Pengalaman Sex Menjadi Asisten Dukun Terbaru Malam Ini

Pengalaman Sex Menjadi Asisten Dukun

“Vi, mau gak jadi pacar gue?”, tanya Wandi.

“emm,, sori nih Wan, tapi gue lagi gak mood punya cowok”, jawabku.

“emang kenapa?”.

“ya lagi males aja”.

“please,,,”.

“kan masih banyak cewek di kampus ini”.

“ya, tapi yang paling cantik disini kan lo”.

“ah, udah ah, gue lagi buru-buru nih”.

“Vina,,tunggu”. Aku tak mengindahkan panggilan Wandi dan pergi meninggalkannya. Wandi memang sangat tergila-gila padaku seperti laki-laki lainnya di kampusku, bahkan aku sempat melihat isi tasnya dan menemukan buku yang aneh, setelah kubuka ternyata isinya adalah biodataku.

Isi buku itu :

Nama : Vina Larasati

TTL : Bandung, 2 Desember 1987

Berat : 49 kg

Tinggi : 168 cm

Zodiak : Sagitarius

Hobi : baca, makan bakso, godain cowok

Warna favorit : Ungu, putih

Makanan favorit : bakso, pangsit, roti

Minuman favorit : jus alpuket, tequila

Artis idola : Beyonce, Christina Aguilera, Kangen Band

Tempat favorit : Blitz Megaplex, Komik kafe

Ukuran bh : 34B

Nama Ayah : Kusuma Chokro Aminanto

Nama Ibu : Mona Deliawati

Dan masih banyak lagi, tak kusangka bahkan dia lebih tau tentang aku daripada diriku sendiri.

Itulah sebabnya aku tidak mau menerimanya menjadi pacarku, yah aku memang tidak mempermasalahkan wajahnya yang jelek, culun dan jerawatan itu. Tapi, seperti yang kubilang tadi, aku tidak nyaman dengannya karena dia aneh dan suka membanggakan dirinya, memang sih dia pintar dan sering ikut lomba karya ilmiah tingkat dunia, tapi aku benci kepada lelaki yang sombong. Setelah aku meninggalkannya, aku masuk ke dalam mobilku untuk pergi ke mall yang sudah menjadi tempat aku dan teman-temanku hang out. Sesampai di mall, aku langsung parkir mobilku dengan mudah karena memang sedang sepi, lalu aku keluar dari mobil dan menuju lift. Aku keluar dari lift dan menuju food court dimana teman-temanku sudah menunggu.

“hi girlz, sorry ya gue telat”.

“emang lo kenapa?”.

“biasalah, tadi ada cowok nembak gue”.

“siapa lagi, banyak banget sih yang nembak lo?”.

“itu si Wandi, anak teknik”.

“oh, si Wandi yang culun itu?”.

“iya”.

“berani-beranian, dia nembak lo, emang dia gak ngaca apa?”.

“ah, gue sih gak masalahin culunnya apa wajahnya”.

“oh, jadi lo terima dia?”.

“enak aja, ya nggak lah”.

“terus?”.

“emang sih gak masalah buat gue mukanya, tapi tau gak sih lo, masa’ dia punya biodata gue gitu”.

“maksud lo?”.

“ya, mulai dari nama gue, nama bonyok gue, bahkan ampe nomer bh ‘n jadwal menstruasi gue dia udah tau”.

“hah, kok bisa dia tau?”, tanya Riska

“mana gue tau, itu yang gue bikin illfeel ama dia”.

Kami pun terus ngerumpi dari masalah Wandi hingga hal lainnya sampai waktu sudah menujukkan pukul 8 malam.

“girlz, balik yuk capek nih gue”.

“tapi, kita nebeng ya”, balas Dewi

“ok, yuk”.

“anterin ampe rumah ya,pleeasssee”, pinta si Rani.

“ok,,ok,,sip dah”, jawabku. Lalu aku antar mereka satu persatu ke rumah mereka masing-masing, setelah itu aku pulang ke rumahku. Aku langsung parkir mobilku di garasi dengan hati-hati karena memang aku sering membuat lecet mobilku yang mengakibatkan aku mendapat omelan dari ortuku. Setelah beberapa menit ketegangan sewaktu memarkir mobil, aku pun berhasil memarkirkan mobilku dengan selamat.

Aku pun langsung ke luar garasi dan menutupnya, kemudian aku langsung masuk ke dalam rumah.

“mbok, bikinin orange jus donk”.

“non baru pulang ya?”, tanya Mbok Tari, pembantuku.

“iya mbok, tadi abis jalan-jalan, tolong ya mbok bikinin orange juice”.

“sip non, beres, non mau makan sekalian?”.

“gak usah ah, aku mau tidur aja, capek”.

“ok, non, ntar Mbok bawain minumannya ke kamar”.

“makasih ya Mbok”. Setelah beberapa menit aku menunggu di kamar sambil rebahan di ranjang dan menyetel radio, Mbok Tari membuka pintu kamarku sambil membawa minumanku.

“ni non minumannya”.

“makasih banyak mbok, oh ya mbok, ntar kalau mama ama papa udah pulang, aku gak usah dibangunin ya, capek berat nih”.

“ok non”. Lalu Mbok Tari keluar dari kamarku, aku segera meminum habis orange juice karena memang aku kehausan. Tanpa sadar, hanya dalam waktu 5 menit mataku sudah memaksaku untuk menutup, kuturuti kemauan mataku dan aku pun berpetualang di negeri mimpi.

Tiba-tiba aku berada di dalam sebuah kamar dimana banyak foto-fotoku tertempel di dinding baik yang sedang foto dengan teman-temanku baik yang sedang sendirian. Tiba-tiba ada seseorang masuk, setelah kuteliti ternyata orang itu adalah Wandi tapi telanjang bulat dengan penis yang cukup besar menggantung di tengah-tengah daerah selangkangannya. Aku mau bicara, tapi suaraku sama sekali tidak keluar. Wandi mendekatiku dan mulai mengelus-elus bahuku dan pipiku, tangan Wandi mulai merayap lebih ke bawah lagi sehingga kini kedua tangannya memegang kedua buah payudaraku dengan mantap. Wandi lebih mendekatkan dirinya lagi kepada diriku sehingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya menerpa wajahku, dan dia langsung mendekatkan bibirnya ke bibirku yang tipis dan mungil. Dia lumat bibirku dengan penuh bernafsu seolah dia tak mau melepaskan bibirku, lalu dia mulai memasukkan lidahnya ke dalam mulutku dan menggerak-gerakkan lidahnya di dalam rongga mulutku, sementara itu tangannya mulai meremas-remas kedua buah payudaraku dengan gerakan memutar membuatku mendesah keenakan. Tanpa sadar aku memainkan lidahku juga dan membelit lidahnya sehingga kami seperti bermain di dalam rongga mulutku dengan lidah kami.

Aku menutup mataku karena entah kenapa aku menikmati dicumbu oleh Wandi. Akhirnya, setelah puas melumat bibirku, Wandi pun melepaskan cumbuannya terhadap bibirku dan mulai menurunkan ciumannya ke leher jenjangku membuatku kegelian. Hei, aku baru sadar, kata orang-orang kalau sedang mimpi tidak terasa apa-apa dan tidak ingat semuanya, tapi kok aku merasa geli dan aku ingat kalau aktifitas terakhirku sebelum tidur yaitu rebahan di kasur. Tapi, begitu aku menyadarinya, Wandi sudah mulai menjilati payudaraku yang masih terbungkus baju berwarna putih sehingga baju yang kupakai waktu itu basah karena jilatannya. Lalu dia mulai membuka kaosku dari bawah dengan kedua tangannya sehingga lama kelamaan baju yang menutup bagian atas tubuhku terbuka dan perut serta bh yang menutupi payudaraku bisa terlihat olehnya. Aku pun meluruskan tanganku ke atas sehingga dia bisa membuka bajuku, setelah membuka bajuku, dia membuka kaitan bhku dengan kedua tangannya sementara dia jilati belahan payudaraku membuat birahiku semakin di puncak saja. Setelah beberapa detik berusaha, kait bhku pun terlepas dan bhku langsung dilepaskan olehnya lewat kepalaku lagi.

Wandi menyuruhku agar tanganku tetap lurus ke atas sehingga dia bisa menjilati payudaraku dengan leluasa. Wandi menjilati kedua buah payudaraku yang montok dan kencang mulai dari pangkalnya alias dekat ketiakku. Aku merasa geli yang teramat sangat karena dia kadang-kadang menjilati ketiakku sehingga aku ingin menurunkan kedua tanganku tapi tidak bisa karena ditahan olehnya dengan kedua tangannya. Setelah itu, dia alihkan jilatannya ke belahan payudaraku dari atas hingga turun ke bawah, kemudian setelah belahan payudaraku basah oleh air liurnya, dia jilati seluruh permukaan payudaraku yang putih mulus dengan lidahnya hingga semuanya tertutupi air liurnya. Kini dari semua sudut payudaraku, sekarang tinggal putingku saja yang belum tersentuh lidahnya. Tanpa buang-buang waktu, dia gerakkan lidahnya menuju putingku, lalu dia mulai menjilati, menyedot, dan mengigiti putingku yang masih agak berwarna pink itu sementara putingku yang satunya dipelintir dan ditarik-ditarik oleh kedua jarinya membuatku semakin merasa nikmat saja.

Rupanya dia sudah tidak tahan lagi, dia berjongkok sehingga kini vaginaku tepat berada di depan wajahnya, Wandi merangkul pantatku dengan kedua tangannya sehingga vaginaku semakin mendekat ke arah wajahnya. Wandi menjilati vaginaku mulai dari daerah selangkanganku sampai ke bibir vaginaku yang masih tertutup rapat.

“aahhh,,,mmmhhh,,,”, desahku menerima serangan lidah Wandi di sekitar vaginaku.

“aaahhhh,,,akkuu keellluuaarrr”, erangku ketika mencapai orgasme karena sudah tidak tahan. Aku sudah tidak bisa membedakan lagi ini mimpi atau bukan karena rasa nikmat yang kurasakan begitu nyata. Kemudian, Wandi menyeruput habis cairan yang mengalir keluar dari vaginaku tanpa menyisakannya.

Begitu menghabiskan cairanku, Wandi menyuruhku tiduran di ranjang, aku menurutinya tanpa pikir panjang. Dia mendekati tubuhku yang sudah terbaring pasrah di atas ranjang, Wandi membuka kedua kakiku lebar-lebar sehingga vaginaku yang sangat bersih dan harum terlihat olehnya. Wandi seperti serigala yang kelaparan melihat bentuk vaginaku yang sangat bagus dan dalamnya masih merah merekah. Wandi letakkan kedua kakiku di bahunya dan dia langsung menaruh penisnya di depan bibir vaginaku yang masih tertutup rapat. Dia elus-eluskan penisnya di belahan bibir vaginaku membuatku menjadi semakin menginginkannya dan tanpa sadar aku berkata.

“ayoo,,cepeet Wan,,gue udaahh gaakkk taahaann”. Dia tersenyum melihatku yang sudah berhasil ia kuasai. Wandi membuka bibir vaginaku dengan kedua jarinya dan dia langsung bersiap-siap dengan menaruh penisnya di depan lubang vaginaku dan..

“bleess,,,mmhhhh”, desahku ketika penis Wandi yang tidak begitu besar menembus masuk ke lubang vaginaku. Tanpa berlama-lama Wandi langsung mulai memompa penisnya keluar masuk vaginaku.

“aahhh,,,teeruusss,,”, desahku karena memang terasa nikmat.

Desahan-desahan lembut keluar dari mulutku yang tak henti-hentinya menerima hujaman demi penis Wandi menerjang vaginaku. Selama terus menggenjotku, tangannya meremas-remas kedua payudaraku dan memilin-milin putingku, juga dia terus mencumbuku seolah aku kekasihnya yang sudah berpuluh-puluh tahun tak bertemu. Dia putar-putarkan pinggulnya sehingga penisnya terasa berputar di dalam vaginaku. 15 menit kemudian, aku tak tahan dan akhirnya aku orgasme untuk yang kedua kalinya, tapi cairanku tertahan oleh penis Wandi yang sedang tertanam di vaginaku sehingga berbunyi kecipak air setiap kali penisnya bergerak keluar masuk vaginaku. 5 menit kemudian, aku merasakan penis Wandi berdenyut-denyut dan akhirnya, Wandi pun oergasme dan menyemburkan spermanya di dalam vaginaku. Spermanya benar-benar terasa hangat di dalam vaginaku. Setelah itu, tiba-tiba aku tersadar dan membuka mataku, jantungku berdegup kencang seperti sehabis mimpi buruk, tapi itu memang mimpi buruk kurasa. Selain merasa deg-degan, aku juga merasakan vaginaku basah, maka dari itu aku langsung membuka selimut dan melihat ke arah selangkanganku yang terbalut celana tidurku yang terbuat dari katun. Jelas sekali, di celanaku basah hanya di bagian selangkanganku saja, karena penasaran, aku membuka celana tidurku, dan karena kalau tidur aku tidak memakai celana dalam, aku pun bisa langsung melihat vaginaku belepotan dengan noda putih.

Aku mencolek sedikit cairan putih itu, cairan itu sangat lengket dan ketika aku memutuskan untuk sedikit menjilatnya agar lebih yakin, aku jadi benar-benar yakin kalau itu adalah sperma yang sudah bercampur cairanku sendiri.

