering langsung menyebut namaku, sesekali bila sedang bersama rekan kerja lainnya, ia menyebut “Pak”.

Dan tanpa kusadari pula, diam-diam aku merasa betah dan nyaman bila memandang wajahnya yang cantik dan lembut menawan. Ia memang menawan karena sepasang bola matanya sewaktu-waktu dapat binar-binar, atau menatap dengan tajam. Tapi di balik itu semua, ternyata ia suka mendikte. Mungkin karena telah menduduki jabatan yang cukup tinggi dalam usia yang relatif muda, kepercayaan dirinya pun cukup tinggi untuk menyuruh seseorang melaksanakan apa yang diinginkannya.

Mbak Teti selalu berpakaian formal. Ia selalu mengenakan blus dan rok hitam yang agak menggantung sedikit di atas lutut. Bila sedang berada di ruang kerjanya, diam-diam aku pun sering memandang lekukan pinggulnya ketika ia bangkit mengambil file dari rak folder di belakangnya. Walau bagian bawah roknya lebar, tetapi aku dapat melihat pinggul yang samar-samar tercetak dari baliknya. Sangat menarik, tidak besar tetapi jelas bentuknya membongkah, memaksa mata lelaki menerawang untuk menerka-nerka keindahannya.

Di dalam ruang kerjanya yang besar, persis di samping meja kerjanya, terdapat seperangkat sofa yang sering dipergunakannya menerima tamu-tamu perusahaan. Sebagai Accounting Manager, tentu selalu ada pembicaraan-pembicaraan ‘privacy’ yang lebih nyaman dilakukan di ruang kerjanya daripada di ruang rapat.

Aku merasa beruntung bila dipanggil Mbak Teti untuk membahas cash flow keuangan di kursi sofa itu. Aku selalu duduk persis di depannya. Dan bila kami terlibat dalam pembicaraan yang cukup serius, ia tidak menyadari roknya yang agak tersingkap. Di situlah keberuntunganku. Aku dapat melirik sebagian kulit paha yang berwarna gading. Kadang-kadang lututnya agak sedikit terbuka sehingga aku berusaha untuk mengintip ujung pahanya. Tapi mataku selalu terbentur dalam kegelapan. Andai saja roknya tersingkap lebih tinggi dan kedua lututnya lebih terbuka, tentu akan dapat kupastikan apakah bulu-bulu halus yang tumbuh di lengannya juga tumbuh di sepanjang paha hingga ke pangkalnya. Bila kedua lututnya rapat kembali, lirikanku berpindah ke betisnya. Betis yang indah dan bersih. Terawat. Ketika aku terlena menatap kakinya, tiba-tiba aku dikejutkan oleh pertanyaan Mbak Teti..

“Peter, aku merasa bahwa kau sering melirik ke arah betisku. Apakah dugaanku salah?” Aku terdiam sejenak sambil tersenyum untuk menyembunyikan jantungku yang tiba-tiba berdebar.

Teti

“Peter, salahkah dugaanku?”

“Hmm.., ya, benar Mbak,” jawabku mengaku, jujur. Mbak Teti tersenyum sambil menatap mataku.

“Mengapa?”

Aku membisu. Terasa sangat berat menjawab pertanyaan sederhana itu. Tapi ketika menengadah menatap wajahnya, kulihat bola matanya berbinar-binar menunggu jawabanku.

“Saya suka kaki Mbak. Suka betis Mbak. Indah. Dan..,” setelah menarik nafas panjang, kukatakan alasan sebenarnya.

“Saya juga sering menduga-duga, apakah kaki Mbak juga ditumbuhi bulu-bulu.”

“Persis seperti yang kuduga, kau pasti berkata jujur, apa adanya,” kata Mbak Teti sambil sedikit mendorong kursi rodanya.

“Agar kau tidak penasaran menduga-duga, bagaimana kalau kuberi kesempatan memeriksanya sendiri?”

“Sebuah kehormatan besar untukku,” jawabku sambil membungkukan kepala, sengaja sedikit bercanda untuk mencairkan pembicaraan yang kaku itu.

“Kompensasinya apa?”

“Sebagai rasa hormat dan tanda terima kasih, akan kuberikan sebuah ciuman.”

“Bagus, aku suka. Bagian mana yang akan kau cium?”

“Betis yang indah itu!”

“Hanya sebuah ciuman?”

“Seribu kali pun aku bersedia.”

Mbak Teti tersenyum manis. Ia berusaha manahan tawanya.

“Dan aku yang menentukan di bagian mana saja yang harus kau cium, OK?”

“Deal, my lady!”

“I like it!” kata Mbak Teti sambil bangkit dari sofa.

Ia melangkah ke mejanya lalu menarik kursinya hingga ke luar dari kolong mejanya yang besar. Setelah menghempaskan pinggulnya di atas kursi kursi kerjanya yang besar dan empuk itu, Mbak Teti tersenyum. Matanya berbinar-binar seolah menaburkan sejuta pesona birahi. Pesona yang membutuhkan sanjungan dan pujaan.

“Periksalah, Peter. Berlutut di depanku!” Aku membisu. Terpana mendengar perintahnya.

“Kau tidak ingin memeriksanya, Peter?” tanya Mbak Teti sambil sedikit merenggangkan kedua lututnya.

Sejenak, aku berusaha meredakan debar-debar jantungku. Aku belum pernah diperintah seperti itu. Apalagi diperintah untuk berlutut oleh seorang wanita. Bibir Mbak Teti masih tetap tersenyum ketika ia lebih merenggangkan kedua lututnya.

“Peter, kau tahu warna apa yang tersembunyi di pangkal pahaku?” Aku menggeleng lemah, seolah ada kekuatan yang tiba-tiba merampas sendi-sendi di sekujur tubuhku.

Tatapanku terpaku ke dalam keremangan di antara celah lutut Mbak Teti yang meregang. Akhirnya aku bangkit menghampirinya, dan berlutut di depannya. Sebelah lututku menyentuh karpet. Wajahku menengadah. Mbak Teti masih tersenyum. Telapak tangannya mengusap pipiku beberapa kali, lalu berpindah ke rambutku, dan sedikit menekan kepalaku agar menunduk ke arah kakinya.

“Ingin tahu warnanya?” Aku mengangguk tak berdaya.

“Kunci dulu pintu itu,” katanya sambil menunjuk pintu ruang kerjanya. Dan dengan patuh aku melaksanakan perintahnya, kemudian berlutut kembali di depannya.

Mbak Teti menopangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Gerakannya lambat seperti bermalas-malasan. Pada saat itulah aku mendapat kesempatan memandang hingga ke pangkal pahanya. Dan kali ini tatapanku terbentur pada secarik kain tipis berwarna putih. Pasti ia memakai G-String, kataku dalam hati. Sebelum paha kanannya benar-benar tertopang di atas paha kirinya, aku masih sempat melihat bulu-bulu ikal yang menyembul dari sisi-sisi celana dalamnya. Segitiga tipis yang hanya selebar kira-kira dua jari itu terlalu kecil untuk menyembunyikan semua bulu yang mengitari pangkal pahanya. Bahkan sempat kulirik bayangan lipatan bibir di balik segitiga tipis itu.

“Suka?” Aku mengangguk sambil mengangkat kaki kiri Mbak Teti ke atas lututku.

Ujung hak sepatunya terasa agak menusuk. Kulepaskan klip tali sepatunya. Lalu aku menengadah. Sambil melepaskan sepatu itu. Mbak Teti mengangguk. Tak ada komentar penolakan. Aku menunduk kembali. Mengelus-elus pergelangan kakinya. Kakinya mulus tanpa cacat. Ternyata betisnya yang berwarna gading itu mulus tanpa bulu halus. Tapi di bagian atas lutut kulihat sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus yang agak kehitaman. Sangat kontras dengan warna kulitnya. Aku terpana. Mungkinkah mulai dari atas lutut hingga.., hingga.. Aah, aku menghembuskan nafas. Rongga dadaku mulai terasa sesak. Wajahku sangat dekat dengan lututnya. Hembusan nafasku ternyata membuat bulu-bulu itu meremang.

“Indah sekali,” kataku sambil mengelus-elus betisnya. Kenyal.

“Suka, Peter?” Aku mengangguk.

“Tunjukkan bahwa kau suka. Tunjukkan bahwa betisku indah!”

Aku mengangkat kaki Mbak Teti dari lututku. Sambil tetap mengelus betisnya, kuluruskan kaki yang menekuk itu. Aku sedikit membungkuk agar dapat mengecup pergelangan kakinya. Pada kecupan yang kedua, aku menjulurkan lidah agar dapat mengecup sambil menjilat, mencicipi kaki indah itu. Akibat kecupanku, Mbak Teti menurunkan paha kanan dari paha kirinya. Dan tak sengaja, kembali mataku terpesona melihat bagian dalam kanannya. Karena ingin melihat lebih jelas, kugigit bagian bawah roknya lalu menggerakkan kepalaku ke arah perutnya. Ketika melepaskan gigitanku, kudengar tawa tertahan, lalu ujung jari-jari tangan Mbak Teti mengangkat daguku. Aku menengadah.

“Kurang jelas, Peter?” Aku mengangguk.

Mbak Teti tersenyum nakal sambil mengusap-usap rambutku. Lalu telapak tangannya menekan bagian belakang kepalaku sehingga aku menunduk kembali. Di depan mataku kini terpampang keindahan pahanya. Tak pernah aku melihat paha semulus dan seindah itu. Bagian atas pahanya ditumbuhi bulu-bulu halus kehitaman. Bagian dalamnya juga ditumbuhi tetapi tidak selebat bagian atasnya, dan warna kehitaman itu agak memudar. Sangat kontras dengan pahanya yang berwarna gading.

Aku merinding. Karena ingin melihat paha itu lebih utuh, kuangkat kaki kanannya lebih tinggi lagi sambil mengecup bagian dalam lututnya. Dan paha itu semakin jelas. Menawan. Di paha bagian belakang mulus tanpa bulu. Karena gemas, kukecup berulang kali. Kecupan-kecupanku semakin lama semakin tinggi. Dan ketika hanya berjarak kira-kira selebar telapak tangan dari pangkal pahanya, kecupan-kecupanku berubah menjadi ciuman yang panas dan basah.

Sekarang hidungku sangat dekat dengan segitiga yang menutupi pangkal pahanya. Karena sangat dekat, walau tersembunyi, dengan jelas dapat kulihat bayangan bibir kewanitaannya. Ada segaris kebasahan terselip membayang di bagian tengah segitiga itu. Kebasahan yang dikelilingi rambut-rambut ikal yang menyelip dari kiri kanan G-stringnya. Sambil menatap pesona di depan mataku, aku menarik nafas dalam-dalam. Tercium aroma segar yang membuatku menjadi semakin tak berdaya. Aroma yang memaksaku terperangkap di antara kedua belah paha Mbak Teti. Ingin kusergap aroma itu dan menjilat kemulusannya.

Mbak Teti menghempaskan kepalanya ke sandaran kursi. Menarik nafas berulang kali. Sambil mengusap-usap rambutku, diangkatnya kaki kanannya sehingga roknya semakin tersingkap hingga tertahan di atas pangkal paha.

“Suka Peter?”

“Hmm.. Hmm..!” jawabku bergumam sambil memindahkan ciuman ke betis dan lutut kirinya.

Lalu kuraih pergelangan kaki kanannya, dan meletakkan telapaknya di pundakku. Kucium lipatan di belakang lututnya. Mbak Teti menggelinjang sambil menarik rambutku dengan manja. Lalu ketika ciuman-ciumanku merambat ke paha bagian dalam dan semakin lama semakin mendekati pangkal pahanya, terasa tarikan di rambutku semakin keras. Dan ketika bibirku mulai mengulum rambut-rambut ikal yang menyembul dari balik G-stringnya, tiba-tiba Mbak Teti mendorong kepalaku.

Aku tertegun. Menengadah. Kami saling menatap. Tak lama kemudian, sambil tersenyum menggoda, Mbak Teti menarik telapak kakinya dari pundakku. Ia lalu menekuk dan meletakkan telapak kaki kanannya di permukaan kursi. Pose yang sangat memabukkan. Sebelah kaki menekuk dan terbuka lebar di atas kursi, dan yang sebelah lagi menjuntai ke karpet.

“Suka Peter?”

“Hmm.. Hmm..!”

“Jawab!”

“Suka sekali!”

Pemandangan itu tak lama. Tiba-tiba saja Mbak Teti merapatkan kedua pahanya sambil menarik rambutku.

“Nanti ada yang melihat bayangan kita dari balik kaca. Masuk ke dalam, Peter,” katanya sambil menunjuk kolong mejanya.

Aku terkesima. Mbak Teti merenggut bagian belakang kepalaku, dan menariknya perlahan. Aku tak berdaya. Tarikan perlahan itu tak mampu kutolak. Lalu Mbak Teti tiba-tiba membuka ke dua pahanya dan mendaratkan mulut dan hidungku di pangkal paha itu. Kebasahan yang terselip di antara kedua bibir kewanitaan terlihat semakin jelas. Semakin basah. Dan di situlah hidungku mendarat. Aku menarik nafas untuk menghirup aroma yang sangat menyegarkan. Aroma yang sedikit seperti daun pandan tetapi mampu membius saraf-saraf di rongga kepala.

“Suka Peter?”

“Hmm.. Hmm..!”

“Sekarang masuk ke dalam!” ulangnya sambil menunjuk kolong mejanya.

Aku merangkak ke kolong mejanya. Aku sudah tak dapat berpikir waras. Tak peduli dengan segala kegilaan yang sedang terjadi. Tak peduli dengan etika, dengan norma-norma bercinta, dengan sakral dalam percintaan. Aku hanya peduli dengan kedua belah paha mulus yang akan menjepit leherku, jari-jari tangan lentik yang akan menjambak rambutku, telapak tangan yang akan menekan bagian belakang kepalaku, aroma semerbak yang akan menerobos hidung dan memenuhi rongga dadaku, kelembutan dan kehangatan dua buah bibir kewanitaan yang menjepit lidahku, dan tetes-tetes birahi dari bibir kewanitaan yang harus kujilat berulang kali agar akhirnya dihadiahi segumpal lendir orgasme yang sudah sangat ingin kucucipi.

Di kolong meja, Mbak Teti membuka kedua belah pahanya lebar-lebar. Aku mengulurkan tangan untuk meraba celah basah di antara pahanya. Tapi ia menepis tanganku.

“Hanya lidah, Peter! OK?”

Aku mengangguk. Dan dengan cepat membenamkan wajahku di G-string yang menutupi pangkal pahanya. Menggosok-gosokkan hidungku sambil menghirup aroma pandan itu sedalam-dalamnya. Mbak Teti terkejut sejenak, lalu ia tertawa manja sambil mengusap-usap rambutku.

Isap Memek Mbak Teti

“Rupanya kau sudah tidak sabar ya, Peter?” katanya sambil melingkarkan pahanya di leherku.

“Hm..!”

“Haus?”

“Hm!”

“Jawab, Peter!” katanya sambil menyelipkan tangannya untuk mengangkat daguku. Aku menengadah.

“Haus!” jawabku singkat.

Tangan Mbak Teti bergerak melepaskan tali G-string yang terikat di kiri dan kanan pinggulnya. Aku terpana menatap keindahan dua buah bibir berwarna merah yang basah mengkilap. Sepasang bibir yang di bagian atasnya dihiasi tonjolan daging pembungkus clit yang berwarna pink. Aku termangu menatap keindahan yang terpampang persis di depan mataku.

“Jangan diam saja. Peter!” kata Mbak Teti sambil menekan bagian belakang kepalaku.

“Hirup aromanya!” sambungnya sambil menekan kepalaku sehingga hidungku terselip di antara bibir kewanitaannya.

Pahanya menjepit leherku sehingga aku tak dapat bergerak. Bibirku terjepit dan tertekan di antara dubur dan bagian bawah vaginanya. Karena harus bernafas, aku tak mempunyai pilihan kecuali menghirup udara dari celah bibir kewanitaannya. Hanya sedikit udara yang dapat kuhirup, sesak tetapi menyenangkan. Aku menghunjamkan hidungku lebih dalam lagi. Mbak Teti terpekik. Pinggulnya diangkat dan digosok-gosokkannya dengan liar hingga hidungku basah berlumuran tetes-tetes birahi yang mulai mengalir dari sumbernya. Aku mendengus. Mbak Teti menggelinjang dan kembali mengangkat pinggulnya. Kuhirup aroma kewanitaannya dalam-dalam, seolah vaginanya adalah nafas kehidupannku.

“Fantastis!” kata Mbak Teti sambil mendorong kepalaku dengan lembut. Aku menengadah. Ia tersenyum menatap hidungku yang telah licin dan basah.

“Enak ‘kan?” sambungnya sambil membelai ujung hidungku.

“Segar!” Mbak Teti tertawa kecil.

“Kau pandai memanjakanku, Peter. Sekarang, “Kecup,Jilat dan hisap dengan rakus. Tunjukkan bahwa kau memujanya. Tunjukkan rasa hausmu! Jangan ada setetes pun yang tersisa! Tunjukkan dengan rakus seolah ini adalah kesempatan pertama dan yang terakhir bagimu!”

Aku terpengaruh dengan kata-katanya. Aku tak peduli walaupun ada nada perintah di setiap kalimat yang diucapkannya. Aku memang merasa sangat lapar dan haus untuk mereguk kelembutan dan kehangatan vaginanya. Kerongkonganku terasa panas dan kering. Aku merasa benar-benar haus dan ingin segera mendapatkan segumpal lendir yang akan dihadiahkannya untuk membasahi kerongkongannku. Lalu bibir kewanitaannya kukulum dan kuhisap agar semua kebasahan yang melekat di situ mengalir ke kerongkonganku. Kedua bibir kewanitaannya kuhisap-hisap bergantian.

Kepala Mbak Teti terkulai di sandaran kursinya. Kaki kanannya melingkar menjepit leherku. Telapak kaki kirinya menginjak bahuku. Pinggulnya terangkat dan terhempas di kursi berulang kali. Sesekali pinggul itu berputar mengejar lidahku yang bergerak liar di dinding kewanitaannya. Ia merintih setiap kali lidahku menjilat clitnya. Nafasnya mengebu. Kadang-kadang ia memekik sambil menjambak rambutku.

“Ooh, ooh, Peter! Peter!” Dan ketika clitnya kujepit di antara bibirku, lalu kuhisap dan permainkan dengan ujung lidahku, Mbak Teti merintih menyebut-nyebut namaku..

“Peter, nikmat sekali sayang.. Peter! Ooh.. Peter!”

Ia menjadi liar. Telapak kakinya menghentak-hentak di bahu dan kepalaku. Paha kanannya sudah tidak melilit leherku. Kaki itu sekarang diangkat dan tertekuk di kursinya. Mengangkang. Telapaknya menginjak kursi. Sebagai gantinya, kedua tangan Mbak Teti menjambak rambutku. Menekan dan menggerak-gerakkan kepalaku sekehendak hatinya.

“Peter, julurkan lidahmuu! Hisap! Hisaap!”

