Kisah Sex Hadiah Dari Sahabat Terbaru Malam Ini

Kisah Sex Hadiah Dari Sahabat

Sudah beberapa bulan berlalu sejak Mei memperkenalkan Yen kepadaku. Sejak itu kedua wanita Cina yang cantik dan bahenol ini menjadi partner seksku. Secara rutin kami bertemu untuk bersetubuh dan memuaskan nafsu birahi.

Kebanyakan kami berkumpul di rumah Mei di bilangan Margorejo. Keduanya seperti tak terpuaskan. Apalagi Yen. Nafsunya yang besar itu seperti tak ada habisnya. Permainan ranjangnya sungguh-sungguh menggairahkan, sehingga selalu ada kegembiraan dan kebanggaan tersendiri setiap kali aku menggumuli, menyetubuhi dan memuaskan nafsunya.

Satu hari Jumat, jam istirahat makan siang. Bersama seorang teman aku meluncur ke Delta Plaza. Ketika lagi asyik menyantap mie goreng, ada SMS masuk ponselku. Ternyata dari Yen.

“Kho Ardy, aku di meja pojok kanan. Buat aja seperti nggak kenal, ya.”

Aku menoleh ke pojok kanan itu. Yen ada di sana bersama sekelompok teman wanita. Ada enam orang, semuanya Cina. Wow.. Cantik-cantik dan mulus-mulus. Mereka bercerita sambil tertawa-tawa dengan ceria. Yen melirik ke arahku sambil menulis SMS di ponselnya. Beberapa detik kemudian ada SMS masuk lagi.

“Pilih aja yang Kho Ardy suka.”

Aku tak dapat lagi berkonsentrasi pada makan siangku. Mataku meneliti para wanita itu satu persatu. Aku lalu teringat percakapanku dengan Yen dan Mei satu malam setelah bersetubuh dengan keduanya.

“Aku sudah punya dua wanita Cina yang cantik dan seksi”, kataku.

“Kapan dua ini akan bertambah menjadi empat?”

“Kho Ardy pingin tambah lagi”, kata Yen di luar dugaanku.

“Mudah, Kho. Akan Yen atur. Mau tambah dua atau berapa, terserah Kho Ardy aja.”

“Nggak usah khawatir”, lanjut Mei.

“Akan ada saatnya hadiah baru lagi. Tapi harus hemat-hemat tenaganya. Soalnya wanita Cina itu nafsunya gede-gede. Haha..”

Aku tak menduga kalau guyonan itu akan menjadi kenyataan. Berarti Yen sungguh-sungguh akan menepati janjinya. Mataku menangkap yang duduk di sebelah kiri Yen. Wajahnya manis imut-imut. Pandangan sekilas jelas menunjukkan sosok tubuhnya yang tinggi tetapi padat. Rambutnya panjang seperti punya Yen dibiarkan tergerai.

Lalu mataku menangkap sosok yang membelakangiku. Wanita berambut pendek itu jelas bertubuh padat. Kursi kecil merah yang didudukinya tak mampu memuat pantatnya yang lebar itu. Yang lain-lain walaupun berwajah manis rata-rata bertubuh agak kecil, tentu tidak masuk dalam kriteria seleraku.

“Yang di sebelah kiri dan yang di depanmu”, tulisku dalam SMS untuk Yen.

Kulihat Yen membaca SMS di ponselnya dan tersenyum sekilas. Ketika mereka berjalan beriringan meninggalkan mejanya, aku memperhatikan satu per satu. Tidak salah pilihanku. Si rambut panjang itu setinggi Yen. Rok sedikit di bawah lutut dan blazer biru terang itu cukup memberi gambaran bentuk tubuhnya yang seksi. Buah dadanya menonjol. Pantatnya bulat besar. Gambaran celana dalamnya sedikit terlihat.

Yang berambut pendek sedikit lebih rendah. Pinggangnya ramping dan buah dadanya besar. Dan pantatnya. Aduhai! Bulat besar dan bergoyang-goyang dengan indahnya. Lebih besar dari pantat wanita yang tinggi itu, malah lebih besar dari pantat Mei dan Yen. Aku menelan liur. Yen mengedipkan matanya sekilas sambil melirikku. Mereka berlalu sementara teman makan siangku terus ngomong tanpa sadar apa yang sedang terjadi. Kembali ke kantor aku tak dapat berkonsentrasi lagi. Kutelepon Yen.

“Gimana tadi?” tanyaku.

“Aku mau yang rambut panjang di sebelah kirimu dan si rambut pendek di depanmu itu.”

“Sudah kuduga kalau Kho Ardy akan memilih yang itu”, katanya sambil tertawa kecil.

“Keduanya memang sesuai selera Kho Ardy. Yang berambut panjang namanya Dewi, 28 tahun. Yang berambut pendek namanya Fenny, seusiaku, 29 tahun.”

“Kapan ketemunya”, kataku tak sabar.

“Haha..” tawanya renyah.

“Udah nafsu nih ye”, lanjutnya menggoda.

“Habis, montok-montok segitu”, sahutku.

“Kho Ardy harus sabar karena perlu pendekatan. Begitu berhasil, Kho Ardy akan kukabarkan. Saya yakin tak lama”, katanya berbisik-bisik.

“Tapi, sebelum ketemu mereka kan masih ada aku sama Mei yang selalu siap.”

Sesudah pertemuan itu, setiap kali bersetubuh dengan Mei dan Yen saya selalu bertanya kapan bertemu si Dewi dan Fenny. Mei juga tidak berkeberatan bahkan bermimpi dapat bermain berlima pada satu kesempatan nanti. Ternyata penantianku tidak berlangsung lama. Tiga minggu sesudah SMS di Delta Plaza, suatu siang Yen menelponku.

“Ada khabar gembira, Kho”, kata Yen dengan suara renyah.

“Dewi dan Fenny pingin segera kenalan dengan Kho Ardy.”

“Betul Yen”, sahutku.

“Siapa dulu dong yang ngatur”, sahutnya.

“Supaya puas, nanti Kho Ardy main aja sama Dewi dan Fenny dulu. Lalu nanti berlima sama aku dan Mei kalau sudah memungkinkan”, kata Yen.

“Gimana baiknya?”, tanyaku.

“Hari Jumat besok Mei akan nginap di tempatku”, katanya lagi.

“Kalian pakai aja rumah Mei, biar aman.”

“Jadi Mei udah tau?” tanyaku.

“Yah, udah”, sahut Yen.

“Keduanya udah kenalan sama Mei. Mei setuju kok, makanya ia menginap di rumahku biar kalian bisa leluasa bermain bertiga. Kami menanti Kho Ardy besok di sana. Sesudah Kho Ardy datang, aku dan Mei pergi, biar Kho Ardy leluasa menikmati Dewi dan Fenny.”

“Wuii.. Kamu hebat deh, Yen”, kataku.

“Tapi Sabtu malam tetap milikku dan Mei”, katanya.

“Hemat tenaganya, ya. Aku dan Mei juga mau puas-puas.”

“Ngomong-ngomong, gimana sih sampai mereka bisa mau?” tanyaku.

“Haha..”, Yen tertawa.

“Mudah kok. Mereka tahu kalau aku dan Mei itu janda-janda muda. Tapi kok selalu berseri-seri setiap awal pekan. Tahu kan, maksudku? Mereka lalu bertanya. Yah, kuceriterakan. Mei juga cerita. Mei hebat promosinya seperti ceritanya dulu ke aku. Lama-lama keduanya tertarik dan akhirnya pingin kenalan sungguh.”

“Udah kawin keduanya?” tanyaku lagi.

“Kawin sih udah”, sahut Yen sambil ketawa lagi.

“Tapi belum menikah. Nggak apa-apa kan? Masa mau cari yang perawan.”

“Ya, nggak”, kataku.

“Tapi mau keduanya main bareng bertiga?” tanyaku lagi.

“Jangankan bertiga, berlima juga mau”, sahut Yen.

“Nggak usah khawatir Kho, keduanya orang-orang yang santai kok. Kalau mau, minggu depan kita main berlima aja. Kho Ardy dilayani kami berempat khan enak.”

“Terima kasih Yen”, kataku setelah yakin.

“Akan ada hadiah untukmu.”

“Apa itu?” tanyanya.

“Dua jam tambahan di ranjang”, sahutku.

“Iihh.. Maunya”, sahut Yen sambil tertawa.

Aku menutup telepon sambil tersenyum sendiri. Babak baru pengalaman seksku akan bertambah lagi dengan hadirnya dua wanita ini. Aku membayangkan nikmatnya bergumul dengan Dewi dan Fenny, kedua wanita cantik dan montok itu. Apalagi kalau menggumuli empat-empatnya bergiliran dalam satu pesta seks, pasti akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Tidak terasa, kemaluanku bergerak-gerak dalam celanaku, seakan-akan sudah tidak sabar menantikan saat-saat nikmat bersatu dengan Dewi dan Fenny yang cantik dan bahenol itu.

Jumat sore. Aku menuju rumah Mei dengan jantung berdebar-debar. Ada rasa bangga yang menyelip di dadaku karena boleh menikmati kehangatan tubuh-tubuh wanita Cina yang cantik-cantik itu. Sebaliknya ada rasa cemas juga, takut ditolak karena tidak sesuai dengan harapan mereka. Maklum, usiaku sudah 39 tahun, sebelas dan sepuluh tahun lebih tua dari Dewi dan Fenny. Apa jadinya kalau aku dirasa kurang cakep dan ditolak? Wah, pasti malu sekali. Namun kupikir Yen dan Mei tak mungkin berbohong. Bukankah keduanya sudah ketagihan dengan kejantananku?

Kisah Sex Hadiah Dari Sahabat

Di depan pintu pagar aku ragu-ragu sejenak. Setelah menarik nafas beberapa kali, aku mendorong pintu yang tidak terkunci. Aku masuk dan mengancing pintu pagar stainless still itu. Tanpa mengetuk, aku mendorong pintu depan. Seperti biasa, kalau sudah ada janji pintu depan tidak dikunci. Aku mendorong pintu dan melangkah masuk.

“Hi, sayang”, suara Mei menyambutku.

Astaga! Mei hanya mengenakan celana dalam dan BH kecil berwarna merah yang membuat buah dadanya yang montok itu seperti akan meloncat keluar. Aku terpesona. Mei yang sudah puluhan kali kugumuli itu tetap tampil menawan. Tetapi yang membuatku terkejut ialah caranya berpakaian. Pasti yang lain-lain juga berpakaian seperti itu.

Apakah aku akan dilayani keempat wanita itu sekaligus? Dengan mesra Mei mengecup bibirku dan menggandengku masuk. Dan benar dugaanku, di ruang tengah telah menunggu Yen, Dewi dan Fenny, ketiga-tiganya hanya mengenakan celana dalam dan BH kecil. Memperhatikan tubuh-tubuh montok bahenol nyaris bugil itu, nafsu birahiku langsung menggelegak butuh penyaluran. Kemaluanku langsung berdenyut-denyut di balik celanaku, tidak sabar menanti saat-saat indah menyatu dengan wanita-wanita Cina cantik bahenol ini.

Mei melepaskanku dan berdiri berjajar bersama Yen, Dewi dan Fenny. Aku tertegun memandang keempat wanita ini yang mengenakan hanya BH dan celana dalam. Keempat-empatnya memakai sepatu hak tinggi sehingga menambah seksi pemandangan di depanku. Yen yang berdiri di sebelah Mei mengenakan celana dalam dan BH berwarna hitam. Dadanya menyembul keluar dengan indahnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai. Di sebelah kiri Yen berdiri Fenny.

Ia mengenakan celana dalam dan BH berwarna abu-abu. Rambutnya juga panjang tergerai sampai ke pantatnya. Dadanya menonjol ke depan, membusung dan dengan indahnya menyembul dari BH yang kecil. Dan.. Pantatnya itu, aduhai besarnya. Menariknya, pinggulnya cukup ramping untuk wanita dengan ukuran pantat sedemikian besarnya.

Dan akhirnya, di jangkung Dewi dengan rambut di bawah pundak. Ia mengenakan celana dalam dan BH berwarna cream. Dadanya pun montok mempesona dengan tubuh padat dan sintal. Pinggangnya melekuk dengan indahnya menuruni pinggulnya yang digantungi dua bongkahan pantatnya yang lebar, walaupun tidak selebar punya Fenny.

Dadaku berdegup kencang, mataku membelalak dan mulutku terbuka. Mimpi apa aku semalam? Kupandangi keempat wanita Cina yang putih mulus, cantik montok dan bahenol itu dengan nafas yang menderu-deru. Keempatnya tersenyum manis.

“Selamat datang ke dunia impian”, kata Yen dengan suaranya yang merdu.

“Semua ini milikmu”, sambung Mei.

“Nikmati sepuas hati.”

“Ayolah, Kho Ardy”, kata Yen manja.

“Kenalan dong, sama si Fenny dan Dewi. Katanya pingin kenalan dengan dua cewek montok nan sexy ini. Ayo, kemarilah.”