“hah?! kok bisa ada peju disini? apa gara-gara mimpi tadi?”, tanyaku keheranan juga ketakutan. Untungnya sudah jam 8 pagi sehingga aku bisa bangun dan bertanya ke teman-temanku. Siangnya, aku bercerita kepada teman-temanku, dan mereka mengatakan kalau aku harus ke dukun.

“apaan lo bilang Wi, dukun? gak ah, gue kan paling anti ama yang begituan”.

“coba dulu dah, nih gue kasih alamatnya”.

“yaudah, tapi gue gak bakal ke sana, daripada gue ke dukun mendingan gue dugem”.

“ada benernya juga Lo”, sambung Riska.

“yaudah, ntar malem kita dugem yuk”.

“ok, gurlz nanti malem kita dugem ya”.

Di klub malam itu, tak biasanya aku mual-mual, biasanya meskipun aku minum lebih dari 5 gelas pun aku kuat, tapi malam itu, entah kenapa aku merasa mual, untung aku bisa menahan dan muntah di kamar mandi sehingga aku tidak muntah di depan banyak orang. Saat di toilet, aku berkaca untuk merapikan make-upku, tapi tiba-tiba aku melihat sesosok orang dan ternyata itu adalah Wandi menatapku dingin. Spontan, aku terkejut dan lari keluar kamar mandi. Sejak kejadian malam itu, aku sering melihat bayangan Wandi baik di cermin, jendela, ataupun tepat berada di hadapanku. Tapi dengan menenangkan hatiku, aku bisa melewati malam itu tanpa mimpi buruk. Esok harinya, setelah bangun tidur, sambil bermalas-malasan aku menyalakan televisi dan kebetulan chanelnya tentang berita. Aku menjatuhkan remote dan tersentak kaget melihat berita di channel yang kusaksikan.

“telah diketemukan lelaki berumur 20 tahun gantung diri di kamarnya setelah ditolak oleh seorang gadis”.

“ah, mampus gue, apa gara-gara gue? jadi mimpi yang kemarin ‘n bayangan-bayangan yang gue lihat, jangan-jangan hantu”. Badanku langsung keringat dingin dan pucat, untungnya Mbok Tari masuk untuk membawakan sarapan.

“non, nih sarapannya”, kata Mbok Tari sambil meletakkan makanan di meja yang berada di samping ranjangku.

“mbookk,,,”, teriakku sambil memeluk Mbok Tari dengan kencang.

“ada apa Non, kok pucat begini?”.

“tadi malem, aku abis ngeliat hantu”.

“tenang non, tenang non”, Mbok Tari berusaha menenangkanku sampai aku tenang 3 menit kemudian.

“udah non, sekarang udah siang, jadi gak bakalan ada hantu”. Setelah kupikir-pikir Mbok Tari ada benarnya juga sehingga aku menjadi tenang. Setelah itu, aku mandi sambil ditemani oleh Mbok Tari karena aku masih merasa takut. Kemudian, aku pergi ke salon sambil was-was, takut-takut ada hantu Wandi di kursi belakangku. Di perjalanan aku terus-terusan mual, dan ingin muntah sampai-sampai aku harus berhenti untuk muntah. Aku juga jadi memikirkan masalah mualku ini.

“masa’ gara-gara tadi malem, masih kerasa ampe udah siang begini sih?”, tanyaku dalam hati. Karena itu aku membatalkan rencanaku untuk pergi ke salon dan jadi pergi ke dokter. Dokter bilang tidak ada apa-apa dengan diriku dan mual-mual yang kurasakan hanyalah masuk angin biasa, tapi aku yakin ada sesuatu yang tidak beres dengan diriku. Hari demi hari berlalu, aku masih mual-mual dan terus menerus dihantui oleh hantu Wandi sampai aku merasa tidak tahan lagi dan hampir gila, saat itulah aku melihat sepotong kertas di dompetku.

“apaa nih?”, tanyaku dalam hati. Dan ternyata itu kertas itu berisikan alamat dukun yang pernah ditawarkan oleh Dewi. Aku memutuskan untuk mencobanya, daripada aku tidak melakukan usaha apa-apa dan bisa-bisa lama kelamaan aku menjadi gila. Tapi, aku tidak mengajak teman-temanku karena aku sudah pernah bilang kalau aku anti dukun, masa’ tiba-tiba aku berubah pikiran, gengsi donk.Cerpensex

Yang aku tau, dukun biasa buka praktek pada malam hari, jadi aku memutuskan untuk datang malam hari. Malam harinya aku langsung memacu mobilku ke tempat praktek dukun itu yang bertempat di jl. Pocong Marocong. Setelah sampai, rumahnya sangat seram sesuai dengan dugaanku, aku masuk ke dalam rumah dan betapa kagetnya karena begitu aku masuk keadaan dalam rumah sang dukun sangat berbeda dengan di luarnya. Di dalam ruangan itu, ada foto-foto sang dukun yang ternyata narsis, ada yang sedang senyum, ada foto yang seperti gaya Naif atau jaman dulu, bahkan ada fotonya yang sedang memeluk Teddy Bear. Tiba-tiba kudengar suara.

“silakan masuk Vina”. Aku tersentak kaget karena suara itu entah muncul darimana dan bagaimana dia bisa tau namaku. Aku pun mendekati pintu satu-satunya yang ada di hadapanku. Begitu aku masuk ke dalam, aku menjadi kurang yakin kalau tempat yang kudatangi adalah rumah dukun karena ruangan itu dicat pink dan banyak teddy bearnya, ditambah lagi, ada seorang pria tua dihadapanku yang sedang memegang laptop dan memakai pakaian seperti Rhoma Irama.

“silakan duduk dek Vina, sebentar ya, gue lagi main CS nih”. Aku pun duduk di hadapannya dengan wajah heran dan bingung. Tiba-tiba.

“mampus lo, akhirnya kena juga gue tembak”. Aku agak kaget juga mendengarnya berteriak seperti itu. Tak lama kemudian dia menyapaku.

“maaf ya, gue tadi main dulu, abis tanggung sih”.

“mm,, maaf nih, mbah, dukun apa bukan?”.

“ya dukunlah, emang lo kira apa?”.

“abisnya gak meyakinkan sih”.

“emang menurut lo dukun tuh kayak gimana?”.

“yah biasanya kan, dukun itu serem, catnya gelap, dekorasinya tengkorak, pokoknya yang kayak gitu deh”.

“aah, itu mah dukun kuno”.

“oh, jadi mbah dukun gaul ya?”.

“yah, bisa dibilang begitu”.

“terus kenapa catnya pink ‘n banyak teddy bear?”.

“oh, gue emang agak feminim”.

“ini dukun beneran apa bukan sih?”, tanyaku dalam hati.

“udah, jangan ngebahas itu, lo punya masalah diikuti hantu terus kan?”.

“hah?! mbah tau darimana?”.

“lo lihat di pintu masuk tadi deh”, aku pun langsung menoleh ke belakang dan melihat ada semacam gerbang seperti alat pendetektor logam yang ada di bandara pesawat.

“itu bukannya alat pendetektor logam, mbah?”.

“oh, bukan, itu, alat pendetektor masalah gaib”.

“hmmh? saya jadi bingung nih mbah?”.

“udah, deh pokoknya, gue tau masalah lo”.

“mbah dapet dari mana tuh alat?”.

“dari temen chatting sesama dukun dari Amrik”. Aku jadi semakin bingung saja.

“oh ya mbah tau darimana nama saya?”.

“lo gak lihat ada kamera pengawas di depan pintu, nah kan gue dapet tuh gambar lo, langsung dah gue cek ke markas polisi tentang data lo”.

“hah, kok bisa?”.

“iya, dong, biar dukun, gue juga bisa ngehack”.

“ah, bingung saya jadinya mbah”.

“udah, lo gak perlu bingung, mendingan sekarang lo diem dulu dah”. Lalu mulutnya komat-kamit sperti sedang membaca mantra, dan tak lama kemudian Mbah pun selesai.

Mbah, nama mbah siapa?”.

“oh ya, gue lupa, nama gue, Charles, biasa dipanggil Centeng”.

“…”, aku hanya diam.

“oh ya, nama hantu yang ngikutin lo Wandi kan?.

“iya, tau darimana Mbah?”.

“emangnya tadi gue komat-kamit buat apa”.

“ya maap mbah, sayakan gak tau”.

“bentar ya, gue e-mail si Wandi dulu biar dateng ke sini”.

Biarpun cara manggil hantunya tidak biasa, tapi hantu Wandi benar-benar muncul di samping Mbah Centeng.

“nah, ini dia, si hantu, sini lo”. Wandi pun mendekati Mbah Centeng.

“lo kenapa gangguin si neng cantik ini?”.

“abisnya gue cinta mati ama dia”, jawab hantu Wandi.

“cinta sih cinta, tapi kan lo beda dunia sekarang, mendingan sekarang lo jangan ngikutin neng Vina lagi, kalau gak gue kepret, jadi babi lo”.

“gue bakal terus ngikutin Vina”.

“ee,, dibilangin ngeyel ye,,”.

“bukan gitu, Vina udah ngandung bayi gue”.

“hah?!”, aku tersentak kaget.

“emang bener?”, tanya Mbah Centeng kepadaku.

“saya gak pernah begituan ama dia mbah, paling-paling waktu di dalam mimpi yang pernah gue alamin”, jawabku.

“ooh gitu, waduh curang lo ye, mau mati, sempet-sempetnya nanem peju di neng ini, supaya arwah lo terus ngikutin neng ini”.

“udah pergi lo, gue mau ngobatin neng ini dulu, abis itu nanti gue balikin lo ke alam lo”. Hantu Wandi pun langsung menghilang meninggalkan aku dan Mbah Centeng.

“oh gitu ceritanya,, i see”, ocehan Mbah Centeng.

“gini aja dek Vina, lo mau gak telanjang?”.

“hah, buat apa mbah?”.

“supaya gue bisa ngangkat tuh bayi”.

“di cessar aja deh mbah”.

“emangnya gue dokter!! lagian ini kan bayi goib, jadi mana bisa”.

“oh, ya, yaudah mbah, saya mau telanjang deh, tapi mbah jangan ngiler ya ngeliat body saya”.

“lo do’ain aja biar gue gak nafsu”. Aku mulai melucuti pakaianku satu per satu mulai dari kaos, celana jeans, sampai bra dan juga celana dalamku sehingga kini tubuh putih mulusku terpampang jelas di hadapan Mbah Centeng tanpa sehelai benang pun.

“body lo mantep banget”.

“tuh kan mbah jadi mupeng”.

“wajar dong, gue cowok normal biarpun agak fenimim”.

“terus, saya mau diapain mbah?”.

“oh ya, ampe lupa, lo tiduran deh”. Aku menurutinya dan tidur terlentang di lantai.

“bentar ya, gue scan dulu pake hp gue”. Lalu dia menggerakkan hpnya di sekitar perutku.

“nah, selesai, gila bayinya udah gede kayak gini, cepet amat”.

“mana mbah, sini saya liat”.

“tapi bo’ong,,”.

“yee, si Mbah ngelawak mulu”.

“bentar, gue tadi belum dapet”. Lama juga dia menggerak-gerakkan hpnya di sekitar perutku.

“ah, sialan nih bayi, pake ngumpet segala”.

“emang gak ada cara lain, Mbah?”, tanyaku.

“ada sih ‘n bisa langsung keluar dari dalam badan lo”.

“nah, tuh ada cara lain”.

“iya, tapi gue harus nyemprotin peju gue ke dalem memek lo supaya tuh bayi bisa keluar”.

“wah, jangan-jangan mbah ini, dukun cabul ya”.

“enak aja, nih kalau gak percaya ada sertifikat ISO ‘n SIP”.

“apaan tuh mbah?”.

“ISO itu International Sorcerer Organization, kalau SIP itu Surat Izin Perdukunan”.

“tapi mbah yakin kan, kalau abis itu, saya bakalan sembuh?”.

“200% yakin dah”. Agak ragu-ragu juga aku memutuskannya. Karena baru kali ini aku disuruh memilih untuk membiarkan seorang laki-laki tua mencicipi tubuh indahku atau aku terus menerus dihantui Wandi seumur hidupku.

“ok lah Mbah, tapi mbah telanjang dulu, biar saya ngeliat barang mbah juga”.

“wuih, gak nyangka, cantik-cantik aggresif juga, ok”. Lalu Mbah Centeng pun mulai membuka pakaiannya sendiri yang seperti pakaian Rhoma Irama itu. Penis Mbah Centeng termasuk penis yang besar dari semua penis yang pernah kulihat, karena penis Mbah Centeng berukuran panjangnya 23 cm dan diameternya 6 cm.

