Demi Nilai Rela Digoyang Oleh Dosen Terbaru Malam Ini

Demi Nilai Rela Digoyang Oleh Dosen

Dengan langkah ragu-ragu aku mendekati ruang dosen di mana Pak Herianto berada.

“Winda…”, sebuah suara memanggil.

“Hei Ratna!”.

“Ngapain kau cari-cari dosen killer itu?”, Ratna itu bertanya heran.

“Tau nih, aku mau minta ujian susulan, sudah dua kali aku minta diundur terus, kenapa ya?”.

“Idih jahat banget!”.

“Makanya, aku takut nanti di raport merah, mata kuliah dia kan penting!, tauk nih, bentar ya aku masuk dulu!”.

“He-eh deh, sampai nanti!” Ratna berlalu. Dengan memberanikan diri aku mengetuk pintu.

“Masuk…!”, Sebuah suara yang amat ditakutinya menyilakannya masuk.

“Selamat siang pak!”.

“Selamat siang, kamu siapa?”, tanyanya tanpa meninggalkan pekerjaan yang sedang dikerjakannya.

“Saya Winda…!”.

“Aku..? Oh, yang mau minta ujian lagi itu ya?”.

“Iya benar pak.”

“Saya tidak ada waktu, nanti hari Minggu saja kamu datang ke rumah saya, ini kartu nama saya”, Katanya acuh tak acuh sambil menyerahkan kartu namanya.

“Ada lagi?” tanya dosen itu.

“Tidak pak, selamat siang!”

“Selamat siang!”.

Dengan lemas aku beranjak keluar dari ruangan itu. Kesal sekali rasanya, sudah belajar sampai larut malam, sampai di sini harus kembali lagi hari Minggu, huh!

Mungkin hanya akulah yang hari Minggu masih berjalan sambil membawa tas hendak kuliah. Hari ini aku harus memenuhi ujian susulan di rumah Pak Herianto, dosen berengsek itu.

Rumah Pak Herianto terletak di sebuah perumahan elite, di atas sebuah bukit, agak jauh dari rumah-rumah lainnya. Belum sempat memijit Bel pintu sudah terbuka, Seraut wajah yang sudah mulai tua tetapi tetap segar muncul.

“Ehh…! Winda, ayo masuk!”, sapa orang itu yang tak lain adalah pak Herianto sendiri.

“Permisi pak! Ibu mana?”, tanyaku berbasa-basi.

“Ibu sedang pergi dengan anak-anak ke rumah neneknya!”, sahut pak Herianto ramah.

“Sebentar ya…”, katanya lagi sambil masuk ke dalam ruangan.

Tumben tidak sepeti biasanya ketika mengajar di kelas, dosen ini terkenal paling killer.

Rumah Pak Herianto tertata rapi. Dinding ruang tamunya bercat putih. Di sudut ruangan terdapat seperangkat lemari kaca temapat tersimpan berbagai barang hiasan porselin. Di tengahnya ada hamparan permadani berbulu, dan kursi sofa kelas satu.

“Gimana sudah siap?”, tanya pak Herianto mengejutkan aku dari lamunannya.

“Eh sudah pak!”

“Sebenarnya…, sebenarnya Winda tidak perlu mengikuti ulang susulan kalau…, kalau…!”

“Kalau apa pak?”, aku bertanya tak mengerti. Belum habis bicaranya, Pak Herianto sudah menuburuk tubuhku.

“Pak…, apa-apaan ini?”, tanyaku kaget sambil meronta mencoba melepaskan diri.

“Jangan berpura-pura Winda sayang, aku membutuhkannya dan kau membutuhkan nilai bukan, kau akan kululuskan asalkan mau melayani aku!”, sahut lelaki itu sambil berusaha menciumi bibirku.

Serentak Bulu kudukku berdiri. Geli, jijik…, namun detah dari mana asalnya perasaan hasrat menggebu-gebu juga kembali menyerangku. Ingin rasanya membiarkan lelaki tua ini berlaku semaunya atas diriku. Harus kuakui memang, walaupun dia lebih pantas jadi bapakku, namun sebenarnya lelaki tua ini sering membuatku berdebar-debar juga kalau sedang mengajar. Tapi aku tetap berusaha meronta-ronta, untuk menaikkan harga diriku di mata Pak Herianto.

“Lepaskan…, Pak jangan hhmmpppff…!”, kata-kataku tidak terselesaikan karena terburu bibirku tersumbat mulut pak Herianto.

Aku meronta dan berhasil melepaskan diri. Aku bangkit dan berlari menghindar. Namun entah mengapa aku justru berlari masuk ke sebuah kamar tidur. Kurapatkan tubuhku di sudut ruangan sambil mengatur kembali nafasku yang terengah-engah, entah mengapa birahiku sedemikian cepat naik. Seluruh wajahku terasa panas, kedua kakiku pun terasa gemetar.

Pak Herianto seperti diberi kesempatan emas. Ia berjalan memasuki kamar dan mengunci pintunya. Lalu dengan perlahan ia mendekatiku. Tubuhku bergetar hebat manakala lelaki tua itu mengulurkan tangannya untuk merengkuh diriku. Dengan sekali tarik aku jatuh ke pelukan Pak Herianto, bibirku segera tersumbat bibir laki-laki tua itu. Terasa lidahnya yang kasap bermain menyapu telak di dalam mulutku. Perasaanku bercampur aduk jadi satu, benci, jijik bercampur dengan rasa ingin dicumbui yang semakin kuat hingga akhirnya akupun merasa sudah kepalang basah, hati kecilku juga menginginkannya. Terbayang olehku saat-saat aku dicumbui seperti itu oleh Aldy, entah sedang di mana dia sekarang. aku tidak menolak lagi. bahkan kini malah membalas dengan hangat.

Merasa mendapat angin kini tangan Pak Herianto bahkan makin berani menelusup di balik blouse yang aku pakai, tidak berhenti di situ, terus menelup ke balik beha yang aku pakai.

Jantungku berdegup kencang ketika tangan laki-laki itu meremas-remas gundukan daging kenyal yang ada di dadaku dengan gemas. Terasa benar, telapak tangannya yang kasap di permukaan buah dadaku, ditingkahi dengan jari-jarinya yang nakal mepermainkan puting susuku. Gemas sekali nampaknya dia. Tangannya makin lama makin kasar bergerak di dadaku ke kanan dan ke kiri.

Setelah puas, dengan tidak sabaran tangannya mulai melucuti pakaian yang aku pakai satu demi satu hingga berceceran di lantai. Hingga akhirnya aku hanya memakai secarik G-string saja. Bergegas pula Pak Herianto melucuti kaos oblong dan sarungnya. Di baliknya menyembul batang penis laki-laki itu yang telah menegang, sebesar lengan Bayi.

Tak terasa aku menjerit ngeri, aku belum pernah melihat alat vital lelaki sebesar itu. Aku sedikit ngeri. Bisa jebol milikku dimasuki benda itu. Namun aku tak dapat menyembunyikan kekagumanku. Seolah ada pesona tersendiri hingga pandangan mataku terus tertuju ke benda itu. Pak Herianto berjalan mendekatiku, tangannya meraih kunciran rambutku dan menariknya hingga ikatannya lepas dan rambutku bebas tergerai sampai ke punggung.

“Kau Cantik sekali Winda…”, gumam pak Herianto mengagumi kecantikanku.

Aku hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar pujian itu.

Dengan lembut Pak Herianto mendorong tubuhku sampai terduduk di pinggir kasur. Lalu ia menarik G-string, kain terakhir yang menutupi tubuhku dan dibuangnya ke lantai. Kini kami berdua telah telanjang bulat. Tanpa melepaskan kedua belah kakiku, bahkan dengan gemas ia mementangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar memandang daerah di sekitar selangkanganku. Nafas laki-laki itu demikian memburu.

Tak lama kemudian Pak membenamkan kepalanya di situ. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar kemaluanku yang tertutup rambut lebat itu. Aku memejamkan mata, oohh, indahnya, aku sungguh menikmatinya, sampai-sampai tubuhku dibuat menggelinjang-gelinjang kegelian.

“Pak…!”, rintihku memelas.

“Pak…, aku tak tahan lagi…!”, aku memelas sambil menggigit bibir. Sungguh aku tak tahan lagi mengalamai siksaan birahi yang dilancarkan Pak Herianto. Namun rupanya lelaki tua itu tidak peduli, bahkan senang melihat aku dalam keadaan demikian. Ini terlihat dari gerakan tangannya yang kini bahkan terjulur ke atas meremas-remas payudaraku, tetapi tidak menyudahi perbuatannya. Padahal aku sudah kewalahan dan telah sangat basah kuyup.

“Paakk…, aakkhh…!”, aku mengerang keras, kakinya menjepit kepala Pak Herianto melampiaskan derita birahiku, kujambak rambut Pak Herianto keras-keras. Kini aku tak peduli lagi bahwa lelaki itu adalah dosen yang aku hormati. Sungguh lihai laki-laki ini membangkitkan gairahku. aku yakin dengan nafsunya yang sebesar itu dia tentu sangat berpengalaman dalam hal ini, bahkan sangat mungkin sudah puluhan atau ratusan mahasiswi yang sudah digaulinya. Tapi apa peduliku?

Tiba-tiba Pak Herianto melepaskan diri, lalu ia berdiri di depanku yang masih terduduk di tepi ranjang dengan bagian bawah perutnya persis berada di depan wajahku. aku sudah tahu apa yang dia mau, namun tanpa sempat melakukannya sendiri, tangannya telah meraih kepalaku untuk dibawa mendekati kejantanannya yang aduh mak.., Sungguh besar itu.

Tanpa melawan sama sekali aku membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu kukulum sekalian alat vital Pak Herianto ke dalam mulutku hingga membuat lelaki itu melek merem keenakan. Benda itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit batangnya saja ke dalam mulutku. Itupun sudah terasa penuh. Aku hampir sesak nafas dibuatnya. Aku pun bekerja keras, menghisap, mengulum serta mempermainkan batang itu keluar masuk ke dalam mulutku. Terasa benar kepala itu bergetar hebat setiap kali lidahku menyapu kepalanya.

Beberapa saat kemudian Pak Herianto melepaskan diri, ia membaringkan aku di tempat tidur dan menyusul berbaring di sisiku, kaki kiriku diangkat disilangkan di pinggangnya. Lalu Ia berusaha memasuki tubuhku belakang. Ketika itu pula kepala penis Pak Herianto yang besar itu menggesek clitoris di liang senggamaku hingga aku merintih kenikmatan. Ia terus berusaha menekankan miliknya ke dalam milikku yang memang sudah sangat basah. Pelahan-lahan benda itu meluncur masuk ke dalam milikku.

Dan ketika dengan kasar dia tiba-tiba menekankan miliknya seluruhnya amblas ke dalam diriku aku tak kuasa menahan diri untuk tidak mem*kik. Perasaan luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai diriku, hingga badanku mengejang beberapa detik.

Pak Herianto cukup mengerti keadaan diriku, ketika dia selesai masuk seluruhnya dia memberi kesempatan padaku untuk menguasai diri beberapa saat. Sebelum kemudian dia mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan kemudian makin lama makin cepat.

Aku sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap Pak Herianto menggerakkan tubuhnya, gesekan demi gesekan di dinding dalam liang senggamaku sungguh membuatku lupa ingatan. Pak Herianto menyetubuhi aku dengan cara itu. Sementara bibirnya tak hentinya melumat bibir, tengkuk dan leherku, tangannya selalu meremas-remas payudaraku. Aku dapat merasakan puting susuku mulai mengeras, runcing dan kaku.

Aku bisa melihat bagaimana batang penis lelaki itu keluar masuk ke dalam liang kemaluanku. Aku selalu menahan nafas ketika benda itu menusuk ke dalam. Milikku hampir tidak dapat menampung ukuran Pak Herianto yang super itu, dan ini makin membuat Pak Herianto tergila-gila.

Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian Pak Herianto membalik tubuhku hingga menungging di hadapannya. Ia ingin pakai doggy style rupanya. Tangan lelaki itu kini lebih leluasa meremas-remas kedua belah payudara aku yang kini menggantung berat ke bawah. Sebagai seorang wanita aku memiliki daya tahan alami dalam bersetubuh. Tapi bahkan kini aku kewalahan menghadapi Pak Herianto. Laki-laki itu benar-benar luar biasa tenaganya. Sudah hampir setengah jam ia bertahan. Aku yang kini duduk mengangkangi tubuhnya hampir kehabisan nafas.

Kupacu terus goyangan pinggulku, karena aku merasa sebentar lagi aku akan memperolehnya. Terus…, terus…, aku tak peduli lagi dengan gerakanku yang brutal ataupun suaraku yang kadang-kadang mem*kik menahan rasa luar biasa itu. Dan ketika klimaks itu sampai, aku tak peduli lagi…, cerpensex.com aku mem*kik keras sambil menjambak rambutnya. Dunia serasa berputar. Sekujur tubuhku mengejang. Sungguh hebat rasa yang kurasakan kali ini. Sungguh ironi memang, aku mendapatkan kenikmatan seperti ini bukan dengan orang yang aku sukai. Tapi masa bodohlah

Berkali-kali kuusap keringat yang membasahi dahiku. Pak Herianto kemudian kembali mengambil inisiatif. kini gantian Pak Herianto yang menindihi tubuhku. Ia memacu keras untuk mencapai klimaks. Desah nafasnya mendengus-dengus seperti kuda liar, sementara goyangan pinggulnya pun semakin cepat dan kasar. Peluhnya sudah penuh membasahi sekujur tubuhnya dan tubuhku. Sementara kami terus berpacu. Sungguh hebat laki-laki ini. Walaupun sudah berumur tapi masih bertahan segitu lama. Bahkan mengalahkan semua cowok-cowok yang pernah tidur denganku, walaupun mereka rata-rata sebaya denganku.

Namun beberapa saat kemudian, Pak Herianto mulai menggeram sambil mengeretakkan giginya. Tubuh lelaki tua itu bergetar hebat di atas tubuhku. Penisnya menyemburkan cairan kental yang hangat ke dalam liang kemaluanku dengan derasnya.

Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan kami memisahkan diri. Kami terbaring kelelahan di atas kasur itu. Nafasku yang tinggal satu-satu bercampur dengan bunyi nafasnya yang berat. Kami masing-masing terdiam mengumpulkan tenaga kami yang sudah tercerai berai.

Aku sendiri terpejam sambil mencoba merasakan kenikmatan yang baru saja aku alami di sekujur tubuhku ini. Terasa benar ada cairan kental yang hangat perlahan-lahan meluncur masuk ke dalam liang vaginaku. Hangat dan sedikit gatal menggelitik.

Bagian bawah tubuhku itu terasa benar-benar banjir, basah kuyub. Aku menggerakkan tanganku untuk menyeka bibir bawahku itu dan tanganku pun langsung dipenuhi dengan cairan kental berwarna putih susu yang berlepotan di sana.

“Bukan main Winda, ternyata kau pun seperti kuda liar!” kata Pak Herianto penuh kepuasan. Aku yang berbaring menelungkup di atas kasur hanya tersenyum lemah. aku sungguh sangat kelelahan, kupejamkan mataku untuk sejenak beristirahat. Persetan dengan tubuhku yang masih telanjang bulat.

Pak Herianto kemudian bangkit berdiri, ia menyulut sebatang rokok. Lalu lelaki tua itu mulai mengenakan kembali pakaiannya. Aku pun dengan malas bangkit dan mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di lantai.

Sambil berpakaian ia bertanya, “Bagaimana dengan ujian saya pak?”.

“Minggu depan kamu dapat mengambil hasilnya”, sahut laki-laki itu pendek.

“Kenapa tidak besok pagi saja?”, protes aku tak puas.

“Aku masih ingin bertemu kamu, selama seminggu ini aku minta agar kau tidak tidur dengan lelaki lain kecuali aku!”, jawab Pak Herianto.

Aku sedikit terkejut dengan jawabannya itu. Tapi aku pun segera dapat menguasai keadaanku. Rupanya dia belum puas dengan pelayanan habis-habisanku barusan.

“Aku tidak bisa janji!”, sahutku seenaknya sambil bangkit berdiri dan keluar dari kamar mencari kamar mandi. Pak Herianto hanya mampu terbengong mendengar jawabanku yang seenaknya itu.

Aku sedang berjalan santai meninggalkan rumah pak Herianto, ini pertemuanku yang ketiga dengan laki-laki itu demi menebus nilai ujianku yang selalu jeblok jika ujian dengan dia. Mungkin malah sengaja dibuat jeblok biar dia bisa main denganku. Dasar…, namun harus kuakui, dia laki-laki hebat, daya tahannya sungguh luar biasa jika dibandingkan dengan usianya yang hapir mencapai usia pensiun itu. Bahkan dari pagi hingga sore hari ini dia masih sanggup menggarapku tiga kali, sekali di ruang tengah begitu aku datang, dan dua kali di kamar tidur. Aku sempat terlelap sesudahnya beberapa jam sebelum membersihkan diri dan pulang. Berutung kali ini, aku bisa memaksanya menandatangani berkas ujian susulanku.

“Masih ada mata kuliah Pengantar Berorganisasi dan Kepemimpinan”, katanya sambil membubuhkan nilai A di berkas ujianku.

“Selama bapak masih bisa memberiku nilai A”, kataku pendek.

“Segeralah mendaftar, kuliah akan dimulai minggu depan!”.

“Terima kasih pak!” kataku sambil tak lupa memberikan senyum semanis mungkin.

“Winda!” teriakan seseorang mengejutkan lamunanku. Aku menoleh ke arah sumber suara tadi yang aku perkirakan berasal dari dalam mobil yang berjalan perlahan menghampiriku. Seseorang membuka pintu mobil itu, wajah yang sangat aku benci muncul dari balik pintu Mitsubishi Galant keluaran tahun terakhir itu.

Demi Nilai Rela Digoyang Oleh Dosen

“Masuklah Winda…”.

“Tidak, terima kasih. Aku bisa jalan sendiri koq!”, Aku masih mencoba menolak dengan halus.

“Ayolah, masa kau tega menolak ajakanku, padahal dengan pak Herianto saja kau mau!”.

Aku tertegun sesaat, Bagai disambar petir di siang bolong.

“Da…,Darimana kau tahu?”.

“Nah, jadi benar kan…, padahal aku tadi hanya menduga-duga!”

“Sialan!”, Aku mengumpat di dalam hati, harusnya tadi aku bersikap lebih tenang, aku memang selalu nervous kalau ketemu cowok satu ini, rasanya ingin buru-buru pergi dari hadapannya dan tidak ingin melihat mukanya yang memang seram itu.

Seperti tipikal orang Indonesia bagian daerah paling timur, cowok ini hitam tinggi besar dengan postur sedikit gemuk, janggut dan cambang yang tidak pernah dirapikan dengan rambut keritingnya yang dipelihara panjang ditambah dengan caranya memakai kemeja yang tidak pernah dikancingkan dengan benar sehingga memamerkan dadanya yang penuh bulu. Dengan asesoris kalung, gelang dan cincin emas, arloji rolex yang dihiasi berlian…, cukup menunjukkan bahwa dia ini orang yang memang punya duit. Namun, aku menjadi muak dengan penampilan seperti itu.

Dino memang salah satu jawara di kampus, anak buahnya banyak dan dengan kekuatan uang serta gaya jawara seperti itu membuat dia menjadi salah satu momok yang paling menakutkan di lingkungan kampus. Dia itu mahasiswa lama, dan mungkin bahkan tidak pernah lulus, namun tidak ada orang yang berani mengusik keberadaannya di kamus, bahkan dari kalangan akademik sekalipun.

“Gimana? Masih tidak mau masuk?”, tanya dia setengah mendesak.

Aku tertegun sesaat, belum mau masuk. Aku memang sangat tidak menyukai laki-laki ini, Tetapi kelihatannya aku tidak punya pilihan lain, bisa-bisa semua orang tahu apa yang kuperbuat dengan pak Herianto, dan aku sungguh-sungguh ingin menjaga rahasia ini, terutama terhadap Erwin, tunanganku. Namun saat ini aku benar benar terdesak dan ingin segera membiarkan masalah ini berlalu dariku. Makanya tanpa pikir panjang aku mengiyakan saja ajakannya.

Dino tertawa penuh kemenangan, ia lalu berbicara dengan orang yang berada di sebelahnya supaya berpindah ke jok belakang. Aku membanting pantatku ke kursi mobil depan, dan pemuda itu langsung menancap gas. Sambil nyengir kuda. Kesenangan.

“Ke mana kita?”, tanyaku hambar.

“Lho? Mestinya aku yang harus tanya, kau mau ke mana?”, tanya Dino pura-pura heran.

“Sudahlah Dino, tak usah berpura-pura lagi, kau mau apa?”, Suaraku sudah sedemikian pasrahnya. Aku sudah tidak mau berpikir panjang lagi untuk meminta dia menutup-nutupi perbuatanku. Orang yang duduk di belakangku tertawa.

“Rupanya dia cukup mengerti apa kemauanmu Dino!”, Dia berkomentar.

“Ah, diam kau Maki!” Rupanya orang itu namanya Maki, orang dengan penampilan hampir mirip dengan Dino kecuali rambutnya yang dipotong crew-cut.

“Bagaimana kalau ke rumahku saja? Aku sangat merindukanmu Winda!”, pancing Dino.

“Sesukamulah…!”, Aku tahu benar memang itu yang diinginkannya.

Dino tertawa penuh kemenangan.

Ia melarikan mobilnya makin kencang ke arah sebuah kompleks perumahan. Lalu mobil yang ditumpangi mereka memasuki pekarangan sebuah rumah yang cukup besar. Di pekarangan itu sudah ada 2 buah mobil lain, satu Mitsubishi Pajero dan satu lagi Toyota Great Corolla namun keduanya kelihatan diparkir sekenanya tak beraturan.

Interior depan rumah itu sederhana saja. Cuma satu stel sofa, sebuah rak perabotan pecah belah. Tak lebih. Dindingnya polos. Demikian juga tempok ruang tengah. Terasa betapa luas dan kosongnya ruangan tengah itu, meski sebuah bar dengan rak minuman beraneka ragam terdapat di sudut ruangan, menghadap ke taman samping. Sebuah stereo set terpasang di ujung bar. Tampaknya baru saja dimatikan dengan tergesa-gesa. Pitanya sebagian tergantung keluar.

Dari pintu samping kemudian muncul empat orang pemuda dan seorang gadis, yang jelas-jelas masih menggunakan seragam SMU. Mereka semua mengeluarkan suara setengah berbisik. Keempat orang laki-laki itu, tiga orang sepertinya sesuku dengan Dino atau sebangsanya, sedangkan yang satu lagi seperti bule dengan rambutnya yang gondrong. Sementara si gadis berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yang hitam lurus dan panjang tergerai sampai ke pinggang, ia memakai bandana lebar di kepalanya dengan poni tebal menutupi dahinya. Wajahnya yang oval dan bermata sipit menandakan bahwa ia keturunan Cina atau sebangsanya. Harus kuakui dia memang cantik, seperti bintang film drama Mandarin. Berbeda dengan penampilan ketiga laki-laki itu, gadis ini kelihatannya bukan merupakan gerombolan mereka, dilihat dari tampangnya yang masih lugu. Ia masih mengenakan seragam sebuah sekolah Katolik yang langsung bisa aku kenali karena memang khas. Namun entah mengapa dia bisa bergaul dengan orang-orang ini.