Aku menjulurkan lidah sedalam-dalamnya. Membenamkan wajahku di vaginanya. Dan mulai kurasakan kedutan-kedutan di bibir vaginanya, kedutan yang menghisap lidahku, mengundang agar masuk lebih dalam. Beberapa detik kemudian, lendir mulai terasa di ujung lidahku. Kuhisap seluruh vaginanya. Aku tak ingin ada setetes pun yang terbuang. Inilah hadiah yang kutunggu-tunggu. Hadiah yang dapat menyejukkan kerongkonganku yang kering. Kedua bibirku kubenamkan sedalam-dalamnya agar dapat langsung menghisap dari bibir vaginanya yang mungil.

“Peter! Hisap Peter!”

Aku tak tahu apakah rintihan Mbak Teti dapat terdengar dari luar ruang kerjanya. Seandainya rintihan itu terdengar pun, aku tak peduli. Aku hanya peduli dengan lendir yang dapat kuhisap dan kutelan. Lendir yang hanya segumpal kecil, hangat, kecut, yang mengalir membasahi kerongkonganku. Lendir yang langsung ditumpahkan dari vagina Mbak Teti, dari pinggul yang terangkat agar lidahku terhunjam dalam.

“Oh, fantastis,” gumam Mbak Teti sambil menghenyakkan kembali pinggulnya ke atas kursinya.

Ia menunduk dan mengusap-usap kedua belah pipiku. Tak lama kemudian, jari tangannya menengadahkan daguku. Sejenak aku berhenti menjilat-jilat sisa-sisa cairan di permukaan kewanitaannya.

“Aku puas sekali, Peter,” katanya. Kami saling menatap. Matanya berbinar-binar. Sayu. Ada kelembutan yang memancar dari bola matanya yang menatap sendu.

“Peter.”

“Hm..”

“Tatap mataku, Peter.” Aku menatap bola matanya.

“Jilat cairan yang tersisa sampai bersih”

“Hm..” jawabku sambil mulai menjilati vaginanya.

“Jangan menunduk, Peter. Jilat sambil menatap mataku. Aku ingin melihat erotisme di bola matamu ketika menjilat-jilat vaginaku.”

Aku menengadah untuk menatap matanya. Sambil melingkarkan kedua lenganku di pinggulnya, aku mulai menjilat dan menghisap kembali cairan lendir yang tersisa di lipatan-lipatan bibir kewanitaannya.

“Kau memujaku, Peter?”

“Ya, aku memuja betismu, pahamu, dan di atas segalanya, yang ini.., muuah!” jawabku sambil mencium kewanitaannya dengan mesra sepenuh hati.

Mbak Teti tersenyum manja sambil mengusap-usap rambutku.

#Hubungan #Terlarangku #Dengan #Atasan

Ngentot Dengan Perawan Polos Dan Culun Terbaru Malam Ini

NgentoNgentot Dengan Perawan Polos Dan Culunt Dengan Perawan Polos Dan Culun-Cover

Aku ingat Lina waktu dia masih kecil. Dia anak temanku yang paling kecil, Lina benar-benar membuat hatiku tidak karuan, dengan rambut sebahu, hitam legam ikal. Umurnya sekitar 15 atau 16 tahun sekarang, dan wajahnya yang baby face membuatnya seperti tak berdosa. Ketika melihat Lina untuk yang kesekian kalinya, aku bersumpah kalau aku harus berhasil tidur bersamanya sebelum aku pergi dari kota ini. Dan aku sudah menjalankan rencanaku. Aku main ke rumah Lina bekali-kali, sepanjang siang dan malam sampai aku telepon untuk mengetahui kapan Lina ada sendirian dan kapan orang tuanya ada. Dan pada waktu malam aku memutuskan untuk masuk ke rumah Lina aku sudah memastikan bahwa orang tua Lina sudah tidur dan Lina ada di kamar tidurnya. Rencanaku akan kuperkosa Lina sementara orang tuanya tidur di kamar mereka.

Tubuhku kaku karena tegang, waktu aku buka jendela belakang rumahnya pakai linggis. Suara jendela yang terdongkel terdengar seperti letusan membuatku harus diam tidak bergerak selama setengah jam menunggu apakah ada penghuni rumah yang terbangun. Untung saja semuanya masih dalam keadaan sunyi senyap, dan aku memutuskan untuk masuk. Tubuhku sekarang gemetar. Setiap langkahku seperti membuat seluruh rumah berderit dan aku siap meloncat melarikan diri. Tapi waktu aku sampai di depan kamar tidur Lina rumah itu masih gelap dan sunyi senyap. Aku buka pintu dan masuk sambil menutupnya kembali. Aku seperti bisa mendengar jantungku yang berdetak keras sekali. Aku belum pernah setakut ini seumur hidupku. Tapi bagian yang paling susah sudah berhasil aku lampaui. Kamar tidur orang tua Lina ada di lantai dasar. Aku berdiri di samping ranjang Lina memilih langkah selanjutnya. Perlahan penisku mulai menegang sampai akhirnya besar dan tegang sampai ngilu. Mata Lina terbuka menatapku tidak bisa bernafas. Aku ada di sebelah ranjangnya mencekik lehernya, sementara tangan kiriku mengacungkan belati di depan wajahnya.

“Diem. Jangan bergerak, jangan bersuara, atau lo mati.” aku dengar nada suaraku yang lain sekali dari biasa. Kedengarannya bengis dan kejam.
Lina tetap terlihat cantik. Umurnya lima belas tahun. Dia terbatuk-batuk.
“Kalau aku lepasin tanganku, lo berguling tengkurap dan jangan berisik atau aku potong leher lo.” Aku tentu tidak bermaksud akan membunuh dia, tapi paling tidak itu berhasil bikin Lina ketakutan. Lina langsung menurut dan segera kuikat tubuhnya, menutup mulutnya dengan plester, dan mengikat pergelangan tangannya di belakang.

Selimut yang menutupi tubuh Lina sekarang sudah ada di lantai, dan aku bisa melihat jelas gadis yang lagi tengkurap di depanku. Tubuh Lina langsing dan mungil, dan baju tidur yang dipakainya terangkat ke atas membuatku bisa melihat kakinya yang putih dan mulus. Ereksiku sudah maksimal dan aku sudah tidak tahan sakitnya, celanaku menyembul didorong oleh penisku yang besar, dan bersentuhan dengan pantat Lina yang mungil. Aku menindih Lina dan bergoyang-goyang membuat penisku bergesekan dengan pantat Lina dan dengan tanganku yang bebas kuraba bagian dada Lina yang masih ditutup oleh dasternya. Buah dada Lina masih kecil, yang membuatku makin birahi. Mulutku bersentuhan dengan telinga Lina.
“Lo benar-benar sempurna. Tetap diam dan aku akan pergi sebentar segera.”

Mata Lina terpejam seakan-akan telah tertidur kembali. Aku lepaskan celana trainingku dan celana dalamku sampai ke kakiku tapi belum aku melepaskannya dari badanku, sambil menatap bagian belakang tubuh Lina yang indah. Kakinya yang telanjang membuat nafasku berat, dan dasternya tidak bisa lagi menutupi pantatnya yang ditutupi celana dalam putih. Dan tangannya yang terikat erat benar-benar membuat Lina sempurna buatku. Aku buka kaki Lina tanpa perlawanan yang berarti, dan membenamkan wajahku, yang membuat Lina mengeluarkan erangan untuk pertama kalinya. Aku benamkan wajahku ke selangkangan Lina, menikmati wangi tubuh Lina, yang terus mengerang ketakutan. Selanjutnya aku raba-raba vaginanya yang tertutup celana dalam dari belakang, meraba, dan akhirnya menusuk-nusuk dengan jariku. Ini membuat erangan Lina makin keras sehingga aku harus mengancamnya lagi dengan belatiku. Kemudian kulihat dia gemetar dan kelihatannya mulai menangis. Celana dalamnya lembab, dan aku jadi berpikir mungkin Lina mulai terangsang oleh jariku.
“Lo suka Lina? Hei, lo suka tidak?” Lina hanya menangis. Aku terus meraba vaginanya, sampai aku tidak tahan lagi, dan langsung kutarik celana dalam Lina sampai lepas.

Aku makin mencium bau tubuh Lina. Dan aku mulai gila. Aku balik lagi badannya, karena aku tahu aku lebih mudah ngerjain Lina lewat depan. Lina berbaring tidak nyaman, berbaring telentang dengan tangan terikat ke belakang, dan telanjang mulai pinggang ke bawah, rambut kemaluannya yang masih tipis terlihat jelas. Ia menatap mataku, air mata membuat pipi Lina berkilat tertimpa cahaya lampu kamarnya. Aku tidak begitu suka lihat tatap mata Lina, aku jadi berpikir untuk bikin dia tengkurap lagi begitu penisku sudah masuk ke vaginanya. Aku menempatkan tubuhku, aku harus memnyuruhnya beberapa kali untuk membuka kakinya lebih lebar, seperti dokter gigi, “Ayo lebih lebar sayang, lho kok segitu, lebih lebar lagi, bagus anak manis..”, Aku ingin tahu dia masih perawan atau tidak. Lina tidak meronta-ronta, soalnya aku masih pegang belatiku, tapi terus menangis tersedu-sedu, dan mengerang-erang, berusaha berkata sesuatu.
“Lo masih perawan tidak Lina? Masih? Masih apa tidak.”

Lina terus menangis. Aku angkat dasternya ke atas lagi. Di depan Lina agak rata, buah dadanya hanya sekepal dengan puting susu yang mengeras. Aku pikir itu karena udara dingin, tapi mungkin juga bagian dari tubuh Lina yang emang terangsang.
“Bukan gitu sayang, lo mesti buka lebih lebar lagi..”

Aku tekan penisku di belahan vaginanya yang masih mungil. Terasa basah. benar-benar super sempit. Kutarik lagi penisku dan kumasukkan jariku, dan merasakan jepitan vagina Lina yang hangat yang membuat penisku ingin merasakannya juga. Aku gerakkan penisku maju mundur beberapa kali dan mengarahkan penisku lagi, tegang seperti tongkat kayu.
“Buka lagi manis. Lo benar-benar cantik. Aku cuma mau perkosa kamu terus pergi.”

Aku harus mendorong, bergoyang, berputar, dan akhirnya mengangkat kedua kaki Lina ke atas sebelum aku berhasil mendorong kepala penisku masuk ke vagina Lina. Aku lihat lagi buah dada Lina dengan putingnya yang mencuat ke atas, mata yang memohon dan meratap dengan air mata dan aku dorong penisku masuk ke vagina mungil milik gadis berumur lima belas tahun itu dengan seluruh tenagaku. Lina menjerit, diredam oleh plester, membuatku makin semangat. Vaginanya sempit sekali seperti menggenggam penisku. Dia ternyata tidak basah sama sekali. Aku perkosa dia dengan kasar, seakan-akan aku ingin membuatnya mati dengan penisku, berusaha membuat Lina menjerit serta aku menghentak masuk. Lina semakin histeris sekarang.

Lina

Keadaanku sudah 100 persen dikuasai birahi, dan sekarang aku memusatkan perhatian untuk menyakiti Lina, dan aku tidak punya lagi rasa kasihan buat Lina. Aku terus menghentak-hentak di atas tubuh Lina, dengan kecepatan yang brutal, dan tubuhnya yang mungil terbanting-banting karena gerakanku. Aku merasa aku seperti merobek vagina Lina dengan penisku, dan membuatku makin terangsang, mendorongku bergerak makin brutal. Di sela-sela gerakanku, aku jatuhkan belatiku dan kulepaskan celanaku yang membuat tanganku bebas menggunakan tubuh Lina. Aku kesetanan merasakan tubuh Lina, aku meremas setiap bagian tubuh Lina, meremas buah dadanya, menjepit puting susunya, dan menggunakan bahunya yang kecil buat menopang tubuhku.

Aku hampir tidak ingat apa aja yang aku kerjakan sama Lina. Lina beberapa kali meronta pada awalnya, berusaha membebaskan tangannya, berusaha berguling, berusaha mengeluarkan penisku dari vaginanya. Wajah Lina memancarkan rasa panik dan takut, dan aku terus memperkosanya sekuat tenagaku, seakan-akan itu masalah hidup dan matiku. Seaat sebelum aku mengalami orgasme aku menarik penisku keluar dan Lina langsung berusaha untuk berguling. Aku jambak rambutnya dan menariknya.
“Brengsek, tidur ke lantai.”

Aku tarik kepalanya sampai menempel ke lantai. Sementara dia jatuh berlutut, tapi Lina sama sekali tidak bisa mengangkat wajahnya dengan tangan masih terikat ke belakang. Kepala Lina terbenam ke lantai. Lina masih menangis dan gemetar. Aku masukkan lagi penisku ke vagina Lina tanpa kesulitan, karena penisku sudah seluruhnya dilumuri darah perawan Lina. Aku masukkan dari belakang sebelum Lina sempat meronta, aku pegangin pinggulnya sementara aku terus mendorong sekuat tenaga. Dengan pantat masih nungging ke atas aku tekan punggung Lina dengan tanganku sehingga kepala dan dada Lina makin terhimpit ke lantai, dan aku terus memperkosa dia dengan gaya seperti anjing. Dan Lina sendiri sekarang mendengking-dengking seperti anak anjing yang ketakutan. Sekarang kutarik lagi rambutnya, membuat kepala Lina terangkat.

Lina benar-benar cantik dan tak berdaya, tangannya terikat di punggung. Aku terus menyetubuhinya dengan keras dan tidak berirama, kadang brutal berhenti sedetik dan mulai lagi dengan keras, dan bergantian menekan punggungnya ke lantai lalu menarik rambutnya hingga ia mendongak lagi, sampai aku merasakan tanda-tanda ejkulasi lagi. Aku ingin sekali melepas plesternya dan memasukan penisku ke mulutnya yang mungil, tapi untung saja aku masih sadar kalau itu bisa bikin aku ketahuan, jadi aku tetap menahan penisku di liang kenikmatan Lina sedalam-dalamnya dan melepaskan ejakulasiku. Aku pegangin belahan pantat Lina dekat dengan selangkanganku waktu aku menyemburkan spermaku ke rahim Lina yang menerimanya dengan tatapan mata panik.
“Oh Lina, sayangku, oh, oh..”

Lina Diperkosa

Penisku bekerja keras memompa, berdenyut, menyemburkan sperma ke tubuh Lina, dan aku belum pernah mengeluarkan sperma sebanyak ini selama hidupku. Lina tetap diam tidak bergerak, terengah-engah. Nafasku juga terputus-putus, dan bergidik sedikit ketika aku mengejang lagi dan menyemprotkan sisa spermaku ke rahim Lina. Aku menghentak dia beberapa kali lagi, sekarang dengan penuh perasaan seperti sepasang kekasih. Lina sadar bahwa aku sudah selesai, dan menerima gerakanku yang terakhir ini masih tak bergerak, dengan kepala terbenam ke dalam karpet kamarnya yang tebal.

Aku tarik penisku keluar. Dan aku langsung merasa cemas lagi. Aku langsung mengenakan pakaianku, dan secara ajaib masih ingat untuk mengambil belatiku dan memikirkan sesuatu untuk aku ucapkan pada Lina.
“.. Makasih sayang”, aku berbisik lirih, dan langsung melarikan diri.

Dan biarpun aku sempat cemas ketika aku sudah dalam perjalanan ke luar kota, beberapa saat kemudian aku kembali dipenuhi hasrat baru. Aku berpikir untuk kembali dan menculik Lina serta mengajak beberapa orang temanku untuk mencicipinya.

#Ngentot #Dengan #Perawan #Polos #Dan #Culun

Bercumbu Dengan Istri Teman Lama Terbaru Malam Ini

Bercumbu Dengan Istri Teman Lama

Perkenalkan namaku Kendi, umurku 30tahun, aku sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak. Aku bekerja sebagai konsultan di sebuah perusahaan kontraktor ternama di kota Jogja. Tuntutan pekerjaan yang membuat aku harus sering pergi keluar kota. Suatu ketika aku dapat tugas dan harus ke Kota Surabaya, pejabat disini memintaku untuk mengecek kesiapan pembangunan rumah sakit yang ada di kota tersebut, kira –kira satu minggu aku harus berada disana. Tapi hanya dalam waktu 3 hari saja pekerjaan itu terselesaikan. Karena kupikir masih ada beberapa hari tinggal disini jadi aku iseng-iseng buka Facebook sewaktu di kamar hotel, siapa tau ada temen SMA atau SMP yang tinggal di kota ini, ya sekalian silaturahmi ataupun ketemuan.Setelah kucari ternyata ada juga yang tinggal di sini, namanya Redo, dia dulu satu kelas dengan ku sewaktu duduk di bangku SMP. Segera aku message dan dia membalas serta memberikan nomor WA, biar komunikasinya lebih lancar. Langsung aja aku chat si Redo.

“Siang Redo, ini Kendi yang tadi kita ngobrol lewat FB” sapaku lewat aplikasi WA.

“Siang juga mas Kendi, maaf ini Leni istri mas Redo…mas Redonya lagi keluar hpnya ketinggalan” balasnya.

“Oh iya mbak maaf menganggu, ini aku teman SMPnya Redo dulu”

“Iya mas, mas Redo juga pernah cerita kalo dulu punya teman akrab waktu SMP namanya mas Kendi..ngomong-ngomong gimana kabarnya mas?”

“Kabarku baik mbak, ayok kapan kita ketemuan sama keluarga Redo, mumpung aku di Surabaya…oya gimana kabarnya mbak Leni?”

“Kabarku juga baik mas, eh ngomong-ngomong lagi nih mas Kendi nginep dimana, nanti saya kasih tau mas Redo”

“Aku nginep di hotel XXX mbak, nati kalo Redo sudah pulang tolong bilangin besok siang kita makan siang bersama, tempatnya saya ngikut aja soalnya saya ga tahu daerah sini”

“Oke deh mas nanti saya sampaikan sama mas Redo, sampai ketemu”

Leni ini adalah istri dari Redo, menurut cerita teman-teman Leni itu dulunya seorang model dan wajahnya cantik. Jadi menurut mereka lagi Redo seperti ketiban rejeki karena mukanya pas-pasan berjodoh sama wanita cantik.hahahah…

Mumpung malam ini ga ada kegiatan aku iseng ke diskotik dan karaoke yg ada disebelah hotel. Mau karaoke tapi sendirian, enaknya sih ke diskotik aja, siapa tau ada yang mau nemenin malam ini. Ternyata ramai sekali, karena hari ini ada DJ dari ibukota. Aku langsung ke bar pesen martell satu, kebiasaan di Jogja, martell sebagai umpan cewek untuk mendekat. Benar juga tak berapa lama ada cewek yang mengambil tempat duduk di sampingku, tingginya 165 cm,wajahnya manis, rambutnya sebahu, umurnya sekitar 20an, dia pakai pakaian ketat dan toketnya kelihatan menyembul, rok mini yg dia pakai membuat pahanya yang mulus terlihat jelas, bikin horny aja nih. Iseng-iseng aku tawarin minum bareng, Eh dia pun mau, kami berkenalan tapi pas musiknya berisik aku ga begitu dengar namanya siapa jadi aku panggil dia mbak aja. Karena dj nya asyik kita pun terbawa suasana, ngobrol kesana kemari sampai 2 botol kita minum bareng. Sengaja aku hentikan minum karena takut jackpot dan bikin buyar. Kelihatan dia udah mabok, aku mencoba tawarin stay dulu di hotel tempatku menginap. Meskipun waktu itu baru jam 11 malam. Dia ga kuat berjalan, jadinya aku papah dia masuk ke kamar dan kubaringkan di ranjang. Toketnya yang montok dan kencang semakin bikin aku terangsang, dia pun tersenyum ketika aku melihatnya.