Lalu Mbah tiduran di lantai dan menyuruhku untuk menduduki wajahnya, setelah aku duduk di atas wajahnya, aku langsung menggerak-gerakkan pinggulku maju mundur serta menggoyang-goyangkan pinggulku sementara Mbah Centeng memegangi pinggangku dengan kedua tangannya. Aku apit kepala orang tua itu dengan kedua paha putihku sehingga kepalanya benar-benar terjepit di selangkanganku. Dia jilati vaginaku sampai aku benar-benar merasa keenakan karena dia pintar memainkan lidahnya yang panjang jika dibandingkan dengan manusia normal. Lidahnya terasa benar-benar nikmat menjilati rongga bagian dalam vaginaku dan bahkan lidahnya sampai mentok di ujung vaginaku. cerpensex.com Karena itulah, aku jadi cepat mencapai orgasme dan mengalirkan cairan dari dalam vaginaku ke wajah Mbah Centeng, dengan sigap dia menerima semua cairanku dengan mulutnya sampai tak bersisa, dan Mbah Centeng memasukkan lidahnya lagi ke dalam vaginaku untuk menjilati sisa-sisa cairanku yang menempel di dinding vaginaku.

“mmmhhhh,,aahhhh”, desahku lembut menerima serangan lidah Mbah Centeng di dalam vaginaku. Setelah puas menjilati bagian dalam vaginaku, Mbah Centeng menyuruhku untuk menaiki penis supernya itu. Aku posisikan kepala penisnya tepat di depan lubang vaginaku, lalu aku mulai menurunkan tubuhku dengan perlahan agar tidak membuatku kesakitan, untungnya Mbah Centeng mengerti dan membiarkan aku yang memasukkan penisnya ke dalam vaginaku.

Ternyata, memang tidak mungkin, vaginaku hanya bisa menelan 3/4nya saja dari penis Mbah Centeng. Mbah Centeng tidak bergerak sama sekali supaya aku bisa terbiasa dengan penisnya terlebih dahulu.

“dek Vina,, memek lo manteb banget,, seret’n sempit banget”.

“mmmm,,”. Setelah beberapa detik kemudian, Mbah Centeng mulai menghujamkan penisnya ke atas sehingga penisnya lebih masuk ke dalam vaginaku.

“aahhh,,”, desahku karena hujaman penis Mbah Centeng berasa pedih tapi nikmat di vaginaku. Mbah Centeng memompa penisnya dengan perlahan agar aku tidak terlalu merasa sakit, dan lama kelamaan rasa pedih itu hilang dan berganti menjadi rasa yang sangat nikmat. Tanpa sadar, malah kini aku yang menggerakkan tubuhku naik turun sementara Mbah Centeng diam saja dan memperhatikan wajahku yang mengeluarkan ekspresi orang yang sedang keenakan. Melihat payudaraku berguncang naik turun dengan indah sesuai irama tubuhku yang naik turun, Mbah Centeng gemes dan langsung menangkap kedua buah payudaraku dengan kedua tangannya dan meremasnya dengan lembut.

Pengalaman Sex Menjadi Asisten Dukun

Kadang aku memajukan tubuhku sehingga aku bisa memberikan bibirku untuk dilumat Mbah Centeng. Sudah 30 menit, Mbah Centeng memompa vaginaku, dia belum menandakan tanda-tanda akan orgasme. Karena aku bosan dengan posisi ini, aku meminta untuk posisi baru. Aku tidur terlentang dan menaruh kakiku di kedua pundak Mbah Centeng, dan dia pun langsung memasukkan penisnya lagi ke dalam vaginaku. Kali ini dia langsung memompa penisnya tanpa menunggu seperti sebelumnya.

“aahhh,,teerruusss,,,mmbaahhh”, desahku karena memang terasa luar biasa nikmat. Entah sudah berapa kali aku orgasme, mungkin lebih dari 4 kali karena setiap kali Mbah Centeng memompa penisnya ke dalam vaginaku terdengar bunyi kecipak air yang sangat kencang menandakan kalau vaginaku sudah sangat becek.

10 menit kulalui dengan posisi itu, kini Mbah Centeng sudah sangat bernafsu karena itu dia menekan kakiku ke depan sehingga kini dia agak setengah berdiri sementara kedua lututku berada di samping kiri dan kanan kepalaku. Dalam posisi ini aku merasakan hujaman penisnya lebih kuat dan lebih dalam dari sebelumnya.

“mmmaahhh,,,,Mbaahhhh”, desahku merasakan kenikmatan yang lebih daripada sebelumnya. Dan setelah 1 jam lebih kami bersetubuh, akhirnya penis Mbah Centeng mulai berdenyut-denyut dalam vaginaku dan dinding vaginaku meremas-remas penisnya agar cepat memuntahkan isinya.

“aakhhh,,,keelluuaarrr”, teriak Mbah Centeng seiring semburan spermanya yang masuk ke dalam vaginaku dengan sangat kencang dan banyak mungkin sampai lebih dari 6 kali semburan.

“nah,, sekarang coba lo berdiri”.

“kenapa mbah, saya lemes nih”.

“yaudah, sini gue bantuin”. Dengan dipapah oleh Mbah Centeng, aku berdiri, setelah berdiri sperma mengalir keluar dari vaginaku dalam jumlah banyak, dan tak lama kemudian.

“pluk,,”, bunyi dari seonggok daging kecil yang keluar dari vaginaku.

“hah?! apaan tuh Mbah?”.

“itu bayi si Wandi”.

“waduh,, kok bisa keluar sih?”.

“peju gue udah gue latih supaya bisa ngebunuh peju laen”.

“…”. Wandi pun muncul ketika Mbah Centeng memanggilnya dari laptopnya lagi.

“nih,, bayi lo!!”.

“mbah kejem amat”, balas Wandi.

“biarin aja, supaya lo gak bisa deket-deket ‘n gangguin neng Vina lagi, sekarang pergi lo,,,sshuhhh”. Hantu Wandi menghilang dan berubah jadi asap sehingga kami tinggal berdua lagi di ruangan itu.

“waduh, Mbah, thank’s banget nih,,”.

“gak papa, emang udah pekerjaan gue kok”.

“gue mesti bayar berapa?”.

“gak perlu, tadi kan udah dibayar”.

“huu,, dasar, oh ya mbah, nanti saya hamil gak nih ama Mbah?”.

“gak bakalan, peju gue udah gue latih biar gak bisa hamilin cewek”.

“hebat banget sih mbah, yaudah mbah, saya pulang dulu”.

“dek Vina, jangan pulang dong”.

“kenapa? masih ada hal yang perlu saya lakuin?”.

“nggak sih, tapi gue ketagihan nih ama memek lo”.

“dasar mbah, ngerasain langsung ketagihan”.

“iya, kan jarang-jarang gue bisa ******* ama cewek yang sexy ‘n cantik kayak lo,, jangan pulang ya plzzz”. Tadinya, aku berencana untuk menolaknya tapi tiba-tiba Mbah Centeng sudah merogoh-rogoh vaginaku lagi sehingga nafsu biarhiku muncul lagi.

“yaudah deh mbah,, tapi saya mandi dulu ya biar wangi”.

“yaudah. sekalian ama gue aja, kebetulan gue juga mau mandi”. Akhirnya malam itu, kami berdua bersetubuh semalam suntuk karena ramuan yang dibuat oleh Mbah Centeng, tenaga kami jadi tidak habis-habis dan kami tidak mengantuk, sehingga Mbah Centeng puas menikmati tubuhku sampai esok harinya.

Aku membuka mataku dan melihat Mbah Centeng yang masih dalam posisi tadi pagi yaitu sedang mengenyot puting kananku.

“mbah,, bangun mbah,,”, kataku sambil menggoyang-goyang badan Mbah Centeng. Akibat aku menggoyang-goyangkan badannya, Mbah Centeng membuka matanya.

“ada apa cantik?”.

“udah siang nih, mbah, saya mau pulang”.

“bentar lagi deh sayang”, balasnya sambil mengenyot puting kananku.

“mmmm,, mbah,, saa,,yaa,, maauu puulaanngg”, kataku sambil terbata-bata karena terasa geli. Mbah Centeng akhirnya membuka matanya lebar-lebar.

“kenapa sih sayang buru-buru?”.

“yee si mbah, saya kan pengen pulang, lagian dari kemarin malam kan mbah udah ngentotin saya terus, pasti mbah udah puas kan?”.

“belum,,”.

“belum apanya,, liat tuh barang mbah udah ampe gak bisa diri lagi”, kataku seraya menunjuk penis Mbah Centeng yang sudah benar-benar lemas karena isinya sudah disedot semua oleh vaginaku yang sekarang sangat belepotan oleh sperma Mbah Centeng yang sudah mengering.

Mbah Centeng akhirnya melepaskan kenyotannya terhadap puting kananku dan duduk sila sementara aku menaruh kepalaku di daerah selangkangannya dan memperhatikan wajahnya yang ada di atas kepalaku.

“gini, sayang”, dia memanggilku sayang karena dia memang sangat menyukaiku dan aku pun sudah takluk akibat penis dan daya tahannya yang luar biasa.

“ada apa mbah?”.

“mau gak dek Vina kerja disini?”.

“kerja? gimana caranya?”.

“iya, jadi kalau yang datang pria dan ngeluh penyakit yang gak sembuh-sembuh, nanti dia harus ******* ama dek Vina supaya penyakitnya kebuang lewat pejunya”.

“terus,, pasien itu ntar ngeluarin pejunya dimana?”.

“di dalam memek dek Vina”.

“berarti ntar saya bisa hamil ‘n penyakitnya pindah ke saya donk?”.

“ya nggak,, ntar abis itu mbah buang peju mbah di memek dek Vina supaya peju ‘n penyakit itu ilang dari badan dek Vina,, gimana?”.

“mm,,,gimana ya?”.

“mbah bayar deh, 5 juta per minggu”.

“yang bener mbah?”.

“bener,, lagian kan, dek Vina cuma dientot doang”.

“yee, emangnya saya perempuan murahan apa,, enak aja si mbah?”.

“yaa,, plzz dong,, kan sekalian mbah bisa ngentotin dek Vina setiap hari,,plzzz”.

“tapi, saya boleh pulang ke rumah kan?”.

“boleh,, jam kerja dek Vina mulai dari jam 4 sore ampe jam 6 pagi, gimana?”.

“alah, pake jam kerja, udah kayak orang kantoran aja,, yaudah deh mbah boleh”.

“asiik,, mbah jadi makin cinta ama dek Vina”.

“ama saya, apa ama bodi saya”.

“dua-duanya sih,,hehehe”.

“yaudah, mbah mulai kerjanya besok aja ya, saya mau ketemu temen-temen saya dulu”.

“yaudah, sampai besok ya”. Aku pun memakai baju dan langsung menuju rumah dengan mobilku. Keesokan harinya, pada jam 15.30, aku berangkat ke rumah Mbah Centeng, tapi di tengah perjalanan, ada telpon masuk.

“halo,, siapa nih?”.

“ni Mbah Centeng, mau ngasih tau, dek Vina datangnya jam 11 malem aja”.

“kenapa Mbah?”.

“dek Vina belum ketemu 2 piaraan gue”.

“piaraan?”.

“udah pokoknya, dek Vina datengnya jam 11 malem aja”.

“sip mbah, yaudah kalo gitu, saya pulang lagi ya mbah”.

Sekitar jam 10.30, aku kembali memacu mobilku ke arah rumah Mbah Centeng.

“ayo dek Vina silakan masuk”, suara Mbah Centeng ketika aku turun dari mobil dan menuju teras rumahnya. Aku masuk ke rumah Mbah Centeng untuk yang kedua kalinya, yang terdengar hanyalah suara jangkrik karena rumah Mbah Centeng boleh dibilang jauh dari pusat keramaian. Perlahan aku memasuki rumah Mbah Centeng, dan langsung menuju ruangan praktek Mbah Centeng. Di dalam ruangan itu Mbah Centeng sudah menunggu sambil berduduk sila di depan meja yang ada laptop di atasnya.

“mbah, kok sepi sih? mbah gak laku yah?”.

“enak, aja, sengaja gue tutup cepet supaya gue bisa ngenalin lo ama peliharaan gue”.

“peliharaan apaan sih mbah? saya jadi bingung”.

“mending lo buka baju dulu deh”. Aku menuruti kata Mbah Centeng dan membuka semua pakaianku dan karena aku memang sengaja tidak memakai pakaian dalam, jadi ketika sudah kulepaskan kaos dan celana jeansku, tubuh putihku langsung terlihat jelas oleh Mbah Centeng tanpa ada sehelai benang pun yang menutupiku.

“wah, dek Vina udah siap ya? gak pake bh ‘n celana dalam?”.

“iya donk mbah”.

“bentar ya, mbah panggil dulu piaraan mbah”. Aku jadi deg-degan karena aku penasaran dengan piaraan Mbah Centeng itu. Akhirnya muncullah kedua piaraan Mbah Centeng yang ternyata 2 jin berwajah seram.

“ada apa bos,, manggil-manggil kami, orang lagi enak-enak tidur juga,,,”.

“tidur mulu,, tuh liat di depan lo ada siapa!!”. Mereka berdua langsung menatapku dengan mata mereka yang menyeramkan.

“wuah,, cantik sekali,, siapa ini bos?”.

“lah,, kok bisa ngerti cantik apa nggak sih,, jin apaan nih?”, tanyaku dalam hati.

“ini sekretaris gue yang baru”.

“bos tumben pake sekretaris?”.

“iya,, biar gue tiap hari bisa cuci mata, lagipula dia seneng ‘n mau jadi sekretaris gue”.

“boleh kenalan gak bos?”.

“justru itu,, gue manggil lo berdua biar kenalan ama sekretaris cantik gue”. Mereka berdua mendekatiku dan mengubah wujud mereka menjadi lebih kecil sehingga sepantaran dengan Mbah Centeng.