Dino bertepuk tangan. Kemudian memperkenalkan diriku dengan mereka. Yos, dan Bram seperti tipikal orang sebangsa Dino, Tito berbadan tambun dan yang bule namanya Marchell, sementara gadis SMU itu bernama Shelly. Mereka semua yang laki-laki memandang diriku dengan mata “lapar” membuat aku tanpa sadar menyilangkan tangan di depan dadaku, seolah-olah mereka bisa melihat tubuhku di balik pakaian yang aku kenakan ini.

Tampak tak sabaran Dino menarik diriku ke loteng. Langsung menuju sebuah kamar yang ada di ujung. Kamar itu tidak berdaun pintu, sebenarnya lebih tepat disebut ruang penyangga antara teras dengan kamar-kamar yang lain Sebab di salah satu ujungnya merupakan pintu tembusan ke ruang lain.

Di sana ada sebuah kasur yang terhampar begitu saja di lantai kamar. Dengan sprei yang sudah acak-acakan. Di sudut terdapat dua buah kursi sofa besar dan sebuah meja kaca yang mungil. Di bawahnya berserakan majalah-majalah yang cover depannya saja bisa membuat orang merinding. Bergambar perempuan-perempuan telanjang.

Aku sadar bahkan sangat sadar, apa yang dimaui Dino di kamar ini. Aku beranjak ke jendela. Menutup gordynnya hingga ruangan itu kelihatan sedikit gelap. Namun tak lama, karena kemudian Dino menyalakan lampu. Aku berputar membelakangi Dino, dan mulai melucuti pakaian yang aku kenakan. Dari blouse, kemudian rok bawahanku kubiarkan meluncur bebas ke mata kakiku. Kemudian aku memutar balik badanku berbalik menghadap Dino.

Betapa terkejutnya aku ketika aku berbalik, ternyata di hadapanku kini tidak hanya ada Dino, namun Maki juga sedang berdiri di situ sambil cengengesan. Dengan gerakan reflek, aku menyambar blouseku untuk menutupi tubuhku yang setengah telanjang. Melihat keterkejutanku, kedua laki-laki itu malah tertawa terbahak-bahak.

“Ayolah Winda, Toh engkau juga sudah sering memperlihatkan tubuh telanjangmu kepada beberapa laki-laki lain?”.

“Kurang ajar kau Dino!” Aku mengumpat sekenanya.

Wajah laki-laki itu berubah seketika, dari tertawa terbahak-bahak menjadi serius, sangat serius. Dengan tatapan yang sangat tajam dia berujar, “Apakah engkau punya pilihan lain? Ayolah, lakukan saja dan sesudah selesai kita boleh melupakan kejadian ini.”

Aku tertegun, melayani dua orang sekaligus belum pernah aku lakukan sebelumnya. Apalagi orang-orang yang bertampang seram seperti ini. Tapi seperti yang dia bilang, aku tak punya pilihan lain. Seribu satu pertimbangan berkecamuk di kepalaku hingga membuat aku pusing. Tubuhku tanpa sadar sampai gemetaran, terasa sekali lututku lemas sepertinya aku sudah kehabisan tenaga karena digilir mereka berdua, padahal mereka sama sekali belum memulainya.

Akhirnya, dengan sangat berat aku menggerakkan kedua tangan ke arah punggungku di mana aku bisa meraih kaitan BH yang aku pakai. Baju yang tadi aku pakai untuk menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya terjatuh ke lantai. Dengan sekali sentakan halus BH-ku telah terlepas dan meluncur bebas dan sebelum terjatuh ke lantai kulemparkan benda itu ke arah Dino yang kemudian ditangkapnya dengan tangkas. Ia mencium bagian dalam mangkuk bra-ku dengan penuh perasaan.

“Harum!”, katanya.

Lalu ia seperti mencari-cari sesuatu dari benda itu, dan ketika ditemukannya ia berhenti.

“36B!”, katanya pendek.

Rupanya ia pingin tahu berapa ukuran dadaku ini.

“BH-nya saja sudah sedemikian harum, apalagi isinya!”, katanya seraya memberikan BH itu kepada Maki sehingga laki-laki itu juga ikut-ikutan menciumi benda itu. Namun demikian mata mereka tak pernah lepas menatap belahan payudaraku yang kini tidak tertutup apa-apa lagi.

Aku kini hanya berdiri menunggu, dan tanpa diminta Dino melangkah mendekatiku. Ia meraih kepalaku. Tangannya meraih kunciran rambut dan melepaskannya hingga rambutku kini tergerai bebas sampai ke punggung.

“Nah, dengan begini kau kelihatan lebih cantik!”

Ia terus berjalan memutari tubuhku dan memelukku dari belakang. Ia sibakkan rambutku dan memindahkannya ke depan lewat pundak sebelah kiriku, sehingga bagian punggung sampai ke tengkukku bebas tanpa penghalang. Lalu ia menjatuhkan ciumannya ke tengkuk belakangku. Lidahnya menjelajah di sekitar leher, tengkuk kemudian naik ke kuping dan menggelitik di sana. Kedua belah tangannya yang kekar dan berbulu yang tadi memeluk pinggangku kini mulai merayap naik dan mulai meremas-remas kedua belah payudaraku dengan gemas. Aku masih menanggapinya dengan dingin dengan tidak bereaksi sama sekali selain memejamkan mataku.

Dino rupanya tidak begitu suka aku bersikap pasif, dengan kasar ia menarik wajahku hingga bibirnya bisa melumat bibirku. Aku hanya berdiam diri saja tak memberikan reaksi. Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha masuk ke dalam mulutku, dan ketika berhasil lidahnya bergerak bebas menjilati lidahku hingga secara tak sengaja lidahkupun meronta-ronta.

Sambil memejamkan mata aku mencoba untuk menikmati perasaan itu dengan utuh. Tak ada gunanya aku menolak, hal itu akan membuatku lebih menderita lagi. Dengan kuluman lidah seperti itu, ditingkahi dengan remasan-remasan telapak tangannya di payudaraku sambil sekali-sekali ibu jari dan telunjuknya memilin-milin puting susuku, pertahananku akhirnya bobol juga. Memang, aku sudah sangat terbiasa dan sangat terbuai dengan permaian seperti ini hingga dengan mudahnya Dino mulai membangkitkan nafsuku. Bahkan kini aku mulai memberanikan menggerakkan tangan meremas kepala Dino yang berada di belakangku. Sementara dengan ekor mataku aku melihat Maki beranjak berjalan menuju sofa dan duduk di sana, sambil pandangan matanya tidak pernah lepas dari kami berdua.

Mungkin karena merasa sudah menguasai diriku, ciuman Dino terus merambat turun ke leherku, menghisapnya hingga aku menggelinjang. Lalu merosot lagi menelusup di balik ketiak dan merayap ke depan sampai akhirnya hinggap di salah satu pucuk bukit di dadaku, Dengan satu remasan yang gemas hingga membuat puting susuku melejit Dino untuk mengulumnya. Pertama lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu bergerak memutari seluruh daerah puting susuku sebelum mulutnya mengenyot habis puting susuku itu. Ia menghisapnya dengan gemas sampai pipinya kempot.

Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan disengat listrik, terasa geli yang luar biasa bercampur sedikit nyeri di bagian itu. Aku menggelinjang, melenguh apalagi ketika puting susuku digigit-gigit perlahan oleh Dino. Buah anggur yang ranum itu dipermainkan pula dengan lidah Dino yang kasap. Dipilin-pilinnya kesana kemari. Dikecupinya, dan disedotnya kuat-kuat sampai putingnya menempel pada telaknya. Aku merintih. Tanganku refleks meremas dan menarik kepalanya sehingga semakin membenam di kedua gunung kembarku yang putih dan padat. Aku sungguh tak tahu mengapa harus begitu pasrah kepada lelaki itu. Mengapa aku justeru tenggelam dalam permaianan itu? Semula aku hanya merasa terpaksa demi menutupi rahasia atas perbuatanku. Tapi kemudian nyatanya, permainan yang Dino mainkan begitu dalam. Dan aneh sekali, Tanpa sadar aku mulai mengikuti permainan yang dipimpin dengan cemerlang oleh Dino.Cerpen Sex

“Winda…”, 

“Ya?”, 

“Kau suka aku perlakukan seperti ini?”. Aku hanya mengangguk. Dan memejamkan matanya. membiarkan payudaraku terus diremas-remas dan puting susunya dipilin perlahan. Aku menggeliat, merasakan nikmat yang luar biasa. Puting susu yang mungil itu hanya sebentar saja sudah berubah membengkak, keras dan mencuat semakin runcing.

“Hsss…, ah!”, Aku mendesah saat merasakan jari-jari tangan lelaki itu mulai menyusup ke balik celana dalamku dan merayap mencari liang yang ada di selangkanganku. Dan ketika menemukannya Jari-jari tangan itu mula-mula mengusap-usap permukaannya, terus mengusap-usap dan ketika sudah terasa basah jarinya mulai merayap masuk untuk kemudian menyentuh dinding-dinding dalam liang itu.

Dalam posisi masih berdiri berhadapan, sambil terus mencumbui payudaraku, Dino meneruskan aksinya di dalam liang gelap yang sudah basah itu. Makin lama makin dalam. Aku sendiri semakin menggelinjang tak karuan, kedua buah jari yang ada di dalam liang vaginaku itu bergerak-gerak dengan liar. Bahkan kadang-kadang mencoba merenggangkan liang vaginaku hingga menganga. Dan yang membuat aku tambah gila, ia menggerak-gerakkan jarinya keluar masuk ke dalam liang vaginaku seolah-olah sedang menyetubuhiku. Aku tak kuasa untuk menahan diri.

“Nggghh…!”, mulutku mulai meracau. Aku sungguh kewalahan dibuatnya hingga lututku terasa lemas hingga akhirnya akupun tak kuasa menahan tubuhku hingga merosot bersimpuh di lantai. Aku mencoba untuk mengatur nafasku yang terengah-engah. Aku sungguh tidak memperhatikan lagi yang kutahu kini tiba-tiba saja Dino telah berdiri telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya yang tinggi besar, hitam dan penuh bulu itu dengan angkuhnya berdiri mengangkang persis di depanku sehingga wajahku persis menghadap ke bagian selangkangannya. Disitu, aku melihat batang kejantanannya telah berdiri dengan tegaknya. Besar panjang kehitaman dengan bulu hitam yang lebat di daerah pangkalnya.

Dengan sekali rengkuh, ia meraih kepalaku untuk ditarik mendekati daerah di bawah perutnya itu. Aku tahu apa yang dimauinya, bahkan sangat tahu ini adalah perbuatan yang sangat disukai para lelaki. Di mana ketika aku melakukan oral seks terhadap kelaminnya.

Maka, dengan kepalang basah, kulakukan apa yang harus kulakukan. Benda itu telah masuk ke dalam mulutku dan menjadi permainan lidahku yang berputar mengitari ujung kepalanya yang bagaikan sebuah topi baja itu. Lalu berhenti ketika menemukan lubang yang berada persis di ujungnya. Lalu dengan segala kemampuanku aku mulai mengelomoh batang itu sambil kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat sehingga pemiliknya bergetar hebat menahan rasa yang tak tertahankan.

Pada saat itu aku sempat melirik ke arah sofa di mana Maki berada, dan ternyata laki-laki ini sudah mulai terbawa nafsu menyaksikan perbuatan kami berdua. Buktinya, ia telah mengeluarkan batang kejantanannya dan mengocoknya naik turun sambil berkali-kali menelan ludah. Konsentrasiku buyar ketika Dino menarik kepalaku hingga menjauh dari selangkangannya. Ia lalu menarik tubuhku hingga telentang di atas kasur yang terhampar di situ. Lalu dengan cepat ia melucuti celana dalamku dan dibuangnya jauh-jauh seakan-akan ia takut aku akan memakainya kembali.