Aku mendekat. Mei dan Yen mendekat dan mengapitiku di kiri dan kanan. Keduanya bergayut di bahuku dengan buah dada mereka yang montok kenyal itu menempel di lengan kiri dan kananku. Kedua wanita montok ini telah puluhan kali merasakan kejantananku. Sekarang mereka ingin membagi kenikmatan dengan dua teman yang lain. Aduhai! Dadaku berdegub-degub.

Fenny mendekat. Goyangan dada dan pantatnya saja sudah mampu membangkitkan birahiku. Apalagi goyangannya di atas ranjang, pastilah membuatku terbang ke awan-awan. Kuulurkan tanganku. Ia menyambutnya hangat. Kurengkuh tubuh montok itu ke dalam pelukanku. Dadanya terasa empuk menempel di dadaku.

Tanganku melingkari pinggulnya dan meraih pantatnya yang besar itu. Kutekan pantatnya itu ke arahku dalam gerak menyerupai persetubuhan. Fenny terkikik diiringi tawa Mei dan Yen. Ketika kukecup bibirnya, terasa ada getar-getar birahi dalam desah nafasnya yang hangat.

Lalu giliran Dewi. Jalannya anggun. Dengan postur tubuh setinggi itu ia lebih layak menjadi peragawati. Buah dadanya yang putih mulus dan disangga oleh BH kecil itu bergoyang-goyang dengan lembutnya. Sungguh pemandangan yang mengungkit birahi terpendam.

“Senang berkenalan dengan Mas Ardy”, kata Dewi sambil menyambut tanganku.

Aku merengkuh tubuh sintal dan sexy itu ke dalam pelukanku. Ia menggeletar. Ketika masih kunikmati dadanya yang empuk menempeli dadaku dan tanganku meraih-raih pantatnya, ia mendaratkan kecupannya di pipiku. Mei dan Yen bertepuk tangan.

“Nah, Kho Ardy”, kata Yen.

“Tugasku sudah selesai. Dewi dan Fenny akan menemanimu. Nikmati malam ini sepuas-puasnya. Aku dan Mei akan pergi.”

“Dewi, Fen”, kata Mei.

“Kami pergi ya. Aku jamin deh, kalian berdua nggak bakalan kecewa. Malah ketagihan nanti. Hati-hati, jangan lupa pulang lho, besok.”

Mei dan Yen segera berpakaian dan meninggalkan ruangan. Tidak lama berselang, terdengar derum mobil Mei meninggalkan halaman rumah. Aku turun dan mengunci pagar dan pintu depan. Ketika aku kembali, Dewi dan Fenny sudah menantiku di pintu ruang tengah. Keduanya langsung menyerbuku dan mendaratkan ciuman-ciumannya yang panas dan penuh gairah birahi terpendam. Aku sampai kewalahan dibuatnya. Malam ini, Dewi dan Fenny sepenuhnya menjadi milikku. Aku akan mereguk kenikmatan sepuas-puasnya dalam pelukan hangat keduanya.

Sambil merangkul keduanya, Fenny di kiri dan Dewi di kanan, kuajak keduanya duduk di sofa ruang tengah. Di ruang inilah dulu aku berpesta seks pertama kali dengan Mei dan Yen. Di ruang inilah pertama kali Mei dan Yen melayaniku dan menjadi ketagihan sejak itu. Kini aku ingin agar di ruang yang sama ini Fenny dan Dewi merasakan kejantananku dan selanjutnya menjadi ketagihan.

Tanpa kuminta, kedua wanita Cina yang cantik montok nan bahenol ini mulai membuka pakaianku. Satu persatu dilepaskannya sehingga yang tertinggal hanya celana dalamku saja. Kemudian serentak keduanya mendaratkan ciuman-ciuman di pipi dan leherku hingga akhirnya mulut-mulut mungil dengan bibir-bibir sexy itu mulai mengulum puting susuku, Fenny di sebelah kiri dan Dewi di sebelah kanan.

Aku mengerang-ngerang nikmat dan dengan segera tanganku bergerilya di lekukan-lekukan tubuh keduanya. Kedua tanganku melingkar ke punggung Dewi dan Fenny lalu melepaskan kaitan BH masing-masing. Terlepas dari BH, buah dada keduanya yang memang besar dan montok mencuat keluar dengan indahnya. Warnanya putih mulus dengan puting yang merah kecoklatan. Buah dada keduanya sudah menegang sehingga terasa padat dan empuk di telapak tanganku.

Ketika tanganku mulai mengelus buah dada keduanya yang montok itu, desah nafas nikmat terdengar dari mulut keduanya. Geletar birahi sudah melanda urat nadi seluruh tubuh mereka. Serentak tanga-tangan mungil Dewi dan Fenny menerobos celana dalamku dan berebutan menggenggam batang kemaluanku yang sudah menegang sekeras tank baja.

Aku tidak peduli tangan siapa yang mengelus batang kemaluanku dan yang lain mengusap-usap buah pelirku. Yang kurasakan hanya geletar-geletar nikmat yang menjalari seluruh bagian tubuhku dan meledak-ledak di denyutan kemaluanku.

Melepaskan kuluman di kedua puting susuku, Fenny menyusuri perutku dan mendekati selangkanganku. Dewi merayapi leherku dan mengendus-ngendus di pangkal kupingku. Tangan kiriku menyelusuri belahan buah dada Fenny dan sejalan dengan itu bibirku merambah tonjolan buah dada Dewi yang ternyata lebih besar dan lebih montok dari buah dada Fenny. Kuremas buah dada Fenny dan kuisap buah dada Dewi. Kedua wanita Cina itu bersamaan mengerang dengan suara keras.

Sambil tetap mengisap-isapi buah dada Dewi, tanganku mulai bergerilya ke balik celana dalam keduanya. Bongkahan-bongkahan pantat keduanya yang montok dan padat itu kini menjadi sasaran remasan tanganku. Telapak tanganku terasa empuk menelusuri halus kulit dan montoknya bongkah-bongkah itu. Keduanya menggelinjang ketika jari-jariku nakal menyelusuri belahan pantat yang menggairahkan itu. Keduanya bereaksi menjawab gerak tanganku itu.

Celana dalamku diperosotkan Fenny sehingga aku telanjang. Sejalan dengan mencuatnya kemaluanku tegak ke atas laksana menara, mulut mungil Fenny langsung menyergapnya. Kemaluanku yang sudah tegang itu berdenyut-denyut dalam mulutnya. Sedotannya sungguh membawa nikmat tidak terkira.

Aku menggeram, tetapi geramanku itu tertahan di buah dada Dewi yang menekan kepalaku kuat-kuat ke dadanya. Kedua tanganku dengan cepat menerobosi celana dalam keduanya dan bersarang di kemaluan masing-masing. Tangan kiriku menggerayangi kemaluan Fenny dan tangan kananku sibuk mencari-cari kemaluan Dewi. Ternyata keduanya telah basah oleh lendir.

Dewi mengaduh keras ketika jemariku menerobosi liang nikmatnya itu. Jeritan Fenny tertahan oleh kemaluanku yang telah memenuhi mulutnya. Sambil tangan kirinya terus menekan kepalaku ke arah dadanya, tangan kanannya memerosotkan celana dalamnya sendiri. Fenny menggelinjang-gelinjang ketika tangan kiriku mencopot celana dalamnya. Kini aku bersama kedua wanita cantik itu sudah dalam keadaan bugil penuh tanpa ditutupi sehelai benang pun. Adakah sesuatu yang dapat menghalangi aku untuk menikmati tubuh-tubuh bahenol ini sekarang?

“Kita ke kamar sekarang”, kataku kepada Fenny dan Dewi.

Fenny melepaskan kulumannya atas kemaluanku. Bertiga kami bangkit dan melangkah ke lantai atas. Kedua wanita itu bergayut di bahuku, Fenny di sebelah kiri dan Dewi di sebelah kanan. Tangan kanan Dewi menggenggam dan mengusap-usap kemaluanku sehingga tetap tegang dan keras. Buah dada keduanya menempeli lengan kiri dan kananku sementara kedua tanganku merayapi bongkah-bongkah pantat keduanya yang montok dan padat. Kedua wanita cantik itu mengikik genit dan seksi. Aku tahu persis, nafsu birahi keduanya telah menggelora, tidak sabar menantikan pemuasan.

Kamar tidur Mei terasa sangat romantis dan berbau wangi. Ruangan berpenyejuk itu terasa sangat lapang. Lampu yang redup membuat suasana semakin indah. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Kemaluanku tegak menjulang dengan gagahnya, menantikan saat-saat mendebarkan, menyatu dengan kedua wanita itu bergantian. Dewi dan Fenny berdiri sejajar mempertontonkan tubuhnya yang molek padat kepadaku. Dewi lebih tinggi dengan buah dada yang lebih besar dan padat.

Fenny lebih pendek, buah dadanya juga kalah besar dari Dewi, tetapi pantatnya itu! Aduhai! Lebih besar dari pantat Dewi, bahkan lebih besar dari pantat Mei dan Yen. Getaran pantatnya yang besar itu jelas-jelas sangat mengungkit birahiku yang terpendam. Sambil tertawa-tawa keduanya berputar-putar, mempertontonkan kemontokan dan kemolekan tubuh bugil mereka.

Kupandang buah dada keduanya yang montok, bongkahan-bongkahan pantat yang bulat, padat dan besar. Rambut kemaluan yang hitam legam itu memberi pemandangan yang sangat indah dan kontras di atas kulit yang putih dan mulus itu.

“Udah puas lihatnya?” tanya Dewi.

“Udah”, jawaku sekenanya.

Segera kedua wanita itu menerkamku di atas ranjang Mei yang lebar dan empuk itu. Spring bed itu bergetar-getar menahan gempuran keduanya. Jari-jari mungil mereka merambah dan mengelus seluruh bagian tubuhku, sementara bibir-bibir mungil dan basah itu menjelajah seluruh bagian sensitif tubuhku. Tubuh-tubuh bugil bahenol itu menghimpitku dengan ketatnya. Kubiarkan keduanya menjelajahi tubuhku. Sentuhan-sentuhan manis itu sungguh-sungguh membawa rasa nikmat yang tak terkira.

Dewi mendekatkan buah dadanya ke wajahku. Mulutku dengan segera menangkap dan mengulum puting buah dadanya yang menegang itu. Ia mengerang keras ketika lidahku mempermainkan putingnya. Sementara itu bibir dan lidah Fenny leluasa menjelajahi sela-sela pahaku.

Batang kemaluanku yang sudah sekeras laras senapan itu terasa terpilin-pilih dalam mulutnya. Lidahnya begitu lihai mempermainkan kemaluanku itu. Pantatnya yang bulat lebar itu menjadi sasaran remasan tangan kiriku. Ketika nafsu birahiku semakin menggila dan tak tertahankan lagi, kupikir saatnya untuk menyetubuhi kedua wanita itu. Aku melepaskan diri dan meminta keduanya berbaring berjajar.

“Dewi duluan”, kata Fanny.

Kulihat Dewi sudah menelentang dengan mata tertutup. Bibirnya sedikit terbuka dan mendesis-desis. Pahanya telah dibuka lebar-lebar. Kemaluannya merekah merah dan basah oleh cairan vaginanya, dihiasi oleh bulu-bulu hitam lebat di seputarnya. Tangan kirinya berpegangan erat dengan tangan Fenny seakan-akan menimba kekuatan dan dukungan. Dadanya kelihatan bergemuruh oleh denyut jantungnya. Ia terlihat menahan napas. Aku tahu, ia tak sabar menantikan sensasi indah bersatu dengan diriku. Kuarahkan kemaluanku yang sudah menegang dan berkilat-kilat.

Ujung kemaluanku menguak perlahan-lahan bibir kemaluannya. Ia mendesah nikmat. Lalu perlahan-lahan aku menyuruk masuk. Mulutnya semakin lebar terbuka. Batang kemaluanku yang berkasa itu menerobos dinding-dinding vaginanya yang telah basah berlendir. Ketika separuh batang kemaluanku telah menerobos liang nikmatnya Dewi, aku berhenti sejenak dan membiarkan dia menikmatinya.

Kulihat ekspresi wajah Dewi yang menggelinjang kenikmatan. Rambut hitamnya yang terserak di bantal mempertegas ekspresi wajahnya yang putih mulus. Tangannya meremas-remas kain seprei. Dari mulutnya keluar desah-desah nikmat yang menggelora. Aku tersenyum bangga, bisa menikmati tubuh wanita secantik dan semontok Dewi.

Ketika aku dengan hati puas menikmati ekspresi penuh kenikmatan wajah Dewi, di saat itulah ciuman bibir Fenny mendarat di belakangku, tepat di atas pantatku. Aku terkejut karena geli. Reaksiku tak terduga. Aku menyodokkan kemaluanku dengan keras ke arah Dewi.

Batang kemaluanku yang besar dan panjang itu dengan ganasnya menerobosi lubang surgawi Dewi dan tertanam sepenuhnya di lubang yang sudah basah berlendir itu. Dewi tersentak dan membelalakkan matanya sambil mengerang hebat. Jeritannya keras dan panjang membelah udara malam yang hening itu.