“perkenalkan,, nama gue Tomang”.

“nama gue Cuprit”.

“nama saya Vina”.

“Vina,, cantik sekali,,”, kata Cuprit.

“terima kasih”.

“bos, kok dia telanjang?”, tanya Tomang ke Mbah Centeng.

“itu dia, supaya lo bertiga lebih deket,, lo berdua boleh ******* ama dia”.

“si bos sembarangan aja,, mana mau cewek secantik Vina ini ******* ama 2 jin yang serem kayak kita, bener kan neng Vina?”, ujar Cuprit.

“nggak kok, bener apa kata Mbah Centeng,, kalian boleh kok menikmati tubuh saya”.

“yang bener nih?”, tanya Tomang keheranan mendengar kata-kata itu keluar dari bibir mungil seorang gadis cantik sepertiku.

“bener kok,, saya kan bakal jadi rekan kerja kalian”.

“bos,, gimana nih?”.

“yaudah,, silakan,, itung-itung hadiah buat lo berdua karena lo berdua adalah 2 jin gue yang paling penurut”.

“makasih bos”, jawab mereka berdua serentak. 2 jin itu berubah bentuk, yang tadinya bagian bawah tubuh mereka adalah asap kini menjadi seperti bagian bawah seorang laki-laki. Cuprit mempunyai penis yang panjang tapi kurus, sedangkan Tomang mempunyai penis yang gemuk tapi pendek.

“maaf ya neng Vina,, kami nyobain badan neng dulu”.

“silakan aja,, saya bakal ngelayanin kalian berdua”, jawabku sambil terkesima dengan kesopanan mereka yang seperti seorang pria bangsawan.

Tomang si berbadan besar mendekatiku yang duduk tanpa berbusana di tengah-tengah ruangan dari arah kananku, sementara Cuprit yang berbadan kurus mendekati dari arah kiriku. Secara perlahan, aku menurunkan tubuhku dan ditahan oleh kedua jin itu dengan kedua tangan mereka. Sekarang aku tidur terlentang sambil pasrah kepada dua jin yang akan mencicipi tubuhku.

“ohh,, gue udah gak sabar pengen nyobain memek neng Vina ini, Mang”, kata Cuprit pada Tomang.

“sama ama gue”, balas Tomang.

“yaudah,, ayo dimulai aja”, kataku menyela pembicaraan mereka.

“ok deh,, kalo emang diijinin”, balas Tomang. Tomang mulai menjilati seluruh bagian payudara kananku, sementara Cuprit menyapukan lidahnya juga di seluruh bagian payudara kiriku, baru kali ini aku merasakan kedua buah payudaraku disapu oleh 2 jin secara bersamaan, rupanya lidah mereka lebih kasar dan panjang dibandingkan dengan manusia. Mulut mereka juga bisa melebar dengan ukuran yang tak dapat dipercaya, bahkan mereka bisa memasukkan payudaraku yang berukuran 34B secara utuh ke dalam mulut mereka sehingga tidak heran lagi, baik payudara kanan maupun kiriku bermandikan air liur mereka.

Tidak henti-hentinya mereka memainkan mulut mereka di kedua buah payudaraku, juga sambil asyik melahap payudaraku masing-masing, Tomang dan Cuprit juga secara bergantian mengelus-elus daerah selangkanganku mulai dari bawah sampai ke atas hingga mengenai klitorisku sehingga aku tidak bisa diam dan menggelinjang kesana kemari menerima rangsangan birahi dari 2 jin yang sangat ahli memainkan tubuh wanita, apalagi aku memang sensitif. Akhirnya hanya dalam waktu 7 menit, aku mencapai orgasme dan mengeluarkan desahan nikmat.

“aaahhh,,,mmhhhh,,,oohhh”.

“wah, udah keluar ya neng Vina”, aku hanya mengangguk pelan.

“kalau gitu, gue duluan ya Prit,, gue kan abang lo”.

“curang lo, pake abang-abangan segala,, yaudah sono duluan,, tapi ntar bersihin loh,, jigong lo kan bau neraka”.

“ya iyalah,, kita kan emang dari neraka”.

Tomang pun memuntahkan payudara kananku yang tadi sedang dimasukkan ke dalam mulutnya lalu dia bergerak ke arah selangkanganku. Aku menekuk kakiku yang tadinya lurus dan tegang, setelah itu aku melebarkan kedua kakiku sehingga memberikan pemandangan indah ke Tomang yang sudah menaruh wajahnya di tengah-tengah kedua pahaku.

“hmm,,neng Vina memeknya wangi ‘n bentuknya bagus banget”, komentar Tomang sambil mengelus-elus belahan vaginaku dari bawah ke atas, kemudian dia memainkan klitorisku membuatku semakin kegelian dan keenakan.

“jiilaatt,,,donnngg”, kataku meminta karena birahiku yang sudah tidak bisa kutahan lagi. Tomang mulai menjulurkan lidahnya, dan akhirnya lidahnya menyentuh bibir vaginaku yang sudah basah akibat orgasme pertamaku tadi.

“ahhhh,,,teeruusss”. Dengan dukungan dariku Tomang menggerakkan lidahnya dan menyapu bibir luar vaginaku dari atas ke bawah, dan sebaliknya sehingga tidak heran aku menggelinjang karena selain memang terasa nikmat, beberapa kali lidahnya terkena klitorisku sehingga menambah rasa nikmat yang sudah ada. Sementara Tomang asyik menyeruput cairanku di bawah sana, kini Cuprit leluasa memainkan lidahnya di bagian tubuh atasku, mulai dari payudaraku, perutku, leherku, dan wajahku dijilati olehnya sehingga sekarang aku benar-benar berlumuran air liur Cuprit. Tadinya dia ingin tidur di atas tubuhku tapi karena takut nanti aku keberatan ditindih badannya, Cuprit memutar badannya sehingga badannya berada di atas kepalaku, dan kepalanya ada di depan wajahku, dia langsung lumat bibirku dan memainkan lidah panjangnya di dalam rongga mulutku, dan aku juga membalas serangan lidahnya dengan lidahku sehingga lidah kami saling bertemu dan membelit satu sama lain. Kurasakan benda hangat, keras, kasar, dan agak menonjol di sana sini menerobos masuk lubang vaginaku tanpa permisi.

“ohh,, sempitt gilaaa”, desah Tomang yang ternyata sedang berusaha menjebloskan penis gemuknya ke dalam lubang vaginaku yang gelap, lembap, sempit, kesat, dan merupakan surga dunia bagi laki-laki ataupun JIN laki-laki.

Penisnya memang tidak terlalu panjang tapi diameternya membuat vaginaku benar-benar terasa penuh, tapi terasa nikmat. Aku melingkarkan kakiku di pinggangnya, lalu karena sudah tidak tahan lagi, Tomang mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur sehingga penisnya yang gemuk itu bergesek-gesek dengan dinding vaginaku secara terus menerus sehingga menimbulkan sensasi tersendiri. Cuprit melepaskan cumbuannya terhadapku, tapi aku tak rela karena permainan lidahnya yang panjang membuatku ketagihan, tapi Cuprit tetap menyudahi cumbuannya. Rupanya, birahinya juga sudah tak bisa dikendalikan lagi olehnya sehingga dia mengangkangi wajahku, kemudian dia berjongkok tepat di atas wajahku sehingga penis panjangya berayun-ayun di depan mataku. Aku seperti ikan yang melihat penis panjang Cuprit sebagai umpan karena aku membuka mulutku dan aku menggerakkan kepalaku ke arah penis Cuprit untuk menangkapnya dengan mulutku. Cuprit tersenyum senang karena aku sekarang menjadi budak seksnya yang akan melakukan apapun demi mendapatkan penisnya. Karena itulah dia mempermainkanku, Cuprit menaik-turunkan tubuhnya sehingga kadang penisnya menjauh dari lubang mulutku dan kadang penisnya bisa masuk ke dalam mulutku dengan sangat dalam.

Aku tidak marah, karena aku memang menyukai jika aku dipermainkan seperti itu bahkan aku sempat tertawa kecil karena aku menganggap diriku sebagai ikan yang sedang berusaha menangkap umpan. Akhirnya, Cuprit capek sendiri dan malah kini dia bertumpu pada lutut dan kedua sikunya kemudian dia menurunkan bagian bawah tubuhnya sehingga kini aku bisa meraih penisnya dengan mulutku dan memasukkan ke dalam mulutku dengan leluasa. Tapi berada di tengah-tengah selangkangan jin bukanlah pengalaman yang menyenangkan karena baunya bukan sekedar bau tapi baunya amat menyengat. Karena birahi yang sudah tidak bisa terkontrol, aku tidak memikirkan baunya lagi, malah aku menjilati penis dan buah zakar Cuprit dengan sangat antusias. Entah sudah berapa lama tubuhku dimainkan oleh kedua jin itu, tapi kudengar Mbah Centeng berkata.

“udah 1 jam Vina sayang, sabar ya, mereka biasanya 1 ronde itu 1 setengah jam”.

“hah?!”, teriakku kaget dalam hati.

“berarti bisa pingsan nih gue, tapi gapapa deh, yang penting enak”, kataku dalam hati. Rupanya Cuprit tidak puas memainkan penisnya di mulutku saja sehingga dia mencabut penisnya yang sedang asyik kukulum dan menyuruh Tomang untuk berhenti sebentar memompa vaginaku. Tomang menghentikan pompaannya terhadap vaginaku dan mencabut penisnya keluar dari lubang vaginaku, sementara Cuprit mendorong tubuhku sehingga sekarang posisiku miring.

Lalu Tomang tiduran di depanku dan Cuprit tiduran di belakangku sehingga aku seperti menjadi dinding pemisah di antara mereka. Tomang mengangkat kaki kiriku ke atas tinggi-tinggi. Kemudian, Tomang mulai memasukkan batang kejantanannya ke dalam tempat sebelumnya yaitu vaginaku, dan Cuprit sedang berusaha memasukkan penis panjangnya ke dalam lubang anusku. Agak sakit dan perih juga ketika Cuprit berusaha menanamkan penisnya ke dalam anusku karena anusku kering dan memang masih sempit meskipun sudah beberapa kali diterobos Mbah Centeng malam kemarin. Pas sekali diameter penis Cuprit di dalam anusku tapi lubang anusku hanya bisa menelan 3/4nya saja dari penis Cuprit, ini dikarenakan penisnya yang begitu panjang sampai mentok di dalam anusku. Lalu mereka mulai memompa penis mereka ke dalam kedua lubangku dengan irama yang kadang bersamaan, kadang iramanya berlawanan.

“aaahhh,,,oohhhh,,,terrusss,,,entoott akkuuuu,,,akuu adalahh budak kaaliaann,,,!!!!”, desahku seperti orang kesetanan karena rasa nikmat yang kurasakan belum pernah kudapat dari manusia bahkan Mbah Centeng sekalipun. Hanya selang 5 menit setelah aku dipompa oleh Tomang dan Cuprit secara bersamaan, aku mengalami orgasme yang begitu dahsyat, bahkan aku seperti dialiri listri 10000 volt dan badanku sangat tegang sehingga cairan yang keluar dari vaginaku sangat deras dan melumasi dinding vaginaku yang sedang bergesekan dengan penis Tomang yang menimbulkan bunyi kecipak air yang sangat kencang. Karena aku belum minum ramuan anti capek Mbah Centeng, aku merasa tenagaku sudah terkuras habis dan mataku sudah mulai sayup-sayup meskipun aku baru 2 kali orgasme, tapi seperti yang kubilang tadi orgasme keduaku sangat dahsyat sehingga menguras tenaga banyak sekali.

Akhirnya..

“ahhh,,keluuaarrr!!!”, teriak Tomang disusul dengan semburan hangat dari penisnya menyemprot masuk ke dalam rahimku dengan sangat kencang dan banyak. Tak lama kemudian.

“oohhhhh,,,!!!!”, erang Cuprit yang juga mencapai orgasme dan menyemburkan spermanya ke dalam lubang anusku. Aku benar-benar letih setelah > 1 1/2 jam, 2 jin itu menyetubuhiku. Aku mengatur nafasku yang tersengal-sengal menandakan kalau aku sangat kelelahan, tapi sambil mengatur nafas aku merasakan penis mereka tidak mengecil sama sekali, ukurannya tetap.

“maaf ya neng Vina,, bukannya kami mau membuat neng pingsan, tapi ****** kami tidak bakalan tidur kalau gak ngencrot 3 kali”. Aku sudah tidak bisa menjawab karena sangat kelelahan. Mereka mengerti kalau aku sudah mencapai batasku sehingga dia tidak menunggu balasan dariku, mereka langsung mencabut penis mereka dari kedua lubangku.