Untuk beberapa detik mata Dino nanar memandang bagian bawah tubuhku yang sudah tak tertutup apa-apa lagi. Si Makipun sampai berdiri mendekat ke arah kami berdua seakan ia tidak puas memandang kami dari kejauhan.

Namun beberapa detik kemudian, Dino mulai merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Paha kiriku diangkatnya dan disangkutkan ke pundaknya. Lalu dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir vaginaku yang sudah sangat basah. Ada rasa geli menyerang di situ hingga aku menggelinjang dan memejamkan mata.

Sedetik kemudian, aku merasakan ada benda lonjong yang mulai menyeruak ke dalam liang vaginaku. Aku menahan nafas ketika terasa ada benda asing mulai menyeruak di situ. Seperti biasanya, aku tak kuasa untuk menahan jeritanku pada saat pertama kali ada kejantanan laki-laki menyeruak masuk ke dalam liang vaginaku.

Dengan perlahan namun pasti, kejantanan Dino meluncur masuk semakin dalam. Dan ketika sudah masuk setengahnya ia bahkan memasukkan sisanya dengan satu sentakan kasar hingga aku benar-benar berteriak karena terasa nyeri. Dan setelah itu, tanpa memberiku kesempatan untuk membiasakan diri dulu, Dino sudah bergoyang mencari kepuasannya sendiri.

Dino menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kencang dan kasar menghunjam-hunjam ke dalam tubuhku hingga aku mem*kik keras setiap kali kejantanan Dino menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur nikmat yang tak terkira. Ada sensasi aneh yang baru pertama kali kurasakan di mana di sela-sela rasa ngilu itu aku juga merasakan rasa nikmat yang tak terkira. Namun aku juga tidak bisa menguasai diriku lagi hingga aku sampai menangis menggebu-gebu, sakit keluhku setiap kali Dino menghunjam, tapi aku semakin mempererat pelukanku, Pedih, tapi aku juga tak bersedia Dino menyudahi perlakuannya terhadap diriku.

Aku semakin merintih. Air mataku meleleh keluar. kami terus bergulat dalam posisi demikian. Sampai tiba-tiba ada rasa nikmat yang luar biasa di sekujur tubuhku. Aku telah orgasme. Ya, orgasme bersama dengan orang yang aku benci. Tubuhku mengejang selama beberapa puluh detik. Sebelum melemas. Namun Dino rupanya belum selesai. Ia kini membalikkan tubuhku hingga kini aku bertumpu pada kedua telapak tangan dan kedua lututku. Ia ingin meneruskannya dengan doggy style. Aku hanya pasrah saja.

Kini ia menyetubuhiku dari belakang. Tangannya kini dengan leluasa berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudaraku yang menggelantung berat ke bawah. Kini Dino bahkan lebih memperhebat serangannya. Ia bisa dengan leluasa menggoyangkan tubuhnya dengan cepat dan semakin kasar.

Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah duduk mengangkang di depanku. Laki-laki ini juga telah telanjang bulat. Ia menyodorkan batang penisnya ke dalam mulutku, tangannya meraih kepalaku dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam mulutku.

Kini aku melayani dua orang sekaligus. Dino yang sedang menyetubuhiku dari belakang. Dan Maki yang sedang memaksaku melakukan oral seks terhadap dirinya. Dino kadang-kadang malah menyorongkan kepalanya ke depan untuk menikmati payudaraku. Aku mengerang pelan setiap kali ia menghisap puting susuku. Dengan dua orang yang mengeroyokku aku sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Malahan aku merasa sangat terangsang dengan posisi seperti ini.

Mereka menyetubuhiku dari dua arah, yang satu akan menyebabkan penis pada tubuh mereka yang berada di arah lainnya semakin menghunjam. Kadang-kadang aku hampir tersedak. Maki yang tampaknya mengerti kesulitanku mengalah dan hanya diam saja. Dino yang mengatur segala gerakan.

Perlahan-lahan kenikmatan yang tidak terlukiskan menjalar di sekujur tubuhku. Perasaan tidak berdaya saat bermain seks ternyata mengakibatkan diriku melambung di luar batas yang pernah kuperkirakan sebelumnya. Dan kembali tubuhku mengejang, deras dan tanpa henti. Aku mengalami orgasme yang datang dengan beruntun seperti tak berkesudahan.

Tidak lama kemudian Dino mengalami orgasme. Batang penisnya menyemprotkan air mani dengan deras ke dalam liang vaginaku. Benda itu menyentak-nyentak dengan hebat, seolah-olah ingin menjebol dinding vaginaku. Aku bisa merasakan air mani yang disemprotkannya banyak sekali, hingga sebagian meluap keluar meleleh di salah satu pahaku. Sesudah itu mereka berganti tempat. Maki mengambil alih perlakuan Dino. Masih dalam posisi doggy style. Batang kejantanannya dengan mulus meluncur masuk dalam sekali sampai menyentuh bibir rahimku. Ia bisa mudah melakukannya karena memang liang vaginaku sudah sangat licin dilumasi cairan yang keluar dari dalamnya dan sudah bercampur dengan air mani Dino yang sangat banyak. Permainan dilanjutkan. Aku kini tinggal melayani Maki seorang, karena Dino dengan nafas yang tersengal-sengal telah duduk telentang di atas sofa yang tadi diduduki Maki untuk mengumpulkan tenaga. Aku mengeluh pendek setiap kali Maki mendorong masuk miliknya. Maki terus memacu gerakkannya. Semakin lama semakin keras dan kasar hingga membuat aku merintih dan mengaduh tak berkesudahan.

Pada saat itu masuk Bram dan Tito bersamaan ke dalam ruangan. Tanpa basa-basi, mereka pun langsung melucuti pakaiannya hingga telanjang bulat. Lalu mereka duduk di lantai dan menonton adegan mesum yang sedang terjadi antara aku dan Maki. Bram nampak kelihatan tidak sabaran Tetapi aku sudah tidak peduli lagi. Maki terus memacu menggebu-gebu. Laki-laki itu sibuk memacu sambil meremasi payudaraku yang menggelantung berat ke bawah.

Sesaat kemudian tubuhku dibalikkan kembali telentang di atas kasur dan pada saat itu Bram dengan tangkas menyodorkan batang kejantanannya ke dalam mulutku. Aku sudah setengah sadar ketika Tito menggantikan Maki menggeluti tubuhku. Keadaanku sudah sedemikian acak-acakan. Rambut yang kusut masai. Tubuhku sudah bersimpah peluh. Tidak hanya keringat yang keluar dari tubuhku sendiri, tapi juga cucuran keringat dari para laki-laki yang bergantian menggauliku. Aku kini hanya telentang pasrah ditindihi tubuh gemuk Tito yang bergoyang-goyang di atasnya.

Laki-laki gemuk itu mengangkangkan kedua belah pahaku lebar-lebar sambil terus menghunjam-hunjamkan miliknya ke dalam milikku. Sementara Bram tak pernah memberiku kesempatan yang cukup untuk bernafas. Ia terus saja menjejal-jejalkan miliknya ke dalam mulutku. Aku sendiri sudah tidak bisa mengotrol diriku lagi. Guncangan demi guncangan yang diakibatkan oleh gerakan Titolah yang membuat Bram makin terangsang. Bukan lagi kuluman dan jilatan yang harusnya aku lakukan dengan lidah dan mulutku.

Dan ketika Tito melenguh panjang, ia mencapai orgasmenya dengan meremas kedua belah payudaraku kuat-kuat hingga aku berteriak mengaduh kesakitan. Lalu beberapa saat kemudian ia dengan nafasnya yang tersengal-sengal memisahkan diri dari diriku. Dan pada saat hampir bersamaan Bram juga mengerang keras. Batang kejantanannya yang masih berada di dalam mulutku bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yang kental dan hangat. Aku meronta, ingin mengeluarkan banda itu dari dalam mulutku, namun tangan Bram yang kokoh tetap menahan kepalaku dan aku tak kuasa meronta lagi karena memang tenagaku sudah hampir habis. Cairan kental yang hangat itu akhirnya tertelan olehku. Banyak sekali. Bahkan sampai meluap keluar membasahi daerah sekitar bibirku sampai meleleh ke leher. Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain dengan cepat mencoba menelan semua yang ada supaya tidak terlalu terasa di dalam mulutku. Aku memejamkan mata erat-erat, tubuhku mengejang melampiaskan rasa yang tidak karuan, geli, jijik, namun ada sensasi aneh yang luar biasa juga di dalam diriku. Sungguh sangat erotis merasakan siksa birahi semacam ini hingga akupun akhirnya orgasme panjang untuk ke sekian kalinya

Dengan ekor mataku aku kembali melihat seseorang masuk ke ruangan yang ternyata si bule dan orang itu juga mulai membuka celananya. Aku menggigit bibir, dan mulai menangis terisak-isak. Aku hanya bisa memejamkan mata ketika Marchell mulai menindihi tubuhku. Pasrah.

Tidak lama kemudian setelah orang terakhir melaksanakan hasratnya pada diriku mereka keluar. aku merasa seluruh tubuhku luluh lantak. Setelah berhasil mengumpulkan cukup tenaga kembali, dengan terhuyung-huyung, aku bangkit dari tempat tidur, mengenakan pakaianku seadanya dan pergi mencari kamar mandi.

Aku berpapasan dengan Dino yang muncul dari dalam sebuah ruangan yang pintunya terbuka. Lelaki itu sedang sibuk mengancingkan retsluiting celananya. Masih sempat terlihat dari luar di dalam kamar itu, di atas tempat tidur tubuh Shelly yang telanjang sedang ditindihi oleh tubuh Maki yang bergerak-gerak cepat. Memacu naik turun. Gadis itu menggelinjang-gelinjang setiap kali Maki bergerak naik turun. Rupanya anak itu bernasib sama seperti diriku.

“Di mana aku bisa menemukan kamar mandi?” tanyaku pada Dino.

Tanpa menjawab, ia hanya menunjukkan tangannya ke sebuah pintu. Tanpa basa-basi lagi aku segera beranjak menuju pintu itu.

Di sana aku mandi berendam air panas sambil menangis. Aku tidak tahu saya sudah terjerumus ke dalam apa kini. Yang membuat aku benci kepada diriku sendiri, walaupun aku merasa sedih, kesal, marah bercampur menjadi satu, namun demikian setiap kali teringat kejadian barusan, langsung saja selangkanganku basah lagi.

Aku berendam di sana sangat lama, mungkin lebih dari satu jam lamanya. Setelah terasa kepenatan tubuhku agak berkurang aku menyudahi mandiku. Dengan berjalan tertatih-tatih aku melangkah keluar kamar mandi dan berjalan mencari pintu keluar. Sudah hampir jam sebelas malam ketika aku keluar dari rumah itu.

Cerita sex : Ngewe Dengan Kakak Dari Temanku

Sampai di dalam rumah, Aku langsung ngeloyor masuk ke kamar. Aku tak peduli dengan kakakku yang terheran-heran melihat tingkah lakuku yang tidak biasa, aku tak menyapanya karena memang sudah tidak ada keinginan untuk berbicara lagi malam ini. Aku tumpahkan segala perasaan campur aduk itu, kekesalan, dan sakit hati dengan menangis.–

 

#Demi #Nilai #Rela #Digoyang #Oleh #Dosen

Aku Rela Digoyang Oleh Ayah Mertua Sendiri Terbaru Malam Ini

Aku Rela Digoyang Oleh Ayah Mertua Sendiri

Namaku Novita. Usiaku telah menginjak kepala tiga. Sudah menikah setahun lebih dan baru mempunyai seorang bayi laki-laki. Suamiku berusia hanya lebih tua satu tahun dariku. Kehidupan kami dapat dikatakan sangat bahagia. Memang kami berdua kawin dalam umur agak terlambat sudah diatas 30 tahun.