“Mas lihat apa?…horni ya?”

“Iya nih, habis minum jadi horni, boleh ga aku minum susunya biar ga mabok…hehehhe”

“Boleh tapi nyusu aja ya jangan yang lainnya”

Karena sudah mendapat persetujuan darinya aku langsung peluk dia, aku mulai mencium bibir merahnya yang menggoda, diapun membalasnya dengan ciuman, hisapan dan lumatan yang ganas. Lidah kami saling menggelitik dan memilin. Kuciumi belakang telinganya, sektika bulu kuduknya berdiri, tanda dia sangat horni. Secara pelan aku pelorotin pakaiannya, ternyata dia tak memakai Bra, toket yang momtok itu kini menggelantung bebas keluar. Dengan segera putingnya yang berwarna coklat muda aku jilatin dan kuhisap pelan-pelan. Putingnya yang tadinya ga keliatan kini jadi menyembul dan mengeras, kuhisap terus putingnya secara bergantian sambil tangan kananku mencoba menurunkan CDnya. Setelah CDnya aku buang, jari tengahku aku masukkan di sela-sela pahanya, kuraba memeknya yang ternyata sudah basah.

Perlahan lahan kugesek klitorisnya, dia pun mendesah kenikmatan dan semakin lama semakin menggelinjang.

Sepertinya tak mau kalah diapun meraih celanaku, memintaku untuk berganti posisi aku berada di bawahnya. Segera dia membuka resleting celanaku, dan mengeluarkan kontolku dari dalamnya. Diremanya secara lembut kontolku sambil kadang sesekali dia mengocoknya dengan agak kasar dan membuatku melenguh, menikmati setiap kocokannya. Dijilati dan dihisapnya kontolku membuatku semakin melayang, hisapannya dan sedotan di kepala kontolku membuatku keenakan, sambil terus dikocok dengan cepat membuat tubuhku serasa di awan, sensasi yang dihadirkan berbeda dengan istriku di rumah memang jauh lebih nikmat.

Merasa akan segera keluar, aku segera tarik rambutnya dan menindihnya memposisikan dia di bawah lagi, kini wajahku tepat berada di depan lubang memeknya.

Kubuka pahanya dan mulai menjilati memeknya, kusedot sedot memeknya yang sudah sangat basah, sambil aku pilin-pilin putingnya, dia mendesah dan semakin bergelinjang tak karuan,

Leni

“AAHH…AHHH, ENAK MASSS… ADUHHH AMPUUUN ENAAAK SEEEKALIIII MASSS…. AAAH UUUUH”

Tak lama kemudian tubuhnya tiba-tiba mengejang

“OOOHHH MAS…AKU KELUAAAAR…”

aku pun lalu menghisap memeknya lebih kuat, sehingga dia menggelinjang lebih dahsyat. Cairan yang keluar dari memeknya itu aku sedot rasanya nikmat, gurih. Tanpa berlama-lama aku langsung masukkan kontolku ke lubang memeknya, dia sedikit protes karena ga ada jeda,

“BLESSSS…” kontolku masuk ke dalam lubang memeknya.

“AAAAHH… ENAAAK BANGEEET MASSS…OOOHH YEESSS…” desahnya.

Kugoyangkan pantatku sehingga kontolku semakin masuk ke dalam memeknya yang sudah basah dibanjiri oleh cairan kenikmatan.

“UUH… AAAhh… AAAH… KONTOOOOLMU ENNAAAAK BANGEEEEt MASSSS… AAAH” rancunya sambil matanya merem wajahnya mendongak keatas, tanda dia menikmati persetubuhan ini. Aku semakin bergairah, aku genjot memeknya lebih kencang lagi, toketnya ikut bergoyang tak karuan sesuai irama genjotanku, sementara mulutnya terus mendesah kenikmatan.

“OOOHHH MAASS AKU MAU KELUAR LAGI NIIHH AAHHH….”

“TAHAN SEBENTAR YAA KITA KELUAR BERSAMAAAN…MEMEKMU ENAK BANGEEETTT…AAHHHH…”

“KELUAARIIN DII DALAM YAAAA MASS, JANGAAN DI PUUUTUUUSSS AAAAH…”

Aku semakin terpacu untuk menggenjotnya lebih cepat,

“AAAHHH, AKUUUU KELUAAAAR MAAAAS” jeritnya dengan tubuh mengejang hebat.

Kontolku semakin ditarik ke dalam rasanya berkedut kedut dan itu membuatku semakin blingsatan jadinya, akhirnya ga bisa ditahan lagi,

“AAAH KITAAA BAREEENG YAAA, CROOOTTT…CROOOTTT… CROOTTT” bersamaan spermaku muncrat di lubang memeknya.
kemudian kubaringkan tubuhku disampingnya, sekali kali kita berciuman, sangat puas sekali malam ini. Kita istirahat sejenak melepas lelah sambil berpelukan.

Sekitar jam 1 malam hpnya berbunyi, dia segera mengambil hp itu di tasnya. Samar-samar ketika menjawab terlihat ada tulisan HUSBAND…. wtf, ternyata dia dah punya suami…

“Maaf mas, aku harus pulang ya ga bisa nemenin. Suamiku ternyata dalam perjalanan pulang ke rumah, aku kira dia ga pulang malam ini”

“Iya gapapa kog say, aku panggilkan taksi ya”

“Iya mas makasih, kapan kapan kita lanjut lagi ya…kontolmu enak banget…ini nomerku 081392111xxx” katanya sambil menuliskan no hpnya di kertas memo hotel.

Dia lalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setangah jam kemudian dia pergi denagn taksi yang sudah aku pesan lewat resepsionis tanpa aku anterin ke lobby, akupun melanjutkan tidur karena kecapekan dan efek alkohol yang masih tersisa tanpa baju yang menempel.

Aku tak tau tidur sampai berapa jam, sampai aku terbangun, gara-gara merasa geli karena kontolku seperti ada yang memijat –pijat. Begitu aku buka mata, ternyata kontolku sedang di kulum oleh cewek yang memakai seragam cleaning service hotel ini, dia masih muda dan berparas cantik. Aku pura-pura ga tau, takut dia kaget, tapi memang ga bisa dibohongi, sangat nikmat, sehingga aku meleguh, cewek itu pun kaget dan wajahnya pucat begitu melihatku bangun, tapi segera aku pegang kepalanya supaya ga melepas kulumannya.

“AAAHHH ENAK MBAAA TERUUUSSS MBAAA…” desahku. Dengan sigap April, liat namanya di seragam, mengocok kontolku lebih cepat. Kocokannya itu membuatku semakin terangsang, tapi aku ga mau cuman di kocok doang. Kubimbing April tidur di ranjang, aku lucutin semua seragamnya, mungkin karena April sange, maka dia diam aja ketika aku melucuti seragamnya. Kuciumi dan kulumat bibirnya, dan April pun membalas ciumanku dengan ganasnya. Perlahan aku buka Bhnya, aku remas-remas toketnya. Putingnya yang sedari tadi sudah mengeras aku pilin pilin sehingga dia tambah mendesah keenakan. Kuciumin lehernya semakin ke bawah kearah toketnya.

Ukuran toket April tak kalah montok dengan milik cewek yang tadi malam aku entotin membuat aku jadi tambah bergairah. Kujilati dan sesekali kuhisap putingnya, April pun mendesah nikmat.

Tanganku pun bergelirya di selangkangannya, memeknya tembem bersih, tanpa rambut. Aku raba dan lugesek lembut dengan tanganku, terasa memek April sudah sangat basah, ketika aku hendak menjilati memeknya dia menarik kepalaku sambil berkata,

“PAAAK JANGAAN… JIJIIIK”

Aku ga peduli dengan apa yang dia ucapkan, pahanya kubuka lebar dan aku jilatin memeknya, dia semakin menggelinjang. Aku pun menjilati klitorisnya yang membuat April makin mendesah, karena sudah basah sekali akupun lalu mengarahkan kontolku ke memeknya. Terasa masih sangat sempit, aku sedikit memaksa kontolku supaya bisa masuk. sambil pelan-pelan aku goyang, “BLEEESS….”

Kini gilranku yang mendesah nikmat serasa kontolku di pijat-pijat enak, masih rapet sekali memek April ini aku genjot agak cepat karena keenakan. April semakin blingsatan, akhirnya tubuhnya mengejang, bergetar dan tiba-tiba dia teriak,

“AAAHHH… AKUUUU KELUAAAR PAAAA…EEENNAAAAK SEKALI PAAAAKKK”

Ngentot Dengan Leni

Memeknya tambah licin, karena cairan kewanitaannya, akupun mempercepat sodokan kontolku, hingga akhirnya aku orgasme “CROOOTtt…CROOOTTT..CROOOTTT…” enak sekali rasanya, meskipun sudah keluar, kontolku masih aku tancepin di memeknya, pelan pelan aku cabut kontolku dan kurebahkan tubuhku di sampingnya, aku liatin wajahnya yang nampak kecapekan, tapi ada kepuasan di matanya.

“Maaf pak, kamar bapak tadi saya ketok ga ada jawaban, saya memberanikan diri untuk masuk dan liat bapak telanjang, kebetulan saya lagi kepengin, saya janda pak suami saya sudah lama meninggal…saya terangsang liat bapak bugil..sekali lagi maaf pak kalo saya lancang” katanya lirih

“Iya gapapa Pril, aku senang kog, oya panggil saja aku Kendi, kalo kamu kepingin lagi langsung kesini aja, aku disini masih beberapa hari kok, rumah April dimana, jauh dari sini ga?” kataku.

“Lumayan mas…deket pasar rumahku kapan-kapan mampir ya mas”

“Iya nanti aku main ke tempatmu, boleh nginep ga di rumahmu”

“Boleh aja kok mas, tapi syaratnya harus puasin saya lagi ya hehhe..” katanya sambil tersenyum.

Aku pun tersenyum dan kemudian mencium bibirnya dengan lembut, maksud hati iingin mengajaknya ke ronde ke dua, tapi dia menolak, karena takut di cari supervisornya.

Akhirnya kita mandi bareng mesra aja berdua. Sebelum April pergi aku kasih dia uang Rp 500.000,- awalnya dia menolak tapi aku paksa supaya dia menerima, dan diapun menciumku dengan horni lagi, tapi karena HT-nya sudah berisik mencari namanya, akhirnya April keluar meninggalkan kamarku.

Setelah April pergi, kunyalakan HPku, banyak sekali WA yang masuk, dari Istri, Ortu, Kantor, dan Redo. Seperti yang di janjikan kemarin, Redo menanyakan apakah hari ini jadi ketemuan.

“Hy bro kita ketemuan dimana nih” tanyaku

“Di rumah makan padang aja yang dekat dengan hotel tempatmu menginap, setengah jam lagi bisa soalnya entar sore aku harus ke Jakarta” jawab Redo.

“Siap bro”

Aku segera mempersiapkan diri untuk ketemu Redo dan keluarganya, kuambil mobil CRV ku di parkiran menuju ke lokasi yang telah ditentukan. Tak berselang lama, aku berada di lokasi yang dimaksud, karena sudah lama ga ketemu, aku lupa sekarang wajah Redo seperti apa, aku telepon dia, di sebelah ujung restoran ada seorang pria kurus memakai baju putih melambaikan tangannya. Aku pun menuju ke meja tersebut.

“Hy bro kamu sendirian?” sapaku

“Ga bro aku sama istriku dia lagi ke toilet” jawab Redo.
Akupun duduk dan memesan makanan di restoran itu.

“Awet muda ya kamu, oya katanya istrimu seorang model ya..maaf aku ga dateng ke nikahanmu”

“Hehehe…iya bro. Aku nikah umur 25 tahun dan istriku saat itu baru 18 tahun…ketiban rejeki bro…hahahaha…”

Kami pun ngobrol kesana kemari mengingat kejailan-kejailan kita semasa SMP dulu. Tak berselang beberapa lama ada seorang wanita datang dari belakangku dan langsung duduk disebelah Redo. Wanita itu menunduk begitu kita saling bertatap muka.

Wajahnya dia sembunyikan tak berani memandang ke arahku. Redo memperkenalkan wanita itu bernama Leni, istrinya. Deg… Aku terkejut sampai batuk, jantungku terasa mau copot. Leni ternyata wanita yang di ranjangku semalam. Kita bersalaman agak lama, berlagak tidak kenal, untung situasinya bisa terkendalikan layaknya tak terjadi apa-apa antara kita. Makan siangpun berjalan lancar, dan akhirnya aku balik lagi ke hotel. Di Hotel HP berbunyi, ada WA dari nomer tak dikenal.

“mas Redo sore ini ke Jakarta lagi, nanti aku ke hotel kamu ya”

Mebaca pesan itu aku jadi tersenyum sendiri. “LOVE THIS CITY”

 

 

#Bercumbu #Dengan #Istri #Teman #Lama

Ngentot Dengan Mahasisiwi Falkutas Kedokteran Medan Terbaru Malam Ini

Sempitnya Memek Anak Remaja

Saya adalah seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di kota medan.sekarang duduk di semester 7..saya tinggal di daerah medan tuntungan.tinggi saya 164 berat 60 kg dan dapat digolongkan gemuk. Saya mempunyai tetangga namanya Nita seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di medan dia mengambil jurusan kedokteran.

sudahlah lupakan siapa saya dan Nita. Ini peristiwa terjadi setahun yang lalu begini ceritanya. Pada hari sabtu pukul 14:30 saya berdiri didepan rumah saya lalu saya dipanggil oleh Nita. Nita ada apa jawabku abang bisa bantu kami kata Nita bantu apa kalau bisa pasti aku bantu jawabku setelah itu aku diajak kedalam rumahnya dan didalam rumahnya telah ada dua orang temannya lalu aku diperkenalkannya Neni dan Wati (samaran).

lalu kami bercerita dan bercanda kemudian aku bertanya kalian mau minta bantu apa nih kataku begini bang kami dapat tugas dari dosen mata kuliah anatomi.tugas ini sangat berat menurut kami ,kami harus mempelajari anatomi lawan jenis kami kata Nita sambil menyodorkan kertas yang berisi daftar yang akan di periksa. Alangkah terkejutnya aku begitu aku baca isi daftar tersebut adapun dafatar tersebut adalah tinggi berat panjang lengan panjang kaki ukuran penis ketika tegang dan mengambil sperma itu semua dilakukan dalam keadaan telanjang.

jadi aku mau kalian jadi kan objeknya ya,maaf ya ini perkerjaan gila kataku tolonglah bang kata Nita di ikuti dengan kawan nya memohon agar aku bisa membantu pekerjaan mereka. pokoknya engggak kataku kami kasih Rp 1 juta kalau abang mau kata Nita berapapun kalian kasih aku enggak mau kataku. Dalam hati sebenarnya aku mau dan aku terdiam sejenak dan sambil berpikiri ok aku mau tapi dengan syarat kataku syaratnya apa bang kata mereka dengan semangat syaratnya ialah kalian memeriksaku satu persatu dan dalam keadaan telanjang kataku ah jangan lah bang,yang lain aja lah syaratnya kata Nita ini mungkin syarat terakhir kalau kalian mau ok kita laksanakan ,kalau enggak ya enggak jadi.syaratnya seperti tadi tapi kalian enggak usah telanjang tapi hanya pakai cd (celana dalam) saja,malu lah aku kalau aku telanjang kalian enggak kataku

kemudian mereka terdiam sejanak dan berpikir dan entah apa yang dipikirkan mereka lalu oklah bang dari pada tugas kami enggak selesai kami mau denngan syarat tersebut kata Nita kemudian setelah selesai negosiasi aku pun mandi kekamar mandinya dan masuk kekamar dengan hanya mengunakan handuk,mereka bertiga masih diluar kamar dan berbincang bincang entah apa yang mereka bincang kan lalu masuk Nita kekamar dengan membawa peralatan yang diperlukan. Lalu Nita melepaskan satu persatu pakaiannya dan hanya cd putih yang melekat di tubuh Nita yang putih dan mulus tersebut. Lalu didekatinya aku dan terlihat dengan jelas dua buah bukit kembar yang besar (tinggi Nita 165 dan berat 60)dan ditengah tengahnya ada puting berwarna kecoklatan.

lalu dilakukanlah tugasnya mengukur tubuhku dan yang paling menegangkan ialah ketika mengukur penisku yang menegang kulihat dengan jelas wajah Nita kemerah merahan ketika memegang penisku. Alangkah nikmatnya penis ini ketika dipegang Nita wow serasa melayang. Kemudian saatnya pengambilan sperma aku disuruh Nita untuk menelurkan sperma lalu kuusahakan lah melakukan onani didepanya lalu serasa sulit. Kemudian Ta payah nih keluarnya tolong dong keluari kataku gimana aku bisa bantu kata Nita tolonglah kamu kocok kan kataku dengan berat hati lalu Nita melakukan apa yang aku perintahkan.

sudah 3 menit enggak keluar juga itu sperma. Lalu aku cari lagi cara yang lain Ta kamu harus bantu dengan cara lain nih kataku cara lain gimana kata Nita kamu harus tidur telentang atau telungkup sama aja kataku lalu Nita tidurlah dengan cara telungkup. Kemudian tubuh indah itu aku tindih. kontolku tepat disela pantanya yang woow tersebut lalu aku gesek gesekkan ketengah pantatnya yang masih bercd putih tersebut dan tiba tiba Nita membalikkan tubuhnya.wow didepan mataku tersaji buah dada yang indah dan badanku telah menimpa tubuhnya kontolku tepat diatas vagiannya yang masih terbalut cd.

lalu kuturunkan badanku sedikit aku enggak mau merusak perawan anak tetangga yang beda agama. Jadi kontolku tepat dibawah vaginanya dan dijepit oleh dua paha mulusnya. Woow dijepit pahanya aja begitu nikmat gimana lagi kalau otot vaginanya menjepit penisku. Bibirku menikmati puting dan buah dadanya yang indah. Nita mengerang kenikmatanahhhh..ahhhh bang. Tiba-tiba pusarku terasa basah wehhh ternyata Nita mengalami orgasme.