Kemudian mereka bertukar posisi sehingga kini penis gemuk Tomang yang berada di depan lubang anusku dan penis panjang Cuprit berada di depan lubang vaginaku. Aku sudah tidak peduli apa yang mereka akan lakukan terhadap tubuhku karena aku sudah tidak punya tenaga lagi. Tomang mengangkatku sehingga tubuhku yang putih mulus dan lebih kecil daripada badan Tomang berada di atas tubuhnya. Kemudian Cuprit menuntun penis abangnya itu ke dalam anusku sampai penisnya amblas ditelan anusku, tapi aku merasa lubang anusku melebar karena penis gemuk Tomang. Setelah itu, Cuprit mengangkat kedua kakiku dan menaruh kakiku di bahunya. Lalu dia menuntun penisnya masuk ke dalam vaginaku sampai mentok ke dalam lubang vaginaku seperti tadi, hanya 3/4nya saja yang bisa masuk. Mereka mulai memompa penisnya keluar masuk di tempat mereka masing-masing. Sambil menggenjot anusku, Tomang menjilati bagian belakang leher dan kupingku, sementara Tomang melumat bibirku lagi seperti sebelumnya. 8 menit kemudian aku mengalami orgasme sehingga aku tidak kuat lagi dan akhirnya aku pingsan karena tenagaku sudah benar-benar nol.

Aku buka mataku karena mendengar kicauan burung yang sangat merdu.

“hoahhhmmmmm,,,”, aku menguap. Aku baru menyadari kalau aku tidur di atas Mbah Centeng dan aku merasakan penisnya masih tertanam di vaginaku.

“mbah, bangun mbah”, kataku sambil menggoyang-goyang badan Mbah Centeng.

“hooahhh,, eh,, udah bangun ya Vina sayang”.

“Tomang ama Cuprit mana Mbah?”.

“lagi tidur di alamnya, mereka cape’ abis ngentotin Vina semalaman”. Lalu aku merasakan ada sesuatu di wajah, payudara, daerah selangkanganku, dan juga daerah pantatku. Aku bangun dan langsung pergi ke kaca, betapa terkejutnya aku melihat hampir di seluruh bagian tubuhku ditutupi noda sperma yang sudah mengering apalagi daerah selangkanganku dan juga daerah pantatku, sudah seperti danau sperma yang sudah mengering saja.

“mbah,, ini peju ya?”.

“ya,, itu semua peju kami bertiga”.

“waduh,, parah,, yaudah,, Vina mau mandi dulu ya”.

“ikut dong,,”.

“yaudah, Mbak,, sekalian sabunin Vina ya Mbah”.

“gak usah disuruh,, juga mbah sabunin”.

Setelah selesai mandi sambil ngesex, kami pun keluar dari kamar mandi di ruangan tidur Mbah Centeng.

“mbah,, tadi malem,, Vina diapain aja”.

“ya dientot ama 2 jin mbah”.

“yee si mbah, ditanya bener-bener, gitu doang jawabnya”.

“abisnya,, mau dijawab apa?”.

“udahlah,, kapan nih Vina mulai kerja?”.

“tar sore,, dek Vina kesini lagi ya”.

“oh ya mbah,, sebenarnya mbah melayani apa aja sih?”, tanyaku sambil memakai baju.

“ya nyembuhin penyakit, cari kerja, bikin orang sukses, dan lain-lain”.

“lain-lain,, maksudnya pelet mbah?”.

“eitss,, mbah paling anti yang namanya pelet”.

“loh,, bukannya dukun terkenal kalo peletnya mantep?”.

“ah gak juga,, nih buktinya mbah bisa berhasil tanpa pelet”.

“kenapa sih mbah gak mau ngasih layanan pelet?”.

“soalnya mbah pernah denger lagu”.

“lagu apa mbah?”.

“gini nih,, bila kau cinta, katakan cinta. Bila kau sayang,, katakan sayang,,, gitu dek Vina”.

“alah si mbah,, itu mah lagunya Anima kan..”.

“tau aja dek Vina,,”.

“ya taulah,, Vina kan anak muda”, kataku sambil mengambil tasku.

“yaudah mbah, Vina pulang dulu ya”.

“ya,, tapi ntar sore dek Vina mulai kerja ya”.

Cerita sex : Main Dengan Janda Yang Butuh Sex

“sip mbah,,,”. Mulai hari itu aku sudah mempunyai pekerjaan yaitu menjadi sekretaris Mbah Centeng, lumayan dengan gaji 5 juta per minggu, aku bisa membeli kebutuhanku dengan uangku sendiri, lagipula kerjaku enak. Hanya membiarkan tubuhku dicicipi oleh pasien-pasien yang datang ke tempat praktek Mbah Centeng mulai dari jam 4 sore sampai jam 11 malam. Dan selanjutnya, aku harus melayani 2 jin piaraan Mbah Centeng yaitu Tomang dan Cuprit serta Mbah Centeng sendiri sampai jam 6 pagi, dan aku tidak kelelahan karena aku diberi persediaan ramuan anti capek asli bikinan Mbah Centeng sendiri. Nama Mbah Centeng sebagai dukun yang tadinya sudah terkenal menjadi semakin sangat terkenal apalagi di kalangan laki-laki, tentu saja karena cara mengobatinya yang unik dan menguntungkan bagi laki-laki yaitu boleh menyetubuhi gadis cantik sepertiku, dan bahkan Mbah Centeng membuat website tentang tempat prakteknya, dan kebanyakan isinnya adalah komentar semua pasien laki-laki yang mengatakan kalau mereka ketagihan menikmati tubuhku, selain itu di website Mbah Centeng dimuat foto-foto ketika aku sedang bersetubuh baik dengan pasien, dengan Tomang & Cuprit, juga dengan Mbah Centeng. Karena mengetahui aku hidup makmur, teman-temanku yaitu Dewi, Riska, dan juga Rani menjadi sekretaris Mbah Centeng juga sehingga kini di tempat praktek Mbah Centeng ada 4 orang gadis cantik yang siap disetubuhi kapan saja. Selain itu, kami berempat setiap hari sabtu-minggu berada di alam jin untuk melayani semua jin yang merupakan teman-teman Tomang dan Cuprit. Yah,, itulah ceritaku,, kini aku, Rani, Riska, dan Dewi menjadi gadis paling kaya di kampus kami.

#Pengalaman #Sex #Menjadi #Asisten #Dukun

Cerita Hot Kisah Si Dukun Cabul Bagian Satu Terbaru Malam Ini

Perkenalkan dahulu, namaku Suharto. Aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menyebut dirinya dengan istilah keren “paranormal” atau yang dilingkungan masyarakat kebanyakan dikenal dengan istilah dukun. Ya, aku adalah orang yang bergelar mbah dukun, meskipun sebenarnya aku sama sekali tidak percaya dengan segala hal begituan.

Aneh? nggak juga. Semenjak aku kena PHK dari perusahaan sepatu tiga tahun lalu, aku berusaha keras mencari pekerjaan pengganti. Beberapa waktu aku sempat ikut bisnis jual beli mobil bekas, tetapi bangkrut karena ditipu orang. Lalu bisnis tanam cabe, baru sekali panen harga cabe anjlok sehingga aku rugi tidak ketulungan banyaknya. Untung orang tuaku termasuk orang kaya di kampung, jadi semuanya masih bisa ditanggulangi. Cuma aku semakin pusing dan bingung saja. Untung aku belum berkeluarga, kalau tidak pasti tambah repot karena harus menghadapi omelan dan gerutuan istri.

Dalam keadaan sebal itulah aku bertemu dengan mbah Luis, kakek tua yang dengan gagahnya memproklamasikan diri sebagai paranormal paling top. Karena masih berhubungan keluarga, ia sering juga datang dan menginap di rumahku ketika dia lagi “buka praktek” di kotaku. O ya, aku tinggal di sebuah kota kecamatan kecil di Jawa tengah, dekat perbatasan jawa Timur (nggak perlulah aku sebut namanya). Meskipun kecil, kotaku termasuk ramai karena dilewati jalan negara yang lebar dan selalu dilewati truk dan bus antar propinsi, siang dan malam.

Eh, kembali ke mbah Luis, tampaknya si mbah punya perhatian khusus kepadaku (atau malah karena aku memang kelihatan sekali tidak menyukai dan sinis terhadap gaya perdukunannya?). Suatu hari ia berbicara serius denganku, mengajakku untuk menjadi “murid”nya. Walah, aku hampir ketawa mendengarnya. Murid? wong aku sama sekali tidak percaya segala hal takhayul macam itu, kok mau diangkat menjadi murid? tetapi segala keraguanku tiba-tiba hilang ketika mbah Luis menjelaskan: “punya ilmu ini bisa buat cari uang, Harto.” Katanya: “apa kamu tahu berapa penghasilan dukun-dukun itu? Mereka kaya-kaya lho. Meskipun ilmunya, dibandingkan dengan ilmu mbahmu ini, masih cetek banget.” Katanya dengan meyakinkan dan mata melotot.

Aku menggaruk kepalaku. Apa benar? Akhirnya aku tertarik juga. Meskipun tetap dengan ogah-ogahan dan tidak percaya, aku ikut juga menjadi muridnya. Naik turun gunung, masuk ke goa dan bertapa (ih, dinginnya minta ampun) dan dipaksa berpuasa mutih (cuman minum air dan nasi putih doang), empat puluh hari penuh. Terus terang, aku tidak merasa mendapatkan pengalaman aneh apapun selama mengikuti segala kegiatan itu. Tetapi setiap mbah Luis menanyakan “apa kamu sudah ketemu jin ini atau jin itu” atau “apa kamu melihat cahaya cemlorot (bahasa Indonesia: berkelebat)” waktu aku bersemadi, yah aku iyakan saja. Kok susah susah amat.

Akhirnya, setelah enam bulan berkelana, mbah Luis menyatakan aku sudah lulus ujian (wong sebenarnya aku tidak tahu apa-apa). Dan dia memperkenalkan aku sebagai assistennya untuk menyembuhkan pasien dari berbagai penyakit yang “aeng-aeng” alias aneh-aneh. Bahkan setelah beberapa lama aku dipercaya untuk buka praktek sendiri, di rumahku, dengan mempergunakan kamar samping rumah sebagai tempat praktek (meskipun aku harus membuat Yu Mini kakakku marah-marah karena meminta dia pindah kamar tidur).

Setelah beberapa bulan praktek, nasehat mbah Luis ternyata benar (ini satu-satunya nasehatnya yang benar, aku kira): bahwa jadi dukun itu banyak duit! aku baru sadar bahwa salah satu syarat untuk menjadi dukun yang sukses bukanlah terletak pada ilmunya (yang aku nggak percaya sama sekali), tetapi pada kemampuannya untuk meyakinkan pasien. Dukun adalah aktor yang harus bisa membuat pasien setengah mati percaya dan tergantung padanya, dengan segala cara dan tipu daya.

Pada mulanya beberapa orang datang minta tolong padaku, katanya menderita sakit aneh, pusing-pusing yang tidak tersembuhkan. Aku dengan lagak meyakinkan memberikan mantra, menyuruh mereka menghirup asap dupa, dan minum air kembang (di dalamnya sudah kucampur gerusan obat Paramex). Eh.. mereka sembuh. Dan sejak itulah pasien datang membanjir padaku. Ada yang minta disembuhkan sakitnya (kebanyakan aku suruh mereka ke dokter dulu, kalau nggak sembuh baru kembali. Sebagian besar memang tidak kembali), ada yang minta rejeki (itu mah gampang, tinggal didoain macem-macem) ada pula yang mengeluhkan soal jodoh, pertengkaran keluarga dan lain-lain (kalau itu tinggal dinasehatin saja).

Jadi inilah aku, mbah Harto, dukun ampuh dari lereng Merapi (lucu ya, aku dipanggil mbah wong umurku baru 25 tahun). Setiap hari paling sedikit sepuluh orang antre di rumahku, dari siang sampai malam. Begitu ramainya sampai akhirnya halaman depan rumahku dijadikan pangkalan ojek. Tidak kuperdulikan lagi omelan mbakyuku dan pandangan sinis orang tuaku (mereka selalu menasehati: hati-hati lho Harto, jangan mbohongi orang). Yang penting duit masuk terus, jauh lebih besar daripada gajiku saat masih bekerja di pabrik sepatu. Dengan ilmu yang asal hantam, tampang yang meyakinkan (aku sekarang pelihara jenggot panjang, pakai jubah putih kalau praktek) maka orang-orang sangat percaya kepadaku.

Semuanya berjalan lancar-lancar saja, sampai terjadi suatu kejadian yang meruntuhkan segala-galanya.

Malam itu, jam sudah menunjukkan pukul 20.00 malam. Pasien sudah sepi, dan aku sudah merasa sangat mengantuk. Sambil menguap aku berdiri dari “meja kerja”ku, menuju pintu dan bermaksud menutupnya. Tetapi kulihat si Warno sekretarisku menghampiri: “ada pasien satu lagi mbah” bisiknya: “cah wadon (anak perempuan) huayuu banget”. Dia nyengir dan menunjuk pelan ke ruang tunggu di depan. Di sana aku melihat seorang gadis dengan memakai T shirt putih dan rok warna coklat duduk di bangku. Aku tidak melihat wajahnya karena dia sedang memperhatikan TV yang memang kusediakan di situ.

“Masuk, nduk” kataku dengan suara berwibawa. Si gadis itu pelan-pelan berdiri, dan dengan takzim berjalan kearahku. Aku sekarang dapat melihat wajahnya dengan jelas. Aduh mak, dia memang betul-betul cantik. Rambutnya yang sebahu bewarna hitam lurus, matanya seperti mata kijang dan bibirnya seperti delima merekah (walah, puitis banget..). Tubuhnya bongsor dengan buah dada yang seperti akan memberontak keluar dari baju T-shirtnya. Aku kira umurnya paling banter baru 17 atau 18 tahun.