Selewat 40 hari dari melahirkan, suamiku masih takut untuk berhubungan seks. Mungkin dia masih teringat pada waktu aku menjerit-jerit pada saat melahirkan, memang dia juga turut masuk ke ruang persalinan mendampingi saya waktu melahirkan. Di samping itu aku memang juga sibuk benar dengan si kecil, baik siang maupun malam hari. Si kecil sering bangun malam-malam, nangis dan aku harus menyusuinya sampai dia tidur kembali.

Sementara suamiku semakin sibuk saja di kantor, maklum dia bekerja di sebuah kantor Bank Pemerintah di bagian Teknologi, jadi pulangnya sering terlambat. Keadaan ini berlangsung dari hari ke hari, hingga suatu saat terjadi hal baru yang mewarnai kehidupan kami, khususnya kehidupan pribadiku sendiri.

Ketika itu kami mendapat kabar bahwa ayah mertuaku yang berada di Amerika bermaksud datang ke tempat kami. Memang selama ini kedua mertuaku tinggal di Amerika bersama dengan anak perempuan mereka yang menikah dengan orang sana. Dia datang kali ini ke Indonesia sendiri untuk menyelesaikan sesuatu urusan. Ibu mertua nggak bisa ikut karena katanya kakinya sakit.

Ketika sampai waktu kedatangannya, kami menjemput di airport, suamiku langsung mencari-cari ayahnya. Suamiku langsung berteriak gembira ketika menemukan sosok seorang pria yang tengah duduk sendiri di ruang tunggu. Orang itu langsung berdiri dan menghampiri kami. Ia lalu berpelukan dengan suamiku. Saling melepas rindu. Aku memperhatikan mereka.

Ayah mertuaku masih nampak muda diumurnya menjelang akhir 50-an, meski kulihat ada beberapa helai uban di rambutnya. Tubuhnya yang tinggi besar, dengan kulit gelap masih tegap dan berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya berolah raga sejak dulu. Beliau berasal dari belahan Indonesia Timur dan sebelum pensiun ayah mertua adalah seorang perwira angkatan darat.

“Hei nak Novi. Apa khabar…!”, sapa ayah mertua padaku ketika selesai berpelukan dengan suamiku.

“Ayah, apa kabar? Sehat-sehat saja kan? Bagaimana keadaan Ibu di Amerika..?” balasku.

“Oh…Ibu baik-baik saja. Beliau nggak bisa ikut, karena kakinya agak sakit, mungkin keseleo….”

“Ayo kita ke rumah”, kata suamiku kemudian.

Sejak adanya ayah di rumah, ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayah mertuaku orangnya memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Dengan adanya ayah mertua, suamiku jadi lebih betah di rumah. Ngobrol bersama, jalan-jalan bersama.

Akan tetapi pada hari-hari tertentu, tetap saja pekerjaan kantornya menyita waktunya sampai malam, sehingga dia baru sampai kerumah di atas jam 10 malam. Hal ini biasanya pada hari-hari Senin setiap minggu. Sampai terjadilah peristiwa ini pada hari Senin ketiga sejak kedatangan ayah mertua dari Amerika.

Sore itu aku habis senam seperti biasanya. Memang sejak sebulan setelah melahirkan, aku mulai giat lagi bersenam kembali, karena memang sebelum hamil aku termasuk salah seorang yang amat giat melakukan senam dan itu biasanya kulakukan pada sore hari. Setelah merasa cukup kuat lagi, sekarang aku mulai bersenam lagi, disamping untuk melemaskan tubuh, juga kuharapkan tubuhku bisa cepat kembali ke bentuk semula yang langsing, karena memang postur tubuhku termasuk tinggi kurus akan tetapi padat.

Setelah mandi aku langsung makan dan kemudian meneteki si kecil di kamar. Mungkin karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk dan setelah si kecil kenyang dan tidur, aku menidurkan si kecil di box tempat tidurnya. Kemudian aku berbaring di tempat tidur. Saking sudah sangat mengantuk, tanpa terasa aku langsung tertidur. Bahkan aku pun lupa mengunci pintu kamar.

Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi seperti berangsur hilang… Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh. Rasa nyaman sedikit demi sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian peka di tubuhku.

Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil melenguh perlahan. Dalam tidurku, aku bermimpi suamiku sedang membelai-belai tubuhku dan kerena memang telah cukup lama kami tidak berhubungan badan, sejak kandunganku berumur 8 bulan, yang berarti sudah hampir 3 bulan lamanya, maka terasa suamiku sangat agresif menjelajahi bagian-bagian sensitif dari sudut tubuhku.

Tiba-tiba aku sadar dari tidurku… tapi kayaknya mimpiku masih terus berlanjut. Malah belaian, sentuhan serta remasan suamiku ke tubuhku makin terasa nyata. Kemudian aku mengira ini perbuatan suamiku yang telah kembali dari kantor. Ketika aku membuka mataku, terlihat cahaya terang masih memancar masuk dari lobang angin dikamarku, yang berarti hari masih sore. Lagian ini kan hari Senin, seharusnya dia baru pulang agak malam, jadi siapa ini yang sedang mencumbuku…

Aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar. Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat orang yang sedang menggeluti tubuhku. Ternyata… dia adalah mertuaku sendiri. Melihat aku terbangun, mertuaku sambil tersenyum, terus saja melanjutkan kegiatannya menciumi betisku. Sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus.

“Yah…!! Stop….jangan…. Yaaahhhh…!!?” jeritku dengan suara tertahan karena takut terdengar oleh Si Inah pembantuku.

“Nov, maafkan Bapak…. Kamu jangan marah seperti itu dong, sayang….!!” Ia malah berkata seperti itu, bukannya malu didamprat olehku.

“Ayah nggak boleh begitu, cepat keluar, saya mohon….!!”, pintaku menghiba, karena kulihat tatapan mata mertuaku demikian liar sambil tangannya tak berhenti menggerayang ke sekujur tubuhku. Aku mencoba menggeliat bangun dan buru-buru menurunkan daster untuk menutupi pahaku dan beringsut-ingsut menjauhinya dan mepet ke ujung ranjang. Akan tetapi mertuaku makin mendesak maju menghampiriku dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin ketakutan.

“Nov… Kamu nggak kasihan melihat Bapak seperti ini? Ayolah, Bapak kan sudah lama merindukan untuk bisa menikmati badan Novi yang langsing padat ini….!!!!”, desaknya.

“Jangan berbicara begitu. Ingat Yah… aku kan menantumu…. istri Toni anakmu?”, jawabku mencoba menyadarinya.

“Jangan menyebut-nyebut si Toni saat ini, Bapak tahu Toni belum lagi menggauli nak Novi, sejak nak Novi habis melahirkan… Benar-benar keterlaluan tu anak….!!, lanjutnya.

Rupanya entah dengan cara bagaimana dia bisa memancing hubungan kita suami istri dari Toni. Ooooh…. benar-benar bodoh si Toni, batinku, nggak tahu kelakuan Bapaknya.

Mertuaku sambil terus mendesakku berkata bahwa ia telah berhubungan dengan banyak wanita lain selain ibu mertua dan dia tak pernah mendapatkan wanita yang mempunyai tubuh yang semenarik seperti tubuhku ini. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia hanya mencoba merayuku dengan rayuan murahan dan menganggap aku akan merasa tersanjung.

Aku mencoba menghindar… tapi sudah tidak ada lagi ruang gerak bagiku di sudut tempat tidur. Ketika kutatap wajahnya, aku melihat mimik mukanya yang nampaknya makin hitam karena telah dipenuhi nafsu birahi. Aku mulai berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan hasrat birahi mertuaku yang kelihatan sudah menggebu-gebu. Melihat caranya, aku sadar mertuaku akan berbuat apa pun agar maksudnya kesampaian.

Kemudian terlintas dalam pikiranku untuk mengocok kemaluannya saja, sehingga nafsunya bisa tersalurkan tanpa harus memperkosa aku. Akhirnya dengan hati-hati kutawarkan hal itu kepadanya.

“Yahh… biar Novi mengocok Ayah saja ya… karena Novi nggak mau ayah menyetubuhi Novi… Gimana…?”

Mertuaku diam dan tampak berpikir sejenak. Raut mukanya kelihatan sedikit kecewa namun bercampur sedikit lega karena aku masih mau bernegosiasi.

“Baiklah..”, kata mertuaku seakan tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang dimintanya

Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku lalu menarik celana pendeknya.

Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku sangat kaget dan terkesima melihat batang kemaluan mertuaku itu….

Oooohhhh…… benar-benar panjang dan besar. Jauh lebih besar daripada punya Toni suamiku. Mana hitam lagi, dengan kepalanya yang mengkilap bulat besar sangat tegang berdiri dengan gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi.

Tanganku bergerak canggung. Bagaimananpun baru kali ini aku memegang kontol orang selain milik suamiku, mana sangat besar lagi sehingga hampir tak bisa muat dalam tanganku. Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya. Kudengar lenguhan nikmat keluar dari mulutnya seraya menyebut namaku.

“Ooooohhh…..sssshhhh…..Noviii…eee..eeenaaak… betulll..!!!” Aku mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah mertuaku meringis menahan remasan lembut tanganku pada batangnya.

Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya yang besar panjang dan teramat keras itu. Sekali-sekali ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kudengar mertuaku kembali melenguh merasakan ngilu akibat usapanku. Aku tahu dia sudah sangat bernafsu sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya. Sebentar lagi tentu akan segera selesai sudah, pikirku mulai tenang.

Dua menit, tiga… sampai lima menit berikutnya mertuaku masih bertahan meski kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan mertuaku menggerayangi ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat macam-macam.

“Nggak apa-apa …..biar cepet keluar..”, kata mertuaku memberi alasan.

Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati. Mertuaku tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut dan hati-hati mulai meremas-remas kedua payudara di balik dasterku. Aku memang tidak mengenakan kutang kerena habis menyusui si kecil tadi. Jadi remasan tangan mertua langsung terasa karena kain daster itu sangat tipis.

Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan juga atas remasan ini. Apalagi tanganku masih menggenggam batangnya dengan erat, setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan diriku juga. Karena tentunya setelah ini selesai dia tidak akan berbuat lebih jauh lagi padaku.

“Novi sayang.., buka ya? Sedikit aja..”, pinta mertuaku kemudian.

“Jangan Yah. Tadi kan sudah janji nggak akan macam-macam..”, ujarku mengingatkan.

“Sedikit aja. Ya?” desaknya lagi seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku terbuka. Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga ke pinggang sudah telanjang. Nafas mertuaku semakin memburu kencang melihatku setengah telanjang.

“Oh.., Novii kamu benar-benar cantik sekali….!!!”, pujinya sambil memilin-milin dengan hati-hati puting susuku, yang mulai basah dengan air susu. Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan.

Aku harus bertindak cepat. Tanpa pikir panjang, langsung kumasukkan batang kemaluan mertuaku ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak mempedulikan perbuatan mertuaku pada tubuhku. Aku biarkan tangannya dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan tangannya mulai mengelus-elus bagian kemaluanku pun aku tak berusaha mencegahnya. Aku lebih berkonsentrasi untuk segera menyelesaikan semua ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang kontolnya semakin mengganas sampai-sampai mertuaku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutku.

Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan kemampuanku untuk membuatnya segera selesai. Keyakinanku ini ternyata berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda apapun dari mertuaku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi kenapa dengan mertuaku ini? Apa ia memakai obat kuat?

Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan mertuaku padaku. Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru sadar ketika mertuaku berusaha menarik celana dalamku dan itu pun terlambat!

Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini terjadi. Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati penuh penyesalan. Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku kecolongan.

Aku Rela Digoyang Oleh Ayah Mertua Sendiri

Mertuaku dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Tak lama kemudian kurasakan sentuhan lembut di seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa sadar aku menjerit lirih.

Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan kenikmatan cumbuan mertuaku di sekitar itu. Akh luar biasa! Aku menjerit dalam hati sambil menyesali diri. Aku marah pada diriku sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku.

Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidah mertuaku. Kedua pahaku mengempit kepalanya seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku. Kuakui ia memang pandai membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang membusung penuh dan kenyal. Maklum, masih menyusui.

Sementara kontol itu bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama lima belas menit. Aku semakin yakin kalau mertuaku memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut mertuaku benar-benar membuatku tak berdaya.

Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar. Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir begitu cepat.

“Oooohhhhh…….aaaa….aaaaa……aaauugghhhhhhhhh..!!!!!” aku menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku. Kurasakan cairan kewanitaanku menyembur tak tertahankan. Tubuhku menggelepar seperti ikan terlempar ke darat merasakan kenikmatan ini. Aku terkulai lemas sementara batang kontol mertuaku masih berada dalam genggamanku dan masih mengacung dengan gagahnya, bahkan terasa makin kencang saja.

Aku mengeluh karena tak punya pilihan lain. Sudah kepalang basah. Aku sudah tidak mempunyai cukup tenaga lagi untuk mempertahankan kehormatanku, aku hanya tergolek lemah tak berdaya saat mertuaku mulai menindih tubuhku. Dengan lembut ia mengusap wajahku dan berkata betapa cantiknya aku sekarang ini.

“Noviii…..kau sungguh cantik. Tubuhmu indah dan langsing tapi padat berisi.., mmpphh..!!!”, katanya sambil menciumi bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya.

Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Aku diperlakukan bagai sebuah porselen yang mudah pecah. Begitu lembut dan hati-hati. Hatiku entah mengapa semakin melambung tinggi mendengar semua kekagumannya terhadap tubuhku.

Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah dan berisi. Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di dada. Permukaan agak menggembung, pinggul yang membulat padat berisi menyambung dengan buah pantatku yang `bahenol’. Diwajah mertuaku kulihat memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang baru numbuh bulu-bulu hitam pendek, dengan warna kultiku yang putih mulus.

Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalam. Aku mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat.

Mertuaku menempatkan diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan kepala kontolnya yang besar ditempelkan pada bibir kemaluanku. Digesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Aku merasa ngilu bercampur geli dan nikmat. Cairan yang masih tersisa di sekitar itu membuat gesekannya semakin lancar karena licin.

Aku terengah-engah merasakannya. Kelihatannya ia sengaja melakukan itu. Apalagi saat moncong kontolnya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang. Mertuaku menatap tajam melihat reaksiku. Aku balas menatap seolah memintanya untuk segera memasuki diriku secepatnya.

Ia tahu persis apa yang kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk segera menikmati batang kontolnya dalam memekku. Aku ingin segera membuatnya `KO’. Terus terang aku sangat penasaran dengan keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa membuatnya cepat-cepat mencapai puncak kenikmatan.

“Yah..?” panggilku menghiba.

“Apa sayang…”, jawabnya seraya tersenyum melihatku tersiksa.

“Cepetan..yaaahhhhh…….!!!”

“Sabar sayang. Kamu ingin Bapak berbuat apa…….?” tanyanya pura-pura tak mengerti.

Aku tak menjawab. Tentu saja aku malu mengatakannya secara terbuka apa keinginanku saat itu. Namun mertuaku sepertinya ingin mendengarnya langsung dari bibirku. Ia sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kontolnya. Sementara aku benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahiku.

“Novii….iiii… iiiingiiinnnn aaa…aaayahhhh….se….se.. seeegeeeraaaa ma… masukin..!!!”, kataku terbata-bata dengan terpaksa.

Aku sebenarnya sangat malu mengatakan ini. Aku yang tadi begitu ngotot tidak akan memberikan tubuhku padanya, kini malah meminta-minta. Perempuan macam apa aku ini!?

“Apanya yang dimasukin…….!!”, tanyanya lagi seperti mengejek.

“Aaaaaaggggkkkkkhhhhh…..ya…yaaaahhhh. Ja…..ja….Jaaangan siksa Noviiii..!!!”

“Bapak tidak bermaksud menyiksa kamu sayang……!!”

“Oooooohhhhhh.., Yaaaahhhh… Noviii ingin dimasukin kontol ayah ke dalam memek Novi…… uugghhhh..!!!”

Aku kali ini sudah tak malu-malu lagi mengatakannya dengan vulgar saking tak tahannya menanggung gelombang birahi yang menggebu-gebu. Aku merasa seperti wanita jalang yang haus seks. Aku hampir tak percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku sendiri. Tapi apa mau dikata, memang aku sangat menginginkannya segera.

“Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya”, kata mertuaku dengan penuh kemenangan telah berhasil menaklukan diriku.

“Uugghh..”, aku melenguh merasakan desakan batang kontolnya yang besar itu. Aku menunggu cukup lama gerakan kontol mertuaku memasuki diriku. Serasa tak sampai-sampai. Selain besar, kontol mertuaku sangat panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat batangnya terasa mentok di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati. Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam.

Mertuaku mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam liang memekku membuat kontol mertuaku keluar masuk dengan lancarnya. Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama tusukannya.

Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung kewanitaanku. Dia tahu persis apa yang kuinginkan.

Ia bisa mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di awang-awang merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang mertuaku menjejal penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa di seluruh dinding vaginaku.

“Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..!!!”, aku merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini.

Kembali aku mengakui keperkasaan dan kelihaian mertuaku di atas ranjang. Ia begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya. Toni suamiku tidak ada apa-apanya dibandingkan ayahnya yang bejat ini. Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan takkan menyesali kenikmatan yang kualami.

Mertuaku bergerak semakin cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitive. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan seperti gelombang mendobrak pertahananku. Sementara mertuaku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan. Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang semakin mendekati puncaknya.

Melihat reaksiku, mertuaku mempercepat gerakannya. Batang kontolnya yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan terkoyak akibatnya. Kulihat tubuh mertuaku sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat terkena sinar lampu kamar.

Aku mencoba meraih tubuh mertuaku untuk mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil memeluknya dengan erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat. Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara kedua tanganku menggapai buah pantatnya dan menarik kuat-kuat.

Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong. Tubuhku mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua kalinya saat itu.

“Yaaaah.., ooooohhhhhhh.., Yaaaahhhhh..eeee…eeennnaaaakkkkkkkk…!!!”

Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya.

“Sayang nikmatilah semua ini. Bapak ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang sesungguhnya belum pernah kamu alami….”, bisik ayah dengan mesranya.

“Bapak sayang padamu, Bapak cinta padamu…. Bapak ingin melampiaskan kerinduan yang menyesak selama ini..”, lanjutnya tak henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantis.

Aku mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa kenikmatan ini kualami bersama mertuaku sendiri, bukan dari anaknya yang menjadi suamiku…????. Tanpa terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Mertuaku terkejut melihat ini. Ia nampak begitu khawatir melihatku menangis.

“Novi sayang, kenapa menangis?” bisiknya buru-buru.

“Maafkan Bapak kalau telah membuatmu menderita..”, lanjutnya seraya memeluk dan mengelus-elus rambutku dengan penuh kasih sayang. Aku semakin sedih merasakan ini. Tetapi ini bukan hanya salahnya. Aku pun berandil besar dalam kesalahan ini. Aku tidak bisa menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil menyikapinya.

“Bapak tidak salah. Novi yang salah..”, kataku kemudian.

“Tidak sayang. Bapak yang salah…”, katanya besikeras.

“Kita, Yah. Kita sama-sama salah”, kataku sekaligus memintanya untuk tidak memperdebatkan masalah ini lagi.

“Terima kasih sayang”, kata mertuaku seraya menciumi wajah dan bibirku.

Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan kembali gairahku. Aku masih penasaran dengannya. Sampai saat ini mertuaku belum juga mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai utang yang belum terbayar. Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan seperti apa yang telah ia berikan kepadaku.

Aku tak sadar kenapa diriku jadi begitu antusias untuk melakukannya dengan sepenuh hati. Biarlah terjadi seperti ini, toh mertuaku tidak akan selamanya berada di sini. Ia harus pulang ke Amerika. Aku berjanji pada diriku sendiri, ini merupakan yang terakhir kalinya.

Timbulnya pikiran ini membuatku semakin bergairah. Apalagi sejak tadi mertuaku terus-terusan menggerakan kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong tubuh mertuaku hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menicumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya.

Kembali kuselomoti batang kontolnya yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat, mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok batangnya.

Kulirik kewajah mertuaku kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuh mertuaku. Selangkanganku berada persis di atas batangnya.

“Akh sayang!” pekik mertuaku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki liang memekku. Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh batangnya. Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi

Aku tak ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada hidung belang. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah, bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan semua jurus yang kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayah mertuaku sendiri!

“Ooohh… oohhhh… oooouugghh.. Noviiiii.., luar biasa…..!!!” jerit mertuaku merasakan hebatnya permainanku.

Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tangan mertuaku mencengkeram kedua buah dadaku, diremas dan dipilin-pilin, sehingga air susuku keluar jatuh membasahi dadanya.

Ia lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan ke atas dadaku. Menjilat-jilat seluruh permukaan dadaku yang berlumuran air susuku dan akhirnya menciumi putting susuku. Menghisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas menyedot air susuku sebanyak-banyaknya.

Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan dinginnya udara meski kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Aku berkutat mengaduk-aduk pinggulku. Mertuaku menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permain kami semakin meningkat dahsyat.

Sprei ranjangku sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Kurasakan mertuaku mulai memperlihatkan tanda-tanda.

Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini. Tak selang beberapa detik kemudian, aku pun merasakan desakan yang sama. Aku tak ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku sudah tak perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang! Upayaku ternyata tidak percuma.

Kurasakan tubuh mertuaku mulai mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau terluka. Aku pun merintih persis kuda betina binal yang sedang birahi.

“Eerrgghh.. ooooo….ooooooo…..oooooouugghhhhhh..!!!!” mertuaku berteriak panjang.

Tubuhnya menghentak-hentak liar. Tubuhku terbawa goncangannya. Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya. Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung vaginaku. Semprotannya begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku. Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan dengan ayah mertuaku.

Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami terjatuh dari ranjang. Untunglah ranjang itu tidak terlalu tinggi dan permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terkilir atau terluka.

“Oooooogggghhhhhhh.. yaahh..,nik….nikkkk nikmaatthh…. yaaahhhh..!!!!” jeritku tak tertahankan.

Tulang-tulangku serasa lolos dari persendiannya. Tubuhku lunglai, lemas tak bertenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 2 jam!

Gila! Jeritku dalam hati. Belum pernah rasanya aku bercinta sampai sedemikian lamanya. Aku hanya bisa memeluknya menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik.

Cerita  sex : Aku Diperkosa Oleh Ayah Tiriku Dan Anaknya

Sepertinya aku mendengar sesuatu dari luar pintu kamar, kayaknya si Inah…. Karena mendengar suara ribut-ribut dari kamar, rupanya ia datang untuk mengintip…. tapi aku sudah terlalu lelah untuk memperhatikannya dan akhirnya tertidur dalam pelukan mertuaku, melupakan semua konsekuensi dari peristiwa di sore ini di kemudian hari…..

#Aku #Rela #Digoyang #Oleh #Ayah #Mertua #Sendiri

Istriku Digoyang Oleh Penjaga Malam Terbaru Malam Ini

Istriku Digoyang Oleh Penjaga Malam 1

Uring-uringan istriku semakin memuncak karena aku tak dapat menjemput istriku mengajar, karena jadual perkuliahan istriku mengajar mundur sehingga istriku pulang sekitar pukul setengah sepuluh malam bahkan sampai pukul sepuluh dimana perumahan yang kutempati sudah sangat sepi.

Ketika hati kedua aku akan menjemput, aku lewat pintu dapur di samping rumah yang cukup rimbun. Baru pintu kubuka sedikit, kulihat istriku yang mengenakan blouse merah dan rok klok hitam turun dari boncengan sepeda penjaga malam yang kukenal bernama Pak Deran , lelaki tua berumur 65 tahunan, tapi masih tegap itu. 