Nita

lalu kulanjutkan aksiku terhadap Nita dan akhinya Nita mengatakan aku mau keluar nih cepet Ta kataku lalu aku mengangkat tubuhku dari tubuh Nita dan Nita mengambil tabung yang telah steril dan cret.cret..wow aku akhirnya mengalami orgasme dan setelah itu Nita lalu mengenakan pakaianya kembali dengan cd yang masih basah oleh spermanya sendiri dan dengan jelas terbayang vagina yang tebal tersebut terbaluti oleh cd. Mungkin inilah pertama sekali aku melihat vagina wanita dewasa walaupun sedikit samar samar.

lalu Nita keluar dari kamar. Cerita dengan Neni dan Wati akan saya sambung nanti.
Mahasiswi Kedokteran (2)
setelah Nita keluar dari kamar lalu masuk lah si Neni. Dengan membawa peralatan seperti Nita tadi. Kemudian dia melepaskan pakaiannya satu per satu aku yang tengah terbaring memperhatikan dengan serius ketika dia melepaskan pakaiannya satu persatu Neni tidak cantik dan dapat dikatakan jeleklah tubuhnya agak kurus dan dadanya sepertinya turun tidak seperti Nita yang besar dan menantang. Kemudian dia mendekatiku dan melakukan tugasnya seperti Nita tadi,ketika dia memeriksa tubuhku kuperhatikan wajahnya seperti tidak senang dan sedikit cemberut apa semua cewek seperti ini sifatnya seperti ini dalam hati ku berkata. Senjataku masih berdiri tetapi tidak setegang ketika diperiksa Nita mungkin perasaan senang dan tidak senang mempengaruhi kondisi senjataku. Lalu saatnya pengeluaran sperma sama seperi Nita tadi ku suruh dia mengocokkan senjataku alamak ternyata dia enggak mau lalu aku ancam kalau kau enggak mau ya udah enggak usah aja aku kan enggak maksa kalian kataku. Eh ternyata dia mau dan dilakaukannya lah eh dalam sekejap saja spermaku keluar. Mungkin dapat dikatakan waktu yang dibutuhkan Nita untuk memeriksaku hanya 1/3 dari waktu yang dibutuhkan Nita.

entahlah mungkin senjataku sulit mungeluarkan pelurunya kalau melihat cewek cantik kalau cewek jelek dan sombong sebentar aja selesai. Kemudian Neni mengenakan pakaiannya kembali dan keluar.
Kemudian masuklah Wati dengan senyum dan sambil menyapa kini giliran kukatanya dengan semangat. Mak ketika aku melihat cewek seperti ini lihat semangatnya aja senjataku langsung spot. Lalu dilepaskannya pakaiannya satu persatu alamak indahnya bodi cewek ini dalam hatiku sambil menelan air liur tau enggak pembaca bagaimana ciri-ciri Wati orangnya sedikit gemuk dan sintal dengan buah dada mungkin enggak cocok untuk bodi sepertinya buah dadanya besarlah aku enggak tau ukurannya tapi besarlah dan putih walau wajahnya enggak cantik (seperti cewek karo)tapi pantatnya mak bahenol kali dan aku bilang aja padat dan berisi.

dapat anda bayangkan gimanalah dengan rambut sebahu dan orangnya suka senyum walaupun aku baru kenal. Lalu di lakukanlah tugasnya seperti temannya tadi ketika masalah ukur mengukur tubuh dan menimbnang aku turun dari ranjang setelah itu saatnya pengeluaran sperma. Aku tidur terlentang. lalu dia berkata gimana nih bang aku mau mengambil sample sperma aku menjawab ya terserah kamu lah gimana caranya. Senjatku terus menegang karena suasananya menyenangkan hatiku dan orangnya suka ketawa ketika memeriksa. lalu Wati duduk dipahaku woow terasa sekali daging empuknya menimpa paha lalu senjataku dikocoknya lalu dikulumnya alamak geli kali rasanya.

aku kira Wati ini suka oral sek.
setelah dikocok dan dikulumnya lalu Wati berhenti dan tiba tiba melepaskan cdnya wowwwwwww aku serasa enggak percaya melihat itu benda dalam hatiku baru sekali ini aku memperhatikan dengan jelas yang namanya barang setupuk dengan sebuah daging kecil seperi kacang di medan itu di sebut itil dan tiba tiba dia menempelkan vaginanya di senjataku. Tanpa pikir panjang lalu kubalikkan posisi dia di bawah aku diatas lalu kukulum bibirnya mak dibalasnya dan senjataku kutekan tekan kedalam senggamanya bibirku setelah mengulum bibirnya beralih kegunung kembarnya wooooow kenyalnya terus kunikmati itu bibir dan kontolku telah mulai masuk kedalam vaginanya yang sempit sedikit demi sedikit mulutku terus memikmati itu tetek dan tiba-tiba tetek itu terasa mengeras tidak seperti tadi yang begitu lembut dan putingnya berkilat kecoklatan dan kemudian kedua kakinya mengapit kakiku dengan posisi aku di atas dan dia dibawah dan tanganya denga erat memeluk tubuhku ban..bang aku mau .mau keluar katanya sebentar aku juga mau keluar jawabku ketika hampir puncaknya aku cabut itu senjata dari vagina dan Wati langsung mengambil tabung dan menampung spermaku didalam tabung itu.setelah selesai Wati bukanya mau keluar mak dia mencium bibrku dan terjadi lagilah persetubuhan tersebut hingga 3 kali dalam 45 menit.entah berapa banyak spermaku terbuah selama 1 jam setengah ketika diperiksa ketiga mahasiswi tersebut.

#Ngentot #Dengan #Mahasisiwi #Falkutas #Kedokteran #Medan

Sex Dengan Terapis Cantik Terbaru Malam Ini

Sex Dengan Terapis Cantik

Jakarta yang panas membuatku kegerahan di atas angkot. Kantorku tidak lama lagi kelihatan di kelokan depan, kurang lebih 100 meter lagi. Tetapi aku masih betah di atas mobil ini. Angin menerobos dari jendela. Masih ada waktu bebas dua jam. Kerjaan hari ini sudah kugarap semalam. Daripada suntuk diam di rumah, tadi malam aku menyelesaikan kerjaan yang masih menumpuk. Kerjaan yang menumpuk sama merangsangnya dengan seorang wanita dewasa yang keringatan di lehernya, yang aroma tubuhnya tercium. Aroma asli seorang wanita. Baunya memang agak lain, tetapi mampu membuat seorang bujang menerawang hingga jauh ke alam yang belum pernah ia rasakan.

Dik.., jangan dibuka lebar. Saya bisa masuk angin. kata seorang wanita setengah baya di depanku pelan.
Aku tersentak. Masih melongo.
Itu jendelanya dirapetin dikit.., katanya lagi.
Ini..? kataku.
Ya itu.
Ya ampun, aku membayangkan suara itu berbisik di telingaku di atas ranjang yang putih. Keringatnya meleleh seperti yang kulihat sekarang. Napasnya tersengal. Seperti kulihat ketika ia baru naik tadi, setelah mengejar angkot ini sekadar untuk dapat secuil tempat duduk.

Terima kasih, ujarnya ringan.
Aku sebetulnya ingin ada sesuatu yang bisa diomongkan lagi, sehingga tidak perlu curi-curi pandang melirik lehernya, dadanya yang terbuka cukup lebar sehingga terlihat garis bukitnya.

Saya juga tidak suka angin kencang-kencang. Tapi saya gerah. meloncat begitu saja kata-kata itu.
Aku belum pernah berani bicara begini, di angkot dengan seorang wanita, separuh baya lagi. Kalau kini aku berani pasti karena dadanya terbuka, pasti karena peluhnya yang membasahi leher, pasti karena aku terlalu terbuai lamunan. Ia malah melengos. Sial. Lalu asyik membuka tabloid. Sial. Aku tidak dapat lagi memandanginya.

Kantorku sudah terlewat. Aku masih di atas angkot. Perempuan paruh baya itu pun masih duduk di depanku. Masih menutupi diri dengan tabloid. Tidak lama wanita itu mengetuk langit-langit mobil. Sopir menepikan kendaraan persis di depan sebuah salon. Aku perhatikan ia sejak bangkit hingga turun. Mobil bergerak pelan, aku masih melihat ke arahnya, untuk memastikan ke mana arah wanita yang berkeringat di lehernya itu. Ia tersenyum. Menantang dengan mata genit sambil mendekati pintu salon. Ia kerja di sana? Atau mau gunting? Creambath? Atau apalah? Matanya dikerlingkan, bersamaan masuknya mobil lain di belakang angkot. Sial. Dadaku tiba-tiba berdegup-degup.

Bang, Bang kiri Bang..!
Semua penumpang menoleh ke arahku. Apakah suaraku mengganggu ketenangan mereka?
Pelan-pelan suaranya kan bisa Dek, sang supir menggerutu sambil memberikan kembalian.
Aku membalik arah lalu berjalan cepat, penuh semangat. Satu dua, satu dua. Yes.., akhirnya. Namun, tiba-tiba keberanianku hilang. Apa katanya nanti? Apa yang aku harus bilang, lho tadi kedip-kedipin mata, maksudnya apa? Mendadak jari tanganku dingin semua. Wajahku merah padam. Lho, salon kan tempat umum. Semua orang bebas masuk asal punya uang. Bodoh amat. Come on lets go! Langkahku semangat lagi. Pintu salon kubuka.

Selamat siang Mas, kata seorang penjaga salon, Potong, creambath, facial atau massage (pijit)..?
Massage, boleh. ujarku sekenanya.
Aku dibimbing ke sebuah ruangan. Ada sekat-sekat, tidak tertutup sepenuhnya. Tetapi sejak tadi aku tidak melihat wanita yang lehernya berkeringat yang tadi mengerlingkan mata ke arahku. Ke mana ia? Atau jangan-jangan ia tidak masuk ke salon ini, hanya pura-pura masuk. Ah. Shit! Aku tertipu. Tapi tidak apa-apa toh tipuan ini membimbingku ke alam lain.

Dulu aku paling anti masuk salon. Kalau potong rambut ya masuk ke tukang pangkas di pasar. Ah.., wanita yang lehernya berkeringat itu begitu besar mengubah keberanianku.
Buka bajunya, celananya juga, ujar wanita tadi manja menggoda, Nih pake celana ini..!
Aku disodorkan celana pantai tapi lebih pendek lagi. Bahannya tipis, tapi baunya harum. Garis setrikaannya masih terlihat. Aku menurut saja. Membuka celanaku dan bajuku lalu gantung di kapstok. Ada dipan kecil panjangnya dua meter, lebarnya hanya muat tubuhku dan lebih sedikit. Wanita muda itu sudah keluar sejak melempar celana pijit. Aku tiduran sambil baca majalah yang tergeletak di rak samping tempat tidur kecil itu. Sekenanya saja kubuka halaman majalah.

Tunggu ya..! ujar wanita tadi dari jauh, lalu pergi ke balik ruangan ke meja depan ketika ia menerima kedatanganku.
Mbak Winny.., udah ada pasien tuh, ujarnya dari ruang sebelah. Aku jelas mendengarnya dari sini.
Kembali ruangan sepi. Hanya suara kebetan majalah yang kubuka cepat yang terdengar selebihnya musik lembut yang mengalun dari speaker yang ditanam di langit-langit ruangan.

Langkah sepatu hak tinggi terdengar, pletak pletok pletok. Makin lama makin jelas. Dadaku mulai berdegup lagi. Wajahku mulai panas. Jari tangan mulai dingin. Aku makin membenamkan wajah di atas tulisan majalah.
Halo..! suara itu mengagetkanku. Hah..? Suara itu lagi. Suara yang kukenal, itu kan suara yang meminta aku menutup kaca angkot. Dadaku berguncang. Haruskah kujawab sapaan itu? Oh.., aku hanya dapat menunduk, melihat kakinya yang bergerak ke sana ke mari di ruangan sempit itu. Betisnya mulus ditumbuhi bulu bulu halus. Aku masih ingat sepatunya tadi di angkot. Hitam. Aku tidak ingat motifnya, hanya ingat warnanya.

Mau dipijat atau mau baca, ujarnya ramah mengambil majalah dari hadapanku, Ayo tengkurep..!
Tangannya mulai mengoleskan cream ke atas punggungku. Aku tersetrum. Tangannya halus. Dingin. Aku kegelian menikmati tangannya yang menari di atas kulit punggung. Lalu pijitan turun ke bawah. Ia menurunkan sedikit tali kolor sehingga pinggulku tersentuh. Ia menekannekan agak kuat. Aku meringis menahan sensasasi yang waow..! Kini ia pindah ke paha, agak berani ia masuk sedikit ke selangkangan. Aku meringis merasai sentuhan kulit jarinya. Tapi belum begitu lama ia pindah ke betis.

Balik badannya..! pintanya.
Aku membalikkan badanku. Lalu ia mengolesi dadaku dengan cream. Pijitan turun ke perut. Aku tidak berani menatap wajahnya. Aku memandang ke arah lain mengindari adu tatap. Ia tidak bercerita apa-apa. Aku pun segan memulai cerita. Dipijat seperti ini lebih nikmat diam meresapi remasan, sentuhan kulitnya. Bagiku itu sudah jauh lebih nikmat daripada bercerita. Dari perut turun ke paha. Ah.., selangkanganku disentuh lagi, diremas, lalu ia menjamah betisku, dan selesai.

Ia berlalu ke ruangan sebelah setelah membereskan cream. Aku hanya ditinggali handuk kecil hangat. Kuusap sisa cream. Dan kubuka celana pantai. Astaga. Ada cairan putih di celana dalamku.

Di kantor, aku masih terbayang-bayang wanita yang di lehernya ada keringat. Masih terasa tangannya di punggung, dada, perut, paha. Aku tidak tahan. Esoknya, dari rumah kuitung-itung waktu. Agar kejadian kemarin terulang. Jam berapa aku berangkat. Jam berapa harus sampai di Ciledug, jam berapa harus naik angkot yang penuh gelora itu. Ah sial. Aku terlambat setengah jam. Padahal, wajah wanita setengah baya yang di lehernya ada keringat sudah terbayang. Ini gara-gara ibuku menyuruh pergi ke rumah Tante Selly. Bayar arisan. Tidak apalah hari ini tidak ketemu. Toh masih ada hari esok.

Aku bergegas naik angkot yang melintas. Toh, si setengah baya itu pasti sudah lebih dulu tiba di salonnya. Aku duduk di belakang, tempat favorit. Jendela kubuka. Mobil melaju. Angin menerobos kencang hingga seseorang yang membaca tabloid menutupi wajahnya terganggu.
Mas Rendy.. hah..? suara itu lagi, suara wanita setengah baya yang kali ini karena mendung tidak lagi ada keringat di lehernya. Ia tidak melanjutkan kalimatnya.
Aku tersenyum. Ia tidak membalas tapi lebih ramah. Tidak pasang wajah perangnya.

Winny

Kayak kemarinlah.., ujarnya sambil mengangkat tabloid menutupi wajahnya.
Begitu kebetulankah ini? Keberuntungankah? Atau kesialan, karena ia masih mengangkat tabloid menutupi wajah? Aku kira aku sudah terlambat untuk bisa satu angkot dengannya. Atau jangan jangan ia juga disuruh ibunya bayar arisan. Aku menyesal mengutuk ibu ketika pergi. Paling tidak ada untungnya juga ibu menyuruh bayar arisan.

Mbak Winny.., gumamku dalam hati.
Perlu tidak ya kutegur? Lalu ngomong apa? Lha wong Mbak Winny menutupi wajahnya begitu. Itu artinya ia tidak mau diganggu. Mbak Winny sudah turun. Aku masih termangu. Turun tidak, turun tidak, aku hitung kancing. Dari atas: Turun. Ke bawah: Tidak. Ke bawah lagi: Turun. Ke bawah lagi: Tidak. Ke bawah lagi: Turun. Ke bawah lagi: Tidak. Ke bawah lagi: Hah habis kancingku habis. Mengapa kancing baju cuma tujuh?

Hah, aku ada ide: toh masih ada kancing di bagian lengan, kalau belum cukup kancing Bapak-bapak di sebelahku juga bisa. Begini saja daripada repot-repot. Anggap saja tiaptiap baju sama dengan jumlah kancing bajuku: Tujuh. Sekarang hitung penumpang angkot dan supir. Penumpang lima lalu supir, jadi enam kali tujuh, 42 hore aku turun. Tapi eh.., seorang penumpang pakai kaos oblong, mati aku. Ah masa bodo. Pokoknya turun.

Kiri Bang..!
Aku lalu menuju salon. Alamak.., jauhnya. Aku lupa kelamaan menghitung kancing. Ya tidak apa apa, hitung-hitung olahraga. Hap. Hap.

Mau pijit lagi..? ujar suara wanita muda yang kemarin menuntunku menuju ruang pijat.
Ya.
Lalu aku menuju ruang yang kemarin. Sekarang sudah lebih lancar. Aku tahu di mana ruangannya. Tidak perlu diantar. Wanita muda itu mengikuti di belakang. Kemudian menyerahkan celana pantai.

Mbak Winny, pasien menunggu, katanya.
Majalah lagi, ah tidak aku harus bicara padanya. Bicara apa? Ah apa saja. Masak tidak ada yang bisa dibicarakan. Suara pletak pletok mendekat.
Ayo tengkurap..! kata wanita setengah baya itu.
Aku tengkurap. Ia memulai pijitan. Kali ini lebih bertenaga dan aku memang benar-benar pegal, sehingga terbuai pijitannya.

Telentang..! katanya.
Kuputuskan untuk berani menatap wajahnya. Paling tidak aku dapat melihat leher yang basah keringat karena kepayahan memijat. Ia cukup lama bermain-main di perut. Sesekali tangannya nakal menelusup ke bagian tepi celana dalam. Tapi belum tersentuh kepala juniorku. Sekali. Kedua kali ia memasukkan jari tangannya. Ia menyenggol kepala juniorku. Ia masih dingin tanpa ekspresi. Lalu pindah ke pangkal paha. Ah mengapa begitu cepat.

Jarinya mengelus tiap mili pahaku. Si Junior sudah mengeras. Betul-betul keras. Aku masih penasaran, ia seperti tanpa ekspresi. Tetapi eh.., diam-diam ia mencuri pandang ke arah juniorku. Lama sekali ia memijati pangkal pahaku. Seakan sengaja memainkan Si Junior. Ketika Si Junior melemah ia seperti tahu bagaimana menghidupkannya, memijat tepat di bagian pangkal paha. Lalu ia memijat lutut. Si Junior melemah. Lalu ia kembali memijat pangkal pahaku. Ah sialan. Aku dipermainkan seperti anak bayi.

Selesai dipijat ia tidak meninggalkan aku. Tapi mengelap dengan handuk hangat sisa-sisa cream pijit yang masih menempel di tubuhku. Aku duduk di tepi dipan. Ia membersihkan punggungku dengan handuk hangat. Ketika menjangkau pantatku ia agak mendekat. Bau tubuhnya tercium. Bau tubuh wanita setengah baya yang yang meleleh oleh keringat. Aku pertegas bahwa aku mengendus kuat-kuat aroma itu. Ia tersenyum ramah. Eh bisa juga wanita setengah baya ini ramah kepadaku.

Lalu ia membersihkan pahaku sebelah kiri, ke pangkal paha. Junior berdenyut-denyut. Sengaja kuperlihatkan agar ia dapat melihatnya. Di balik kain tipis, celana pantai ini ia sebetulnya bisa melihat arah turun naik Si Junior. Kini pindah ke paha sebelah kanan. Ia tepat berada di tengah-tengah. Aku tidak menjepit tubuhnya. Tapi kakiku saja yang seperti memagari tubuhnya. Aku membayangkan dapat menjepitnya di sini. Tetapi, bayangan itu terganggu. Terganggu wanita muda yang di ruang sebelah yang kadang-kadang tanpa tujuan jelas bolak-balik ke ruang pijat.

