Ibu Mertuaku Jadi Pemuas Batangku Terbaru Malam Ini

Ibu Mertuaku Jadi Pemuas Batangku

Kepulan asap dari sebatang rokok ketengan menemani lamunanku siang itu, Deru kendaraan lalu lalang di antara alunan lagu dangdut dari TV pemilik warteg di mana aku menumpang duduk sambil ngopi tak mampu menggugah pikiranku yang melayang entah kemana. “Ngelamun aja lo, kangen bini ya?’’, tegur Bejo, rekan sesama tukang ojek tempat kami bersama mangkal. Aku hanya membalas dengan senyuman. 

“ Bu…kopi satu,’’ ujarnya kepada pemilik warung. 

“Catur , Den?” ujarnya.

”halah…bosen, dari pagi main sama si Ujang, entar situ kalah lagi”, Bejo hanya nyengir mendengar jawabanku. Siang ini memang pikiranku tengah galau, mengenang peristiwa tadi malam dan pagi hari ini.

Aku tinggal menumpang mertua di sebuah rumah sederhana di kampung perbatasan jakarta. Kami berasal dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan. Isteriku terpaksa menjadi TKI di Arab Saudi untuk memperbaiki keadaan.

Motor kreditan yang aku pakai untuk mengojek ini juga hasil jerih payahnya.Kondisi mertua juga sama saja, ayah isteriku adalah tukang bangunan yang lebih sering keliling dari satu proyek ke proyek lain daripada dirumahnya sendiri, kadang berbulan-bulan tidak pulang. Bapak, demikian aku memanggilnya, dulu sangat keras menolak pernikahan kami, ya wajar, sudah susah kok dapat mantu yang juga susah. Sementara ibu mertua kebalikannya, ia sosok ibu yang lembut dan baik hati. Mau bagaimana lagi kalau memang sudah jodohnya. Dulu aku sempat bekerja di pabrik sebelum akhirnya bangkrut dan aku kena PHK. Pernikahan kami menghasilkan seorang anak usia 2,5 tahun yang kini diasuh neneknya, ibu mertuaku.

Malam itu hujan sangat deras menghujam bumi. Aku tengah lesehan di atas tikar lusuh menonton TV ketika tiba-tiba ibu mertua tergopoh-gopoh keluar dari kamarnya menuju kamar mandi , lalu terdengar suara seperti orang muntah. 

Aku menyusulnya,’’ada apa Bu? Masuk angin?, ia mengangguk lemah. 

“Saya panggilkan Teh Nining sebelah ya bu? Tawarku. 

“Gak usah, den, gak enak udah malam begini…mana hujan lagi”, jawabnya. 

“kalau gitu saya bikinin teh panas ya bu, saya juga masih punya obat neh”, ibu mengangguk lalu berjaan menuju kamarnya. Setelah mengantarkan teh dan obat flu, kembali aku berbaring di ruang tamu sederhana itu sampai akhirnya aku terlelap.

Jam dinding kusam itu menunjukan pukul 1.30 malam ketika aku mendadak terbangun karena kembali ibu muntah-muntah di kamar mandi. Dengan segera aku menyusulnya,’’Ibu muntah lagi?”, tanyaku…

ia mengangguk lemah dan berkata ‘’, Ibu kalau belum dikeroki biasanya belum mempan, tapi mau bagaimana lagi,’’ jawabnya pasrah. 

Entah muncul ide darimana,’’ ya udah, biar saya yang ngeroki bu, ibu tunggu aja di kamar’’, jawabku dan ibu sepertinya tidak menolak kecuali ia menginginkan muntah-muntah lagi. Aku bergegas menuju dapur, mencari piring kecil alas gelas dan menumpahkan sedikit minyak goreng, tinggal 1 koin seratusan lama yang kebetulan aku masih menyimpan beberapa. Agak sedikit kaget setibanya aku di kamar, mendapati ibu telah berganti pakaian yang semula daster panjang kini kain kemben batik yang warnanya telah lusuh. Namun bukan itu yang membuat aku menelan ludah, tapi kemben sebatas dada itu telah menampakan bahu ibu yang ternyata kuning bersih, ditambah ketatnya kain itu menampakan lekak lekuk tubuhnya yang masih menampakan keindahan di usianya yang 45 tahun itu. Namun pikiran kotor segera kusingkirkan, bagaimanapun ia adalah orang tua isteriku yang harus kuhormati.