“Terima kasih, Pak Deran….!!! ” kata istriku pelan 

“Aah, nggak papa, saya senang, kok tolongin, ibu….!!!!! ,” kata Pak Deran sambil cengar cengir dan tak kunyana tangan kiri Pak Deran memegang tangan istriku dan mengarahkan ke selangkangan nya yang menyembul, sedang tangan kanan Pak Deran langsung meremas remas payudara kanan istriku. 

Akupun teringat omongan Pak Deran saat awal-awal aku berkenalan. dimana Pak Deran pernah bercerita sering wanita yang sudah bersuami di desanya dibuatnya kelenger oleh batang kemaluan, dan nama Deran adalah nama olok-oloknya kepanjangan dari Gedi sak Jaran, sebesar punya kuda, dan Pak Deran tak punya tempat tinggal tetap sehingga tidurnya berpindah-pindah di rumah teman-teman se desa nya yang ada di kotaku dan ia juga pernah bercerita padaku, istri temannya sering dia setubuhi saat suaminya tidur pulas.

Esok malamnya aku bersembunyi beberapa meter sebelum jalan masuk perumahanku dan beberapa saat kemudian dari kejauhan kulihat Pak Deran tengah membonceng istriku dengan sepeda bututnya dan aku mengambil posisi yang terlindung tapi dapat melihat dari dekat. Hatiku pun berdegup kencang saat kulihat istriku bergayut menempelkan payudara kanannya ke pinggang Pak Deran dan kakiku hampir tak dapat berdiri saat kulihat kedua tangan istriku sedang mengocok dan mengelus-elus batang kemaluan Pak Deran yang sebesar batang kemaluan kuda itu sehingga aku sempat melihat jari-jari tangan istriku tak dapat menggenggam batang kemaluan Pak Deran.

Beberapa saat Pak Deran dan istriku berlalu, aku sedikit berlari agar aku sampai di rumah sebelum istriku dan Pak Deran sampai dengan mengambil jalan pintas, tetapi karena kurang hati-hati aku terperosok dan kurasakan kakiku terkilir, sehingga aku tak dapat berjalan cepat. Akupun berusaha berjalan dengan menyeret kakiku, dan akhirnya dengan susah payah aku sampai di rumah. Aku lewat pintu dapur dan kulihat sepeda Pak Deran ada di balik rerimbunan pintu samping.

Dengan perlahan aku masuk dan menuju ruang tamu dengan hati-hati dan kudengar suara “croop croop” dari ruang tamu, akupun membuka sedikit selambu yang menutup ruang tamu dan ruang tengah, mataku pun seakan terlepas dari tempatnya saat kulihat istriku sedang berjongkok di depan Pak Deran dan tengah mengulum batang kemaluan Pak Deran yang besar panjang dan berurat-urat sebesar cacing tanah sehingga mulut istriku kesulitan mengukum batang kemaluannya yang amat besar itu, sedangkan tangan kanan Pak Deran menyusup di blouse kuning istriku sedang meremas-remas payudara kiri istriku dan tangan kanan Pak Deran membelai-belai rambut pendek istriku.

Punggung kaki kanan Pak Deran tengah menggosok-ngosok selangkangan istriku yang duduk jongkok terkangkang dan di atas meja tamu kulihat BH tipis cream dan celana dalam merah istriku tergeletak di dekat tas kerja istriku.

“Oooooohhhhh. …eeuuunaak Bu Yatii ?!!!!!” kudengar Pak Deran mendesis, akupun benar-benar tak kuat menopang tubuhku dengan satu kaki melihat istriku tengah “membayar” kebaikan Pak Deran untuk menjemputnya dari jalan raya, sehingga akupun jatuh tersungkur dan membuat istriku dan Pak Deran kaget.

“Bu Yati, mungkin suami ibu ..????” kudengar bisikan Pak Deran. Mereka pun berlari mendapatiku tersungkur. “Kenapa, mas? tanya istriku. Aku tak menjawab dan mereka pun tahu kakiku terkilir karena celanaku berlepotan tanah.

Akhirnya akupun dipijat oleh Pak Deran dan memang agak berkurang sakitnya. Akupun disuruh Pak Deran beristirahat dan Pak Deran akan kembali esok pagi. Pak Deran pun berpamitan dan Kudengar istriku mendesis pelan sebelum pintu depan ditutup.

Setelah pak Deran pergi, istriku menanyakanku darimana dan kujawab aku akan menjemput nya tadi, tapi ditengah jalan terjatuh.

Keesokkan paginya Pak Deran datang dan memijitku lagi dan terakhir aku tak mengerti kenapa Pak Deran menusuk-nusuk batang kemaluanku dengan sarung kerisnya dan Pak Deran memberiku ramuan untuk diminumkan kepadaku oleh istriku.

Pagi itu istriku memakai daster dari kaos yang agak ketat, daster ini kesukaanku karena mempunyai resleting di depan sampai ke perut dan aku tahu pagi itu istriku tak mengenakan BH karena kedua puting susu istriku yang besar menonjol dari daster kaos ketatnya dan istriku merias diri seperti akan berangkat kerja.

Istriku dan Pak Deran keluar dari kamar, sambil menarik pintu kamar, akan tetapi tidak tertutup rapat dan masih sedikit terbuka, setelah aku berpura-pura tidur sehingga aku masih dapat mendengar pembicaraan mereka. 

“Sudah, Jeng Yati…..!!! ” terdengar kata Pak Deran menyebut istriku “Jeng”. 

“Aku masih takut, Pak ……!!!!” bisik istriku 

“Ayo dicoba saja, Jeng Yati…..!!! ,” bisik lagi Pak Deran.

Kemudian Istriku masuk kamar kembali dan aku sedikit kaget saat istriku mengelus elus batang kemaluanku dan aku pura-pura terbangun, sementara batang kemaluanku langsung bangun, kemudian istriku melepas celana dalam nya. “Eeeeehhh… Diikkk, apa… Pak Deran sudah pulang….? tanyaku 

“Sudah…!!! ” istriku menjawab singkat dan kini mengocok batang kemaluan ku, sambil naik keatas tempat tidur dan mengkangkangkan kedua kaki di atas tubuhku, sementara selangkangannya mendekati batang kemaluanku dan….. 

“Crot crot crot” tak tahan aku, air maniku lansung keluar saat menempel bulu-bulu kemaluan istriku. “Aaaaahhhhhh. ….maaasssss. …..!!!! !,” bisik istriku yang terus mengocok batang kemaluan ku dan tak lama kemudian bisa berdiri lagi dan untuk kedua kalinya airmaniku tersenbur kembali saat masih menempel di bulu-bulu kemaluan istriku . 

“Mas kok, begini terus. Sudah berapa bulan, mas. Aku sudah pingin sekali, mas. Aku pingin penyaluran.. !!” kata istriku sambil melap air maniku di bulu-bulu kemaluan nya. Kemudian Istriku keluar kamar dan kudengar bisikan Pak Deran 

“nanti malam…,yaaa. . , Jeng Yati…!!!”

Siangnya aku menahan sakit di batang kemaluan dan utamanya di lubang kencingku sebelum istriku berangkat mengajar, aku tak mengatakan pada istriku dan akupun terkulai dan tertidur hingga kudengar pintu depan terbuka saat istriku pulang. 

“Pak Deran saya masih takut, aahhhh…..! !” terdengar bisikan istriku 

“Ayo, cepat, Jeng Yati,….” suara mendesak Pak Deran berbisik.

Aku menutup wajahku berpura pura tidur saat istriku masuk kamar dan kulihat istriku merias diri dan melepas semua yang menempel tubuh sintal istriku tak terkecuali celana dalam dan BHnya pun tak lagi di tempatnya dan mengambil kaim panjang dan melilitkan ketubuh sintalnya sehingga lekuk tubuh istriku dimana kedua payudara dan kedua puting nya menonjol di bagian dada dan pantat bahenol nya. 

“Mas mas ..!!!” istriku membangunkanku. 

“Eeeh ? ada apa, dik….?” tanyaku 

“Eee ? aku eeee ?. Pak Deran mau mijit aku mas?!!!” kata istriku terbata-bata. 

“Lho, kamu sakit atau terjatuh…. ?? tanyaku. 

“Eehh enggak mas, ee katanya dia bisa mengurangi nafsuku ..!!!!” kata istriku mengagetkanku. Tapi lidahku kelu, tak dapat berbicara.

“Maass kan tak bisa memuaskanku, sedangkan aku pingin sekali, Pak Deran bisa mengurangi nafsuku, mas, bolehkan…. ????” aku hanya diam dan diam, istriku pun menganggapku setuju.

“Paaakk…Pak Deran, ayoo…masuk siniii…, pak..!!!” istriku memanggil Pak Deran. Pak Deran yang mengenakan sarung membawa tas plastik itupun masuk kamarku. Kemudian istriku tidur tengkurap diatas tempat tidur disampingku dengan posisinya berlawanan denganku sehingga kaki istriku di dekat kepalaku dan Pak Deran duduk dipinggir ranjang, serta mulai memijat betis istriku, telapak kaki dan kemudian kedua tangan istriku. Kelihatan pijatan Pak Deran wajar-wajar saja, sampai akhirnya Pak Deran memijat tengkuk istriku dan kulihat mulutnya komat kamit seperti membaca sesuatu, kemudian Pak Deran meniup tengkuk istriku dan…..terdengar istriku mendesis “Eccch ?eeeeccchhhhh. …!!” 2 kali dan ke 3 kalinya istriku semakin mendesis. 

“Dibalik badannya, Jeng….!!!! !!” perintah Pak Deran pada istriku dan Pak Deran memijat kedua tangan istriku dan kemudian kaki istriku. 

Pak Deran akhirnya memijit punggung dan telapak kaki istriku dan istriku semakin mendesis-desis dan tubuhnya mulai meregang. 

“Ini mulai, Jeng Yati,…!!!” kata Pak Deran semakin intensif memijit telapak kaki istriku dan istriku makin lama makin meregangkan kedua kakinya dan kedua lututnya semakin tertekuk. Begitu Pak Deran memijat kedua pergelangan kaki istriku, istriku langsung mengkangkangkan kedua kakinya sehingga terlihat olehku selangkangan istriku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat…. 

“Wuuh Jeng Yati sangat tinggi ini..!!!” kata Pak Deran dan tangan kanannya meraih tas plastiknya dan kuingat Mbah Muklis, dan Pak Deran membuka bungkusan yang berisi sarung keris sebesar batang kemaluan orang dewasa tapi tanpa keris dan diletakkan diantara kedua kaki istriku yang terkangkang tanpa sepengetahuan istriku.

Pak Deran berdiri dan mendudukkan istriku dan Pak Deran kemudian duduk bersila di belakang istriku, Pak Deran memijat tengku istriku kembali dan meniup niup tengkuk istriku dan kulihat kedua tangan istriku lunglai dan istriku mendesis desis sedangkan sarung keris itu merayap mendekati selangkangan istriku dimana istriku semakin mengkangkangkan kedua kakinya. Istriku semakin lunglai dan tubuh istriku rebah ke dada Pak Deran yang sudah mengkangkangkan kedua kaki di samping tubuh istriku 

“Paak apa ituuuu…paaakkkk? !!!!” istriku mendesis saat sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa menempel di selangkangannya dan pantat bahenolnya pun bergetar. 

“Paaak apaaa oooooooccccchhhhh ….paaakkkk ?!!!!!!!” istriku merintih panjang. 

“Biar nafsumu keluar, Jeng…..!!! !” kata Pak Deran dan kulihat sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa bergetar dan kudengar bunyi “kecepak di selangkangan istriku, sambil pantat bahenol bergetar.