Dari jarak yang begitu dekat ini, aku jelas melihat wajahnya. Tidak terlalu ayu. Hidungnya tidak mancung tetapi juga tidak pesek. Bibirnya sedang tidak terlalu sensual. Nafasnya tercium hidungku. Ah segar. Payudara itu dari jarak yang cukup dekat jelas membayang. Cukuplah kalau tanganku menyergapnya. Ia terus mengelap pahaku. Dari jarak yang dekat ini hawa panas tubuhnya terasa. Tapi ia dingin sekali. Membuatku tidak berani. Ciut. Si Junior tiba-tiba juga ikut-ikutan ciut. Tetapi, aku harus berani. Toh ia sudah seperti pasrah berada di dekapan kakiku.

Aku harus, harus, harus..! Apakah perlu menhitung kancing. Aku tidak berpakaian kini. Lagi pula percuma, tadi saja di angkot aku kalah lawan kancing. Aku harus memulai. Lihatlah, masak ia begitu berani tadi menyentuh kepala Junior saat memijat perut. Ah, kini ia malah berlutut seperti menunggu satu kata saja dariku. Ia berlutut mengelap paha bagian belakang. Kaki kusandarkan di tembok yang membuat ia bebas berlama-lama membersihkan bagian belakang pahaku. Mulutnya persis di depan Junior hanya beberapa jari. Inilah kesempatan itu. Kesempatan tidak akan datang dua kali. Ayo. Tunggu apa lagi. Ayo cepat ia hampir selesai membersihkan belakang paha. Ayo..!

Aku masih diam saja. Sampai ia selesai mengelap bagian belakang pahaku dan berdiri. Ah bodoh. Benarkan kesempatan itu lewat. Ia sudah membereskan peralatan pijat. Tapi sebelum berlalu masih sempat melihatku sekilas. Betulkan, ia tidak akan datang begitu saja. Badannya berbalik lalu melangkah. Pletak, pletok, sepatunya berbunyi memecah sunyi. Makin lama suara sepatu itu seperti mengutukku bukan berbunyi pletak pelok lagi, tapi bodoh, bodoh, bodoh sampai suara itu hilang.

Aku hanya mendengus. Membuang napas. Sudahlah. Masih ada esok. Tetapi tidak lama, suara pletak-pletok terdengar semakin nyaring. Dari iramanya bukan sedang berjalan. Tetapi berlari. Bodoh, bodoh, bodoh. Eh.., kesempatan, kesempatan, kesempatan. Aku masih mematung. Duduk di tepi dipan. Kaki disandarkan di dinding. Ia tersenyum melihatku.

Maaf Mas, sapu tangan saya ketinggalan, katanya.
Ia mencari-cari. Di mana? Aku masih mematung. Kulihat di bawahku ada kain, ya seperti sapu-tangan.
Itu kali Mbak, kataku datar dan tanpa tekanan.
Ia berjongkok persis di depanku, seperti ketika ia membersihkan paha bagian bawah. Ini kesempatan kedua. Tidak akan hadir kesempatan ketiga. Lihatlah ia tadi begitu teliti membenahi semua perlatannya. Apalagi yang dapat tertinggal? Mungkin sapu tangan ini saja suatu kealpaan. Ya, seseorang toh dapat saja lupa pada sesuatu, juga pada sapu tangan. Karena itulah, tidak akan hadir kesempatan ketiga. Ayo..!

Mbak.., pahaku masih sakit nih..! kataku memelas, ya sebagai alasan juga mengapa aku masih bertahan duduk di tepi dipan.
Ia berjongkok mengambil sapu tangan. Lalu memegang pahaku, Yang mana..?
Yes..! Aku berhasil. Ini.., kutunjuk pangkal pahaku.
Besok saja Sayang..! ujarnya.
Ia hanya mengelus tanpa tenaga. Tapi ia masih berjongkok di bawahku.
Yang ini atau yang itu..? katanya menggoda, menunjuk Juniorku.

Darahku mendesir. Juniorku tegang seperti mainan anak-anak yang ditiup melembung. Keras sekali.
Jangan cuma ditunjuk dong, dipegang boleh.
Ia berdiri. Lalu menyentuh Junior dengan sisi luar jari tangannya. Yes. Aku bisa dapatkan ia, wanita setengah baya yang meleleh keringatnya di angkot karena kepanasan. Ia menyentuhnya. Kali ini dengan telapak tangan. Tapi masih terhalang kain celana. Hangatnya, biar begitu, tetap terasa. Aku menggelepar.

Sst..! Jangan di sini..! katanya.
Kini ia tidak malu-malu lagi menyelinapkan jemarinya ke dalam celana dalamku. Lalu dikocok-kocok sebentar. Aku memegang teteknya. Bibirku melumat bibirnya.
Jangan di sini Sayang..! katanya manja lalu melepaskan sergapanku.
Masih sepi ini..! kataku makin berani.
Kemudian aku merangkulnya lagi, menyiuminya lagi. Ia menikmati, tangannya mengocok Junior.

Besar ya..? ujarnya.
Aku makin bersemangat, makin membara, makin terbakar. Wanita setengah baya itu merenggangkan bibirnya, ia terengaengah, ia menikmati dengan mata terpejam.
Mbak Winny telepon.., suara wanita muda dari ruang sebelah menyalak, seperti bel dalam pertarungan tinju.
Mbak Winny merapihkan pakaiannya lalu pergi menjawab telepon.
Ngapaian sih di situ..? katanya lagi seperti iri pada Winny.

Aku mengambil pakaianku. Baru saja aku memasang ikat pinggang, Winny menghampiriku sambil berkata, Telepon aku ya..!
Ia menyerahkan nomor telepon di atas kertas putih yang disobek sekenanya. Pasti terburu-buru. Aku langsung memasukkan ke saku baju tanpa mencermati nomor-nomornya. Nampak ada perubahan besar pada Winny. Ia tidak lagi dingin dan ketus. Kalau saja, tidak keburu wanita yang menjaga telepon datang, ia sudah melumat Si Junior. Lihat saja ia sudah separuh berlutut mengarah pada Junior. Untung ada tissue yang tercecer, sehingga ada alasan buat Winny.

Ia mengambil tissue itu, sambil mendengar kabar gembira dari wanita yang menunggu telepon. Ia hanya menampakkan diri separuh badan.
Mbak Winny.., aku mau makan dulu. Jagain sebentar ya..!
Ya itulah kabar gembira, karena Winny lalu mengangguk.

Setelah mengunci salon, Winny kembali ke tempatku. Hari itu memang masih pagi, baru pukul 11.00 siang, belum ada yang datang, baru aku saja. Aku menanti dengan debaran jantung yang membuncah-buncah. Winny datang. Kami seperti tidak ingin membuang waktu, melepas pakaian masing-masing lalu memulai pergumulan.

Winny menjilatiku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku menikmati kelincahan lidah wanita setengah baya yang tahu di mana titik-titik yang harus dituju. Aku terpejam menahan air mani yang sudah di ujung. Bergantian Winny kini telentang.

Pijit saya Mas..! katanya melenguh.
Kujilati payudaranya, ia melenguh. Lalu vaginanya, basah sekali. Ia membuncah ketika aku melumat klitorisnya. Lalu mengangkang.
Aku sudah tak tahan, ayo dong..! ujarnya merajuk.
Saat kusorongkan Junior menuju vaginanya, ia melenguh lagi.
Ah.. Sudah tiga tahun, benda ini tak kurasakan Sayang. Aku hanya main dengan tangan. Kadang-kadang ketimun. Jangan dimasukkan dulu Sayang, aku belum siap. Ya sekarang..! pintanya penuh manja.

Tetapi mendadak bunyi telepon di ruang depan berdering. Kring..! Aku mengurungkan niatku. Kring..!
Mbak Winny, telepon. kataku.
Ia berjalan menuju ruang telepon di sebelah. Aku mengikutinya. Sambil menjawab telepon di kursi ia menunggingkan pantatnya.
Ya sekarang Sayang..! katanya.

Halo..? katanya sedikit terengah.
Oh ya. Ya nggak apa-apa, katanya menjawab telepon.
Siapa Mbak..? kataku sambil menancapkan Junior amblas seluruhnya.
Si Reni, yang tadi. Dia mau pulang dulu ngeliat orang tuanya sakit katanya sih begitu, kata Winny.

Setelah beberapa lama menyodoknya, Terus dong Yang. Auhh aku mau keluar ah.., Yang tolloong..! dia mendesah keras.
Lalu ia bangkit dan pergi secepatnya.
Yang.., cepat-cepat berkemas. Sebantar lagi Mbak Mimi yang punya salon ini datang, biasanya jam segini dia datang.
Aku langsung beres-beres dan pulang.

#Sex #Dengan #Terapis #Cantik

Ngentot Dengan Binor Di Kereta Terbaru Malam Ini

Ngentot Dengan Binor Di Kereta

Aku mahasiswa semester atas di sebuah universitas ternama di kota Y, Aku berasal dari kota S, jadi bisa disimpulkan aku seorang perantau. Saat kereta mulai bergerak aku menyegerakan tidur karena badanku sudah lelah akibat begadang semalaman bersama teman – teman lamaku. Aku terbangun beberapa kali selama perjalanan yaitu saat pengen kencing (dikamar kecil aku sempat sedikit bingung karena kamar kecilnya tidak ada batang selotnya tapi akhirnya teratasi dengan diselipin pulpen) dan saat berhenti di beberapa stasiun besar untuk menaikkan penumpang. Saat itu seingatku di stasiun kota M naiklah pasutri muda dan anaknya yang masih balita. Aku terperangah karena sang suami tidak cakep dan cenderung jelek akan tetapi istrinya cantik berambut lurus panjang, tinggi sekitar 170 cm (lebih tinggi suaminya sedikit).

Tapi yang paling membuatku shock adalah meski tinggi tapi tubuhnya montok dengan payudara yang ukurannya lumayan besar, pantat yang sekal dan pinggang yang ramping bak biola spanyol.tubuh bagus itu terbungkus dengan celana panjang ketat dan kemeja agak ketat yang paduan warnanya bagus. Sesaat setelah mereka duduk dibangku sebelah bangku yang aku tempati kereta mulai kembali berjalan dan sang suami dan anak langsung terlelap seperti aku tadi setelah perjalanan dilanjutkan kembali sekitar setengah jam. Karena sang istri tinggal sendirian, aku memberanikan diri menyapa dan mengajak ngobrol. Yah sekedar basa basi agar tidak boring selama perjalanan (kebiasaanku sejak aku SMA).

“mbak, mau kekota apa?” sambil tersenyum ramah aku menegurnya.
“mau ke ke kota Y karena mertua sakit dik. Adik sendiri?” jawabnya sambil tersenyum manis.
“oh, aku juga sama mbak tapi karena aku emang kuliah di kota Y. Oya nama mbak siapa? Kenalkan namaku Dedi” kuulurkan tangan untuk berjabat tangan.
“aku Lily dik, ini suamiku Sandi dan anakku Reno” dia menyambut jabat tanganku sambil memperkenalkan suami dan anaknya. Perbincangan pun mengalir dengan hangat selama kurang lebih 1 jam karena kelihaianku mengolah suasana. Kami juga sempat bercanda hingga dia tertawa terkikik karena lucunya. Menurutku mbak Lily orangnya terbuka dan supel, buktinya dia tidak marah saat leluconku mulai menjurus kearah sex bahkan dia malah membalas dengan lelucon yang lebih menjurus. Selama ngobrol mataku sesekali melirik bongkahan dadanya yang terlihat sedikit dari celah kemejanya yang tanpa dia sadari 1 kancingnya terbuka di bagian dada persis. Mbak Lily mulai salah tingkah dalam duduknya (dugaanku dia terangsang) saat menjawab pertanyaanku seputar tips menyenangkan wanita di ranjang.

Lily

Dari pertanyaan – pertanyaanku mbak Lily bukan tipe wanita yang suka tentang variasi seks seperti oral dan anal. Tapi dia sudah beberapa kali mencoba berbagai variasi gaya bersetubuh selama menikah 2 tahun ini. Perbincangan terpaksa diputus dulu karena dia permisi ke kamar kecil. Niat isengku muncul mengingat selot kamar kecil itu. Beberapa saat setelah dia pergi, aku membuntuti kekamar kecil. Rupanya dia tidak sadar bahwa pintunya tidak terkunci dan hanya tertutup, buktinya dia dengan santai telanjang bagian bawah membelakangiku. Hal itu membuatku mulai terangsang, segera kubuka resleting celana dan cd lalu keluarin si boy dari sarang. Ukuran si boy emang biasa aja (panjang 15cm dan diameter 3,5cm) tapi lumayanlah. Kudekati mbak Lily perlahan, saat tangan kirinyanya mau meraih celana dan cdnya kuberanikan diri memegang tangannya dengan tangan kiriku sedangkan tangan kananku membekap mulutnya. Dia sempat kaget tapi ketika mbak Lily menoleh siapa dibelakangnya dia terdiam.

“mbak, jangan teriak ya kumohon. Aku hanya ingin diajari muasin cewek dalam sex..plis…” kataku sambil menampakkan wajah memelas. Awal mulanya dia hanya menggelengkan kepala dan tetap memberontak. Aku bisa membuat mataku sendiri berkaca – kaca seperti mau menangis, kulakukan itu sambil terus memohon dan pura – pura terisak. Akhirnya dia luluh dan menganggukkan kepala lemah. Kulepaskan tanganku, “kena kau” batinku.

“Dedi udah pernah ciuman?” tanyanya.
“sudah mbak,kenapa mbak?” balasku dengan wajah polos.
“coba cium aku Ded” perintahnya. Aku mulai memeluknya dan menciunmya, pada awalnya biasa saja lalu lidahku berusaha menyeruak kedalam mulutnya dan ternyata dia membalas dengan lebih agresif. Akhirnya kupakai teknik back door yang memanfaatkan lidahku yang panjang hingga aku bisa mengimbanginya.
“ciuman Dedi mantap juga ya” aku hanya tersenyum pura – pura malu.
“sekarang coba rangsang aku Ded semampumu tapi hanya sebatas sampai leher saja” dalam hati aku bersorak.
Aku mulai menciumnya lagi lalu menggerayangi dan menciumi bagian belakang telinga dan menjilati telinganya. “Aaahhg…sssttt…eeeenggghh…” desahnya saat kulakuin itu,ciumanku mulai turun ke leher.

Kujilat dan kucium leher putihnya, harum parfumnya membuatku bersemangat. “Uuuugghh….aaaahhhh….eeemmghh….sssstttt… ded enak ded… terus ded… aaaaaahhh…eeeeennnggghh… ded jangan ada bekasnya…” bisiknya. Aku sadar bahwa mbak Lily takut ketahuan suaminya. Kucoba menelusupkan tanganku kedalam bajunya saat kedua tangannya terangkat memeluk leherku.
Terlambat buat mbak Lily untuk merespon karena kedua tanganku sudah masuk kedalam baju dan meremas – remas payudaranya dari luar BH. Yang bisa dia lakukan hanyalah mengerang dan mendesah karena kuserang leher dan kedua payudaranya secara bersamaan.

“Dedi…aaaaahhhhgg…kamu nakal…ssssttt….eeeennggghh…” rancaunya tapi tanpa penolakan karena rangsangan yang mbak Lily alami begitu kuat. Secara mendadak kuangkat bajunya sebatas leher hingga mempertontonkan 2 bongkah gunung kembar dibungkus BH kuning menyala. Beruntungnya aku karena kancing Bhnya ada di depan. Sekilas kulihat ukurannya 36C (besar cuy…), seketika itu pula kubuka kancing bhnya dan terpampanglah payudaranya tanpa penutup apapun. Langsung aku kenyot putting kanannya dan kupilin – pilin putting kirinya.
“Aaaaaaahhhh…eeeemmnggh…ded…kamu apakan putingku…uuggghh…” erangnya sambil bersandar di dinding. “Geli ded…aaaaaggghh…ded…cukup…ssstt…ded…enak banget…mmmnngghh..melayang aku rasanya…aaahhh…” rancaunya makin keras.

Karena takut ada yang mendengar langsung aku cium lagi mbak Lily dengan ganas sambil tangan kananku meremas payudara kanannya dan tangan kiriku mengocok kemaluannya yang ternyata sudah banjir. “mmmpphh…nnnggghh…ssslllurrpp…” yang keluar dari mulutnya yang sedang kuajak french kiss lagi.
Kedua tangannya tidak berdaya karena terjepit punggungnya sendiri sedang tubuh mbak Lily terjepit antara tubuhku dan dinding. Tapi tubuhnya semakin menggelinjang kuperlakuin seperti itu. Tidak lama kemudian kemaluan mbak Lily makin lembab, disini aku lagi – lagi memasang perangkap. Kuhentikan semua cumbuanku hingga mbak Lily termangu. “lho ded kok berhenti?! Jangan dong..lanjutin ya ded..aku jadi ngambang dan aneh nih rasanya..lanjutin dong ampe mbak keluar..” pintanya. “ya mbak..tapi sekarang boleh ya aku masukin si boy? Dari tadi berdiri ampe sakit nih” rayuku.

“jangan ded, aku sudah bersuami…” tolaknya. “cuma digesek – gesekin aja deh mbak enggak papa ampe aku juga keluar biar sama – sama enak. Boleh ya mbak? Plis……” rengekku sambil mulai kembali membelai – belai payudaranya dan tanganku satunya mengelus – elus si boy yang sedari tadi menganguk – angguk karena sudah tegang. Mendapat serangan psikologis seperti itu terus menerus akhirnya dia luluh. “cuma digesek – gesek aja ya ga lebih…” pintanya sambil kududukkan dia ke kloset.

Ngentot Lily

“makasih ya mbak Lily sayang” ucapku dan kukecup singkat bibirnya sambil ku posisikan tubuhku sedemikian rupa hingga penisku terhimpit diantara pangkal pahanya persis di mulut vaginanya (bayangin aja duduk berhadapan dan aku terlihat seperti memangku mbak Lily dan kakinya memeluk pinggangku sedang tubuh kami seperti berpelukan).
Aku mulai menggoyang pantatku sehinnga kemaluan kami bergesekan. Hal ini membuat kami sama – sama merasakan nikmat. Tak lupa kami tetap berciuman dan saling meraba. Saat kembali kuserbu lehernya, mbak Lily mulai mendesah dan merancau lagi. Desahannya makin sering saat kumulai menggesek dengan cepat. Hal ini membuatku semakin terangsang dan ingin segera memasukkan penisku kedalam hangatnya liang vaginanya.

Saat asyik saling menggesek hingga kurasakan cairan vaginanya makin membanjiri penisku, tanpa mbak Lily sadari kumasukkan penisku secara mendadak dan cepat hingga mentok. Ugh meski sudah pernah melahirkan tapi vaginanya masih ketat menjepit penisku. Kelihatannya leher rahimnya dangkal, buktinya pangkal penisku masih diluar sekitar 1-2cm saat kurasakan ujung penisku membentur bagian terdalam vaginanya.