“Aaoohh..”, erang Dewi penuh kenikmatan.

Pantatnya dihentak-hentakkan ke atas untuk menerima kemaluanku sepenuhnya. Pahanya yang padat itu membelit pinggangku, sehingga aku sepenuhnya bersatu dengan dirinya. Ia melolong-lolong seperti orang hilang ingatan. Sementara itu jilatan lidah Fenny di seputar bokongku membuat rasa nikmat itu semakin menjadi-jadi. Setelah berhenti sejenak dan memberi kesempatan kepada Dewi untuk menikmati sensasi nikmat ini, aku mulai bergerak.

Kemaluanku kugerakkan maju mundur secara berirama. Mula-mula perlahan-lahan, lalu bergerak makin cepat. Tubuh montok Dewi bergetar-getar seirama dengan genjotan kemaluanku. Mulutnya terbuka dan mendesis-desis.

Melihat indahnya bibir-bibir mungil merah merekah itu, aku segera mendaratkan bibirku di sana. Kulumat habir bibir-bibir seksi itu. Dewi membalas tak kalah hebatnya. Lidahku terpilin-pilin oleh sedotan mulutnya. Tubuhku mulai berpeluh, menetes dan menyatu dengan keringat Dewi. Pahanya kini dibuka lebar-lebar sehingga aku dapat leluasa menggenjot kemaluannya itu. Kecipak bunyi cairan vaginanya karena sodokan kemaluanku secara berirama menambah panas pertarungan penuh birahi ini.

“Aku mau keluar..” erang Dewi.

“Ayo, Mas.. Lebih keras! Auu!!”

Mengingat masih ada Fenny yang harus dipuaskan, aku mempercepat gerakanku agar Dewi secepatnya orgasme. Benar! Dalam hitungan dua menit, Dewi menjerit sekeras-kerasnya sambil menghentak-hentakkan pantatnya ke atas. Tubuhnya menggeletar dengan hebas karena didera rasa nikmat yang luar biasa. Jeritannya itu tersekat oleh mulutku. Pahanya ketat membelit pinggangku. Tangannya memelukku seerat-eratnya. Desah puas terdengar dari mulutnya.

“Fenny masih menunggu”, kataku mengingatkan.

Ia mengangguk dan melepaskanku. Aku mencabut kemaluanku yang masih tegak keras dan berkilat-kilat karena dilumuri lendir vagina Dewi. Dari kemaluannya kulihat aliran lendir orgasmenya. Dewi tetap berbaring dengan paha terbuka dan mata tertutup. Buah dadanya membusung ke atas, agak memerah karena remasan dan gigitanku. Kemaluannya tetap merekah terbuka dan bergetar-getar, masih harus terbiasa dengan genjotan kemaluanku yang keras dan besar ini.

Aku menoleh dan kulihat Fenny menatapku dengan pandangan yang menyiratkan harapan agar nafsunya pun segera dipuaskan. Aku menghampirinya. Ia bergerak dan menyiapkan dirinya untuk disetubuhi. Tak kusangka, ia langsung menungging. Rupanya ia suka doggy style penetration.

“Aku tahu, Mas Ardy suka pantatku”, katanya sambil tertawa kecil.

“Ayo, Mas! Fenny udah nggak sabar, nih. Pengen cepat dirudal oleh penismu yang gede itu.”

“Siapa takut!” sahutku.

Karena Fenny sudah sangat terangsang, aku tidak menunggu lama-lama. Langsung saja kuarahkan kemaluanku ke arah kemaluannya yang merekah, diapiti oleh kedua bongkahan pantatnya yang montok, padat dan lebar itu. Sungguh pemandangan yang indah dan sangat mengungkit birahi yang terpendam.

Pantat yang lebar dan mulus itu pasti menjanjikan kenikmatan yang tak ada duanya. Bulu-bulu kemaluannya yang hitam lebat itu menutupi sedikit liang nikmat Fenny. Kusibak rambut-rambut itu dan tampaklah bibir-bibir vagina yang berwarna merah muda, segar dan basah berlendir. Apa lagi yang dapat menghalangiku menyetubuhi si pantat besar ini?

Fenny menurunkan kepalanya hingga bertumpu ke bantal. Pantatnya diangkat. Tangannya meremas ujung-ujung bantal itu seakan-akan mencari kekuatan. Nafasnya berdesah tak teratur. Bulu-bulu halus tubuhnya meremang, menantikan saat-saat sensasional ketika kemaluanku ini akan menerobosi lubang surgawinya. Aku merapat.

Kuelus-elus kedua belahan pantatnya yang mulus padat itu. Perlahan-lahan jari-jariku mendekati bibir-bibir vaginanya yang telah basah itu. Jariku mempermainkan rambut lebat di seputar lubang itu. Fenny mengerang-erang menahan birahinya yang semakin menggila. Pantatnya bergetar-getar menahan rangsangan tanganku.

“Ayo, Mas”, erang Fenny.

“Udah nggak tahan nih!”

Kuarahkan kemaluanku yang masih sangat keras itu ke arah lubang kenikmatan Fenny. Kuletakkan kepala kemaluanku di atas bibir-bibirnya. Fenny mendesah. Kemudian perlahan tapi pasti aku mendorongnya ke depan. Kemaluanku menerobosi lubang nikmatnya itu.

Fenny menjerit kecil sambil mendongakkan kepalanya ke atas. Sejenak aku berhenti dan membiarkan Fenny menikmatinya. Ketika ia tengah mengerang-erang dan menggelinjang-gelinjang, mendadak aku menyodokkan kemaluanku ke depan dengan cepat dan keras. Dengan lancar batang kemaluanku meluncur ke dalam liang vaginanya. Fenny tersentak dan menjerit keras.

“Ampunn, Mas!” jerit Fenny.

“Auu..!!”

Di saat itu terdengar telepon berdering. Siapa sih yang nelpon malam-malam begini? Dewi beranjak menerima telepon ini. Sambil terus menggenjoti kemaluan Fenny, aku menangkap pembicaraan itu.

“Eh, Yen”, kata Dewi.

“Tuh lagi asyik di sana. Fenny sampai menjerit-jerit tuh. Bisa dengar kan? Ya.. Aku sampai orgasme berulang-ulang lho. Mas Ardy memang jagoan deh. Ok.. Aku ke sana.”

Dewi membawa cordless telepon itu ke samping ranjang. Ia mendekatkannya ke kepala Fenny yang menjerit kenikmatan. Rupanya Mei dan Yen ingin mendengarnya juga. Aku terpacu untuk menunjukkan kejantananku. Maka aku mempercepat genjotan kemaluanku di vagina Fenny.

Kujambak rambutnya sehingga wajahnya mendongak ke atas. Semakin keras dan cepat genjotanku, semakin keras erangan dan jeritan Fenny. Bunyi hentakan pantatnya semakin memukau. Akhirnya kurasakan lahar sperma di kemaluanku akan memuncrat. Maka aku mempercepat kocokanku, biar Fenny duluan orgasme. Benar!

“Aa..h.!” jerit Fenny.

“Aah.. Aku keluar! Aku keluar!”

Diiringi jeritan kerasnya, tubuh Fenny menggeletar hebat didera rasa nikmat orgasme yang tak terkatakan. Punggungnya melengkung ke atas dan mengejang. Hentakkan pantatku membenamkan kemaluanku dalam-dalam ke vagina Fenny.

Dinding liang kemaluannya itu terasa menjepit batang kemaluanku, mengiringi muntahan spermaku memenuhi lubang kenikmatannya. Tanganku mencekal pahanya yang padat itu dan menarik erat-erat ke arah kemaluanku, sehingga kemaluanku yang kubanggakan itu terbenam sedalam-dalamnya di kemaluan Fenny.

Punggung Fenny yang padat berisi itu bersimbah peluh. Rambutnya melekat. Ia mencengkam seprei kuat-kuat seakan-akan hendak menimba kekuatan dari sana, menahan deraan rasa nikmat yang melanda sekujur tubuhnya. Rasa nikmat yang sama menjalari tubuhku, diimbangi oleh rasa bangga karena dapat beradu birahi dengan dua wanita Cina yang yang cantik dan bahenol. Kebanggaanku menjadi lebih lengkap karena keduanya sudah meraih orgasme berkat kejantananku.

“Udah dulu ya, Mbak”, suara Dewi membuyarkan lamunanku.

“Fenny udah keluar, tuh! Aku mendingan mandi, deh! Sebentar lagi pasti giliranku.” Rupanya ia mengobrol dengan Mei dan Yen lewat telepon.

Rasa bangga menjalari kepalaku mendengar ucapan Dewi itu. Sambil tetap membiarkan kemaluanku menancap di tubuh Fenny, aku menoleh ke arah Dewi. Aku tersenyum, ia membalasnya. Ia mendekatiku dan mendaratkan bibirnya di bibirku. Kami berpagutan erat sementara tubuh Fenny yang masih menyatu dengan tubuhku terus menggeletar menggapai sisa-sisa kenikmatan. Oh, malam yang teramat indah dan akan kukenang seumur hidupku.

“Oh! Nikmatnya!” kata Fenny.

“Aku belum pernah sepuas ini!”

“Aku juga”, sahut Dewi.

“Luar biasa Mas Ardy ini!”

Aku mencabut kemaluanku dari kemaluan Fenny. Kuperhatikan liang vaginanya yang dipenuhi spermaku bercampur cairan kemaluannya, menetes jatuh membasahi pahanya. Kami bertiga rebah di atas ranjang. Kedua wanita itu menempel lekat, Dewi di sisi kiriku dan Fenny di sisi kananku. Ciuman hangat mendarat di kedua pipiku. Sekitar lima belas menit kami hanya berbaring diam melemaskan badan, mereguk sisa-sisa kenikmatan dan menghimpun tenaga.

“Mandi, yuk!” ajak Dewi.

Bertiga kami beralih ke kamar mandi. Seperti dengan Mei dan Yen dulu, kamar mandi itu berubah menjadi arena pemuasan nafsu birahi. Dewi dan Fenny memandikanku. Keduanya menyabuniku bukan dengan tangan. Dewi sibuk menyabuni seluruh bagian belakang tubuhku dengan buah dadanya, sementara Fenny menyapu bersih seluruh bagian depan tubuhku dengan pantatnya yang lebar.

Ruang kamar mandi itu dengan segera dipenuh oleh gelak tawa dan gurauan-gurauan yang membangkitkan birahi. Gesekan-gesekan, rabaan-rabaan dan remasan-remasan tak ayal lagi merangsang nafsu terpendam. Ketika ledakan-ledakan nafsu itu tidak tertahankan lagi, jalan satu-satunya ialah menyetubuhi kedua wanita itu bergiliran. Maka dinding-dinding kamar mandi itu pun menjadi saksi bisu aku beradu nafsu syahwat dengan Fenny dan Dewi.

Fenny minta disetubuhi duluan. Aku duduk di tepi bathtub dengan kemaluanku mengacung tegak ke atas. Dewi merangkulku dari belakang sehingga buah dadanya yang padat itu menempel erat di punggungku. Fenny mengangkangkan pahanya dan mendekatiku dari depan, siap-siap untuk disetubuhi.

“Mas Ardy pasti bangga ya, dilayani oleh dua cewek bahenol”, kata Fenny tersenyum.

“Jelas dong”, sahutku.

“Bayangkan! Dua cewek Cina, putih mulus, cantik dan bahenol, dapat kusetubuhi bergantian dalam semalam.”

“Apa yang paling Mas Ardy suka”, sahut Dewi.

“Aku dan Fenny kan sama saja dengan wanita-wanita yang lain.”

“Oh, jelas beda” jawabku.

“Aku suka wanita yang bahenol dengan buah dada dan pantat yang besar. Jelas, kalian berdua masuk dalam kriteriaku. Yang kedua, aku terobsesi untuk bersetubuh dengan wanita-wanita Tionghoa. Putih, mulus dan halus. Awalnya sih pingin tau aja, senikmat apa sih bersetubuh dengan wanita-wanita Cina. Eh, ternyata luar biasa nikmatnya. Jadinya ketagihan”

“Ah, Mas Ardy aja ada”, kata Fenny mencubit lenganku.

“Kita akan saling memuaskan”, kata Dewi.

“Mas Ardy membutuhkan tubuh kami sedang kami membutuhkan kejantananmu.”

“Hahaa..” bertiga kami tertawa bareng.

Fenny yang sudah duduk di pahaku merapatkan tubuhnya. Kemaluanku yang sudah tegak tanpa halangan langsung menembus kemaluannya, bersarang sedalam-dalamnya. Ia segera menggoyang pantatnya dengan liar sambil melenguh-lenguh nikmat. Kedua buah dadanya diarahkan ke mulutku. Dengan buas kuterkam keduah buah dada yang bergoyang-goyang itu. Fenny mengerang keras. Nafsunya semakin melonjak mendekati orgasme.

Ia semakin liar. Kepalaku ditekan keras-keras ke dadanya sehingga terbenam di buah dadanya yang empuk. Sementara itu, Dewi juga terus menekan-nekan dadanya ke arah punggungku. Jadinya dua pasang buah dada sungguh memanjakanku. Huu.. Seru! Fenny yang sudah terangsang hebat cepat sekali mencapai orgasmenya. Badannya mengejang-ngejang diiringi erangan kenikmatan.