“Sugeng dalu (selamat malam) mbah..” katanya agak bergetar. Wuih, suaranya juga seksi banget. Kecil dan halus, seperti berbisik. Dengan lagak kebapakan aku menyilahkannya masuk, diiringi sorot mata nakal si Warno yang seperti akan menelan bulat-bulat si gadis itu. Kupelototi dia sehingga dia cepat-cepat lari ngibrit sambil terkikik-kikik. Aku segera menutup pintu.

Kulihat si gadis duduk dengan sangat hormat di kursi pasien yang kusediakan. Tangannya ngapurancang di pangkuannya, wajahnya menunduk. Cantik sekali. Dengan pura-pura tidak acuh aku menyiapkan alat-alat perdukunanku, menyalakan lampu minyak (sebagai media pemanggil arwah, pura-puranya), menyiapkan baskom kecil berisi air kembang, dan menyalakan dupa. Asap dupa segera memenuhi ruangan kecil itu.

“Siapa namamu, nduk?”tanyaku tanpa memandangnya, tetap sibuk melakukan persiapan.
“Isyana, mbah” katanya. Wah, nama lokal betul.
Aku berdeham: “berapa umurmu? ”
Si cantik itu menjawab pelan, tetap menunduk: “empat belas tahun, mbah”. Wah, aku hampir terlonjak kaget. Empat belas tahun? masih kecil banget, tetapi bagaimana kok tubuhnya sudah demikian bongsor, dadanya sudah demikian besar..

Aku menelan ludah: “bocah cilik begini kok beraninya malam-malam datang ke sini. Ada masalah apa nduk?” aku sekarang duduk di kursi di depannya, dibatasi meja yang penuh segala pernik perdukunan. Si Isyana sekarang mengangkat kepalanya, raut wajahnya tampak sangat gelisah. Matanya jelalatan ke kiri kanan. Suaranya yang kecil bergetar: “nyuwun sewu mbah, sebetulnya saya sangat gelisah dan takut. Nyuwun tulung mbah..” suaranya semakin rendah dan bergetar, seperti sedu sedan.

Kemudian dengan cepat dan dengan suara tetap bergetar, dia bercerita bahwa ada seorang laki-laki, bernama Santo, yang sangat ditakutinya. Santo adalah tetangganya yang sudah punya istri dua dan anak segerendeng, tetapi masih hijau matanya kalau melihat cewek cantik. Karena rumahnya sederetan dengan rumah Isyana, tiap hari dia bisa melihat Pak Santo memandangnya seperti tidak berkedip. Lebih celaka lagi, karena kamar mandi rumahnya menjadi satu dengan kamar mandi rumah Pak Santo, maka semakin besar kesempatan lelaki hidung belang itu mencuri pandang pada tubuhnya yang bahenol itu. Bahkan pernah suatu hari Isyana berteriak teriak dan lari keluar dari kamar mandi, karena ketika ia sedang mandi melihat kepala Pak Santo mengintip dari bagian atas kamar mandi yang memang tidak tertutup. Itu saja belum cukup. Hingga suatu hari..

“Pak Santo tiba-tiba mendatangi saya, mbah” katanya. Si hidung belang itu katanya bicara baik-baik, bahkan sangat kebapakan. Tetapi yang membuat Isyana kaget, dia tiba-tiba mengeluarkan sebotol kecil air, entah apa itu. Dengan sangat cepat si hidung belang memercikkan air di botol itu ke wajah dan tubuh Isyana. Tentu saja si gadis kecil nan bahenol itu berteriak, tetapi Pak Santo cepat-cepat minta maaf dan dengan lembut memberi penjelasan: “Enggak apa-apa, Nem, itu tadi cuma air kembang kok. Bapak ini lagi belajar ilmu kebatinan, jadi bapak mengerti cara-cara untuk membahagiakan orang. Bener lho Nem, nanti setelah kena air tadi kamu akan merasa bahagiaa sekali”. katanya tersenyum.

Isyana tentu saja semakin kesal: “bahagia bagaimana to Pak?” tanyanya: “Wong sudah mbasahin baju nggak bilang-bilang, masih juga mbujuk-mbujuk segala.”pak Santo katanya hanya tersenyum senyum saja dan menjawab: “wong bocah cilik, durung ngerti (belum mengerti) roso kepenake wong lanang (rasa enaknya laki-laki) Nduk, nduk, nanti saja kamu kan tahu” dan dengan bicara begitu si hidung belang ngeloyor pergi.

Setelah kejadian itu “Pikiran saya jadi bingung, mbah” cerita Isyana: “setiap malam saya menjadi terbayang wajahnya Pak Santo, sepertinya dia itu mau menerkam saya saja” dia bergidik ngeri: “malah saya sampai mimpi..” Dia tidak melanjutkan. Aku pura-pura menghela napas penuh simpati. Sebenarnya, kalau saja yang bicara ini bukan gadis sebahenol Isyana pasti aku sudah menyuruhnya angkat kaki. Bosen. Tapi melihat anak secantik ini, waduh, kok tiba-tiba.. rasanya ada yang berteriak-teriak di balik celanaku..

Jangkrik tenan, pikirku. Rasanya aku mulai terangsang pada gadis ini.

“Teruskan Nduk” kataku penuh wibawa: “kamu mimpi apa?”

Isyana menggigil. Suaranya tersendat-sendat: “aduh mbah, nyuwun sewu, mbah, saya lingsem (malu) banget..” Wah, ini dia. Dengan gaya kebapakan (kok sama dengan ceritanya soal si hidung belang Santo itu?), aku berdiri dan mendatangi dia, duduk di sebelahnya dan memeluk pundaknya. Lembut dan hangat. Nafsuku tambah naik: “wis, wis” kataku menenangkan: “ora susah bingung. Ceritakan saja. Si mbah ini siap mendengarkan kok”.

Akhirnya setelah mengatur napas, Isyana melanjutkan: “anu.., saya sering mimpi, lagi di anu sama Pak Santo. Bolak balik mbah, bahkan hari-hari terakhir ini rasanya semakin sering”. Aku berusaha menahan tawa: “dianu kuwi opo karepe (apa maksudnya) to Nduk?” dia tampak semakin malu: “ya itu lho mbah..seperti katanya kalau suami istri lagi dolanan (bermain) di kamar itu lho.. katanya mbak-mbak saya seperti itu”. Waa..nafsuku semakin meningkat tajam. Tambah kugoda lagi (meskipun tetap dengan mimik muka serius, bahkan penuh belas kasihan): “coba to ceritakan yang jelas, seperti apa yang dilakukan si Santo dalam mimpimu itu?”

Akhirnya si Isyana ini tampaknya berhasil menguatkan hatinya. Suaranya lebih mantap ketika menjelaskan: “pertamanya. Saya ngimpi Pak Santo berdiri di depan saya, wuda blejet (telanjang bulat). Terus, saya tiba-tiba juga wuda blejet, terus.. Pak Santo memeluk saya, menciumi saya, di bibir dan di badan juga..” dadanya naik turun, seakan sesak membayangkan impiannya yang luar biasa itu.

Aku semakin panas mendengar ceritanya itu: “apanya saja yang dia cium, Nduk?” tanyaku. Isyana tampak malu “di sini, Mbah” katanya sambil menunjuk buah dadanya: “di cium dan disedot kanan kiri, bolak balik. Terus ke bawah juga..” Ke bawah mana, tanyaku: “ke..ini Mbah, aduh, lingsem aku. Ke ini, tempat pipis saya. Di ciumi dan dijilati juga..” dia semakin menunduk malu. Suaranya terhenti. Nah, tiba-tiba ada pikiran licik di otakku. Segera aku bertindak.

Cerita sex : Ngewe Dengan Pasien Sendiri

“SANTO KEPARAT!” teriakku tiba-tiba. Aku meloncat berdiri, diikuti si Isyana yang juga terlonjak kaget mendengar bentakanku: “Mbah.. Mbah.. kenapa Mbah?” tanyanya bingung.

#Cerita #Hot #Kisah #Dukun #Cabul #Bagian #Satu

Cerita Hot Kisah Si Dukun Cabul Bagian Dua Terbaru Malam Ini

Ini adalah kelanjutan cerita hot yang berjudul Cerita Hot Kisah Si Dukun Cabul Bagian Satu

Dan tetapi juga bernada kuatir: “Nduk, Nduk, kamu dalam bahaya besar. Si Santo itu pasti sudah nggendam (menyihir) kamu. Mimpimu itu baru permulaan dari ilmu gendamnya. Setelah ini kamu akan semakin terbayang pada wajahnya, sampai lama-lama kamu tidak akan bisa berpikir lain selain mikirin dia. Lalu, dia tinggal menguasaimu saja..”mataku mendelik: “mesakake banget (kasihan sekali) kowe Nduk..” si Isyana tampak sekok (shock) berat mendengar ucapanku yang meluncur seperti senapan mesin itu: “terus bagaimana Mbah, tolong saya Mbah..” katanya seperti orang setengah sadar.

Aku menghela napas panjang, menggeleng-gelengkan kepala: “berat, Nduk. Aku bisa menolongmu, tetapi itu sangat berbahaya. Bisa-bisa ilmu gendamnya berbalik kepadaku. Bisa mati aku.” Kulihat matanya membelalak penuh kengerian: “jadi.. lalu bagaimana Mbah? Apa yang harus saya lakukan?” tanyanya dengan suara bergetar. Aku sekarang memeluknya (aduh, badannya betul betul bahenol. Kenyal dan hangat): “ya sudah Nduk, aku kasihan kepadamu” kataku kebapakan: “aku akan mencoba menolongmu, dengan sepenuh ilmuku. Pokoknya, kamu harus mau nglakoni (melaksanakan) semua perintahku, ya Nduk. Kamu bersedia ya Nduk?” kurasakan tubuh dalam pelukanku itu bergetar. Kudengar ia terisak pelan: “matur nuwun sanget Mbah.. saya sudah ndak bisa mikir lagi..”

Kulepaskan pelukanku. Sekarang suaraku berubah penuh wibawa: “sekarang, untuk menghilangkan ilmu hitam itu, kamu harus nglakoni persis sama dengan mimpimu itu” kataku: “buka bajumu, Nduk”. Ku lihat matanya terbeliak heran, tetapi segera meredup dan dia menghela napas: “inggih Mbah, sakkerso (terserah) kulo nderek kemawon (saya ikut saja)”. Dan dengan cepat ia membuka kaos T-shirtnya, meletakkan di kursi. Aku menelan ludah. Branya putih, berkembang-kembang. Buah dadanya putih sekali, menggelembung di belakang bra yang tampak agak kekecilan itu.(baru 14 tahun kok sudah besar banget ya? Pikirku. Jangan jangan anak ini kebanyakan hormon pertumbuhan).

Sekarang ia membuka roknya, merosot di lantai. Ia berdiri di depanku, tetap dengan sangat hormat. Tangannya ngapurancang di depan celana dalamnya. Dia memandang padaku dengan polos: “Sudah, Mbah” katanya. Aku mendeham: “belum Nduk” kataku: “Aku bilang semuanya. Buka juga pakaian dalammu. Ilmuku nggak bisa masuk kalau bagian tubuhmu yang diciumi si bangsat itu masih terhalang kain”. Isyana tampak sangat bingung, hampir semenit dia berdiri terpaku dengan berkata apapun. Tetapi akhirnya dia menghela napas, dan mengulangi perkataannya tadi: “inggih Mbah, kulo nderek” dan dengan cepat ia membuka kaitan branya, dan sebelum kain itu jatuh ke lantai dia melanjutkan membuka celana dalamnya. Sekarang dia benar-benar wudo blejet (telanjang bulat) di depanku.

Nah pembaca, karena cerita ini adalah untuk konsumsi xxx, maka saya wajib menceritakan detail mengenai sosok indah di depanku ini. Si Isyana ini sangat cantik (kok agak mirip aktris Dian Nitami ya?) kalau tinggal di Jakarta dia pasti sudah jadi rebutan cowok atau masuk jadi bintang sinetron. Tubuhnya tidak terlalu tinggi (mungkin 158 cm), kulitnya sungguh halus, kuning agak keputih-putihan. Buah dadanya segar mengkal dengan puting berwarna coklat kemerahan, terlihat agak menonjol ke luar. Pinggangnya bagus, meskipun agak sedikit gemuk di perut. Pahanya juga sangat mulus meskipun agak sedikit buntek (nggak apa-apalah..nobodies perfect kata orang Inggris). Nah, di bawah perutnya, di selangkangannya terlihat segundukan kecil sekali bulu-bulu kemaluan, pas dan cocok dengan usianya yang baru 14 tahun. Bulu-bulu itu belum mampu menutupi belahan kemaluannya yang berwarna kemerahan, tampak agak nyempluk (menonjol) ke depan.