“aaaaauuuuhhh….ded kok dimasukin??!! cabut ded!! aku udah bersuami!!” perintahnya tapi tak ku gubris dan malah melanjutkan menggonyang pantatku sehingga penisku mulai bergerak menikmati jepitan kuat, hangat dan lembab vaginanya sambil menciumnya agar tidak bisa berteriak. Posisiku yang sedikit menindih mbak Lily membuatnya tidak bisa berkutik. Pada awalnya mbak Lily terus meronta, tapi karena kondisinya yang mendekati orgasme saat kumasukkan penisku membuat mbak Lily akhirnya menyerah dan malah menikmati goyanganku. Kugoyang pantatku dengan semangat dengan beberapa variasi goyangan. Kadang maju mundur, kadang kiri kanan, kadang memutar. Hal ini membuatnya semakin melayang. “auuuhh…ded..kamu apakan vaginaku?? enak banget… eeemmmggghhh…sssttt…ded…aku udah ga tahan… aaaahhh…aku ingin keluar…” rintihnya kira – kira 15 menit setelah kemasukan penis. “keluarin saja mbak Lily sayang…enggghh..vagina mbak enak sekali..” pujiku sambil mempercepat goyanganku.

“Ded…aku keluar sayang!!! aaahhhh..enggghh… ssssttt..uuunngghh..” lenguhnya menikmati orgasme panjang yang dirasakan. Suuurrr….Suuuurrrr.. penisku merasakan siraman air surganya. “ded..nikmat sekali sayang…makasih ya..aku baru kali ini merasakan orgasme karena bersetubuh..suamiku hanya peduli diri sendiri..kamu belum keluar ya??” ucapnya sambil kembali menciumku. “sebentar lagi mbak… masih boleh kan kugoyang??” tanyaku. “boleh dong sayang…kamu sudah membuatku melayang…sekarang nikmati tubuhku semaumu…tapi sekarang kamu yang duduk ya ded…” katanya sambil berganti posisi. Mbak Lily sekarang duduk dipangkuanku berhadapan. “sekarang biar mbak yang puasin kamu sayang… Dedi haus ga??? mau minum susu??” tanyanya sambil menyodorkan payudaranya untuk kukenyot lagi sembari mulai menggoyang pantatnya maju mundur. Ternyata mbak Lily membalas perlakuanku kepadanya yaitu dengan merubah arah goyangan pantatnya. Aku hanya menikmati itu semua sambil menjilati dan ku kenyot payudaranya serta mendesah sesekali di telinganya. Hal ini membuat mbak Lily makin bersemangat dan kembali terangsang.

“Aaaahhh…ded….penismu enak sekali..uunggghh…eemmmhhhgg…”rancaunya. “vagina mbak juga enak…ssssttt…. aahh…mbak..enak mbak… bentar lagi…” rintihku yang disambut makin menggilanya goyangan mbak Lily.
Tak lama kemudian aku yang hampir mencapai puncak merasakan bahwa mbak Lily juga merasakan yang sama karena vaginanya makin ketat menjepit penisku dan rintihannya makin sering dan merangsang. ” ded…aku ingin keluar lagi…enak banget ded…aaahhh…sssttt..” baru saja mbak Lily berkata seperti itu aku sudah tidak tahan ingin orgasme.

“mbak aku keluar!!! aaaahhh…..eeengggghh…ssstttt…uuungggghh…” lenguhku mengiringi muncratnya spermaku kedalam rahimnya. Merasakan semburan lahar panasku membuat mbak Lily juga orgasme. “aaahhh… ded!!!! aku keluar sayang!!!” segera saja kami kembali berciuman dengan rakus sambil menikmati orgasme berpelukan.
Selama beberapa saat kami terus berciuman hingga akhirnya melepaskan pagutan mesra kami. Mbak Lily berbisik “terima kasih ya sayang…Dedi sudah membuatku menikmati surga dunia yang belum pernah kurasakan.” “mbak ga takut hamil karena aku keluar didalam???” tanyaku ragu. “tenang saja…aku sedang tidak subur…” ucapnya tersenyum dan menciumku singkat. Lega rasanya mendengar hal itu hingga akupun tersenyum dan membalas dengan meremas gemas payudaranya sejenak. Kami cepat cepat merapikan pakaian dan keluar dari kamar mandi bergantian lalu duduk kembali di kursi masing – masing. Suami dan anaknya masih tertidur pulas padahal saat itu kulihat sudah memasuki kota Y. Kami saling berpandangan dan tersenyum. Mbak Lily kemudian memberikan nomer handphonenya kepadaku dan berkata “kapan – kapan lagi ya” sambil mengedipkan mata. Kujawab dengan senyuman dan kami berpisah di stasiun kota Y.

#Ngentot #Dengan #Binor #Kereta

Bercumbu Dengan Kawan Lama Di Hotel Terbaru Malam Ini

Bercumbu Dengan Kawan Lama Di Hotel

Perkenalkan, nama ku Heru, umur 28 tahun, perawakanku biasa2 saja, tinggi hanya 172cm dan berkulit putih. Tidak ada yang special dari diriku. Cerita ini berawal dari tahun 2014 saat sedang meneruskan semester akhir di sebuah perguruan tinggi swasta terkenal di Jakarta, aku sendiri berasal dari sebuah kota besar di Jawa Tengah.

Dan aku kost di Jakarta. Aku punya sahabat bernama Meri dan dia satu universitas dengan ku, kulitnya putih, rambutnya berwarna coklat tua dan tinggi hanya +/- 155cm dan wajahnya pun polos. Kita bersahabat dari zaman kita SMU. Dulu kami bersahabat 4 orang, Kendi dan Cherin, tapi ternyata 2 orang sahabat kami lebih memilih melanjutkan kuliah di luar negeri.

Jadi tinggalah saya dan Meri yang bersahabat walaupun kami masih keep in touch dengan 2 sahabat kami yang berada di luar negeri, baik melalui facebook ataupun Instagram. Terkadang kalau mereka balik ke Jakarta kita sering hang out bareng sekedar melepas rindu dan bercerita tentang pengalaman-pengalaman kami.

Persahabatan saya dengan Meri, begitu ia biasa dipanggil, murni hubungan seorang sahabat. Tampaknya kami terlalu takut untuk menodai persahabatan kami dengan perasaan cinta. Sejak lulus SMU kami sepakat untuk melanjutkan kuliah di Jakarta, di fakultas dan universitas yang sama. Tempat kost kami pun terbilang dekat, hanya berjalan sekitar 4 menit. Selama kami kuliah, saya sempat berpacaran satu kali dengan Evi, tapi hubungan kami tidak berjalan lama hanya berlangsung 6 bulan.

Dan hubungan saya dengan Evi putus karena hubungan saya dan Risaa terlalu dekat, tampaknya Evi cemburu. Saya sempat shock waktu diputusi oleh Evi tetapi Meri selalu membantu saya untuk keluar dari situasi sulit tersebut. Benar-benar sahabat sejati yang selalu ada di setiap saya mengalami kesulitan. Banyak yang menyangka saya dan Meri pacaran karena kedekatan kami, tapi kami hanya tertawa saja karena memang tidak ada perasaan itu. Kami setiap malam minggu sering menghabiskan waktu berdua entah itu nonton bioskop, makan malam atau belajar bersama.

Awal tahun 2014 kami menerima kabar bahwa teman kami Kendi dan Cherin akan berlibur ke Jakarta pada pertengahan tahun. Dan kami merencanakan liburan ke Bali berempat. Sungguh moment yang sangat saya tunggu-tunggu. Kami sudah booking hotel dan merencanakan tempat mana saja yang akan kami kunjungi.

Dan waktu pun semakin mendekat, kami semakin bersemangat menyiapkan segala sesuatunya. Tapi rencana tinggal lah rencana, seminggu sebelum hari H, Kendi membatalkan niat ke Jakarta karena dia ada masalah di sana. Cherin pun batal karena masih ada jadwal ujian. Akhirnya saya dan Meri pun berpikir gimana caranya untuk mengisi waktu liburan yang kosong tersebut karena kami sudah membatalkan semua rencana dengan teman-teman demi rencana ini.

Sehari sebelum hari H saya bermain ke tempat kost Meri, seperti biasa kami ngobrol dan kecewa dengan pembatalan ini. Tapi aku punya inisiatif untuk jalan-jalan ke Bandung tapi pergi pagi pulang sore. Meri awalnya ragu karena bingung mao pergi kemana dan akhirnya kita sepakat untuk pergi ke Lembang. Kita ingin menikmati sejuknya udara kota Bandung. Akhirnya setelah sepakat saya pun balik ke kost saya untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Kemudian kami janjian untuk pergi ke indomaret minimarket dekat kost kami untuk membeli camilan dan minuman soft drink.

Besoknya saya sudah bangun jam 5 pagi, kemudian saya menelepon Meri. Lama sekali tidak diangkat, akhirnya telepon kedua pun diangkat

“Hallo, sorry Heru… gw baru bangun nih… ngantuk banget” katanya, suaranya emank terdengar lemah
“Mer, jadi berangkat gak kita? Ini udah jam setengah enam lewat lho, ntar kita kesiangan” tanyaku
“iya, jadi dunk, tapi aku belum mandi, bentar yah aku mandi dulu. Lo klo mao datang langsung masuk aja, pintunya gak gw kunci, sekalian lo masukin barang-barang gw ke mobil lo” suruhnya.

“ok!! Jangan lama-lama yah” jawabku singkat.
Gak lama gw udah parkir di depan kost nya Meri dan langsung masuk ke kamarnya. Ternyata dia belum kelar mandi dan saya dengan cepat memasukkan barang-barang nya masuk ke mobil Jazz merah saya. Kemudian saya berteriak dari luar kamar mandi

“Mer, gw tunggu di mobil yah, GPL (gak pake lama)” teriakku
“Ok, gw bentaran lagi udahan kok” sahutnya.

Sekitar 15 menit saya tunggu di mobil kemudian dia keluar dengan celana pendek hitam dan baju kaos bergambar Super Girl, kebetulan kita emank janjian buat pek baju kembar yang kita beli di salah satu mall di Jakarta, bedanya saya Super Boy. Biar keliatan kompak aja. Karena kami emank sering membeli pakaian kembar.

“sorry yah Heru, jadi lama nunggu, gw tadi pagi ngantuk banget” katanya
“no problem sob, nyantai aja, yang penting kita bisa jalan-jalan” jawabku.

Sepanjang perjalanan kita banyak ngobrol tentang kegiatan kampus, skripsi dan hal-hal yang biasa kita lakukan sehari-hari sambil mendengarkan lagu I’m your Angel-nya Celine Dion feat R. Kelly. Meri benar-benar sahabat yang baik. Kita saling menghibur dan saling mengisi, bercanda dan ledek-ledekan adalah hal yang biasa buat kami. Dan anehnya kita sama sekali tidak pernah membicarakan perasaan kami masing-masing. Hanya saja saya sering khawatir jika Meri sakit atau terjadi kenapa-napa dan begitu pula sebaliknya. Benar-benar persahabatan yang tulus dan saya sangat takut untuk menodainya dengan perasaan cinta. Takut dia pergi meninggalkan saya. Takut dia berpikir bahwa saya mengkhianati persahabatan kita.

Meri

Saya memacu kendaraan tidak terlalu cepat juga tidak terlalu pelan. Karena saya berusaha menikmati perjalanan ini. Hanya sekitar 2,5 jam mobil saya sudah memasuki kota Bandung. Kemudian kami mencari restoran untuk sarapan kami. Kebetulan pagi-pagi kita gak sempet makan, cuma makan snack doank di mobil. Setelah makan, kita coba memasuki Factory Outlet (FO), dari FO yang satu ke FO yang lainnya. Memilih baju dan akhirnya kita membeli sepasang baju kembar lagi. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, perut kami juga sudah mulai laper.

“Mer, makan yuk…. Gw laper nih… kita jangan terlalu sore ke lembangnya” ajakku
“sorry, gw kagak liat jam… keasikkan belanja sih hehehe…” katanya sambil tertawa

Kemudian aku mengarahkan Jazz ku kearah atas Bandung. Sekitar jam 6 kita sudah sampai. Kita menikmati hidangan di depan kami sambil minum cappuccino hangat. Kami mempunyai selera yang sama dalam hal minuman, sama-sama menyukain cappuccino. Pas saya melihat jam ternyata sudah jam setengah 9 malem.

Kita keasikan ngobrol sambil browsing internet pakai laptop yang yang saya bawa dan tak terasa 2,5 jam telah berlalu. Hujan turun dengan sangat deras sekali. Kita nunggu hampir 1 jam ternyata hujan tidak kunjung reda. Akhirnya dengan meminjam payung kita berhasil sampai mobil dan waktu telah menunjukkan pukul 21:45 wib. Dan akhirnya kita meninggalkan resto tersebut.

Tidak lama kemudian saya merasakan hal yang aneh pada mobilku, stir menjadi berat dan saya berpikir ban mobil saya ada yang kempes. Kemudian di tengah guyuran hujan, saya turun berdua Meri untuk melihat ban mobil jazz saya, tentu saja Meri memayungi saya. Ternyata dugaan saya benar bahwa ban kanan depan mobil saya kempes, mungkin terkena paku. Tidak mungkin untuk mengganti ban dalam keadaan cuaca seperti ini. Kemudian kami berdua kembali masuk ke mobil

“Mer, ban mobil kempes nih, gw ganti dulu yah, lo tunggu aja di mobil”
“Lo gila yah? Ujan-ujan gini lo mao ganti ban? Ntar lo sakit lagipula bahaya malem-malem ganti ban”
“Klo gak kayak gini kita gak bisa pulang Mer, mao nunggu hujan reda? Tambah malem lagi”
“pokoknya gw gak setuju lo ganti mobil sekarang, mending jalanin deh mobil nya”
Gw nurut aja apa yang dibilang Meri dan kemudian menjalankan mobil perlahan-lahan
“Mer, gw puny ide tapi gw gak yakin lo setuju sama ide gw”
“apa ide lo Heru?”
“gimana kita cari hotel atau tempat penginapan, kita nginep semalem disini, besok pagi kita pulang, kecuali klo lo izinin gw ganti ban mobil ini sekarang”

Sejenak Meri berpikir dan menjawab “yasudah kita cari hotel terdekat disini daripada lo keujanan dan sakit, itu lebih ngerepotin gw lagi”

Beberapa menit kemudian kita melihat sebuah penginapan dan saya membelokkan kendaraan saya ke penginapan tersebut. Ternyata hujan malah semakin besar dan diselingi kilatan dan petir. Dengan payung yang tidak terlalu besar kita berdua masuk ke lobby untuk check in. Pas masuk lobby beberapa orang sempat melihat ke kita karena ¾ baju kami basah akibat hujan angin yang besar. Kemudian saya bertanya ke resepsionis.

“Mas, saya pesen kamar single bed 2”
“Maaf mas, yang tersisa hanya kamar double bed 1 dan sisanya family room”
Kemudian saya bertanya ke Meri “Gimana? Yang ada cuma itu, mao gak?”
“Gak ada pilihan lain kan? Ya udah ambil aja” jawabnya

Kemudian kami balik ke mobil untuk mengambil barang-barang dan segera menuju kamar tersebut. Kamar nya hanya ada 1 bed ukuran double, dan kamar mandi dengan shower hangat. Kemudian kami mandi secara bergantian. Saya hanya memakai celana boxer dan baju kaos yang kami beli di FO. Sedangkan Meri memakai baju kaos lengan buntung dan celana pendek. Badan terasa lelah sekali.

Bercumbu Dengan Meri

“Mer, kok lo memutuskan nginep dan tidur sekamar sama gw?”
“Wedew… gw cuma gak mao lo sakit aja, klo lo sakit ntar gw juga yang repot, siapa yang beliin obat? Siapa yang anterin lo ke dokter? Lagipula kita sahabatan udah lama banget, lo tau siapa gw dan gw tau siapa lo hehehe…”
“btw terima kasih yah udah jadi sahabat gw, gw seneng banget punya sahabat kayak lo Mer, gw gak mao kehilangan lo Mer” kemudian saya langsung memeluk Meri
Dengan sedikit bingung Meri menyambut pelukan ku dan sambil bertanya “maksudnya lo gak mao kehilangan gw apa? Emank gw mao kemana? Gw kan gak kemana-kemana”

“Gw baru sadar bahwa selama ini yang gw rasain ke lo bukan perasaan sebagai seorang sahabat tapi lebih, gw sayang banget sama lo, gw gak mao lo ninggalin gw dan married sama orang lain. Ternyata selama ini gw udah bohong sama perasaan gw dan gw takut klo gw ngomong ke lo, semuanya akan berubah. Dan gw takut lo ninggalin gw”
Sambil meliah tajam mata saya dia berkata “Heru, gw gak akan pernah tinggalin lo, I’m promise bcoz I love you too”

Saya melihat wajah cantik Meri mengeluarkan airmata dan tidak lama kemudian saya berusaha mengangkat dagunya dan mulai mencium bibir nya. Lembut sekali dan ini merupakan ciuman pertama Meri karena Meri belum pernah pacaran sebelumnya. Dan bagi saya ini untuk kedua kalinya karena sebelumnya saya pernah berciuman dengan mantan pacar saya.

Cukup lama kami berciuman kemudian saya mulai memegang buah dada dari Meri, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Saya meremasnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Meri mulai mendesah, perlahan saya angkat bajunya dan dia menurut saja. Terlihat buah dada yang putih dengen puting berwarna merah muda, ternyata Meri sudah tidak memakai bra setelah mandi, mungkin karena bra nya basah. Dan secara cepat saya turunkan celananya berikut celana dalamnya. Terlihat vagina yang putih dengan bulu-bulu yang tercukur rapi.

Saya mulai mencumbunya mulai dari leher, menjilati kupingnya kemudian turun ke arah buah dadanya. Dia mulai mengeluarkan desahan-desahan kecil. Saya menjilati sekitar putingnya, sedikit gigitan kecil pada putingnya. Dia mulai meracau. Saya turun kebawah dan mulai menjilati vagina dan klitorisnya. Ternyata klitorisnya sudah basah, tampaknya Meri sudah terangsang. Secara telaten saya jilati klitorisnya hingga akhirnya dia menjambak rambut saya dan keluar cairan hangat.

Wangi sekali vagina Meri, tampaknya dia sangat merawat kebersihan vaginanya. Saya langsung melucuti pakaian saya hingga bugil, Meri tampak sedikit kaget melihat penis saya yang berukuran sedang. Saya suruh dia mengocok lembut dan menjilati penis saya, awalnya dia tampak jijik tapi lama-lama sudah biasa. Lembut sekali jilatan-jilatan dan isapannya ke penis saya. Tidak lama kemudian saya mengarahkan penis saya ke lubang vaginannya. Saya melihat dia dengan tajam dan dia hanya melihat saya dan memejamkan matanya. Saya tidak tahu apakah itu tanda setuju atau tidak tapi dia tidak melakukan penolakan.