“Auu.. Mas!” jerit Fenny seraya mengerkah bahuku.

Jeritan kenikmatannya tersekat di sana. Untuk beberapa saat kami terdiam. Ia memelukku erat-erat menggapai kekuatan menahan deraan kenikmatan yang menerpa tubuhnya. Perlahan ia melepaskan tubuhku dan dengan lemas mencebur ke dalam bathtub yang sudah terisi air hangat.

“Sekarang giliranku, Mas”, kata Dewi.

Ia langsung berdiri dan bersandar ke wastafel dan menaikkan pantatnya, siap menerima batang kejantananku dalam doggy style penetration. Sejenak aku menikmati bayangan indah di cermin. Rambut Dewi yang panjang dan awut-awutan itu menggantung. Matanya tertutup sambil agak menengadah. Bibirnya yang merah mungil itu agak terbuka, menghiasi wajahnya yang cantik.

Wajah itu jelas memancarkan gelora birahi yang menggila dan butuh pemuasan. Buah dadanya yang ranum besar itu menggelantung dengan indahnya, bergerak naik turun seirama nafasnya yang memburu. Tangannya bertumpu pada tepi wastafel. Pahanya sudah membuka lebar, memperlihatkan celah kemaluannya yang seperti berteriak tak sabar. Rambut kemaluannya yang basah itu melekat di pinggir mulut gua gelap itu.

Aku mendekatinya. Tanganku menyapu lembut kulit pantatnya yang mulus tapi padat. Dari bayangan cermin kulihat Dewi menggigit bibirnya dan menahan napas, tak sabar menanti penetrasi batang kejantananku. Tanganku melingkari kedua pahanya lalu kuarahkan kemaluanku ke lubang kenikmatannya.

Perlahan-lahan ujung kemaluanku yang melebar dan berwarna merah mengkilap itu menerobosi kemaluannya. Dewi mendongak dan dari mulutnya terdengar desisan liar. Sejenak aku berhenti dan membiarkan ia menikmatinya lalu mendadak aku menghentakkan pantatku keras ke depan. Sehingga terbenamlah seluruh batang kejantananku di liang kewanitaannya.

“Aacchh..!!”, Dewi mengerang keras.

Aku menjambak rambutnya sehingga wajah yang cantik itu mendongak ke atas. Sambil terus menggenjot kemaluannya, aku menikmati perubahan mimik wajahnya menahan rasa nikmat yang bergelora dan menjalari seluruh tubuhnya. Wajahnya yang memerah itu dialiri butiran-butiran keringat. Kedua buah dadanya berguncang-guncang seirama dengan gerakan keluar masuk kemaluanku di liang nikmatnya.

Bunyi kecipak cairan vaginanya terdengar merdu berirama, diiringi desahan dan lenguhan yang terus menerus keluar dari mulutnya yang mungil. Melihat itu aku semakin bernafsu. Aku mempercepat gerakan pantatku. Kemaluanku terasa semakin membesar dan memanjang. Erangan dan lenguhan Dewi berubah menjadi jeritan histeris penuh birahi yang meledak-ledak.

“Oohh..! Lebih keras!” jerit Dewi.

“Ayo, cepat. Cepat. Lebih keras lagii!”

Keringatku deras menetesi pungguh dan dadaku. Wajahku pun telah basah oleh keringat. Rambut Dewi semakin keras kusentak. Kepalanya semakin mendongak. Dan dengan satu sentakan keras, aku membenamkan kemaluanku sedalam-dalamnya. Dewi menjerit karena orgasme yang menggelora.

Kusentakkan tubuh Dewi ke atas. Kedua tanganku menggapai kedua buah dadanya dan meremas-remas dengan penuh nafsu. Ia pun menghentakkan pantatnya ke belakang agar lebih penuh menerima batang kemaluanku. Pantatnya bergetar hebat. Aku menggeram seperti singa lapar.

Di saat itulah kurasakan spermaku menyemprot dengan derasnya ke dalam rahim Dewi. Rasanya tak ada habis-habisnya. Dinding-dinding vagina Dewi menjepit kemaluanku. Rasanya seperti terpilin-pilin. Tangan Dewi melemah dan ia pun merebahkan dirinya di atas keramik lebar samping wastafel. Aku pun rubuh menindih tubuhnya. Beberapa lama kami diam di tempat dengan kelamin yang tetap bersatu sepenuhnya, menggeletar dan mengejang, mereguk segala kenikmatan yang hanya dapat ditemukan dalam persetubuhan.

“Udah waktunya mandi, Mas, Mbak Dewi”, kata-kata Fenny menyadarkan kami berdua.

Aku membimbing Dewi yang masih lemas didera rasa nikmat orgasmenya. Bertiga kami berendam di dalam bathtub mewah dalam kamar mandi Mei yang lapang ini. Dengan penuh kelembutan keduanya memandikanku, membersihkan seluruh peluh yang melekat di badanku, mencuci bersih kemaluanku.

Benar kata Yen. Dewi dan Fenny tidak mengecewakan. Malah harus kuakui, permainan seks kedua wanita ini jauh lebih menggairahkan. Menikmati tubuh keduanya saja sudah begini menyenangkan. Bagaimana kalau mereka berempat, Mei dan Yen serta Dewi dan Fenny bersama-sama melayani dalam semalam? Sesudah malam ini, hari-hari selanjutnya pasti akan sangat menyenangkan.

Bagai mendapat durian runtuh, demikian kata pepatah lama. Bagaimana tidak. Empat wanita Cina yang cantik bermata sipit dengan tubuh yang montok dan bahenol siap aku setubuhi kapan saja. Ooh, betapa beruntungnya aku.

“Mikiran apa, ayo”, kata Fenny membuyarkan lamunanku. Ia tersenyum.

“Aku berpikir, gimana rasanya kalau dalam semalam aku menyetubuhi kalian berdua serta Mei dan Yen bergantian ya?” kataku.

“Ih maunya”, sahut Fenny.

“Itu bisa saja, Mas”, sahut Dewi sambil menyiramkan air hangat ke bahuku.

“Mei dan Yen udah berencana kok. Pasti kita akan main berlima. Aku yakin, Mas Ardy tidak keberatan. Ya kan?”

“Siapa yang nolak”, sahutku.

“Apalagi dilayani oleh empat wanita Cina yang cantik-cantik dan montok-montok ini.”

“Itulah manfaatnya mempunyai sahabat”, sahut Fenny.

“Bisa berbagi suka dan duka.”

“Benar kata Fenny”, timpal Dewi.

“Kami semua mapan secara ekonomis. Begitu juga karier. Selama ini kami tidak pernah merasa perlu berbagi kegembiraan. Sekarang semua itu terjadi, berkat bantuan Mas Ardy. Karena di sini kami berempat telah berbagi kenikmatan!”

“Jadi inikah makna persabahatan itu?” tanyaku dalam hati.

Apapun jawabannya aku tidak peduli. Malam itu sungguh menjadi malam yang tak terlupakan. Kami bersetubuh sampai pagi, sama-sama tidak menyia-nyiakan kesempatan membagi rasa nikmat hubungan kelamin satu sama lain.

Pagi hari, Mei dan Yen kembali. Setelah menyelesaikan ronde terakhir persetubuhan pagi itu, kami bertiga bergabung dengan Mei dan Yen menikmati sarapan pagi. Wajah Dewi dan Fenny terlihat sayu karena kurang tidur tetapi jelas berbinar-binar karena kepuasan yang telah mereka peroleh.

“Kho Ardy”, kata Yen.

“Benarkan kataku kalau aku ini sahabat sejati. Sesuatu yang indah dan nikmat itu kalau dibagi-bagi akan menjadi lebih indah dan nikmat.”

“Betul kata Yen”, tambah Mei.

“Tapi malam ini milik aku dan Yen, kan?

“Tentu”, sahutku pendek sambil menyeruput kopiku.

“Pokoknya mulai sekarang, kapan saya Mas Ardy pengen, kami pasti bersedia”, tambah Fenny.

“Kecuali kalau lagi menstruasi tentunya. He.. He.. He..”

“Gimana Dewi?” tanyaku.

“Aku setuju”, sahut Dewi.

“Sahabat sejati selalu memberikan yang terbaik kepada para sahabatnya. Kami berempat adalah teman-teman lama. Kini menjadi berlima bersama Mas Ardy. Orang lain saling membagi harta dan ceritera. Kita saling membagi rasa nikmat hubungan kelamin. Kami berempat ini milikmu. Gimana?”

“Setujuu..!!” sahut Mei, Yen dan Fenny.

Cerita sex : Nikmatnya Tubuh Mbak Ita Atasan Baruku

Aku hanya tersenyum bangga. Mataku menatap langit-langit diiringi derai tawa keempat wanita cantik nan bahenol itu. Ada makna baru persahabatan bagiku sekarang!

#Kisah #Sex #Hadiah #Dari #Sahabat

Hadiah Meki Dari Sahabat Kerja Istriku Terbaru Malam Ini

Hadiah Meki Dari Sahabat Kerja Istriku 1

Siang itu pertemuanku dengan client makan waktu lebih cepat dari perkiraan. Jam masih menunjukkan jam 11.00, paling sampai kantor pas jam istirahat dan pasti sdh sepi, pada makan siang diluar kantor… mmm… kubelokkan mobilku, dan kutuju satu arah pasti… kantor Tari istriku… Istriku seorang wiraswasta, berkantor di daerah Tomang.

“Eeeeee… mas Tommy, tumben nongol siang-siang begini…?”Dina sekretaris Tari menyambutku…

“Sepi amat..? udah pada istirahat..?”sahutku sambil melangkah masuk kantor yang tampak sepi.

“Mmmmm… Tari ke customer sama pak Darmo, Liliek dan Tarjo nganterin barang dan katanya Tari sekalian meeting dengan customer… sukri lagi Dina suruh beli makan siang, tunggu aja mas diruangan Tari..”celoteh Dina yang berjalan di depanku memperlihatkan pantatnya yang montok bergoyang seirama dengan langkah kakinya… Aku masuk ke ruangan Tari, kujatuhkan pantatku ke kursi direktur yang empuk…Dalam hati aku mengutuk habis-habisan, atas kesialanku hari ini… malah sampe disini, ketemu sama Dina…

oh ya Dina sebenarnya adalah sahabat Tari waktu kuliah, janda cantik beranak 2 ini diajak kerja

istriku setelah setahun menjanda… orangnya ramah… cuma sebagai lelaki aku kurang menyukai karakternya…terutama dandanannya yang selalu tampak menor, dengan tubuhnya yang montok… buahdadanya gede sebanding dengan pantatnya yang juga gede, pokoknya bukan type wanita yg kusukai dan menurutku kulitnya terlalu putih… jadi tampak kaya orang sakit-sakitan… walaupun kata Tari, Dina orangnya sangat cekatan dan sangat doyan kerja alias rajin… Kubuka laptopku dan kunyalakan… kucari-cari file yang kira-kira bisa menemaniku disini… daripada aku hrs ngobrol sama Dina, yang menurutku bukan temen ngobrol yang asyik… wow… di kantong tas laptopku terselip sebuah CD… wiih DVD bokep punya Rudy ketinggalan disini… lumayan juga buat ngabisin waktuku nungguin Tari….

Mmmmmmm Asia Carera… lumayan bikin ngaceng juga setelah kira-kira 30 menit melihat aksi sex Asia Carera melawan aksi kasar Rocco Sifredi…

“Ooooo.. ooooo.. mas Tommy nonton apaan tuuuh… sorry mas Tommy mau minum apa..? panas, dingin… hi..hi.. pasti sekarang lagi panas dingin kan..?”suara Dina bagaikan suara petir disiang bolong… dengan nada menggodaku…

“Ah kamu bikin kaget aja… ngg… dingin boleh deh… mm ga ngrepotin neeh..?”sahutku sambil memperbaiki posisiku yang ternyata dari arah pintu, layar laptopku keliatan banget… sial lagiiii…. aahh masa bodo laahh… toh Dina bukan anak kecil.. Dina masuk ruangan lagi sambil membawa 2 gelas es jeruk..

“Mas Tommy boleh dong Dina ikutan nonton… mumpung lagi istirahat… kayanya tadi ada Rocco sifredi yak..?”kata Dina sambil cengar cengir bandel..