Mulailah aku mengeroki punggungnya dalam posisi ibu duduk membelakangiku di atas ranjang tua di mana anakku juga tengah tertidur di atasnya. Selesai,di bagian pangkal leher dan bahunya, kini gilirang punggung bagian tengah,”maaf bu, kainnya bisa diturunkan sedikit?’, pintaku karena kain kemben itu menghalangi. Ibu mengangguk pelan dan membuka ikatan kain tersebut namun karena kurang hati-hati kain itu melorot hingga pantatnya yang dibungkus celana dalam putih lusuh, dan yang membuat sesuatu di balik celanaku tak bisa diajak kompromi adalah karena sekilas sisi payudaranya terlihat. Ibu segera membenahinya dan mendekap sarung batik itu didadanya, dan aku seolah-olah tak melihat pemandangan indah itu kembali melanjutkan kerokan ku. Peluh mulai bercucuran di dahi ku, bukan hanya karena mengeluarkan tenaga tetapi juga menahan hasrat yang terpendam, setelah setahun berlalu tanpa sentuhan isteriku. Paling maksimal aku hanya bisa melakukan masturbasi untuk sekedar pelampiasan. 

“Ibu kalau capek, baring aja”, pintaku dan ibu menuruti dengan berbaring tengkurap sehingga aku bisa melanjutkan mengeroki punggung mulusnya itu, yang tampak berkilauan terkena sinar redup lampu kamar, belang-belang merah bekas kerokan tak bisa menghilangkan keindahannya. Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulitnya. Aku terus bekerja sampai kemudian kudengar dengkuran halus keluar dari mulutnya, ibu tertidur. Dan entah kenapa aku tak serta merta menghentikan kerokan, seolah-olah ingin lebih lama menikmati pemandangan sensual tubuhnya. Khawatir ibu terbangun tiba-tiba, kini aku hanya memijat-mijat pelan pinggangnya…terus ke bawah hingga tumpukan daging kenyal pantatnya yang membusung itu.

Mula-mula tanganku gemetar, namun menyadari ibu seolah-olah kian tenggelam di alam mimpi, aku makin memberanikan diri. Entah setan mana yang mengendalikanku, usai berlama-lama menjamah pantatnya, kini kucoba pelorotkan sarungnya ke bawah. Mataku nanar menyaksikan bayangan belahan pantatnya dibalik celana dalam lusuh yang menipis akibat keseringan di cuci itu, mana berlubang di sana-sini menampakan kulit di belakangnya, desakan batang kontolku kian mendesak celana pendek yang kupakai, menciptakan semacam tenda kecil di antara selakanganku. Dengan tangan gemetar ku pelorotkan celana dalam ibu secara perlahan, hubungan mertua-menantu ke depan dipertaruhkan dalam aksi nekat itu. Gerakanku terhenti ketika tepi paling atasnya tiba di pangkal paha ibu mertua yang agak merapat itu. Tentu saja bentuk pantat bahenol itu, bayangan hitam lubang anusnya dan tumpukan rambut hitam di bawahnya membuat aku kehilangan kontrol. Ku oleskan sebagian minyak goreng itu di atas pantat ibu, sambil meremas-remasnya, dan kini berkilauan sebagaimana punggung ibu tadi.

Dengan jantung berdegup, ku turunkan celana pendekku, lalu merangkap di atas tubuh tengkurap ibu yang sangat nyenyak tertidur, namun kuupayakan tidak menindihnya. Ku selipkan batang kemaluanku yang sedari tadi sangat mengeras di antara belahan pantat ibu, lalu mulai menggosok-gosokannya pelan, sehati-hati mungkin agar ia tak terbangun. Tapi sensasi yang kurasakan sangat luar biasa, anda akan paham jika lama tak merasakan kenikmatan tubuh wanita. Mataku menyaksikan wajah ibu yang damai dalam tidurnya, ia cukup manis walau mungkin jarang tersentuh make up, ingin rasanya kuciumi pipinya tapi tentu beresiko. Dan tak menunggu lama ketika aku mengejang lalu semburan demi semburan sperma hangat ..dan sangat banyak, hingga di pantat, punggung, bahkan leher ibu. Lama aku mematung hingga denyutan-denyutan orgasmeku hilang dan kemaluanku mulai mengerut. Baru kemudian aku beranjak….kepanikan kecil melandaku melihat lelehan benihku di atas tubuh ibu. Ku lepaskan kaus kumal yang kupakai, dan kugunakan sebagai lap menghilangkan jejak-jejak tindakan mesum yang kulakukan malam itu. Dengan terburu-buru kurapikan kain kemben ibu, dan bergegas keluar kamar. Usai dari kamar mandi kembali kubaringkan tubuh,’’ apa yang kau lakukan”, pikirku…namun akhirnya terlelap juga….dengan rasa puas.