Saya mulai memasukinya pelan-pelan, dia sedikit menahan sakit kemudian saya berhenti sejenak lalu saya coba masukin lagi penis saya hingga akhirnya masuk, darah perlahan-lahan mulai keluar dari vaginanya. Dan saya yakin itu darah perawannya Meri. Kemudian saya mulai melakukan gerakan maju mundur dengan tempo biasa saja, Meri tampak menahan sakit tapi menikmatai. Sekitar 15 menit kami melakukan itu hingga akhirnya saya sudah mulai merasa ingin orgasme dan sempat bertanya ke Meri apakah dikeluarkan di dalem atau di luar dan dia bilang di dalem saja. Tidak lama kemudian air mani bercampur sperma pun keluar memenuhi lubang vagina Meri.

Sesaat kemudian kami tergolek lemas di tempat tidur dan membayangkan apa yang telah kami lakukan. Kami saling diam tanpa kata. Saya coba menoleh ke Meri dan dia mengeluarkan airmatanya. Aku memulai pembicaraan

“Meri, maafkan gw… tidak seharusnya gw ngelakuin ini ke lo…. Gw khilaf”
“bukan… bukan salah lo… gak perlu minta maaf”sambil mengusap airmatanya
“Mer, gw janji akan menikahi lo, lo mao jadi istri gw?”tanyaku

Sambil tersenyum dia berkata “Heru, lo cowok yang baik. Lo selalu ada buat gw disaat gw butuh lo. Lo selalu mengerti bagaimana cara memperlakukan gw. Gw sebenernya sedih waktu liat lo jadian sama Evi, tapi gw pengen lihat lo bahagia. Lo cowok sempurna di mata gw, tidak ada alasan buat bilang tidak ke lo. Gw sayang sama lo, gw mao jadi istri lo Heru”

Setelah kejadian itu kita akhirnya pacaran dan semakin sering melakukannya. Akhir 2014 kami di wisuda. Dan saya bekerja di perusahaan otomotif multinasional sedangkan Meri bekerja di salah satu Bank terbesar di Indonesia. Pada awal 2015 kami memutuskan untuk menikah.

#Bercumbu #Dengan #Kawan #Lama #Hotel

Ngeseks Dengan Penjaga Perpustakaan Di Kampus Jakarta Terbaru Malam Ini

Ngeseks Dengan Penjaga Perpustakaan Di Kampus Jakarta

Namaku Dina tp orang-orang memangilku Din. Umurku 21 tahun. Wajahku cantik. Aku tdk sombong tp demikianlah pendapat orang-orang terhadapku. tubuhku putih mulus langsing dgn perut rata, rambutku jg hitam panjang seperti layaknya model iklan shampo. Selain itu aku dikarunia body yg seksi. Dgn kulitku yg putih mulus, ditambah lagi bulatan buah dadaku yg lumayan montok namun indah bentuknya, dan jg betisku yg bak pualam menjadikanku `incaran` laki-laki.

Sebagai seorang mahasiswi, aku selalu berhubungan dgn buku, apalagi ketika menjelang ujian pasti tugas menumpuk. Ada yg kubeli sendiri dan ada jg yg meminjam dari perpustaka. Utk buku-buku teks aku selalu meminjam dari perpustakaan karena lengkap. Terkadang aku jg meminjam skripsi tahun-tahun lalu utk melengkapi referensiku.

Tp sejak bulan lalu mahasiswa jurusanku dilarang utk meminjam atau menfotocopy skripsi maupun tesis. Hal itu karena banyaknya skripsi yg marak diplagiat. Aku tentu kurang suka dgn kebijakan tersebut, karena aku paling malas duduk lama-lama diperpustakaan hanya utk baca buku ato mencatat.

Hari itu hari jumat, perpustakaan akan tutup jam 4 sore. Aku sengaja datang tepat jam 4 (jadi sebelum perpustakaan tutup). Kulihat lampu perpustakaan sudah sebagian dimatikan dan monitor komputer jg. Di dlm perpustakaan tinggal 1 orang lagi petugas sedangkan yg lain sudah pulang. Petugas itu Pak Ivan, Usianya kira-kira 50-an lebih, tubuhnya tinggi kurus dgn kulit hitam terbakar matahari. dia sedang membereskan buku-buku yg berserakan dimeja.

“Sudah mau tutup ya,Pak?” Tanyaku mengejutkanya.

Dia menatapku lalu berkata

“Ya iya atuh,neng, kan sudah jam 4”.
“Aya naon?”katanya sambil mencuri-curi melihat ketubuhku.

Waktu itu aku cuma mengenakan kaos oblong ketat dan semi transparan, sehingga lekuk buah dadaku tercetak. Aku agak grogi jg dilihatin seperti itu.

“Ngggak, Pak….. mau minta tolong aja. Mau minjam buku. Masih bisa ga?” ujarku.

“Ya udah sok lah.. tp cepat ya neng. Bapak mau pulang ini!”
“Tp pak sy mau minjam buku skripsi angkatan 96 judulnya xxx. Bisa ga,pak?tanyaku memelas kepadanya.
“Yah ga bisa atuh neng. Kan ada peraturannya dari ketua jurusan ga bisa minjam skripsi. Nanti kalo ketahuan sy dimarahin atuh” Ujarnya dgn logat sunda yg khas.
“Iya tp gimana dong Pak. Ada tugas mendadak yg mau dikumpulin besok dan bahannya dari sana. Kalo ga ngumpulin nilai tugas sy bisa nol. Bisa ya pak” Rengakku manja sambil menarik-narik tangannya.

Dia tetap menolak dgn tegas. Akhirnya aku utarakan bahwa nanti aku kasih rokok agar dia mau. Tp dia menolak. Wah harus cara lain nih. Maka timbul ide gilaku. gimana seandainya kuberikan tubuhku utk dinikmatinya sehingga aku dapat meminjam buku maha penting itu. Aku yakin dia tdk menolak. Masa sih ada orang yg menolak bercinta dgn gadis muda dan cantik. Dan aku memang sudah lama ingin menggodanya.

“Pak ada ga cara lain agar Dina bisa pinjam skripsi itu?” tanyaku sambil menatap matanya.
“Maksud neng apa?”tanyanya sambil duduk disebuah kursi.
“Bagaimana dgn ini?” tanyaku sambil membuka bajuku. Aku nekat melepaskan bajuku dihadapannya. Dia kaget bukan main. Matanya melotot hampir copot ketika memandang buah dadaku yg masih ditutupi BH hitam tersebut.

“Ayolah Pak. Masa tdk bisa”Tanyaku sambil meremas buah dadaku.
“Din.. ke..a……..” katanya terpatah-patah karena gugup.

Kemudian aku mendekat, kubuka kacamatanya. Wajahku mendekati wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah,

“Ayolah Pak, masa bapak tdk mau meminjamkan buku itu. Bagaimana kalo sy tukar dgn dada sy ini?”. Tanyaku makin bikin dia gemetaran. Dia mencoba meminum air putih yg ada dimeja didepannya.

Dia makin terperangah apalagi ketika aku mulai mencari kait BH hitamku dipunggung utk melepaskannya. Kulepas bh ku sehingga buah dadaku seperti mau meloncat keluar, karena tertahan BH yg kekecilan. Matanya melotot mengamat-ngamati buah dadaku. Kemudian kutarik tangannya dan kuarahkan kedadaku. Perlahan-lahan dielusnya buah dada montokku yg berukuran 34, dgn puting kemerahan serta kulitnya yg putih mulus.

“Mmppphhhhh… Pak” desahku menggodanya. Tangannya yg kasar sangat kontras dgn buah dadaku yg halus,namun terasa nikmat.
“Payudaramu mantap jg yah Din, indah dan montok,” pujinya.
“Ayo, pak nikmati aja selagi bisa. Asal bapak mau minjamin buku itu, apa aja yg bapak minta akan sy berikan” bisikku lirih ditelinganya.

Mendengar itu dia lalu mendudukanku di meja perpustakaan itu. Posisiku menghadap kearahanya dgn payudaraku tepat didepan wajahnya. Dia lalu mendekatkan mulutnya ke arah payudaraku, sebuah jilatan menyapu putingku disusul dgn gigitan ringan menyebabkan benda itu mengeras dan tubuhku bergetar.

“Mmpphhhhh…ayo pak nikmatin sepuasmu..oogghh..oogghh…”

Puas menjilati buah dadaku, dia kemudian memelukku, sambil berpelukan mulut kami mulai saling memagut, lidah bertemu lidah, saling jilat dan saling belit, kuremas-remas kontolnya dari balik celananya. Elusannya mulai turun dari punggungku ke bongkahan pantatku yg lalu dia remasi.

Dina

Sambil berciuman tanganku mulai melepas kancing-kancing bajunya. Dadanya yg bidang membuatku makin bernafsu saja. Dia membantuku melepaskan ikat pinggang dan celananya. Segera kumasukkan tanganku kedalam CD nya. Kontolnya lumayan besar dan cukup kokoh dgn dihiasi sedikit urat.

Kukocok dan kuremas kontol itu. Tak lama kemudian dia melepaskan celana dalamnya nya sehingga terpampanglah batang kemalauannnya yg besar dan panjang itu. Kontolnya mengingatkanku pada kontol satpam rumahku. Besar dan kokoh walau tdk begitu panjang.

Aku sudah tdk sabar utk mengulumnya. Maka kuturunkan badanku perlahan-lahan hingga berlutut di hadapannya. Kontol dlm genggamanku itu kucium dan kujilat disertai sedikit kocokan. Kontol hitam itu bergetar hebat diiringi desahan pemiliknya setiap kali lidahku menyapunya. Sekarang kubuka mulutku utk memasukkan kontol itu.

Hhmm.. enak sekali rasanya kontol tuanya. hampir sedikit lagi masuk seluruhnya kemulutku tp tdk kupaksakan karena sudah mentok di tenggorokanku. Dlm mulutku kontol itu kukulum dan kuhisap, kugerakkan lidahku memutar mengitari kepala kontolnya.

Sesekali aku melirik ke atas melihat ekspresi wajah dia menikmati kulumanku. Dia menikmati sekali permainan lidahku , dia terus merem-melek dan mengerang tak henti-hentinya saat kontolnya kukulum. Lama jg aku mengulumnya, sampai mulutku pegal, akhirnya dia suruh aku berhenti agar tdk cepat-cepat keluar.

Dia lalu mengangkatku keatas meja besar di perpustakaan itu. Dibukanya rok mini yg kugunakan berikut celana dlm ku. Matanya tdk berkedip menatap tubuh telanjang seorang gadis cantik yg masih sangat muda.

Tiba-tiba dgn bernafsu dia bentangkan kedua pahaku. Matanya seperti mau copot memandangi memekku yg merah merekah diantara bulu-bulu hitam yg lebat. Sebentar kemudian lidahnya mulai menjilati bibir memekku dgn rakusnya. Lidahnya ditekan masuk ke dlm lubang memekku dgn satu jarinya mempermainkan klitorisku, tangannya yg lain dijulurkan ke atas meremasi buah dadaku.

“Ouuuggghhhhhhh.. .!” aku benar-benar menikmatinya, mataku terpejam sambil menggigit bibir bawah, tubuhku jg menggelinjang oleh sensasi permainan lidah dia.

Aku mendesah pelan meremas rambutnya yg tipis, kedua paha mulusku mengapit erat kepalanya seolah tdk menginginkannya lepas. Lidah itu bergerak semakin liar menyapu dinding-dinding memekku, yg paling nikmat adalah ketika ujung lidahnya beradu dgn klitorisku, duhh.. rasanya geli seperti mau ngompol. Butir-butir keringat mulai keluar seperti embun pada sekujur tubuhku.

Di dlm ruangan perpustakaan kampus itu semakin panas saja, dimana pak Ivan sang Penjaga perpustakaan sedang menikmati tubuhku.

“Aku sudah tak tahan lagi. Ayo pak, masukin ”Pintaku sambil menarik kepalanya dari memekku.

Kudorong tubuhnya utk telentang diatas meja perpustakaan itu. Aku ingin aku yg memegang kendali dgn gaya woman on top. Perlahan-lahan kuangkat tubuku dan kududuki perutnya. Kemudian kuangkat pantatku dan mengarahkan memekku kekontolnya. Kuturunkan tubuhku perlahan-lahan kearah batangnya yg sudah sangat tegang. Dia memegang kontolnya siap menerima jepitan memekku.

Kontolnya kesulitan menerobos memekku yg masih rapet. Kepala kontolnya yg besar itu mencoba menggesek clitoris di liang senggamaku hingga aku merintih kenikmatan. aku terus berusaha menekankan memekku yg memang sudah sangat basah ke dlm miliknya. Sedikit demi sedikit aku merasakan ruang memekku terisi Dan ketika dgn kasar dia tiba-tiba menekankan miliknya seluruhnya amblas ke dlm diriku.

“Pak…aakkhh!” desahku dgn tubuh menegang. aku tak kuasa menahan diri utk tdk memekik. Perasaan luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai diriku, hingga badanku mengejang beberapa detik.

Sama sepertiku dia jg mendesah menyebut namaku saat kontolnya amblas ditelan memekku.

“Din……a……ooohhh…..enak sekali….” dia mendesah nikmat.

Lambat laun rasa nikmat mulai menjalar ke tubuhku. secara perlahan-lahan aku lalu menaik-turunkan tubuhku diatas kontolnya. Kupacu kejantannya dgn goyanganku. Kadang cepat kadang lambat. Aku meliuk-liuk diatas batangnya yg besar itu. Ntah kenapa aku menjadi gadis yg liar saat iu. Biasanya aku hanya pasrah dan lawan mainku yg banyak `bekerja`, tp sekarang aku yg aktif memcu kenikmatan diatas kontol pak Ivan.

Pak Ivan memperhatikan kontolnya sedang keluar masuk di memek seorang gadis 21 tahun, mahaiswi dikampusnya, sepertinya dia tak habis pikir betapa untungnya berkesempatan menikmati tubuh seorang gadis muda.

Tubuhku terlonjak-lonjak menahan persetubuhan yg sensasional ini. Badanku tertekuk sehingga membuat payudaraku semakin membusung ke depan. Kesempatan ini dimanfaatkan dia dgn baik. Sambil ikut mengoyangkan pantatnya dia jg meraih kedua payudaraku. Diremas dan dipilinnya benda kenyal itu hingga makin membusung tegak.

“Ooooooohhkkkk…!”Aku semakin menjerit keras. remasannya membuatku merinding dan makin terbakar birahi.

Erangan-erangan nikmat menandai keluar masuknya batang kontolnya. Kontol itu terasa menyodok semakin dlm bahkan sepertinya menyentuh dasar rahimku. aku tak rela kalau sensasi ini cepat-cepat berlalu

“Oooohhh..ooooohhh…teruss pak….puasin aku……ooohhhhhh……” jeritku seiring dgn naik-turunnya tubuhku. Sambil terus membantu menyodok-nyodok kontolnya, dia jg terus memilin dadaku yg kanan sehingga kenikmatan yg kurasakan semakin bertambah.

Ngentot Dengan Dina

Sekitar lima belas menit lamanya kami berpacu dlm gaya demikian. Saling berlomba-lomba mencapai puncak. Sodokan-sodokannya makin lama makin cepat dan makin berirama. Tangannya yg tadi lembut mengeraygi dadaku sekarang cenderung kasar. Tp aku tdk memperdulikan kekasarnya Yg kurasakan hanya nikmat dan nikmat. Gesekan-gesekan diliang kewanitaanku serta remasan – remasan di dadaku membuat pertahananku sebentar lagi akan jebol.

Pandanganku kabur dan kurasakan lorong memekku mulai berkedut keras tanda aku mulai orgasme.

“Aaaahhkkkk…!” jeritku histeris, bersamaan dgn derasnya cairan cintaku mengalir diatas kontolnya hingga habis. Aku lalu rubuh ditas tubuhnya yg kurus. Mataku sayu dan tenagaku lemas. Dia masih dibawahku dgn kontol yg masih tegang.

Kemudian dia melepaskan kontolnya. Aku rebahan diatas meja menatapnya yg sudah siap-siap melanjutkan ronde selanjutnya. Dielus-elusnya pahaku sambil matanya menatap wajahku. Puas merabai pahaku tangannya kini beralih kedadaku.

“kalo dari dulu sy tahu neng mau dientot seperti ini, sudah sy nikmati terus tubuh neng ini” Katanya sambil meremas-remas dadaku

“Berarti bisakan Pak, Dina minjam skripsi itu” Tanyaku sambil bergetar menahan ransangangnya.

“Oh..bisa…bisa….jangankan 1, 10 skripsi jg bapak kasih. Asal neng mau bapak entot. He..he..” Katanya cengengesan. Kurang ajar pikirku emang aku pelacur murahan yg bisa dibayar, apalagi dibayar dgn buku. Ga sudi lah yauw. Ini jg gara-gara kepepet. Kalo ga gara-gara tugas dikumpul besok, mana mungkin aku mau.

“Neng bapak entot sekarang ya. Udah ga tahan pengen ngeluarin peju bapak di memek neng” katannya sambil merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar.

“Tp pelan-pelan ya, pak. Dina masih lemas nih. Tp kunci dulu pintunya. Ntar ada masuk bisa berabe” Ujarku saat menyadari pintu perpustakaan masih terbuka.

Setelah mengunci pintu itu dari dlm dia lalu mengambil ancang-ancang. Dia berdiri didapanku, Paha kiriku diangkatnya dan disangkutkan ke pundaknya. Lalu dgn tangannya yg sebelah lagi memegangi batang kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir memekku yg sudah sangat basah. Ada rasa geli menyerang di situ hingga aku menggelinjang dan memejamkan mata.

Sedetik kemudian, aku merasakan kontolnya mulai menyeruak ke dlm liang memekku. Aku menahan nafas ketika benda panjang itu kembali masuk kerongga memekku.

“Aaakkhh…!” erangku lirih sambil menggigit bibirku saat kontolnya melesak masuk ke dlmku.

 Sesak. Penuh. Tak ada ruang dan celah yg tersisa. Daging panas itu terus mendesak masuk. Dia lalu menggerakkan pinggangnya naik-turun. Kontolnya menggesek-gesek memekku dgn pelan dan lambat. Ditariknya pelan kemudian didorongnya. Ditariknya pelan kembali dan kembali didorongnya. Begitu dia ulang-ulangi dgn frekewnsi yg makin sering dan makin cepat.

Pak Ivan makin cepat dan makin keras mengocok memekku, aku sendiri sudah merem-melek tdk tahan merasakan nikmat yg terus-terusan mengalir dari dlm memekku. Payudaraku bergoncang-goncang, rambutku terburai, keringatku, keringatnya mengalir dan berjatuhan di tubuh masing-masing.

Kepalaku kugeleng-gelengkan ke kiri dan kekanan. Tangannya meraih kedua payudaraku dan diremas-remasnya dgn brutal. Keringatku bercucuran akibat sensasi nikmat.