“ha… kamu tau Rocco Sifredi juga..?”tanyaku spontan… agak kaget juga,

ternyata wanita yang tiba-tiba kini jadi tampak menggairahkan sekali di mataku, tau nama bintang film top bokep Rocco Sifredi…

“Woow bintang kesayangan Dina tuuuh..”sahut Dina yang berdiri di belakang kursiku…

“Kamu sering nonton bokep..?”tanyaku agak heran sebab Dina setelah menjanda tinggal dg orang tuanya dan rumahnya setahuku ditinggali banyak orang…

“Iya… tapi dulu… waktu masih sama “begajul”itu..”sahut Dina enteng dan membuatku ketawa geli mendengar Dina menyebut mantan suaminya yang kabur sama wanita lain…

Suasana hening… tapi tak dapat dielakkan dan disembunyikan nafas kami berdua sdh tak beraturan, bahkan beberapa kali kudengar Dina menghela nafas panjang… ciri khas wanita yang hendak mengendorkan syaraf birahinya yang kelewat tegang… dan beberapa kali kudengar desisan lembut, seperti luapan ekspresi… yang kuartikan Dina sudah larut dalam aksi para bintang bokep di layar monitor… Sementara keadaanku tak jauh beda.. celanaku terasa menyempit… desakan batang kemaluanku di selangkangan yang mengeras sejak setengah jam yang lalu, mulai menyiksaku… dalam kondisi seperti ini biasanya, aku melakukan

onani di tempat.. Tapi kali ini masak onani di depan Dina..? ampuuuunn siaal lagiii..!

“Din.. kamu suka Rocco Sifredi..? memang suka apanya..?”tanyaku memulai komunikasi dengan Dina yang desah napasnya makin memburu tak beraturan dan sesekali kudengar remasan tangannya seolah gemas pada busa sandaran kursi yang kududuki…

“Mmm… hhh.. apanya yak..? iih… mas Tommy nanyanya… sok ga tau..”sahut Dina sambil mencubit pundakku…  entah siapa yang menuntun tanganku untuk menangkap tangan Dina yang sedang mencubit… mmm… Dina membiarkan tanganku menangkap tangannya…

“Kamu ga capek, berdiri terus… duduk sini deh..?”kataku sambil tetap menggenggam tangan Dina,kugeser pantatku memberi tempat untuknya, tapi ternyata kursi itu terlalu kecil untuk duduk berdua,apalagi untuk ukuran pantat Dina yang memang gede…

“Pantat Dina kegedean sih mas…”kata Dina sambil matanya melempar kerling aneh,

yang membuat darahku berdesir hebat, akhirnya Dina menjatuhkan pantatnya di sandaran tangan.. oooww…aku dihadapkan pada paha mulus yang bertumpangan muncul dari belahan samping rok mininya dan entahsejak kapan kulit putih ini menjadi begitu menggairahkan dimataku..? Kembali perhatian kami tercurah pada aksi seks dilayar laptop… sesekali remasan gemas tangan lembutnya pada telapak tanganku terasa hangat… dimana tangan kami masih saling menggenggam… dan menumpang diatas paha mulus Dina…

“Iiih Gila… Dina sudah lama enggak nonton yang begini..”kata Dina mendesah pelan seolah bicara sendiri.. menggambarkan kegelisahan dan kegalauan jiwanya…

“kalo ngerasain..?”tanyaku menyahut desahannya tadi…

“Apalagi…”jawabnya pendek serta lirih sambil matanya menatapku dengan tatapan jalang… yang bisa kuartikan sebagai tantangan, undangan atau sebuah kepasrahan, kutarik lembut tangannya dan diikuti tubuh montoknya…kini pantat montok Dina mendarat empuk di pangkuanku sedangkan tanganku melingkar di pinggangnya yang ternyata cukup ramping tak berlemak… Iblis dan setan neraka bersorak sorai mengiringi pertemuan bibir kami yang kemudian saling mengulum dan tak lama lidah kami saling belit di rongga mulut… mmm… tangan Dina melingkar erat di leherku dengan gemetaran… kulayani serangan panas janda cantik berumur 32 tahun ini… seolah ingin memuaskan dahaga dan rindu dendamnya lewat aksi ciuman panasnya…Tanganku memang dari dulu trampil memainkan peran jika dihadapkan dengan tubuh wanita… menelusup ke balik blazer hitam yang dikenakan Dina dan terus menelusup sampai menyentuh kulit tubuhnya… sentuhan pertamaku pada kulit tubuhnya membuat Dina menggeliat resah dan menggerang gemas… rangkulan tangannya semakin erat di leherku sementara ciuman bibirnya juga semakin menggila mengecupi dan mengulumi

bibirku… tanganku mulai merambah bukit dadanya yang memang luar biasa montok, yang jelas diatas cup B… sebab buah dada Tari istriku yang ber bra 36B jauh tak semontok buah dada Dina… Tiba-tiba Dina meronta keras, saat tanganku meremas lembut buah dadanya yang mengeras akibat terangsang birahi tinggi….

“Ooohh… mas Tommy suudaah mas… hhh.. hhh… jangan mas, Dina ga mau menyakiti Tari…hh… ooohh..”kalimat diantara desah nafas birahi ini tak kuhiraukan dan rontaan kerasnya tak berarti banyak buatku… tanganku yang melingkar di pinggangnya tak mudah utk dilepaskannya…

“Ada apa dengan Tari..? ga akan ada yang merasa disakiti atau menyakiti selama ini jadi rahasia… ayo sayang waktu kita tak banyak… nikmatilah apa yang kamu ingin nikmati…”bisikku lembut di sela-sela aksi bibir dan lidahku di leher jenjang berkulit bersih milik janda cantik bertubuh montok ini…

“Ampuuun mas, oooww… Dina ga tahaaan… hh..hh… ssshhh…”rengek Dina memelas yang tak mampu membendung gelegak birahi yang mendobrak hebat pertahanannya…

Blazer hitam yang dikenakan Dina sudah teronggok dibawah kursi putar yang kami gunakan sebagai ajang pergulatan… dibalik blazer hitam, tubuh montok berkulit putih mulus itu hanya mengenakan penutup model kemben berbahan kaos, sehingga dari dada bagian atas sampai leher terbuka nyata… bergetar syahwatku menyaksikan pemandangan ini… buah dadanya yang montok dengan kulit putih bersih, mulus sekali sehingga urat-urat halus berwarna kebiruan tampak dipermukaan.. buah dada montok yang sedang meregang nafsu birahi itu tampak mengeras, memperlihatkan lembah yang dalam di tengahnya… tampak bergerak turun naik

seirama dengan nafas birahinya yang mendengus-dengus tak beraturan… iihh menggemaskan sekali.. Woow.. bukan main..! begitu tabir berbahan kaos warna orange itu kupelorotkan ke bawah.. muncullah keindahan yang menakjubkan dari sepasang bukit payudara yang asli montok dan sangat mengkal, hanya tertutup bra mini tanpa tali, sewarna dengan kulit mulusnya…

“Oooohh.. maaasss..?”desahnya lirih ketika tabir terakhir penutup payudaranya meninggalkan tempatnya dan secara refleks Dina menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya,

tapi dimataku, adegan itu sangat sensual.. apalagi dengan ekspresi wajahnya yang cantik sebagian tertutup rambutnya yang agak acak-acakan… matanya yang bereye shadow gelap menatapku dengan makna yang sulit ditebak…

“Mas.. janggaaan teruskan… Dina takuut Tari datang…hhh… hhh… “bisiknya dengan suara tanpa ekspresi… tapi aku sdh tak mampu mempertimbangkan segala resiko yg kemungkinan muncul… lembah payudara Dina yang dalam itulah yang kini menggodaku… maka kubenamkan wajahku ke dalamnya… lidahku terjulur melecuti permukaan kulit halus beraroma parfum mahal… kontan tubuh bahenol di pangkuanku itu menggelepar liar, spt ikan kehilangan air, ditambah amukan janggut dan kumisku yang sdh 2 hari tak tersentuh pisau

cukur…

“Ampuuuunnn maaass…. iiiihhh… gellliii aaahh… mmm…ssssshhh.. ooohh…”rengek dan rintihannya mengiringi geliat tubuh indah itu… wooow jemari lentiknya mulai mencari-cari…. dan menemukannya di selangkanganku… bonggolan besar yang menggembungkan celanaku diremas-remas dengan gemas… sementara aku sedang mengulum dan memainkan

lidahku di puting susunya yang sudah menonjol keras berwarna coklat hangus… tanganku menggerayang masuk kedalam rok mininya yg semakin terangkat naik kudapatkan selangkangan yang tertutup celana dalam putih dan kurasakan pada bagian tertentu sudah basah kuyub, Dina tak menolak ketika celana dalam itu kulolosi dan kulempar entah jatuh dimana… Dina mengerang keras dengan mata membelalak, manakala jariku membelah bibir vaginanya yang sudah sangat basah sampai ke rambut kemaluannya yang rimbun… bibir cantik yang sudah kehilangan warna lipsticknya itu gemetaran layaknya orang kedinginan… terdengar derit retsluiting.. ternyata jemari lentik Dina membuka celanaku dan menelusup masuk kedalam celana kerjaku… kulihat matanya berbinar dan mulutnya mendesis seolah gemas, ketika tangannya berhasil menggenggam batang kemaluanku… sesaat kemudian batang kemaluanku sudah mengacung-acung galak di sela bukaan retsluiting celanaku dalam

genggaman tangan berjari lentik milik Dina… makin lebar saja mata Dina yang menatap jalang ke batang kemaluanku yang sedang dikocok-kocoknya lembut…

“Aaaah… mass Tommyy… mana mungkin Dina sanggup menolak yang seperti ini… hhhh…. ssss….sssshhh… lakukan mas.. oohhh… toloong bikin Dina lupa segalanya mas… Dina ga tahhaan…”kalimatnya mendesis bernada penuh kepasrahan, namun matanya menatapku penuh tantangan dan ajakan… Kurebahkan tubuh montok Dina di meja kerja Tari yang lebar setelah kusisihkan beberapa kertas file dan gelas minum yang tadi ditaruh Dina diatas meja itu…. sementara laptopku masih terbuka dan adegan seks dilayar monitornya, sementara jari tengahku tak berhenti keluar masuk di liang sanggama Dina yang sangat becek… mungkin benar kata orang, cewek yang berkulit putih cenderung lebih basah liang sanggamanya… seperti halnya Dina, cairan liang sanggamanya yang licin kurasakan sangatlah banyak sampai ada tetesan yang jatuh di atas meja….Dina sudah mengangkangkan kakinya lebar-lebar menyambut tubuhku yang masuk diantara kangkangan pahanya, aku berdiri menghadap pinggiran meja, dimana selangkangan Dina tergelar… tubuh Dina kembali menggeliat erotis disertai erangan seraknya ketika palkonku mengoles-oles belahan vaginanya, sesekali kugesek-gesekan ke clitorisnya yang membengkak keras sebesar kacang tanah yang

kecil.. bukit vaginanya yang diselimuti rimbunnya rambut kemaluan yang tercukur rapi…

Hadiah Meki Dari Sahabat Kerja Istriku

“Ayoooo maasss… lakukan sekaraaang… Dina ga tahaaann…hh..hhh… “rengek Dina memelas. Bibir cantik itu menganga tak bersuara, mata bereye shadow gelap itu membelalak lebar dengan alis berkerinyit gelisah, ketika palkonku membelah bibir vaginanya dan merentang mulut liang sanggamanya… kurasakan palkonku kesulitan menembus mulut liang sanggama Dina yang sudah berlendir licin… Tubuh Dina meregang hebat diiringi erangan keras, manakala palkonku memaksa otot liang sanggama Dina merentang lebih lebar… kedua tangannya mencengkeram keras lenganku… sewaktu pelan-pelan tapi pasti batang kemaluanku menggelosor memasuki liang sanggama yang terasa menggigit erat benda asing yang

memasukinya… baru tiga perempat

masuk batang kemaluanku, palkonnya sudah menabrak mentok dasar liang sanggama sempit itu, kembali tubuh montok Dina menggeliat merasakan sodokan mantap pada ujung leher rahimnya…. Sepasang kaki Dina membelit erat pinggangku sehingga menahan gerakku… bibir cantik yang gemetaran itu tampak tersenyum dengan mata berbinar aneh…

“Mas Tommy… tau kenapa Dina suka Rocco Sifredi..?”bisik Dina dengan tatapan mata mesra… kujawab dengan gelengan kepalaku…

“Perih-perih nikmat… kaya sekarang ini… Dina pingin disetubuhi Rocco Sifredi… ayoo mas.. beri Dina kenikmatan yang indah…”bisik Dina sambil mengerling penuh arti, belitan kaki di pinggangku dilonggarkan, pertanda aku boleh mulai mengayun batang kemaluanku memompa liang sanggamanya….

Kembali suara erangan dan rintihan Dina mengalun sensual mengiringi ayunan batang kemaluanku yang pelan dan kalem keluar masuk liang sanggama yang kurasakan sangat menggigit saking sempitnya, walaupun produksi lendir pelicin vagina wanita bertubuh montok ini luar biasa banyaknya, sampai berlelehan ke meja kerja yang jadi alas tubuhnya..

“Punya kamu sempit banget Din… aku seperti menyetubuhi perawan…”Bisikan mesraku tampak membuat janda beranak dua itu berbunga hatinya.. wajahnya tampak berseri bangga….

“Punya mas Tommy aja yang kegedean… kaya punya Rocco Sifredi… Dina suka sama yang begini… gemesssiiin… hhh… hhhoohhh… mmmaasss…”belum selesai kalimat Dina, kupercepat ayunan pinggulku.. membuat mata Dina kembali membelalak, bibirnya meringis memperlihatkan gigi indah yang beradu, mengeluarkan desis panjang….