Haduuh biyuung.. aku terangsang berat. Kukedip-kedipkan mataku, dan berkali kali aku menarik napas dalam-dalam untuk mengontrol nafsuku. Dengan gerakan ditenang-tenangkan aku mengambil gelas dan mengisinya dengan air kembang dari baskom di mejaku. Aku mendekati dia: “bagian mana yang diciumi si Santo dalam mimpimu itu, Nduk?” tanyaku. Ia tampak berpikir sebentar, dan kemudian meunjuk bibirnya: “ini Mbah, saya di sun di bibir”, katanya. Tanpa ragu-ragu aku mencipratkan air dalam gelas itu ke bibirnya. Aku kemudian menunduk ke bawah, mulutku berkomat-kamit (sebenarnya aku tidak membaca mantera, cuma mengitung satu tambah satu dua, dua tambah dua empat dan seterusnya dengan cepat). Kemudian aku menghela napas dan berkata: “aku juga harus melakukan yang sama Nduk. Supaya ngelmu hitamnya bisa kesedot keluar”. Dan tanpa minta ijin lagi, kuseruduk mulutnya dan kucium dengan nafsu berat.

Kurasakan si Isyana berdiri kaku seperti kayu, tampak sangat kaget dengan seranganku itu. Mulutnya terkunci rapat sehingga bibirku tidak menyentuh bibirnya sama sekali. Aku jadi kesal: “buka mulutmu Nduk, terima saja. Jangan takut, memang supaya melawan ilmu hitam ini lakunya harus begitu”, ia tersengal sengal: “Ing..inggih Mbah..” Katanya. Dan dengan canggung dia membuka mulutnya. Sekarang aku menciumnya lagi, kini dengan lembut. Tidak ada perlawanan. Kulumat bibirnya, dan kusedot ke luar. Lidahku masuk ke dalam rongga mulutnya, bergerak ke kiri kanan tetapi tidak mendapat respons dari lidahnya. Tampaknya ia masih sangat kaget dan bingung dengan tindakanku ini.

Akhirnya, setengah kecewa, kulepaskan ciumanku. Harus ada cara supaya dia terangsang, pikirku. Aku bertanya: “mana lagi Nduk, yang dicium si Santo?”, Isyana sekarang menunjuk belakang telinganya, dan jarinya turun menyelusur leher: “di sini Mbah..” katanya. Sekali lagi aku memercikkan air bunga dari gelas ke bagian yang ditunjuknya, dan mendekatkan mulutku ke belakang telinganya. Kucium pelan-pelan, dan kupermainkan dengan lidahku. Tenang, jangan terburu nafsu, pikirku. Kalihkan ciuman dan gesekan lidahku ke lehernya yang mulus. Kukecup kecup halus. Aku merasakan napasnya mulai naik. Nah, ini dia. Dia mulai terangsang.

“Bagaimana rasanya, Nduk?” bisikku. Dia tidak menjawab, tetapi napasnya semakin menaik: “hegh..eemmh..” erangnya. Dan tiba-tiba dia menjauh dariku. Wajahnya menunduk ke bawah: “kenapa?” tanyaku: “kamu rasa sakit ya Nduk? pusing?” tanyaku penuh kebapakan. Dia menggeleng: “a..anu Mbah.. rasanya keri (geli) sekali..”. Aku pura pura tertawa lega: “naah, kalau kamu nggak rasa sakit, cuma geli saja, artinya ilmunya memang belum masuk terlalu dalam. Syukurlah. Sekarang Mbah teruskan ya. Mana lagi yang di cium si Santo?” sekarang dia menunjuk buah dadanya: “di susuku ini Mbah, dicium bergantian, kiri kanan..” Nah, ini dia. Kupicratkan air kembang ke buah dadanya, dan dengan lagak sok yakin kupegang kedua bukit indah itu. Sekali lagi aku menunduk ke bawah, mulai komat-kamit membaca mantera matematikaku. Aku tampak sangat serius, meskipun sebenarnya aku sekuat tenaga berusaha mengendalikan nafsuku yang sudah tidak ketulungan berkobarnya.

Akhirnya aku menundukkan kepalaku: “harus kusedot, Nduk. Di sini manteranya kuat sekali. Si Santo bangsat itu sudah masuk dalam sekali ke tubuhmu.” Kulihat ia mengangguk, mekipun tampak masih sangat ragu. Pertama kukecup buah dada kirinya, merasakan kelembutan kulitnya yang sangat halus. Kecupanku berputar melingkar, hingga bagian bawah susu yang mengkal itupun tak luput dari kecupanku. Akhirnya aku berhenti di putingnya, kupermainkan sedikit dengan lidahku dan akhirnya kukulum dengan lembut. Mulutku menyedot-nyedot barang indah itu dengan bernafsu, dan lidahku menari-nari di putingnya. Kurasakan puting itu semakin membesar dan mengeras. Sedangkan jari tangan kananku terus meremas remas dada kanannya, mempermainkan putingnya secara berirama sama dengan irama gerakan lidahku di puting kirinya.

Nah, akhirnya pertahanan si genduk Isyana bobol juga. Tubuhnya yang tadinya kaku seperti kayu, sekarang terasa melemah. Tangannya memegang kepalaku, tanpa sadar mengelus elus rambutku yang gondorong. Mulutnya mendesis-desis dan menceracau pelan: “Mbah..aduuh Mbah.. jangan.. gelii sekali.. aduuhh..” tetapi aku tidak perduli lagi. Tubuh Isyana terasa bergoyang- goyang, semakin lama semakin keras. Kupindahkan kulumanku ke puting kanannya. Aku melihat ke atas, kulihat kepala Isyana menunduk dalam-dalam sementara tangannya tetap memegang kepalaku. Matanya tertutup rapat dan mulutnya juga terkatup rapat. Ekspresinya seperti dia sedang mengejan atau menahan sesuatu yang sangat nikmat.

Horee, aku berhasil! teriakku dalam hati. Jelas dia kini juga terangsang berat. Semakin asyik saja nih, pikirku. Kini kulepaskan hisapanku di susunya dan bertanya (pasti suaranya sudah tidak tampak berwibawa lagi, tapi penuh nafsu): “terus, habis cium susumu, dia cium lagi di sini ya?” tanyaku, sambil menunjuk pada kemaluannya: “i.. iya Mbah..” katanya bergetar: “di pipis saya.. dicium terus dijilatin”.

Aku mengangguk pura pura maklum, dan menghela napas seperti sedih dan terpaksa: “ya sudah Nduk, karena begitu ya supaya pengaruh setannya hilang, Mbah juga terpaksa harus melakukan yang sama. Coba kamu duduk di meja ini”. Kataku sambil membimbingnya duduk di meja praktekku. Dengan canggung dia menurut: “buka lebar-lebar kakimu Nduk” kataku. Dia tampak bingung sehingga harus kubantu. Kubentangkan paha kiri dan kanannya sehingga dia duduk mengangkang di mejaku. Kini tampaklah kemaluannya dengan jelas, kemaluan anak ABG yang baru ditumbuhi sedikit rambut. Warnanya kemerahan dan sangat merangsang. Jelas ini tempik (istilah khas daerahku) yang belum pernah dijamah laki-laki. Mataku berkunang-kunang karena nafsu.

Sekarang aku mengambil kursi, meletakkan tepat di depannya. Aku duduk di kursi itu dan mencondongkan tubuhku ke depan, sehingga wajahku sekarang berhadapan langsung dengan kemaluannya, hanya berjarak sekitar sepuluh sentimeter. Bau khas kemaluan perempuan menyebar dan tercium hidungku. Aku menelan ludah: “agak naikkan bokong (pantat)mu Nduk, supaya Mbah gampang nyiumnya” perintahku. Kini dia menuruti dengan patuh, mengangkat pantatnya sehingga kemaluannya semakin lebar terbuka di depan wajahku. Dengan lembut kugosok-gosok mahkota wanita itu dengan tanganku, ke atas ke bawah dan sebaliknya. Kuremas-remas halus bulu-bulunya yang jarang, dan akhirnya kukecup kelentitnya dengan bibirku.

“Aaggh..” Isyana mengerang (mana ada sih cewek yang kuat kalau dibegituin?). aku semakin menggila. Kukecup-kecup kemaluannya dengan gemas, dari bagian atas hingga bawah, lidahku menyelusuri belahan kemaluannya dan menerobos bagian dalamnya yang berwarna merah muda dan basah. Tubuhnya semakin menggelinjang. Napasnya terdengar semakin memburu. Akhirnya kecupan dan jilatan lidahku berhenti di kelentitnya. Kukecup-kecup terus kelentit yang tampak semakin membesar itu, dan akhirnya kuhisap dengan kuat. Sambil menghisap, lidahku tetap dengan aktif menjilati kelentit itu sementara tanganku terus mengelus elus daerah bawah kemaluannya, kadang-kadang jariku menyelusup ke lobang kemaluannya yang terasa semakin lama semakin basah.

Isyana sama sekali sudah lepas kontrol. Erangannya semakin keras (untung saja suara TV di luar sangat keras dengan lagu dangdut, moga-moga erangannya tidak ada yang mendengar). tubuhnya berkelojotan ke kiri ke kanan, tangan kanannya menumpu ke meja sedangkan tangan kirinya memegang kepalaku. Di remas-remasnya rambutku dan setiap kali kepalaku agak merenggang, ditekannya lagi ke kemaluannya.

Jangkrik, pikirku. Aku hampir tidak bisa bernapas. Tetapi bagaimanapun suasananya sangat asyik. Aku semakin tenggelam dalam permainan yang penuh nafsu ini. Kusungkupkan kepalaku semakin dalam di selangkangannya. Tidak kupedulikan lagi bahwa kursi dan meja reyot yang kami gunakan semakin kuat bergoyang dan berderak-derak. Sampai akhirnya: “aakhh.. ad..uuh.. mbaah.. aku..aa..” jeritan yang entah apa artinya itu meluncur keluar dari mulut si bahenol, diikuti dengan semprotan cairan dari lobang kemaluannya. Basah dan hangat, sebagian menempel di dagu dan jenggotku.

Akhirnya kuangkat kepalaku dari kemaluannya, dan kucium dahinya yang menunduk dengan napas tersengal-sengal. Aku berbisik: “piye, Nduk? Kamu sudah merasa enakan sekarang?” dia mengangguk: “i..iya Mbah.. enakan sekarang..” aku hampir ketawa. Goblok juga anak ini, sudah sekian jauh belum juga sadar kalau aku kerjain. Sekarang sampailah pada tahap selanjutnya, pikirku.

Tanpa basa basi aku melepaskan jubahku dan celana dalamku. Kulihat wajahnya yang tadinya menunduk sayu sekarang terangkat, matanya membeliak melihat aku sudah telanjang bulat di depannya. Aku harus akui kalau badanku cukup atletis (wajahku juga nggak jelek-jelek amat lho, terutama kalau janggut professionalku ini dicukur). Batang kemaluanku lumayan besar, dan selalu jadi kekaguman cewek-cewek yang pernah main seks denganku.

#Cerita #Hot #Kisah #Dukun #Cabul #Bagian #Dua

Cerita Hot Kisah Si Dukun Cabul Bagian Tiga Terbaru Malam Ini

Ini adalah lanjutan cerita seru yang ber judul Cerita Hot Kisah Si Dukun Cabul Bagian Dua

Mbah melihat dari pipismu tadi, ternyata ilmu gendamnya si Santo sudah masuk dalam sekali ke dalamnya. Mbah sudah coba sedot sedot tadi, tidak mau keluar juga. Berbahaya sekali Nduk, nanti kalau dibiarkan jadi ngabar (menguap) masuk ke pembuluh darahmu, bisa mati kowe. Mbah harus mencoba cara yang lebih kuat. Agak sakit mungkin Nduk, nggak apa-apa ya?” kataku penuh rasa sayang dan kasihan. Kuelus rambutnya yang sekarang tampak awut-awutan. Dia mengangguk, mengulang lagi kata-katanya yang bego tadi: “inggih Mbah, kulo nderek kemawon..”. Aku mengangguk-angguk: “anak baik. Kasihan sekali kowe Nduk”.

Sekarang aku mengangkat tubuhnya yang sudah lemas dari atas meja, dan dengan lembut membimbingnya ke dipan yang ada di sudut. Kubaringkan tubuh bugil yang sudah lemas itu, dan dengan hati-hati kulebarkan kakinya. Kini dia terbaring mengangkang, kemaluannya terbuka lebar seakan siap menerima segala kenikmatan duniawi. Aku duduk berlutut, kemaluanku sudah tegang betul dan kini terarah ke lobang kemaluannya. Kugesek-gesek kepala jagoanku ke kelentitnya. Dia mengerang pelan, matanya tertutup rapat. Kurendahkan tubuhku, kini aku telungkup di atas badannya. Kukecup bibirnya dengan lembut: “sudah siap, ya Nduk. Agak sakit, ditahan saja. Pokoknya Mbah usahakan kamu jadi sembuh betul”. Dia mengangguk, tidak membuka matanya: “inggih Mbah” desisnya lirih.

Kini aku memegang batang kemaluanku, dengan sangat hati-hati menusukkannya ke kemaluan si Isyana yang masih basah kuyup bekas hisapanku tadi. Satu senti..dua senti.. tiga senti.. sempit sekali. Isyana mengerang: “ss.. sakit Mbah..” tampak wajahnya mengernyit kesakitan. Tangannya memegang dan meremas lenganku. “Tenang Nduk..tenang.. tahan sedikit.. nanti lama-lama sakitnya hilang, berganti rasa enak”.