Seperti biasa, pukul setengah enam pagi aku terbangun, usai sekedarnya membersihkan rumah, ku sempatkan mengintip kamar ibu. Ia masih tertidur, kain kembennya sudah terikat di dada, namun agak tersingkap di bagian paha, membuat aku kembali menelan ludah. Di sebelahnya, anakku telah terbangun, tengah asyik memainkan mobilannya sambil berbaring. Aku kemudian mandi, sedikit tertegun melihat kaus kumal tadi malam, lalu aku mencucinya.

“Bu…ibu,”, panggilku mencoba membangunkannya sambil sedikit menepuk pundaknya. Matanya mulai membuka. 

“Sudah jam setengah delapan bu, ibu sudah enakan?”..ia mengangguk pelan,’’ tapi masih lemas Den, linu-linunya belum ilang, Ari mana?’’ tanya Ibu.

”Sedang main di luar bu, sudah saya mandikan dan kasih sarapan, tadi saya belikan bubur ayam di depan, ibu sarapan ya?’’, jawabku sambil menawarkan bubur ayam. Ibu bangkit perlahan dan duduk di tepi ranjang, semangkuk bubur dan segelas teh kuletakan di atas meja kecil di dekat ranjang. Aku meninggalkannya. Dan tak lama kemudian kembali aku memasuki kamarnya dan menyerahkan obat,” lho..kok gak habis bu?”, tanyaku melhat bubur itu masih separuh tersisa.

”Masih pahit Den’’, jawabnya. 

“Ya udah, ibu minum obat …air panas udah saya siapkan di kamr mandi”, ibu lalu meminum obat dengan perlahan…,

”ibu masih pegal Den, mau istirahat lagi, ntar aja deh mandinya”, jawabnya. 

“ehmm…kalau gitu saya kompres aja ya bu”, tawarku…

”gak usah repot…”, belum usai kalimatnya aku sudah setengah berlari ke dapur, mengambil handuk kecil dan baskom kecil lalu menuangkan air hangat ke dalamnya.

Ibu sudah terbaring di kamar ketika aku masuk. Aku mengambil kursi kayu lalu duduk disampingnya, meremas handuk dan mulai secara lembut mengusap wajahnya. 

“Ibu jadi gak enak nih Den, jadi ngerepotin kamu”, katanya. 

“ah…ibu kan sudah seperti ibu saya sendiri”, jawabku sambil terus melapi leher, pundak hingga dada atasnya. Lalu kedua lengannya hingga ketiaknya yang putih dan sedikit ditumbuhi bulu itu, membuat senjata biologisku mulai berulah. 

“Ibu bisa tengkurap sebentar?”, pintaku pada ibu. Namun ibu justeru duduk membelakangiku untuk mempermudah melapi pungunggnya. Usai belakang leher hingga bahu sampai batas kain ,

’’bisa turunin dikit kainnya bu?’’, tanpa berkata-kata ibu melepaskan ikatan sarungnya, dan kembali kunikmati punggung yang kini berbelang merah sampai batas pinggang itu, dengan lembut ku usap seluruh permukaan kulitnya dengan handuk basah hangat tadi, dan butiran keringat mulai muncul dari pori-pori kulitnya. Aku hanya bisa nyengir menyaksikan beberapa bercak sperma kering yang mengerak di kulit punggung ibu dan segera ku lap.

Nafas ibu tampak teratur, kali ini sasaranku bawah ketiak dan sisi samping tubuh ibu. Kulihat kulitnya bulu-bulu kuduknya keluar. Semakin sulit aku mengatur nafas manakal ujung jari ku menyentuh sisi payudaranya. Dan seperti sengaja, aku berlama-lama mengusapkan handuk itu di situ…”Den..”,teguran ibu menyadarkanku. Namun karena ia tak menyuruhku berhenti, aku lalu memindahkan usapan tanganku ke bagian depan tubuh ibu, yaitu perutnya yang masih tertutup sarung. Dan ibu tidak protes. Mula-mula bagian tengah, lalu bagian atas…kucoba terus mendesak ke atas dengan maksud menyentuh bagian bawah payudaranya, namun terhalang tangan ibu yang masih mendekap sarung itu di dada. Lalu kembali ke tengah perutnya..dan bawah…terus ke bawah pusarnya, sehingga sebagian jari ku tak sengaja menyelip di bagian atas celana dalamnya. Tangan ibu jatuh ke bawah mencoba mencegah aksiku lebih lanjut, namun munkin karena panik membuat payudaranya tersingkap, dan tak membuang waktu masih dengan handuk basah di tangan, ku usap-usap perhiasan alami kaum wanita itu, 

“Den..” seru ibu dengan suara nyaris berbisik…

”ssshhh, tenang Bu” desisku menenangkan ibu yang kini nafasnya mulai tersendat-sendat. Aku belum melakukan tindakan lebih jauh kecuali melap dengan penuh kelembutan gunung kembar yang bahkan lebih besar dari punya isteriku itu, namun degupan jantung dan deru nafasku yang kian memacu sudah bisa menggambarkan betapa luar biasanya gairah yang ditimbulkan tubuh ibu kandung isteriku itu.