“Teeruuuss maaasss… ammppuunn… nikkmaaat bukan main.. oooohhh… aaaaaahhh… eeeenngghh..”ceracaunya dengan suara setengah berbisik… sesaat kemudian aku merasakan serangan balasan Dina…

Dengan gemulai janda cantik ini memutar pinggulnya, pinggangnya yang ramping bergerak menjadi engsel… Luar biasa nikmat yang kurasakan di siang tengah hari bolong itu… Suara berdecakan yang semakin keras di selangkangan kami menandakan semakin banjirnya lendir persetubuhan dari liang sanggama Dina… Wajah cantik Dina semakin gelisah… mulutnya komat-kamit seolah ingin mengatakan sesuatu tapi tak ada suara yang keluar, hanya desah dan erangannya yang keluar… alisnya yang runcing semakin berkerut… apalagi matanya yang kadang membelalak lebar kadang menatapku dengan sorot mata gemas…

“Oooooouuuuwww..!! mmmaaaaassssss…. Diii..naa gatahaann….mmmmmhhh…!!”Kegelisahan dan keresahannyaberujung pada rengekan panjang seperti orang menangis dibarengi dengan pinggul yang diangkat didesakan ke arahku bergerak-gerak liar…

Aku tanggap dengan situasi wanita yang dihajar nikmatnya orgasme… segera kuayun batang kemaluanku menembus liang sanggama Dina sedalam-dalamnya dengan kecepatan dan tenaga yang kutambah… akibatnya tubuh Dina semakin liar menggelepar di atas meja kerja Tari… kepalanya digeleng-gelengkan dengan keras ke kanan dan ke kiri sehingga rambutnya semakin riap-riapan di wajahny

“Ammmpppuuunnn…. oooohhh… nnnggghhh…. niikmmmaattnya…. hhoooo….”suara Dina seperti menangis pilu…

Ya ammmpppuunn…. kurasakan nikmat bukan main.. dinding liang sanggama wanita yang tengah diamuk badai orgasme itu seakan mengkerut lembut menjepit erat batang kemaluanku, kemudian mengembang lagi… enam atau tujuh kali berulang… membuatku sejenak menghentikan ayunan kontolku, pada posisi di kedalaman yg paling dalam pada liang sanggama Dina… Tubuh Dina tergolek lunglai… nafasnya tersengal-sengal, tampak

dari gerakan dada montoknya yang naik turun tak beraturan… wajahnya yang miring ke samping kanan tampak kulitnya berkilat basah oleh keringat birahinya, sementara mata ber eyeshadow tebal itu tampak terpejam spt orang tidur… rambut panjang yang dicat blondie tampak kusut, awut-awutan menutupi sebagian wajah cantiknya…. Kira-kira setelah dua menit

batang kemaluanku mengeram tak bergerak di liang sanggama yang semakin becek… dengan gerakan lembut kembali kugerakkan pinggulku mengantarkan sodokan keliang sanggama Dina… Tubuh montok itu kembalimenggeliat lemah sambil mulutnya mendesis panjang… Dina membuka matanya yang kini tampak sayu…

“Ssssshh… mmm… luar biasa….”desah Dina sambil tersenyum manis.

Kedua tangannya meraih leherku dan menarik ke arah tubuhnya. Tubuhku kini menelungkupi tubuh montok Dina, Dina memeluk tubuhku erat sekali sehingga bukit payudaranya tergencet erat oleh dada bidangku seolah balon gas mau meletus, tak hanya itu sepasang pahanya dilingkarkan di pinggangku dan saling dikaitkan di belakang tubuhku… Woooww… leherku disosotnya dengan laparnya… jilatan dan kecupan nakal bertubi-tubi menghajar leher dan daun telingaku… terdengar dengus nafasnya sangat merangsangku… aku

dibuat mengerang oleh aksinya…

“Ayo sayang, tuntaskan hasratmu… Dina boleh lagi enggak?”bisiknya manja sambil bibirnya mengulum nakaldaun telingaku.

Kurasakan pantat montok Dina bergerak gemulai, membesut hebat batang kemaluanku yang terjepit di liangsanggamanya, sejenak kunikmati besutan dan pelintiran nikmat itu tanpa balasan.. karena kuhentikan ayunan kontolku…

“Kamu ingin berapa kali..?”sahutku berbisik tapi sambil mengayunkan batang kemaluanku dalam sekali..

“Eeeeehhhhh…hhh…! sampe pingsan Dina juga mauuuuuhh…hhhh…!”jawabnya sambil terhentak-hentak akibat rojokanku yang kuat dan cepat…

Aku mengakui kelihaian janda 2 anak ini dalam berolah sanggama, kelihaiannya memainkan kontraksi otot-otot perutnya yang menimbulkan kenikmatan luar biasa pada batang kemaluan yang terjebak di liang sanggamanya yang becek… tehnik-tehnik bercintanya memang benar-benar canggih… Tari istriku wajib berguru pada Dina, pikirku…Tapi rupanya Dina tak mampu berbuat banyak menghadapi permainanku yang

galak dan liar… Setelah pencapaian orgasmenya yang ke tiga… Wajah Dina semakin pucat, walaupun semangat tempurnya msh besar…

“Ooooww… my God… ayo sayaaang… Dina masih kuat…”desisnya berulang-ulang… sambil sesekali pantatnya menggeol liar, mencoba memberikan counter attack…

Aku tak ingin memperpanjang waktu, walau sebenarnya masih blm ingin mengakhiri, tapi waktu yang berbicara… hampir 2 jam aku dan Dina berrpacu birahi diatas meja kerja Tari. Aku mulai berkonsentrasi untuk pencapaian akhirku… aku tak peduli erangan dan rintihan Dina yang memilukan akibat rojokanku yang menghebat

“Ooohkk.. hhookkhh.. ooww.. sayaaang… keluarkan.. di… di.. mulutkuuu yakkkhh..hhkk..”Sebagai wanita yg berpengalaman Dina tahu gelagat ini… diapun mempergencar counter attacknya dengan goyang dan geolnya yang gemulai… kuku jarinya yang panjang menggelitiki dada bidangku… dan… aku mengeram panjang sebelum

mencabut batang kemaluanku dari liang becek di tengah selangkangan Dina… dan dengan lincah Dina mengatur posisinya sehingga kepalanya menggantung terbalik keluar dari meja, tepat didepan palkonku yang sedang mengembang siap menyemburkan cairan kental sewarna susu… Dina mengangakan mulutnya lebar- lebar dan lidahnya terjulur menggapai ujung palkonku… Hwwwoooohhh…!!!!! ledakan pertama mengantarkan semburatnya spermaku menyembur lidah dan rongga mulutnya… aku sendiri tidak menyangka kalo sebegitu banyak spermaku yang tumpah…. bahkan sebelum semburan berakhir dengan tidak sabar batang kemaluanku disambar dan dikoloh dan disedot habis- habisan….

Dina duduk diatas meja sambil merapikan rambut blondienya yang kusut, sementara aku ngejoprak di kursi putar…..

“Wajah kamu alim ternyata mengerikan kalo sedang ML mas…?”celetuk Dina sambil menatapku dengan pandangan gemas dengan senyum-senyum jalang.

“Siang ini aku ketemu singa betina kelaparan…”sahutku letoy.

“Salah mas, yang bener kehausan… peju mas Tommy bikin badanku terasa segar…ha.. ha..ha..”sambut Dina sambil ketawa ngakak

“Waaakks… mati aku… mas, Tari dateng tuuuhh…!”Tiba-tiba Dina loncat turun dari meja dengan wajah pucat, buru-buru merapikan pakaian sekenanya dan langsung cabut keluar ruangan… akupun segera melakukan tindakan yg sama… waaah di atas sepatuku ada onggokan kain putih ternyata celana dalam… pasti milik Dina, segera kusambar masuk ke tas laptop… dan aku segera masuk ke kamarmandi yg ada di ruang kerja Tari….

“Yaaang… chayaaang…. bukain doong…”suara Tari sambil mengetok pintu kamar mandi…

“Hei.. bentar sayang… dari mana aja..?”sahutku setengah gugup dari dalam kamar mandi.

Ketika pintu kubuka Tari langsung menerobos masuk… busyeet… Tari menubrukku dan aku dipepetin ke wastafel… aku makin gugup…

“Sssshhhh… untung kamu dateng say… ga tau mendadak aja, tadi dijalan Tari horny berat…”tanpa basa basi lagi celanaku dibongkarnya dan setelah batang kemaluanku yang masih loyo itu di dapatnya, segera istriku ini berlutut dan melakukan oral sex….

meski agak lama, tapi berhasil juga kecanggihan oral sex Tari istriku membangunkan kejantananku yang baru mo istirahat… tanpa membuka pakaiannya Tari langsung membelakangiku sambil menyingkap rok kerjanya sampai ke pinggang, pantat Tari kalah montok dibanding Dina, namun bentuknya yang bulat, mengkal sangat seksi di mataku… sesaat kemudian CD G-String dan stocking Tari sdh lolos dari tempatnya…

“C’ mon darling…. hajar liang cinta Tari dari belakang…”dengan suara dengus nafas penuh birahi Tari mengangkangkan kakinya sambil menunggingkan pantatnya…

Memang istriku akhir-akhir ini sangat menyukai gaya doggie style…”lebih menyengat”katanya… sesaat kemudian kembali batang kemaluanku beraksi di liang sanggama wanita yang berbeda… Dalam posisi doggie style, Tari memang lihay memainkan goyang pantatnya yang bulat secara variatif… dan apalagi aku sangat suka melihat goyangan pantat seksi Tari, membuat aku semakin semangat menghajar liang sanggama Tariyang tak sebecek Dina…

Untungnya Tari adalah type wanita yang cepat dan mudah mencapai puncak orgasme.. nggak sampai 10 menit kemudian Tari mulai mengeluarkan erangan-erangan panjang… aku hafal itu tanda-tanda bahwa istrikumenjelang di puncak orgasme, maka segera kurengkuh pinggangnya dan kupercepat rojokan batangkemaluanku menghajar liang sanggama Tari tanpa ampun…

“Tommm… Tommmy… gilaaa… aaahkk… niiikkmaaatt bangeeett…!!!”jeritan kecil Tari itu dibarengi dengan tubuh sintal Tari yang gemetaran hebat…pantat seksinya menggeol-geol liar menimbulkan rasa nikmat luar biasa pada batang kemaluanku yang terjepit di liang sanggamanya… aku tak menahan lagi semburatnya spermaku yang kedua utk hari ini…

“Ma kasih Tommy chayaang…”kata Tari sesaat kemudian sambil mendaratkan kecupan mesra dibibirku..Setelah membersihkan sisa-sisa persetubuhan, aku pamit untuk kembali ke kantor, sementara Tari masih berendam di bath up…. Dina sudah duduk rapi di mejanya ketika aku keluar dari ruangan Tari, kudekati dia…

“Ssshh… nggak takut masuk angin, bawahnya ga ditutup..?”bisikku sambil kuselipkan celana dalam putih Dina kelaci mejanya…mata Dina melotot dengan mimik lucu…

“Ronde kedua niih yee..?”celetuknya nakal setelah tahu Tari tak ikut keluar dari ruangan….

Cerita sex : Perselingkuhan Dengan Adik Ipar Yang Disetujui

Aku melenggang memasuki mobilku, sambil memikirkan follow up ke Dina….. yang ternyata sangat menggairahkan…

 

#Hadiah #Meki #Dari #Sahabat #Kerja #Istriku

Dapat Hadiah Ngewe Setelah Selesai Motret Terbaru Malam Ini

Dapat Hadiah Ngewe Setelah Selesai Motret

Pagi yang cerah itu Aditya sendirian di rumah karena kuliahnya kosong hari itu, Adiknya sudah berangkat sekolah, sedangkan orang tuanya pergi ke luar kota. Setelah bangun tidur (biasanya kalau libur dia bangun agak siang, kira-kira jam 9), Aditya menuju kamar mandi. Segera disiramnya tubuhnya dengan air dingin yang segar. Selesai mandi dan berpakaian, dia menuju meja makan untuk sarapan. Setelah itu baca-baca koran sebentar, kemudian beranjak ke teras depan rumah. Sambil duduk-duduk, dia menatap ke rumah depan yang didiami oleh Mbak Ine dan suaminya Mas Anto, tetangganya yang sering bertandang ke rumah Aditya untuk ngobrol-ngobrol bersama ibunya atau keluarganya.  Mbak Ine adalah wanita yang cantik berumur kira-kira 28 tahun. Dia adalah seorang ibu rumah tangga yang modern, yang selalu mengikuti mode, sedangkan suaminya Mas Anto adalah tipe pria pekerja yang kadang selalu lupa waktu dan keluarga. Mas Anto umurnya kira-kira 35 tahun. Mereka berdua belum dikaruniai anak dan di rumah itu hanya tinggal bertiga bersama seorang pembantu yang berusia kira-kira 20 tahun serta seekor anjing Dalmatian peliharaan Mbak Ine.  Mas Anto mempunyai perusahaan warisan orang tuanya yang cukup besar dan sukses, sehingga waktunya sering tersita untuk memikirkan perusahaannya daripada memikirkan istrinya yang cantik dan seksi kesepian di rumah yang cukup besar itu. Dia hanya ditemani pembantu dan anjing setianya. Aditya sendiri adalah seorang mahasiswa komunikasi jurusan advertising di sebuah fakultas swasta terkenal.