Aku hanya bisa melotot melihat sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa mulai menguak bibir vagina istriku dan membuat istriku mengkangkangkan kedua kaki nya lebih lebar-lebar lagi. “Paaaaak Deraaan ooooohhhhh.. ..kookkkk masuuuk?..paaakkkk. …!!!!!” istriku merintih dan kulihat sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa itu mulai menembus masuk liang vagina istriku. “Apanya yang masuk, Jeng …..???? tanya Pak Deran berpura pura. 

“Nggak tahu paaak..iiiii. ..oooooggggghhhh hhh…… paaakkkk. ….!!!!” istriku mendesis 

“Lho, masuk kemana…..? ” tanya lagi Pak Deran 

Istriku Digoyang Oleh Penjaga Malam

“EEEcccgggghhhhh. .. ke…keeee.. . amuuukuuuu?paaaakkkk ?!!!!” istriku merintih dan mulai menceracau menandakan nafsu nya sudah mulai naik.

“Anu, apa Jeng Yati….? 

“OOcch anuu….kuuu. … paaaak,….! !!!” istriku merintih-rintih dan kedua tangan Pak Deran mulai turun ke kedua lengan istriku dan….. 

“Paaaak….jaaaa. …jaaangaannnn. ..paaaakkkkk. …aaaa.. ..aaaaaddaaa. .. ….ssuuuu.. suu….. uuuamikuuuu. .paaaakkkkkkk. ….!!!!! ” istriku mendesis panjang terputus-putus saat kedua tangan keriput Pak Deran mulai meremas-remas kedua payudaranya, 

“Anu apa, Jeng Yati…..? bisik Pak Deran di telinga kanan istriku dimana kepalanya terkulai dibahu kiri Pak Deran. Sementara itu, ujung tumpul sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa itu berputar menggetarkan pantat bahenol istriku dan 

“Toroookkuuuuuu paaaaak adaa yang….maaaaa. .. maaaasuuk toroookkuuuu? !!” istriku meracau dan 

“Hhhhuuuuuaaaaggggg hhhhhh… .aaaaaaaddduuuuu uhhhhh… …beee.. beeesaaa arrrrr…… aaaammmmmaaaatttttt ….paaaakkkkkk ?..!!!!” rintih istriku dan sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa menembus makin dalam liang vagina nya. 

“Ayo….jeeengg. sambil… dilihat.. ..!!!!,” kata Pak Deran enteng sambil menyungkapkan kain panjang istriku hingga selangkangan istriku terlihat dan Pak Deran menundukkan kepala istriku yang lunglai ke selangkangan nya, yang mulai dijejali sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa itu. “Iiiiihhhhhhh. …aaaaappaaa iiiiniii…. paaaaaakkkkkk ?!!!!!” rintih istriku, kemudian… “Beeeuuuuzzzaaarrrr ..aaaaammaaaaatt tt….paaaakkkkk? .ooooo hhhh…paaakkkk. …!!!!!” istriku merintih saat dia melihat sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa itu menembus masuk ke liang vaginanya dan kulihat bibir vagina istriku menggelembung seolah-olah ditiup, karena desakan sarung keris besar itu di dalam liang vagina nya sehingga dia semakin mengkangkangkan kedua kaki nya lebar-lebar.

Istriku mengerang-erang keras seirama dengan meluncur keluar masuknya sarung keris tersebut menembus liang vaginanya… 

“Nngngngaaaaaaaccch hhh ??beeezzaaaaaarrr hghghghghghhh ??!!!!!” sambil kepala nya lunglai bersandar di bahu kiri Pak Deran dan kedua tangan keriput Pak Deran menyusup ke kain panjang bagian atas istriku dan dengan gemasnya Pak Deran meremas-remas payudara istriku yang menggelinjang- gelinjang, sementara mulut istriku merintih-rintih, mengerang dan menggeram, dan bahkan badannya kemudian mengejan-ngejan dengan keras karena sarung keris besar tersebut mulai menghujam makin dalam keluar masuk di liang vagina nya.

Sementara itu, Pak Deran berhasil melepas ikatan kain panjang istriku dan terkuaklah kedua payudara montok istriku, lalu kedua tangan keriput Pak Deran mulai meremas remas lagi dengan ganas kedua payudara istriku dan jari-jari tangan Pak Deran memelintir sambil menarik-narik kedua puting susu istriku secara bergantian seolah Pak Deran sedang merempon sapi betina yang sudah waktunya mengeluarkan air susunya. 

“Paaaaaak ??oooooooohhhhh. …..paaaakkkk. ..!!!” rintih istriku saat mulut Pak Deran mencaplok payudara kanannya dan tak lama setelah itu bunyi “sreep sreep” terdengar menandakan air susu istriku telah keluar akibat jilatan lidah Pak Deran di puting susu kanan istriku. Pak Deran membentangkan tangan kanan istriku yang lunglai agar Pak Deran mudah mengempot payudara istriku dan kulihat istriku benar- benar menikmati perlakuan Pak Deran, penjaga malam itu, sementara pantat bahenolnya bergoyang, berputar maju mundur akibat sarung keris yang keluar masuk di liang vagina nya dan tubuhnya terus bergetar hebat, nafas istriku mendengus-dengus oleh perbuatan Pak Deran di payudara nya dan sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa yang menghujam keluar masuk semakin cepat di liang vagina istriku membuat ia mandi keringat dan….. “Paaaak…paaaaakkk k Deraaaaaan.. .aaaaa… .aaaaaakuuu. …..oooccccchhh hh…paaaaaak ….aaa aa….aaaakuuu nggaaaaaak taahaaaan ? aaaa…aaakuuuu. ..keee… .keeeluaaaar ?paaaaakkkkk. …..!!!! ” istriku mengerang keras dan pantat bahenol istriku tersentak sentak dengan kuat ketika dia mengalami orgasme yang dasyaattt malam itu.

Rupanya sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa di liang vagina nya tak berhenti juga keluar masuk di liang vagina nya dan bahkan semakin cepat membuat nafas istriku semakin mendengus-dengus seperti kuda betina yang digenjot tuannya untuk berlari kencang, dimana pantat bahenol nya tersentak-sentak dan terangkat angkat tak karuan dan Pak Deran yang sudah menghabiskan air susu payudara kanan istriku, langsung mencaplok dan mengempot dan menyedot nyedot payudara kiri istriku sementara jari-jari tangan kanan Pak Deran tak henti-hentinya mremelintir sambil menarik-narik puting susu kanan istriku dan istriku pun mengangkat pinggulnya ke atas dannnn 

“Paaaaak…ooohhhhh ……… .aaaa…aaakuuuu u keluar lagiiiiiiiiii ??.paaakkkkk.. .. !!!!!” istriku mengerang mencapai orgasme keduanya. Pak Deran rupanya sudah tak sabar lagi dan dia menidurkan istriku yang sudah mengkangkangkan kedua kaki dan mulutnya komat kamit. Selanjutnya, sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa itu pun muncul dan keluar dari liang vagina istriku dan seolah mengerti perintah, sarung keris itu masuk ke tempatnya semula dan Pak Deran menutupkan sarungnya di kedua kaki istriku yang sudah kegatalan ingin disetubuhi Pak Deran, penjaga malam perumahanku dan 

“Hgggggggggghhhhhh ??..aaaaaaagggghhhhhh hh……! !!!!!” kudengar suara istriku menggeram saat kulihat pantat Pak Deran mulai turun naik diantara kedua kaki istriku yang terkangkang lebar seolah punggung istriku digebuk keras. 

“ppppfffaaaak ?. amppffuuuuunnnn ?.beeezzzzzaaaaaarrr seeekaliiiiiii kontooolmuuu paaaaak ? hhhgggggggggghhhhhh h ?..rooobeeeeek naaatniiii liaaaangkuuuu paaaaaak hhhgggggggggghhhhhh ?.!!!!!” 

Kulihat kedua jari-jari tangan istriku yang lunglai itu mencengkeram lengan Pak Deran yang menopang tubuhnya saat menggenjot batang kemaluan nya ke liang vagina istriku dan entah karena kebesaran kedua kaki istriku terkangkang lebar, sehingga sarung Pak Deran pun tersingkap dan betapa kagetnya aku saat kulihat batang kemaluan Pak Deran sebesar kuda itu sudah separuh menjejali liang vagina istriku, dimana bibir vagina istriku seolah-olah ditiup menggelembung besar karena desakan batang kemaluan sebesar kuda Pak Deran itu.

Pak Deran berhenti menghujamkan batang kemaluan sebesar kuda nya saat istriku melenguh keras dan pingsan. Aku mengira Pak Deran akan melepas batang kemaluannya yang sebesar kuda dari liang vagina istriku yang pingsan, tapi mulut Pak Deran komat kamit dan begitu wajah istriku ditiup oleh Pak Deran, istriku pun tersadar kembali dan Pak Deran menjejalkan kembali batang kemaluan sebesar kuda nya ke liang vagina istriku sehingga kudengar gemeletuk gigi istriku merasakan liang vagina seolah robek. Pak Deran kini mempermainkan kelentit istriku dan istriku mulai mengerang kembali mendapatkan kenikmatan hasrat seksualnya, sehingga bunyi “cek cek” lendir vagina istriku terdengar kembali menandakan nafsu istriku mulai naik dan suara lendir vagina istriku semakin keras dan seperti tak percaya kulihat batang kemaluan sebesar kuda Pak Deran mulai masuk ke dalam liang vagina istriku perlahan namun pasti. 

“kontolmu besaaar ? kontolmu besaaar paaak eeeccch aku nggak pernaaaah merasakan uuummpppfff paaaakk akuuuu oooocccch paaaaaaakk engngngngngngngng ??.”istriku mengejan keras saat mencapai orgasme ketiganya malam itu dan hal itu memudahkan batang kemaluan sebesar kuda Pak Deran semakin masuk ke liang vagina istriku yang berlendir karena orgasmenya sehingga tak kusangka batang kemaluan sebesar kuda Pak Deran amblas keseluruhan ke liang vagina istriku dan Pak Deran menindih tubuh istriku

Kulihat kedua tangan Pak Deran meremas remas kedua payudara istriku kembali, mulutnya mengulum bibir merah istriku dan istriku meladeni kuluman Pak Deran dan kulihat lidah Pak Deran menyusup ke rongga mulut istriku dan menjilati dalam rongga istriku yang kian terangsang kembali dimana jari-jari tangan istriku meremas remas punggung Pak Deran dan Pak Deran mulai menggoyangkan pantatnya dan istriku mencengkeram punggung Pak Deran disertai nafas istriku mendengus- dengus dan tak lama kemudian pantat bahenol tersentak sentak mencapai orgasmenya ke empat. Malam itu, Pak Deran menyetubuhi istriku tanpa henti dan aku hanya dapat menghitung pantat bahenol istriku tersentak sentak lebih dari enam kali dan akhirnya Pak Deran menggenjot pantatnya naik turun semakin lama semakin cepat dan menghujam kan batang kemaluan sebesar kuda diserati erangan panjang dan bunyi “preet preeet”berulang ulang dari liang vagina istriku saat Pak Deran menumpahkan airmaninya di rahim istriku.

Keesokkan paginya Pak Deran baru pulang meninggalkan istriku yang hampir pingsan dan seharian istriku tak dapat turun dari tempat tidur karena liang vagina dan bibir vagina istriku membengkak.

Hari-hari berikutnya, istriku menolak dengan halus saat Pak Deran mengajak istriku bersetubuh dan sebagai gantinya sering kulihat istriku mengulum batang kemaluan sebesar kuda Pak Deran dan istriku selalu berusaha menelan air mani Pak Deran saat Pak Deran ejakulasi di mulut istriku .

Cerita sex  : Mempermainkan Ibuku Yang Kesepian

Rupanya istriku hampir tiap hari mengulum batang kemaluan sebesar kuda Pak Deran dan bahkan sering kulihat dua kali sehari dan hal ini merontokkan kesehatan Pak Deran yang akhirnya jatuh sakit dan pulang ke desanya.

#Istriku #Digoyang #Oleh #Penjaga #Malam