Aku tidak tahu bagaimana perasaan ibu, yang aku tangkap hanya kuduknya yang merinding, lalu tubuhnya yang agak gemetar dan deru nafasnya yang mulai tak beraturan. Aku hanya bertindak mengikuti naluri…naluri seorang pria yang sekian lama tak merasakan kehangatan tubuh wanita. Ibu memegang kedua pergelangan tanganku, ada sedikit upaya menarik tanganku dari permukaan dadanya, namun aku sudah kehilangan kendali…handuk basah itu jatuh di pangkuannya, dan kini telapak dan jari jemariku mulai meremas-remas gundukan daging kenyal itu dan memilin-milin putingnya. Mulutku mengecup belakang leher dan pundak ibu. 

“Den….jangan”, ujarnya lirih…ketika satu tanganku mencoba masuk menyelusup celana dalamnya, ia memegang pergelangan tanganku yang sayangnya sudah berada di atas gundukan bulu-bulu hitam lebat di bawah pusarnya. Dan pertahanan moralku pun roboh, ku rebahkan tubuh ibu dan mulai menindihnya, ia melawannya dengan mencoba mendorong tubuhku, namun tentu saja apalah arti tenaga wanita separuh baya dibanding pemuda yang tengah terbakar nafsu.

Ibu Mertuaku Jadi Pemuas Batangku

”Den…jangan, aku ini ibu mu…ibu mertua mu..mmmff”..ucapannya terhenti ketika kusumpal paksa mulutnya dengan mulutku…”mmmf…Den..mmmhh”, tangannya terus meronta namun kutangkap dan kurentangkan ke atas…membuatku tergoda untuk menciumi ketiaknya…

” Den…apa kata orang nanti…ini gak bener..Den…ouhhf”, kembali kulumat bibirnya dan pergelangan tangannya ku tahan dengan satu tangan karena sebelah tanganku sibuk berupaya melepaskan celana yang kupakai. Ibu mulai menangis terisak, dan tubuhnya menggeliat-geliat melakukan perlawanan namun justeru menciptakan pemandangan sensual yang kian menggoda. Dan matanya membelalak dan kian panik ketika dengan paksa kurenggut celana dalamnya..”preekkk”, dan ia melakukan perlawanan terakhir dengan merapatkan kakinya, tetapi terlambat…satu lututku telah berada di antaranya, dengan paksa kulebarkan kakinya…batang kontolku sudah berada di antara dua pahanya..mencari-cari sebentar dan..kurasakan tumpukan bulu-bulu di ujung kepala jamur kelaminku itu…dan akhirnya menemukan sasarannya…celah di antara perbukitan rumput hitam itu, yang ternyata…telah basah. Sehingga dengan sedikit mudah benda tumpul itu mulai mendesak masuk….dan rasanya bahkan lebih sempit dari rongga vagina isteriku….apakah karena ibu juga jarang disentuh bapak mertua? Wajah ibu hanya meringis pasrah, air matanya mengalir menemani isakan dari mulutnya.

”maafkan aku, bu…aku sayang ibu, aku butuh ibu, ibu juga kan?”, ujarku dengan mesra di depan wajah ibu sambil berusaha mengayun-ayunkan pinggulku. Ibu hanya terisak dan menggigit jarinya, dengan liar aku mulai memompa tubuhnya…oh luar biasa nikmatnya. Mula-mula perlahan sampai makin cepat dan ganas menyebabkan tubuh ibu dan payudaranya berguncang-guncang, sangat sayang jika disia-siakan, maka segera kutangkap gunung kembar yang tengah diguncang gempa itu, dan kugigit ringan dua pucuknya bergantian, membuat ibu kian merintih.