Sambil melamun, Aditya tiba-tiba ingat tugas fotografinya untuk mengambil obyek outdoor. Segera dia masuk ke kamarnya mengambil kamera dan kembali ke teras depan. Sambil berjalan di taman, dia mencari-cari obyek untuk dijepret, berharap ada kupu-kupu yang hinggap di atas bunga-bunga peliharaan ibunya. Nah, ada seekor kupu-kupu yang hinggap, segera dia pasang aksi seperti fotografer profesional untuk mengambil gambarnya. Baru asik-asiknya motret, Aditya dikejutkan oleh sapaan Mbak Ine yang tiba-tiba saja sudah masuk ke dalam taman di rumahnya. 

“Eeeh… dik Aditya… lho… kok ngga kuliah..? Baru ngapain tuh, motret yah..? Mbok motret Mbak Ine aja yang cantik ini daripada motret kupu-kupu..!” sapa Mbak Ine. 

“Aduh, saya kirain siapa… bikin kaget aja Mbak Ine ini… Anu Mbak, hari ini aku libur, eh… Mbak Ine mau cari Ibu ya..? Baru ke luar kota tuh Mbak, pulangnya mungkin lusa.” jawab Aditya.   Sekilas Aditya melihat dandanan Mbak Ine hari itu, cantik sekali dia dengan kaos you can see-nya yang memperlihatkan lengannya yang putih mulus dan rok mininya di atas lutut memperlihatkan kedua kaki jenjangnya yang berbetis indah dan berpaha putih mulus. Rambutnya yang panjang berwarna agak kemerahan digerai dengan bandana menghiasi kepalanya. Bibirnya yang seksi berwarna merah disapu lipstik merah tipis, pokoknya dahsyat deh dandanan Mbak Ine.  

“Ahh… enggak, mbak cuma mau maen aja, abis bosen sendirian di rumah. Si Suli baru ke pasar, jAditya Mbak nggak ada kegiatan apa-apa nih…” 

“Lho… Mas Anto apa udah berangkat Mbak..? Biasanya kan jam 10:00 baru ngantor..?” tanya Aditya. “Udah, tadi pagi-pagi sekali jam 8:00. Katanya mau meeting sama kliennya di kantor. Paling pulangnya juga baru ntar malem…” jawab Mbak Ine sambil menghela napas panjang. 

“Dik Aditya ngapain motret bunga segala..?” sambung Mbak Ine. 

“Ini nih Mbak, buat tugas mata kuliah fotografi. Motret obyek outdoor..!” jawab Aditya. 

“Kalau gitu motret Mbak Ine aja, Mbak kan nggak kalah cantik sama model-model cover girl di majalah itu, ya nggak..?” sahut Mbak Ine.

“Iya deh, Aditya percaya kok kalau Mbak cantik, seksi lagi… tapi apa mbak bersedia buat modelku. Kan ini nanti hasilnya untuk didiskusikan di depan kelas, Mbak…” 

“Kenapa enggak… siapa tau nanti ada produser atau talent scout atau dosenmu yang tertarik untuk mengontrak Mbak. Kan Mbak jAditya terkenal… hi.. hi.. hi..” canda Mbak Ine. 

“Ngomong-ngomong kamu bilang tadi, Mbak seksi ya..? Apa bener githu..?” sambil tangan Mbak Ine mencubit pinggang Aditya. Aditya hanya tersenyum, dan kemudian menarik tangan Mbak Ine untuk mengarahkan gayanya jadi model pemotretan.  Setelah 15 frame diambil Aditya, sekarang Mbak Ine malah yang aktif merubah sendiri gayanya. Dia tundukkan badannya ke depan sambil tangannya menyangga tubuhnya di bebatuan kolam, rambutnya dibiarkan tergerai ke belakang. Tatapan matanya tajam ke depan menatap kamera, sedangkan bibirnya yang sensual terbuka sedikit. Aditya mengambil posisi di depan Mbak Ine, dia terperangah memandang pose Mbak Ine sambil gemetar memegang kamera. Karena dari pose itu terlihat jelas gundukan payudara Mbak Ine yang kenyal dan indah itu menggantung di balik kaos you can see yang berpotongan leher rendah. Melihat keindahan duniawi itu, membuat Aditya menelan ludah dan segera mengabadikannya sebanyak 5 frame.  Setelah ganti pose, sekarang Mbak Ine duduk di atas bebatuan kolam sambil mengangkangkan kakinya lebar-lebar tapi tangannya diletakkan di depan selangkangannya sehingga menutupi celana dalamnya. Kepalanya dimiringkan sedikit dan bibirnya terbuka, tatapannya sayu seakan mengajak untuk tidur. Disuguhi pemandangan seperti itu, Aditya blingsatan sendiri. Paha Mbak Ine yang mulus sekali serta betisnya yang indah, membuat Aditya yang penggemar betis indah cewek ini ingin mengelus dan mengecup serta menjilatinya.

Celana dalam Mbak Ine yang mengintip nakal berwarna ungu, nampak menggembung indah menggambarkan bukit kemaluannya walaupun sedikit terhalang oleh tangan Mbak Ine. Payudara Mbak Ine yang mengkal berukuran 34B, tampak tercetak jelas dihimpit kaos ketatnya. Tanpa disuruh lagi, si Aditya junior di balik celana pendeknya menggeliat bangun.  Setelah beberapa kali mengambil gambar, Mbak Ine melontarkan usul, “Dik Aditya gimana kalo kita ganti setting? Ke rumah Mbak aja… kan nanti bisa di kolam renang segala. Entar Mbak bikinin spagheti kesukaan kamu deh… gimana..?” Aditya terdiam sejenak, kemudian mengangguk setuju. Lalu Aditya membereskan kameranya dan mengunci pintu rumah. Selanjutnya Aditya mengikuti langkah Mbak Ine dari belakang. Sambil berjalan Aditya menatap Mbak Ine yang berjalan di depannya, sungguh seksi sekali wanita ini. Cara berjalannya, lenggak-lenggok pinggulnya, pantatnya yang padat bulat tercetak ketat di rok mininya, paha mulusnya, betis indahnya, oooh, sungguh indah. Ingin rasanya Aditya menikmatinya.  Setelah masuk di dalam rumah, Mbak Ine mempersilahkan Aditya menganggap sebagai rumah sendiri dan meminta Aditya menunggu sebentar untuk ganti pakaian. Aditya pun duduk di ruang tengah sambil nonton siaran TV kabel yang tidak terdapat di rumahnya. Aditya memandang kagum rumah besar yang dihiasi perabotan moderen itu yang menggambarkan kesuksesan bisnis Mas Anto. Siro, anjing Dalmatian Mbak Ine tampak berlari-lari kecil menghampiri Aditya dan duduk tenang di sisi kaki Aditya.

Tidak lama, Suli pembantu Mbak Ine yang sudah pulang dari pasar, membawakan minum untuk Aditya. “Monggo lho Mas Aditya… diminum dulu airnya… saya ke belakang dulu, mau masak.” 

“Ehm… iya Sul… makasih yaa… kamu udah pulang to…?” jawab Aditya. Suli ini memang usianya tidak berbeda jauh dengan Aditya, dua tahun lebih muda dari Aditya. Suli berasal dari Jawa Tengah, manis orangnya, putih kulitnya dan bisa dibilang seksi juga. Kalau diberi nilai, yah… 6 lah..! Aditya sering juga mengintip si Suli ini kalau sedang menyiram taman dengan menggunakan celana pendek yang memamerkan paha mulusnya dan kaos ketat bekas pemberian Mbak Ine yang menampakkan gundukan payudaranya. Benar-benar terlihat masih murni dan belum terjamah lelaki.  Tidak lama kemudian, Mbak Ine turun dari kamarnya di lantai atas mengenakan jas kamar dan kemudian menghampiri Aditya, lalu duduk di sebelahnya. Mbak Ine kemudian mengobrol sebentar dengan Aditya, dan berkeluh kesah serta curhat tentang kesepiannya ditinggal oleh Mas Anto yang super sibuk. Hingga tidak disangka, Mbak Ine tanpa risih pun bercerita tentang kehidupan seksualnya bersama suaminya kepada Aditya. Aditya pun walaupun segan, tetap berusaha mendengarkan dan menghibur Mbak Ine. Sesekali sambil curhat, Mbak Ine duduk tidak beraturan hingga jas kamarnya tertarik dan tampaklah paha putih mulus yang dihiasi bulu-bulu halus. Aditya pun menelan ludah melihat keindahan itu, juniornya mulai berontak di dalam celananya.  Tiba-tiba Mbak Ine seperti tersadar kemudian berkata, “Aduh… sory ya, Di… Mbak kok malah jadinyaa curhat. Padahal tadi kita kan mau pemotretan ya..? Ayo deh, kita langsung aja ke kolam renang di belakang,” sambil menggeret tangan Aditya menuju ke kolam renang. Setelah sampai, Aditya pun menyiapkan peralatannya, sementara Mbak Ine melepas jas kamarnya.

“Sudah siap Mbak..?” tanya Aditya sambil membalikkan badan menatap Mbak Ine. Aditya terkesiap melihat Mbak Ine memakai bikini yang hanya menutupi sedikit payudaranya dan secarik celana dalam menutupi kemaluannya hingga bulu-bulu kemaluannya sedikit keluar dari celana yang bisa dibilang hanya seperti secarik kain itu. Kontan yunior Aditya pun berteriak, “Merdekaaa…” mengacungkan kepalannya, berdiri tegak di dalam celananya sehingga tampak sedikit menggembung bila dilihat dari luar.  Mbak Ine yang melihat Aditya melongo memandangnya hanya senyam-senyum saja, apalagi ketika Mbak Ine melihat tonjolan di celana Aditya akibat kepalan merdeka yunior Aditya. “Heh… Di… ati-ati, ada lalat masuk mulut kamu ntar…” Mbak Ine menyadarkan Aditya. “Ehh.. Ehhmm.. ii.. iiya.. ya… Mbak…” jawab Aditya gelagepan. Mbak Ine sengaja jalan melenggak-lenggok di depan Aditya dan kemudian merebahkan diri di sisi kolam renang sambil mengangkangkan kakinya untuk menggoda Aditya. Aditya hanya bisa melotot menyaksikan tubuh indah Mbak Ine. 

“Di… ayo cepetan doong… dipotret. Kamu tuh kayak nggak pernah liat cewek pake baju renang aja..!” 

“Iii.. iii.. iiiyaa… iyaa… Mbak..” sambil tangannya gemetar memegang kamera dan menekan tombol. Akhirnya, setelah satu rol film dihabiskan di kolam renang, Mbak Ine tanpa memakai jas kamarnya lagi, menarik tangan Aditya ke dalam lalu dibawanya ke lantai atas masuk ke kamarnya. 

“Eh… Mbak mau kemana niih..?” tanya Aditya. 

“Ssst… udah diem aja, nanti kamu tau sendiri..!” jawab Mbak Ine. Di dalam kamar yang luas terdapat sebuah tempat tidur besar, satu televisi 29 inchi dan perangkat stereo canggih, serta AC yang dingin. Aditya menjadi semakin terbengong-bengong, sementara Mbak Ine langsung mengunci pintu kamar itu.

“Mbak… maaf, kita mau ngapain di sini..? Rasanya saya nggak pantes deh di sini. Ini kan kamar Mbak Ine sama Mas Anto.” kata Aditya. Mbak Ine mendekati Aditya, meletakkan telunjuknya di mulut Aditya, dan menyuruh Aditya untuk diam. “Di… udah lama Mbak nggak pernah dipuji sama cowok, apalagi sama Mas Anto. Tadi Mbak seneng kamu bilang Mbak ini cantik dan seksi.” kata Mbak Ine. 