Aku harus mengakui, inilah lobang kemaluan ternikmat yang pernah kurasakan. Sebelumnya aku hanya bisa bermain dengan pelacur-pelacur, atau paling banter dengan si Jaetun janda muda yang gatel di desa sebelah. Semuanya sudah melongo lubangnya, sama sekali tidak enak. Tetapi yang ini, sungguh lezat, legit dan super sempit. Dasar perawan.. kutekan agak keras kemaluanku, diikuti dengan teriakan Isyana: “aauuwww.. saakiit Mbah..” aku cepat-cepat melumat bibirnya, agar teriakannya tidak berkembang menjadi raungan..

Sekarang dengan cepat dan akhli aku menekan kemaluanku, sekalian saja sakitnya pikirku. Dan..bless..masuklah seluruh kemaluanku ke dalam lobang memeknya. Tubuh Isyana terlonjak di bawahku, tangannya meremas lenganku sangat keras. Matanya terbeliak, tetapi mulutnya tidak bisa memekik karena tersumpal bibirku. Aku diam sejenak, menunggu lonjakannya hilang.

Akhirnya dia diam, hanya napasnya masih tersengal-sengal. Sekarang, setelah semua tenang, kulepaskan ciumanku: “masih sakit, Nduk?” dia mengangguk: “tapi lama-lama nggak perih kan?” dia mengangguk lagi. Lugu betul anak ini: “Mbah terusin ya? tidak lama lagi kok”. Sekali lagi dia mengangguk. Kugoyangkan pantatku lagi pelan-pelan, tidak ada respon penolakan darinya. Kogoyangkan lagi semakin kuat, dan tanganku mulai menggerayang memainkan puting susunya. Dia mengeluh. Dia merengek. Jelas si Isyana ini mulai menikmati permainan ini. Pinggulnya mulai ikut bergoyang, meskipun agak kaku.

Aku tidak berani merubah posisiku ini, takut kalau dia kesakitan lagi. Goyanganku juga kuusahakan seteratur mungkin, tidak terlalu cepat juga tidak terlalu lambat. Malah goyongannya yang semakin lama semakin tidak teratur. Kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan, mulutnya mendesis-desis dan tangannya mencengkeram erat lenganku. Matanya terpejam dan raut wajahnya menampakkan campuran kesakitan dan kenikmatan yang sangat.

Dipan bobrok ini mulai terdengar berkeriet-keriet. Akhirnya terdengar proklamasi si Isyana, persis seperti tadi: “aakhh.. ad..uuh.. mbaah.. aku.. aa..” dan kurasakan cairan menyemprot di lobang kemaluannya. Akhirnya kepalanya terkulai lemas ke kiri (sejak kami mulai main tadi, matanya terus terpejam). Aku mengutuk dalam hati. Jangkrik, aku sendiri belum keluar nih. Kuperkuat genjotanku, kufokuskan pikiranku pada kenikmatan yang kualami sekarang ini. Kuremas-remas susunya semakin kencang. Dan akhirnya kurasakan desakan dalam kemaluanku, desakan yang sudah sangat kukenal. Aku sudah mau orgasme.

Tetapi aku tidak ingin mengakhiri permainan ini begitu saja. Kukeluarkan tembakan terkhirku: “Nduk, Nduk, Mbah rasa ajiannya si Santo sudah berhasil Mbah hilangkan. Tetapi kau harus meminum ajian dari tubuh Mbah ya? supaya kamu kebal terhadap segala ngelmu hitam macam ini”. kataku tersengal-sengal. Isyana hanya mengangguk saja, matanya tetap terpejam. Melihat tanda persetujuan itu, aku segera mencopot kemaluanku dari memeknya, begitu cepat sehingga terdengar suara, “plop”. Aku segera mengangkang di atas tubuhnya, batang kemaluanku kuarahkan ke mulutnya: “ini Nduk” kataku. Tangan kananku mengangkat kepalanya yang terkulai, sedangkan tangan kiriku terus mengocok batanganku.

Mata si Isyana membuka malas, melihat senjataku bergelantung di depan wajahnya. Aneh, Dia tidak tampak kaget lagi (mungkin lama-lama dia sudah biasa?) dia menggumam malas: “mana obatnya Mbah? sini biar aku minum.” Aku mendesah penuh nafsu: “ini Nduk, obatnya ada dalam burung Mbah ini. Minumlah” kataku. Isyana menjawab dengan malas, seperti orang setengah sadar: “dihisep dulu Mbah? Sini gih. Biar cepet selesai”. Dan tanpa bertanya lagi, dia memegang kontolku dan memasukkan ke mulutnya. Waduh, hebat banget si geNduk ini.

Meskipun tetap dengan gaya malas, seperti setengah sadar, dia mulai menyedot nyedot kemaluanku dan lidahnya secara reflek juga bergerak-gerak menyelusuri batang kontolku. Aku bergetar hebat. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya, dan kugoyangkan pinggulku sehingga kemaluanku bergerak keluar masuk mulutnya. Rasanya bahkan lebih nikmat daripada bersetubuh biasa. Beberapa kali tanpa sengaja gigi Isyana bergesekan dengan kemaluanku, membuat kenikmatan yang kurasakan semakin melambung.

Kupercepat goyanganku, tetapi tetap menjaga agar dia tidak sampai tersedak. Akhirnya tekanan dalam kemaluanku tidak dapat kutahan lagi: “Nduk, ini Nduk..” erangku: “telan semua ya” dan croot.. muncratlah air maniku ke dalam mulutnya. Kurasakan hisapan dan jilatannya berhenti. Dua kali lagi aku menyemprotkan maniku di mulutnya, semuanya tampak tertelan (karena posisinya terlentang, jadi tidak ada yang terbuang keluar).

Kudiamkan posisi ini agak lama, sampai kurasakan kemaluanku mulai mengecil dan akhirnya lepas sendiri dari mulutnya. Aku berguling ke samping, kulihat Isyana tetap telentang dengan mata tertutup. Bibirnya yang seksi kini tampak berlepotan air mani, tampaknya masih ada maniku yang tertahan di mulutnya dan belum tertelan. Aku bangun dan mengambil gelas berisi air kembang tadi, dan menyodorkan kemulutnya dengan lembut: “minum Nduk, minum. Biar semua obat Mbah masuk ke badanmu. Ini air kembang juga berkhasiat kok.” Dia menurut dan meneguk habis air itu. Akhirnya kubimbing dia berdiri, dan kubantu dia memakai bajunya. Aku juga memakai bajuku. Kami sama sekali tidak bicara saat itu.

“Bagaimana Nduk? Apakah kamu sudah merasa enakan?” dia diam saja. Tangannya menyisir rambutnya, dan membetulkan bajunya yang awut-awutan. Kuelus rambutnya.
“Mbah, apakah pasti saya sudah sembuh?” tanyanya dengan suara bergetar. Aku mengangguk: “pokoknya, semua sudah beres. Tadi Mbah itu mempertaruhkan nyawa Mbah lho. Kalau gagal tadi pasti ilmu hitamnya si Santo berbalik menghantam Mbah. Untunglah semua sudah berakhir.”
Dia mengangguk, wajahnya tetap menunduk: “matur nuwun, Mbah.” Katanya: “Berapa saya harus bayar Mbah?” aku tergelak: “wis, wis, bocah ayu, Mbah nggak minta bayaran kok. Bisa menyembuhkan kamu saja Mbah sudah bersyukur banget.” Kulihat bibir si Isyana tersenyum halus, mengangguk dan meminta ijin pulang. Kubuka pintu kamarku dan aku memanggil salah satu tukang ojek yang mangkal untuk mengantarkannya pulang. Dalam beberapa detik, tubuh bahenol Isyana hilang tertelan kegelapan malam.

Aku menghela napas dan masuk kembali ke kamar. Tiba-tiba aku tertegun. Lha, kok aku sampai tidak menanyakan si Isyana itu tadi siapa ya? karena sudah terbelit nafsu aku sampai tidak menanyakan pertanyaan pertanyaan standar seorang dukun: rumahmu dimana, bapakmu siapa..

Ah, aku menggeleng. Rasanya aku tidak pernah lihat dia sebagai warga sekitar sini. Mungkin dia dari Wonolayu, desa sebelah sana. Biarin saja. Aku masuk kamar praktekku, dan segera menggelosor di dipan yang tadi kugunakan untuk bercinta dengan Isyana. Dalam beberapa menit aku terlelap. Entah berapa jam aku tertidur, ketika sayup-sayup kudengar..

TOK..TOK..TOK..

“Bangun, Firman bangsat! bangun!” suara yang sayup-sayup tadi kini menjadi semakin jelas seiring dengan meningkatnya kesadaranku. Dengan terseok-seok aku berdiri dan menuju pintu, membukanya dengan malas. Baru pintu kubuka sedikit, tiba-tiba.. bruuk..seorang laki-laki tinggi besar menyerbu masuk, dan tanpa basa-basi tangannya menampar pipiku. Aku mengaduh dan terbanting ke lantai. Waktu aku melihat siapa si pembuat onar itu, kulihat Mas Gerry, blantik (pedagang sapi) tetanggaku, sedang berdiri dengan mata merah dan berapi-api. Tubuhnya yang tinggi besar dan berkumis melintang (dia memang keturunan warok Ponorogo) tampak sangat menyeramkan.

Aku berteriak keheranan: “mas.. Mas Gerry.. ada apa ini? kok tiba-tiba kesetanan kayak gini?”
Mas Gerry balas berteriak, matanya semakin mendelik: “kesetanan gundulmu.. kamu yang kemasukan setan! apa yang kamu lakukan kemarin malam, Dar? ayo ngaku!!”. aku semakin bingung: “yang apa to mas? aku ora ngerti.” Si warok itu tampak semakin marah: “kemarin malam! si Isyana! Sumineemm! kamu apakan dia?”

Wah, aku jadi kaget. Isyana itu apanya dia? kalau anak tidak mungkin, aku tahu Mas Gerry cuma punya dua anak laki-laki: “si Isyana itu apanya mas?” tanyaku. Mas Gerry berteriak marah: “kuwi ponakanku, bedes (monyet)! semalam dia datang ke rumah, katanya baru ke kamu terus karena kemalaman dia takut pulang ke rumahnya di Wonolayu. Di rumah dia nangis-nangis, katanya pipisnya sakit sekali. Waktu dilihat mbakyumu, celana dalamnya ternyata basah oleh darah. Walaah..dia akhirnya ngaku semua apa yang kamu lakukan. Iyo tho? ayo ngaku, bedes!” dan dengan berkata begitu ia menubruk lagi tubuhku. Satu bogem mentah kembali melayang ke pipiku. Aku berteriak kesakitan.

Aku hanya bisa meratap: “mas.. mas.. ampun mas, aku tidak mau kok sebetulnya..si Isyana yang memaksa..” aku coba membela diri sebisanya. Mendengar itu, Mas Gerry jadi semakin marah: “opo jaremu (apa katamu)? Si Isyana yang minta? kamu kira keluargaku kuwi keluarga perek opo? pikirmu si Isyana kuwi bocah nakal tukang goda wong lanang? weehh.. kurang ajar kowe Dar. Bangsat! asu! kucing! wedus! bedes!” dan sambil mengeluarkan perbendaharaan nama segala jenis binatang yang ada dalam kepalanya, Mas Gerry kembali menendang tubuhku yang sedang menggelosor pasrah di lantai. Dan dengan ngeri kulihat tangannya mulai menarik pecut (cemeti) yang melingkar di pinggangnya, pecut yang biasa dia gunakan kalau lagi akan jualan sapi. Aku semakin meringkuk: “ampuun maas..” rengekku.

Dalam suasana yang sangat genting itu, tiba-tiba beberapa orang menerobos masuk. Aku melihat Pak Sitepu, ketua RW kami yang langsung memeluk Mas Gerry yang lagi kesetanan: “sudah..sudah mas.. mati pula dia nanti.. tenang sajalah kau..” katanya dengan logat batak yang kental. Seorang lagi yang menerobos masuk adalah seorang polisi. Dia membantuku berdiri dan dengan formal berkata: “Bapak Firman, saya menahan bapak atas tuduhan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. Saya minta bapak ikut saya ke polsek sekarang juga.” Aku hanya mengangguk mengiyakan. Kulihat di belakangnya bapak dan ibuku, yu Mini dan keluargaku yang lain melihat semua adegan dahsyat itu dengan melongo tanpa bisa berkata apa-apa.

Mas Gerry terus berteriak-teriak: “Ya, Pak polisi.. cepet saja ditangkap si bedes ini. Daripada nanti kalau lepas bisa kalap aku. Tak cacah dagingmu, tak jadikan rawon! tak jadikan sop! tak jadikan rendang..!” sekarang dia mengancam dengan segala jenis masakan yang dia ingat. Aku menghela napas. Dengan gontai aku mengikuti Pak polisi itu, keluar rumahku. Di depan rumah ternyata ada puluhan orang lain yang sudah berkumpul, para tukang ojek yang mangkal, tetangga, dan orang-orang lain. Semuanya melongo melihatku.

Dari dalam masih kudengar teriakan Mas Gerry, menyebut segala jenis makanan yang rencananya akan mempergunakan dagingku sebagai bahan lauknya: “tak jadikan sate! tak jadikan opor!”. seorang tetanggaku berteriak mengejek: “entek nasibmu (habis nasibmu) Dar! makanya kalau hidup jangan hanya ngurusi kontol thok!”.

#Cerita #Hot #Kisah #Dukun #Cabul #Bagian #Tiga