Pak Ivan menggerak-gerakkan pinggulnya dgn kencang dan kasar menghunjam-hunjam ke dlm tubuhku hingga aku memekik keras setiap kali kejantanannya menyentak ke dlm. Sungguh nikmat yg kurasakan. Aku sudah bisa menerima permaianan kasarnya.

“Oooh… Terus Pak , enak banget… Yahhh!” aku tak kuasa utk tdk mengekspresikan kenikmatan yg kurasakan dgn leguhan dan desahan.

Tdk sampai di situ, beberapa menit kemudian dia membalik tubuhku. Tubuhku dibalikkan telungkup diatas meja dan kakiku ditarik hingga terjuntai menyentuh lantai, sehingga kini pantatku pun menungging ke arahnya. Ia ingin pakai doggy style rupanya.

Aku yg masih lemas hanya bisa mngangkat pinggulku sedikit ,sedangkan kepalaku tetap tertunduk dimeja. Sambil meremas pantatku dia mendorongkan kontolnya itu ke memekku. ia menyetubuhiku dari belakang.

Dlm posisi seperti ini sodokannya terasa semakin keras dan dlm, badanku pun ikut tergoncang hebat, payudaraku serasa tertekan dan bergesekan di meja perpustakaan. Dia menggenjotku semakin cepat, dengusan nafasnya bercampur dgn desahanku memenuhi ruangan ini. Mulutku megap-megap dan mataku menatap kosong ketumpukan buku-buku dilemari.

Beberapa menit kemudian dia menarik tubuh ku mundur beberapa langkah sehingga payudaraku yg tadinya menempel di meja kini menggantung bebas. Dgn begitu tangannya bisa meremas payudaraku.

 Tangannya kini dgn leluasa berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudaraku yg menggelantung berat ke bawah. Bahkan sesekali ditamparnya pantatku,sehingga aku tak kuasa utk tdk mengerang. 10 menit kemudian dia bahkan lebih memperhebat serangannya. Ia bisa dgn leluasa menggoyangkan tubuhnya dgn cepat dan semakin kasar.

“Paakk…, aakkhh…!”, aku mengerang nikmat, tubuhku mengejang hebat dan kedua tanganku mencengkram kuat pinggir meja itu.

Ya…aku telah orgasme. Cairan orgasmeku rasanya tertumpah semua membasahi selangkangan dan sebagian meleleh di pahaku. Lemas sekali rasanya, nafasku terputus-putus dgn posisi tubuh bagian rebahan di meja itu.

Namun si penjaga perpustakaan itu masih bersemangat menggenjotku, tenaganya lumayan jg pikirku. Baru sekitar lima menit kemudian ia melenguh mencapai orgasemenya. Ia mencabut kontolnya dari memekku dan crot…crot, kurasakan cairan hangat tertumpah di pantat dan punggungku.

“Uuuhh…puas Neng…memek Neng emang yahud euy!” ceracaunya sambil mengocok kontolnya mengeluarkan sisa spermanya.
“Ini Neng… ditelen biar ga mubazir, enak deh!” katanya sambil menyodorkan jarinya yg belepotan sperma.

Aku membuka mulut serta-merta mengulum jarinya dgn gaya yg nakal. Kami berpelukan sejenak sambil sesekali berciuman sebelum akhirnya berpakaian kembali dan pria itu menyerahkan buku yg kubutuhkan padaku.

“Pokoknya Neng, kalau mau pinjem apa aja tinggal bilang ke Bapak, pasti Bapak usahain” katanya mengobral janji.
“Huuu…dikasih daging mentah aja lu baru baik, dasar mental pejabat!” omelku dlm hati.
“Iya, makasih ya Pak, Dina pulang dulu yah!” aku pamitan dgn memasang senyum manis padanya.

Itulah sepenggal kisahku dgn pak Ivan penjaga perpustakaanku. Bisa ditebak, sejak saat itu aku ga kesusahan dlm meminjam buku skripsi diperpustakaan. Walau terkadang aku harus melayani nafsunya. Itu tdk masalah buatku karena aku memang suka sex. Malah penjaga perpustakaan lainnya jg ikut menikmati tubuhku.

Kami pernah bercinta 3 orang sekaligus dimana aku Pak Ivan dan seorang penjaga perpustakaan yg lainnya. Aku mereguk kenikmatan yg tinggi dgn menjadi bulan-bulanan pelampiasan nafsu keduanya. Tunggu kisahku saat aku mengajak kedua penjaga perpustakaan itu beserta dua orang teman ceweku yg lain mengadakan pesta sex di villaku di puncak.

Baca juga : Ngentot Dengan Mahasisiwi Falkutas Kedokteran Medan

#Ngeseks #Dengan #Penjaga #Perpustakaan #Kampus #Jakarta

Bercinta Dengan Kakak Kelas Tetek Kenyal Terbaru Malam Ini

Bercinta Dengan Kakak Kelas Tetek Kenyal

Waktu itu tahun 1988 saat saya baru saja menjadi mahasiswa semester satu sebuah perguruan tinggi komputer terkenal di Depok (di sebelah sebuah universitas negeri beken). Seluruh mahasiswa baru ketika itu diwajibkan ikut kegiatan Jambore dan Bakti Sosial (Jambaksos) yang diadakan di sebuah areal perkemahan di daerah Sukabumi, Jawa Barat.

Pada hari yang ditentukan, siang hari kami semua bersiap-siap di kampus tercinta, kemudian segera diberangkatkan dengan menggunakan beberapa truk bak terbuka. Setelah menempuh perjalanan lebih kurang tiga sampai empat jam, diakibatkan ada salah satu truk yang salah jalan sehingga semua truk lain harus diam menunggu sejenak di suatu tempat, akhirnya kami tiba di tempat tujuan kami. Hari sudah mulai gelap. Kulihat sekeliling kami. Uh, seram juga. Suasana sunyi dan gelap, maklum di daerah pegunungan yang tidak terlalu banyak penduduknya. Yang terdengar hanya suara mesin diesel truk yang cukup berisik. Akhirnya dengan konvoi truk satu persatu, kamu menuju tempat terbuka sebagai tempat parkir truk-truk yang kami tumpangi tersebut. Sudah sampai?, Belum! Kami masih harus berjalan kaki lagi beberapa jauh melalui jalan setapak untuk mencapai tempat di mana kami akan mendirikan tenda-tenda kami.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam saat kami memasuki area perkemahan. Wah! Ternyata area perkemahan sudah diterangi oleh beberapa lampu sorot yang cukup besar kekuatannya, yang sudah disiapkan oleh tim panitia yang telah mendahului kami ke sana satu hari sebelumnya. Mereka juga telah mendirikan dua buah MCK darurat. Satu khusus cewek dan satu khusus cowok. Dengan tubuh sedikit letih akibat perjalanan yang cukup jauh, kami pun mendirikan tenda masing-masing dengan bimbingan beberapa orang panitia. Satu tenda diisi oleh satu grup yang terdiri dari empat sampai lima orang. Cewek dan cowok pisah tenda. Katanya sih, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan! Saya memang sial, grup saya semuanya terdiri dari anak-anak yang belum saya kenal. Saya memang orangnya pemalu dan agak penakut, sehingga kurang cepat dalam bergaul. Setelah makan malam dan sedikit waktu istirahat, diadakan briefing mengenai jadwal kegiatan Jambaksos di hari-hari berikutnya. Briefing inilah satu-satunya acara yang diadakan pada hari pertama itu.

Tengah mengikuti briefing, tiba-tiba saya merasa ingin pipis. Saya ragu-ragu untuk turun ke MCK yang didirikan di tepi sungai yang mengalir dekat perkemahan kami. Saya yang memang dasar penakut, urung ke MCK tersebut. Habis jalan ke sana cukup jauh lagipula gelap sekali. Sementara untuk meminta dampingan salah seorang panitia malu rasanya. Akhirnya saya putuskan pergi ke balik semak yang sekelilingnya sepi dan agak tersembunyi serta agak jauh dari kerumunan orang-orang yang sedang mengikuti briefing.

 Ah.., Lega rasanya setelah saya mengeluarkan seluruh isi kantung kemih saya. Mungkin kalau ditampung di botol, setengah liter ada. Saya memang menahan pipis dari waktu masih di daerah Bogor saat perjalanan menuju kemari. Apalagi ditunjang oleh dinginnya udara pegunungan di sini sampai ke sumsum tulang.

“Hi hi hi hi.., Hei, ngapain kamu di situ?!” Tampak dua orang panitia datang ke arah saya sambil cengengesan. Saya mengenal mereka, yang satu namanya Lina (bukan nama sebenarnya), yang rambutnya sepundaknya sedikit kecoklatan, sedangkan yang rambutnya hitam pekat dipotong pendek adalah Rita (juga bukan nama sebenarnya). Kedua-duanya tinggi tubuhnya hampir sama. Sama-sama cantik dan sama-sama sensual. Payudara merekapun termasuk berukuran besar dan membulat, dengan milik Rita sedikit lebih besar ketimbang milik Lina. Ini kelihatan dari balik kaus oblong cukup ketat yang mereka kenakan. Mereka berdua adalah anggota seksi P3K.
“Saya.., saya lagi buang air, Kak”, jawab saya dengan takut-takut. Tapi Lina dan Rita malah mendekati dan melompat turun ke tempat persembunyian saya yang letaknya sedikit di bawah areal perkemahan itu.
“Kenapa kamu pipis di sini, hah?, Bukannya kita sudah punya MCK sendiri di sana?”, tanya Lina.
“Habis, saya takut, Kak.” Saya masukkan penis saya dan saya naikkan kait retsleting celana saya. Lina dan Rita tertawa melihat perbuatan saya.

Ngentot Dengan Lina

“Eit! Ini garasi jangan ditutup dulu”, kata Rita sambil meremas selangkangan saya. Ouch! Kemudian tangannya membuka kembali retsleting yang sempat saya tutup.
“Wow! Ta, lihat, doi nggak pake celana dalam!”, Saya memang jarang mengenakan celana dalam bila pergi ke mana-mana.
“Mana, Lin? Gue mau lihat”, sahut Rita mendekati selangkangan saya. Rita memberi tempat kepada Lina. Lina memasukkan tangan kanannya ke dalam celah retsleiting saya. Dia mengelus-ngelus senjata saya dengan tangannya yang hangat, membuat saya mulai menggelinjang menahan nikmat.
“Ta, doi belum disunat! Kamu pernah main sama penis yang belum disunat?”, Lina mengeluarkan penis saya dari dalam sangkarnya. Rita hanya mengangkat bahunya saja.
“Eh, Oom Senang. Ini hukuman kamu karena sudah buang air sembarangan! Sekarang kamu diam aja yah!”, kata Lina sedikit melotot.

Lina mendekatkan penis saya ke mulutnya. Beberapa detik kemudian mulutnya telah asyik melumat penis saya. Ah, penis saya itu semakin mengeras. Ini menambah keasyikan tersendiri bagi Lina yang terus mengulum penis saya yang meskipun tidak terlalu panjang namun berdiameter cukup besar. Mata saya hampir mencelat keluar sewaktu Lina menjilat-jilati ujung penis saya yang tegang menjulang. Gelitikkan lidahnya yang nikmat mulai membangkitkan gairah birahi saya yang selama ini terpendam.

“Lin! Bagi dong gue! Jangan kamu habisin sendiri!”, Rita tidak mau kalah. Ia mengarahkan tangannya ke belakang pinggang saya, lalu dipelorotkannya celana panjang saya ke bawah sehingga menampakkan penis saya yang tampak sudah siap tempur. Dinginnya udara malam yang menusuk kulit paha saya yang telanjang tidak terasa, terhapus oleh kenikmatan yang sedang saya alami di selangkangan saya. Kemudian Rita mendekatkan bibirnya yang ranum dengan sapuan lipstik tipis ke penis saya. Lalu dengan lahapnya mereka berdua menguasai penis saya dengan kuluman dan jilatan lidah mereka yang bertubi-tubi, membuat tubuh saya seperti tersentak-sentak merasakan kenikmatan yang aduhai ini.

“aah.., Kak.., saya sudah mau keluar..”, kata saya mendesah-desah. Tapi Lina dan Rita tidak mempedulikannya. Mereka masih asyik menjelajahi seluruh permukaan selangkangan saya dengan mulut dan lidah mereka yang seperti ular. Akhirnya dengan dua-tiga kali kedutan, saya memuntahkan seluruh cairan kental isi penis saya ke wajah Lina.
“Ma.. Maaf, Kak. Saya nggak sengaja.” Lina bukannya marah melainkan malah tersenyum senang. Dijilatinya air mani saya yang ada di wajahnya.
Mengetahui bahwa dirinya tidak kebagian cairan nikmat saya, Rita menjulur-julurkan lidahnya ke arah wajah Lina. Ia ikut menjilat-jilati wajah Lina seperti meminta bagian. Lina tampaknya mengalah. Tiba-tiba bibirnya yang merah merekah mencium bibir Rita. Dan Rita pun membalasnya. Sementara tangannya mulai meremas-remas dua tonjolan bulat yang ada di dada Lina.
“Ah.. Rit.. Terusin.. Ah..” Persetujuan Lina ini membuat Rita melanjutkan kegiatannya. Ia melepaskan kaus oblong yang dikenakan Lina. Kemudian tangan kirinya diselipkan ke balik BH Lina yang berwarna putih. Diremas-remasnya payudara mulus Lina yang bulat membusung. Sesudah itu tangannya beralih ke punggung Lina. Dibukanya pengikat BH Lina. Dan tak terhalangi lagi payudara Lina yang indah seperti buah mangga harumanis yang ranum, dengan puting susunya yang tinggi menjulang menggemaskan dikeliling oleh lingkaran kemerahan yang cukup lebar. Tanpa mau melepaskan kesempatan emas ini, mulut Rita langsung melumat puting susu Lina yang mulai menegang. Dengan lidahnya yang menjulur-julur seperti ular, dijilatinya ujung puting susu yang menggairahkan itu. Sekali-sekali disedotnya puting susu itu, membuat mata Lina mendelik kenikmatan.
Melihat perbuatan kedua senior saya itu, tak saya sadari, penis saya yang tadi sudah loyo bangkit kembali dan semakin mengeras.

Sekonyong-konyong Lina melepaskan diri dari jamahan Rita. Ia memandangi temannya dengan wajah seperti memohon. Rita pun memahami apa maksud Lina. Ia menanggalkan semua pakaian yang dikenakannya, lalu merebahkan tubuh bugilnya yang mulus di rumput dengan beralaskan pakaian yang telah dilepasnya tadi. Mulut Lina langsung menyergap payudara Rita yang berukuran besar laksana buah pepaya bangkok tapi tampak kenyal dan kencang. Lidahnya menjelajahi setiap inci bagian payudara temannya yang memang indah dan membusung itu, termasuk celah-celah yang membelah kedua bukit kembar dengan ujungnya yang mencuat tinggi itu. Dengan mahir Lina menggesek-gesekkan ujung lidahnya yang basah ke ujung puting susu Rita yang tinggi dan keras, membuat Rita menggerinjal keras sementara mulutnya mendesis-desis bak ular yang siap menerkam mangsanya. Sementara tangan kirinya menelusuri selangkangan Rita. Ia mempermainkan clitoris memerah yang ada di bibir vagina Rita. Diusap-usapnya daging kecil pembawa nikmat itu dengan halusnya dengan jari tengahnya. Diimbangi dengan gerakan naik-turun pantat Rita yang bahenol itu. Kemudian dengan sekali gerakan, Lina menyodokkan jari telunjuk, jari tengah, dan jari manisnya sekaligus ke dalam vagina Rita, membuat tubuh temannya ini terhentak keras ke atas. Rita tampak memejamkan matanya merasakan kenikmatan yang tidak bisa ditandingi oleh apapun di dunia ini ketika Lina memainkan ketiga jarinya itu masuk-keluar vagina Rita, makin lama makin cepat.

Lina

Menyaksikan pemandangan yang indah ini, insting kelaki-lakian saya mendorong saya menghampiri kedua cewek yang tengah dilanda nafsu birahi itu. Dengan sedikit rasa takut dan ragu-ragu, saya pegang pinggang Lina. Setelah menyadari tidak adanya penolakan, membuat rasa keberanian saya timbul, ditambah oleh rasa aneh di selangkangan saya yang sudah minta untuk dilampiaskan. Saya membuka retsleting celana panjang Lina kemudian saya turunkan celana panjang itu berikut celana dalam yang dipakainya sampai sebatas mata kaki. Seketika itu juga tercium aroma khas nan segar dari selangkangan Lina yang terpampang bebas. Tanpa menunda-nunda lagi, saya segera menghunjamkan penis saya ke dalam vagina Lina dengan keras dari belakang, membuat cewek itu menjerit kecil, “Ouuhh..”

“Ah.., terusin.., lebih kencang.., lebih dalam..,. Ouhh..”, Desah-desahan penuh kenikmatan dari Lina membuat saya tambah bernafsu. Saya semakin mempertinggi intensitas masuk-keluarnya gerakan penis saya di dalam vagina Lina, mengakibatkan tubuh molek gadis itu berguncang-guncang dengan keras. Kedua payudaranya yang menggantung molek di dadanya dan ikut bergoyang-goyang mengimbangi guncangan tubuhnya sedang dilumat oleh Rita. Puting susunya yang menjulang itu tengah diisap-isap oleh temannya, semakin membuat Lina mendesah-desah hebat. Sementara di bagian bawah, saya masih mempermainkan penis saya terus-menerus di dalam vaginanya, membuat Lina kehilangan keseimbangan. Tubuhnya yang putih dan mulus jatuh menindih tubuh Rita yang ada di bawahnya. Namun ini tidak menghentikan permainan kita.
“uuh.., Kak.., Saya sudah mau keluar.., Mau.., di dalam.., atau.., di luar..?”, Saya merasakan sudah tidak mampu lagi menahan gejolak yang ada di burun saya.
“hh.., Di dalam aja.., Ouhh..”, jawab Lina sambil terus menggerinjal. Akhirnya permainan kita usai sudah, diakhiri dengan ditembakkannya lagi cairan-cairan kental berwarna putih dari penis saya ke dalam vagina Lina. Saya dengan penis masih berada di dalam vagina Lina terkulai lemas di samping tubuh cewek itu yang dengan lemas masih menindih tubuh Rita yang kelihatannya kurang puas.
“Kamu masih punya hutang lho sama gue”, kata Rita mengingatkan saya. Saya tidak menjawab, hanya mengangguk saja.

Lima menit lamanya kami terdiam. Setelah itu kami bangkit dan membereskan pakaian kami kembali, bersamaan dengan selesainya acara briefing malam itu. Dengan mengendap-endap setelah menengok ke sekeliling terlebih dahulu kami bertiga keluar dari tempat persembunyian kami, kemudian dengan perasaan sepertinya tidak pernah terjadi apa-apa, kami kembali ke tenda kami masing-masing untuk bergabung dengan teman-teman lainnya.
“Eh, kamu tadi ngapain bertiga sama Kak Rita dan Kak Lina?”, tanya salah seorang teman saya satu tenda. Saya hanya tersenyum penuh arti

Baca juga : Kisah Nyata Perselingkuhan PNS

#Bercinta #Dengan #Kakak #Kelas #Tetek #Kenyal