“Mbak pingin kamu potret Mbak dalam keadaan bugil..! Kamu mau khan… tolong Mbak… please… ya Di… Nanti kamu boleh melakukan apa aja yang kamu mau sama Mbak.” lanjut Mbak Ine. Aditya terdiam, tapi matanya masih nakal melihat puting payudara Mbak Ine yang menonjol di penutup dadanya. Tanpa menunggu persetujuan Aditya, Mbak Ine melepas penutup dadanya, sehingga sekarang terlihatlah kedua payudaranya yang bulat kencang dan indah itu menantang Aditya.  Mbak Ine kemudian menyalakan TV dan stereo set lalu menyetel VCD porno. Suara ah.. uh.. ah.. uh.. dari VCD terdengar keras, “Nggak pa..pa…. Di, kamar ini kedap suara kok. Jadi nggak bakalan ketauan kita ngapa-ngapain di sini.” kata Mbak Ine seakan-akan tahu akan kekhawatiran Aditya. Mbak Ine mulai menggoyangkan badan meliuk-liuk seperti penari striptease ditingkahi suara VCD porno sambil tangannya menyusuri tubuhnya. Mulai dari payudaranya diremas-remas sendiri hingga dipermainkan putingnya, lalu turun ke perut dan kemudian masuk ke celana kecil dan bermain-main di vaginanya. Matanya merem-melek menikmati permainannya sendiri. Sementara Aditya gemetaran mengambil gambar Mbak Ine, konsentrasinya terbelah, antara mengambil gambar dan terangsang nafsu birahinya.  Aditya kemudian mendekat dan merebahkan dirinya di lantai kamar yang berkarpet itu untuk mengambil gambar Mbak Ine yang setengah bugil itu menari-nari di atasnya. Setelah jeprat-jepret, kemudian Mbak Ine yang masih mengangkanginya itu menarik tangan Aditya dan membimbingnya menyentuh bukit kemaluan yang masih tertutup itu. Mbak Ine mendesis-desis dan menggeliat-geliat, Aditya jadi terpana tidak menyangka Mbak Ine yang cantik dan yang selama ini dikenalnya itu bisa berubah menjadi liar seperti ini.

Kemudian Mbak Ine menurunkan badannya, jongkok di atas Aditya dan kemudian menindih Aditya. Sekarang bukit kemaluannya menekan keras yunior Aditya yang sama-sama masih tertutup celana itu. Aditya sendiri masih terus mengintai dari balik kamera dan menjepret ekspresi Mbak Ine yang sedang dalam keadaan terangsang hebat. Mbak Ine menggoyang-goyangkan pinggulnya dan mau tak mau Aditya keenakan dan segera meletakkan kameranya di lantai. Kemudian Mbak Ine membungkuk dan mencium bibir Aditya, dan Aditya pun membalas sehingga mereka sekarang saling mengulum. Aditya memeluk punggung halus Mbak Ine sehingga payudaranya yang bulat itu menekan kuat di dada Aditya. Sejenak kemudian mereka melepaskan diri.  Mbak Ine kemudian melepas celananya sehingga sekarang 100 persen bugil. Rambut kemaluannya yang lebat tapi rapih itu terlihat menggairahkan. Aditya yang sudah pernah menyetubuhi ceweknya itu pun tidak tinggal diam, dia juga melepas pakaiannya sehingga mereka berdua bugil sekarang. Mbak Ine kemudian duduk di pinggir tempat tidur dan merebahkan tubuhnya, lalu Aditya jongkok di depan selangkangannya dan membuka kedua paha Mbak Ine lebar-lebar. Aditya kemudian menciumi betis indah Mbak Ine dan menjilatinya bergantian kanan-kiri. Tangannya meraba-raba paha mulus Mbak Ine. Ciuman dan jilatan itu mulai naik ke paha dalam, terus sampai ke selangkangan dan sampailah ke klitoris.  

“Oooohh…. aaahh…. Adityaii…. trusss… Diii…. jilat terus sayang….”Aditya pun dengan rakusnya terus menjilati dan menjorokkan hidungnya ke klitoris dan vagina Mbak Ine. Mbak Ine merapatkan pahanya ke kepala Aditya untuk mendapatkan jilatan Aditya yang intens itu. Hingga sampai suatu saat, tubuh Mbak Ine mengejang kuat dan berteriak keras, rupanya Mbak Ine sudah mencapai orgasmenya yang pertama. Aditya pun terus menjilati cairan kenikmatan yang keluar dari liang senggama Mbak Ine dengan rakusnya. Setelah itu Aditya bangkit dan mengelap wajahnya yang basah karena cairan kenikmatan dengan tangannya, lalu memandang Mbak Ine yang masih terengah-engah memejamkan mata sambil terbaring menghayati orgasmenya baru saja.  Aditya kemudian merebahkan diri di ranjang di samping tubuh bugil Mbak Ine, lalu Mbak Ine pun bangkit dan meraih kejantanan Aditya yang tegak keras itu. Dielus-elus dengan lembut dan diciuminya kemaluan Aditya, “Hmm… I like it… yummy…” ceracau Mbak Ine. Kemudian dikocoknya pelan, terus meningkat cepat sampai Aditya merem-melek tidak karuan gerakannya. Setelah itu, Mbak Ine membungkukkan kepalanya dan mulai memasukkan kejantanan Aditya ke dalam mulutnya. Dikenyot-kenyot dan dihisap-hisap dengan kuat hingga Aditya kelabakan karena diberi kenikmatan seperti itu.

Aditya merasa nikmat sekali, kalah jauh pacarnya jika dibandingkan dengan Mbak Ine. Aditya merasa ada yang mau mendesak keluar dari kemaluannya namun ditahannya kuat-kuat sambil menarik kepala Mbak Ine untuk melepaskan kulumannya di penis Aditya. Aditya tidak mau spermanya terbuang sia-sia di mulut Mbak Ine, dia maunya menumpahkan spermanya di liang senggamanya Mbak Ine atau minimal di paha atau betisnya.  Mbak Ine menatap Aditya dengan nanar, kemudian menggulingkan tubuhnya di samping Aditya dan berkata, “Ayo Aditya sayang, perbuatlah apa yang kamu suka… nggak usah takut… berikan Mbak perlawanan kamu yang hebat… sayang… Come on, honey…” Aditya pun tanpa basa-basi lagi, lalu menggumuli tubuh indah Mbak Ine, melumat bibir sensualnya, menciumi setiap inci tubuhnya hingga Mbak Ine menggelinjang. Meremas-remas payudaranya, mencaploknya dan menjilati putingnya dengan penuh nafsu. Terus menjilatinya dengan tujuan ke arah vagina, terus turun ke paha dan betis hingga tubuh Mbak Ine yang putih dan sintal itu sekarang basah oleh jilatan Aditya.  

Dapat Hadiah Ngewe Setelah Selesai Motret

“Auuh… oooh… aaahhh… ehhmmm… trusss… sayy… aaahhh…” Mbak Ine menggelinjang terkena tarian lidah Aditya. 

“Ayo sayaang… mana punya kamu… siiniii… shhh… cepeett… masukiiin… ooohh…” tangan Mbak Ine dengan tidak sabar menarik kejantanan Aditya ke selangkangannya. Aditya pun mengerti dan maklum apa yang diinginkan Mbak Ine yang mungkin sudah lama tidak disentuh oleh Mas Anto, suaminya. Aditya pun segera menempelkan kejantanannya ke bibir kemaluan Mbak Ine dan menggesek-gesekkannya di sana.  Mbak Ine menggerak-gerakkan kepalanya tidak karuan hingga rambutnya kusut mendapat gesekan kenikmatan dari Aditya. Perlahan, kemudian Aditya mengarahkan kepala penisnya ke depan lubang kenikmatan Mbak Ine, ditekannya.

“Sluupss…” meleset, dicobanya lagi, “Sluppss…” meleset lagi. Mbak Ine menggelinjang karena kejantanan Aditya yang meleset itu mengenai klitorisnya. Lalu Mbak Ine membantu menuntun kemaluan Aditya, dan Aditya menekan kuat-kuat hingga, “Bless…” masuklah kepala kejantanan Aditya ke dalam lubang kemaluannya. “Auuuh… sayy… pelan… sakiiit… punya kamu gede banget…” jerit Mbak Ine. Aditya pun merasa linu karena kepala batang kejantanannya dijepit vagina Mbak Ine yang super sempit itu. Dicobanya menekan pelan-pelan hingga masuk perlahan-lahan batang penisnya. Dibantu dengan goyangan pinggul Mbak Ine, Aditya menekan terus secara perlahan hingga masuklah semua batang kemaluannya ke dalam liang senggama Mbak Ine.  Sejenak Aditya diam merasakan rasa nikmat penisnya dijepit bibir kemaluan super sempit Mbak Ine. 

“Mbak sayaang… masih sakiit enggak..? Kalo masih sakit, udahan aja deh… kasihan Mbak nanti.” “Jangan… jangan dicabut… teruskan sayang… udah nggak sakit kok..!” spontan tangan Mbak Ine memeluk erat bahu Aditya dan kakinya dilingkarkan di pinggang Aditya. Mendengar itu, Aditya kemudian mulai melakukan gerakan penisnya maju-mundur. Lama kelamaan, gerakan itu semakin cepat dan cepat dan yang terdengar hanya dengusan nafas Aditya dan desahan kenikmatan Mbak Ine. Aditya memperlambat gerakannya untuk menurunkan tensi permainan, dan bangkit duduk sambil merengkuh tubuh Mbak Ine. Hingga sekarang, mereka berdua posisinya berhadapan berpangkuan, Aditya terus menusuk-nusukkan kejantanannya sampai tubuh Mbak Ine menggelosor jatuh berbaring kembali di ranjang.  Aditya mengganti posisi, sekarang dia berdiri di atas lututnya menusuk-nusukkan kejantanannya ke kemaluan Mbak Ine sambil tangannya merengkuh kaki Mbak Ine yang kiri, diciumi dan dijilati betisnya. Kembali ke posisi konvensional, sambil bergulingan Aditya berpindah posisi membuat Mbak Ine bergerak di atas tubuhnya. Sekarang Mbak Ine yang aktif bergerak di atas tubuhnya. Mbak Ine merasa nikmat sekali dengan posisi demikian karena bisa mengontrol masuknya penis ke vaginanya.

Tak lama kemudian, terasa denyutan teratur di dinding kemaluan Mbak Ine, Aditya pun membantu memompa dari bawah dan memasukkan kejantanannya lebih dalam lagi. “Aaaw… sayaaang… akuuu mmaauu… ke… keeluu… aaarrr… aaahhh…” dan “Creet… creeet…” cairan hangat keluar dari liang senggama Mbak Ine membasahi batang penisnya hingga keluar sampai pangkal kemaluannya. Itulah orgasme kedua Mbak Ine. Mbak Ine pun menggelosor lemah menindih tubuh Aditya sambil memeluk Aditya erat. Aditya mengelus-elus rambut panjang Mbak Ine dan punggung halus mulusnya sementara tangan yang satunya meremas-remas pantat bulat Mbak Ine.  Mbak Ine sudah dua kali orgasme, sementara Aditya belum keluar sama sekali, hingga setelah beberapa saat, keduanya terdiam, Aditya mulai kembali memegang peranan. Dengan masih berpelukan, mereka berguling berganti posisi dengan penis masih di dalam vagina hingga kembali ke posisi konvensional. Diciumnya dengan lembut bibir sensual Mbak Ine dan dibalas dengan permainan lidah. Kembali Aditya meremas-remas payudara Mbak Ine dan memainkan putingnya hingga Mbak Ine kembali terangsang. Aditya mulai melakukan gerakan maju-mundur kejantanannya dan makin lama makin cepat.  “Plok… plok… plok…” suara selangkangan mereka berdua bertabrakan. “Crop… cropp… cropp…” suara kemaluan Mbak Ine yang masih basah oleh cairan kenikmatan dirojok senjata tegangnya Aditya. Hingga tidak lama kemudian, Aditya ingin keluar, “Oooh… Mbak… aaahh… akuuu… mmmaauuu keluuuaaarrr…” 

“Terusin sayang, hehm…. oooh… kluarin di dalem ajaaa… saayyy… aaahhh…” jawab Mbak Ine. Sebelum air mani Aditya memancar, Mbak Ine kembali orgasme, hingga akhirnya setelah itu “Crooot… crooot… crooot…” air mani Aditya dengan sukses keluar di dalam liang senggama Mbak Ine. Terkabullah sudah keinginan Aditya. Mbak Ine masih melingkarkan kakinya di pinggang Aditya dan tangannya memeluk erat bahu Aditya sambil pinggulnya digoyang-goyangkan.  Lima menit Aditya mempertahankan posisi itu hingga terasa lemas. Penisnya mengkerut di dalam vagina Mbak Ine untuk relaksasi.

Cerita sex : Pengalaman Sex Dengan Pengawai Salon

“Aditya sayaaangg… kamu hebat deh… Mbak suka sama permainan kamu. Kalau kamu pingin lagi, jangan malu-malu bilang ama Mbak yach..! Ntar mbak kasih yang lebih dahsyat lagi… Oke sayang…” sambil mengecup bibir Aditya dengan mesra. “Mbak juga hebat… punya Mbak masih sempit dan enak jepitannya… apalagi goyangannya… wauw…” puji Aditya. Seperempat jam lamanya mereka berdua saling memuji, hingga akhirnya berbenah diri dan memakai kembali pakaian mereka masing-masing.  Tanpa mereka sadari, mulai dari permainan tAditya, si Suli, pembantu Mbak Ine mengintip perbuatan mereka berdua di dalam kamar dari lubang kunci sambil masturbasi sendiri. Suli sungguh terpesona dengan besarnya kejantanan lelaki seperti milik Aditya yang baru dilihatnya pertama kali. Dengan mengintip dan masturbasi itu Suli pun mendapatkan orgasmenya yang baru pertama kali dirasakan itu hingga celananya basah. 

#Dapat #Hadiah #Ngewe #Setelah #Selesai #Motret