Pagi itu suasana sejuk berubah menjadi panas, tubuhku dan tubuh ibu mulai dibanjiri keringat. Kamar dengan cat mengelupas di sana sini itu seolah-olah berubah menjadi kamar pengantin yang indah, diiringi deritan ranjang tua yang bergerak dan suara kecipak dua kelamin beradu. Ku tarik tangan ibu dari mulutnya, ku lumat bibirnya yang memerah itu..”ouuhh..Den..mmmmf”, lenguhnya membuat aku kian brutal mengobrak-abrik liang senggamanya, liang yang telah menghadirkan istriku 25 tahun lalu itu. Ibu setengah menjerit ketika tiba-tiba dua kakinya dirangkulkan erat-erat di atas pinggangku dan kedua tangannya memeluk ketat diriku…ia telah mengalami orgasme, menyadari hal itu menimbulkan sensasi tersendiri hingga tak menunggu lama aku tak bisa lagi menahan ejakulasi ku, semprotan demi semprotan benih terlarang bagai air bah menerjang setiap sudut gua kenikmatan ibu mertuaku itu. Aku rebah di atas tubuh telanjang ibu, mencoba mengatur nafas, dan ibu mengusap-usap punggungku dan mengeramasi rambutku. Sampai akhirnya aku bangkit meninggalkan tubuh ibu dan mencabut kelaminku dari jepitan vaginanya. Dengan segera cairan putih kental mengalir keluar dari celah bibir kemaluannya, menciptakan danau kecil di atas sprei lusuh. Segera kusambar handuk basah tadi, ku basuhkan ke permukaan memek ibu dan sprei, lalu kuusapkan pula ke sekujur batang kontolku. Kemudian menyusul berbaring di sisi ibu.

Mata ibu menerawang ke langit-langit kamar tanpa plafon itu. Aku menatap wajahnya yang masih basah bekas sisa keringat dan air mata. Dadanya naik turun membawa serta dua gunung indah di atasnya, membuatku tergoda untuk menjamahnya. Ibu tidak protes…

”Den…kenapa kamu lakukan itu, ini gak bener Den, ini dosa, apa kata tetangga nanti? Apa kata bapakmu? Apa kata Asih? Ujarnya lirih. 

“Ma’afkan saya bu…saya khilaf, saya lelaki normal bu, berpisah setahun dari Asih itu sangat berat buat saya bu..tapi mau bagaimana lagi? Saya pasrah…seandainya ibu mau mengusir saya silahkan, saya titip Ari aja bu”, jawabku. 

Ibu kembali menangis dan berujar..”ibu gak akan ngusir kamu Den…kamu telah baik selama ini membantu ibu, ini salah ibu juga, ibu minta ini jadi rahasia kita berdua Den”, 

“saya akan jaga rahasia ini Bu”, jawabku pelan sambil berupaya memeluknya, kali ini ibu dengan pasrah meringkuk dipelukanku dan menumpahkan tangisan di dadaku sampai akhirnya mereda, dan entah siapa yang mendahului kembali bibir kami saling berpagutan.

Tanganku mulai meremas-remas payudara montok milik ibu, sementara ibu dengan malu-malu mengusap-usap batang penisku yang kembali siap tempur. Pertarungan ronde kedua kembali dimulai. Menyadari ternyata ibu juga memendam hasrat, kali ini setiap adegan film-film porno yang biasa aku lihat bersama tetangga, kupraktekan. Aku bangkit mengangkangi dada ibu, kuarahkan batang penisku ke mulutnya, mula-mula ia jengah menolak, namun terus kupaksa, sampai akhirnya agak terbatuk-batuk ia telan nyaris seluruh batang kontolku. Aku tak begitu bertindak memaksa khawatir ia akan muntah-muntah lagi. Yang penting sensasi bahwa aku menguasai dirinya menjadi kepuasan tersendiri. Ku putar tubuhnya hingga membelakangiku, ku susun dua tumpuk bantal di bawah perutnya, sebelum kusetubuhi dari belakang aku melakukan ritual menjilati setiap mili memeknya, membuat ibu kembali merinding dan merintih-rintih. Lalu…,’’jlebb’’…kembali batang kontolku tenggelam dalam liang senggama ibunda isteriku itu. Kali ini ibu tak malu-malu mengeluarkan suara rintihan nikmat. Pantat molek itu mulai berguncang-guncang akibat hentakanku. Tanganku segera meraih gunung kembar yang kini bergantung terayun-ayun.”ouuh…Den…oohhh”, rintih ibu menemani geramanku…tubuh kami kembali berkilauan basah oleh keringat. Ronde kedua ini lebih lama berlangsung…ibu menghujamkan wajahnya di bantal untuk meredam suara pekikan ketika orgasmenya tiba..bagaimana mungkin wanita sehangat ini bisa ditinggal ayah mertua, pikirku. Capek melakukan doggi style, kembali ku telentangkan tubuh bugil ibu mertuaku itu, pantatnya kembali kuganjal bantal sehingga pinggulnya mendongak, ku pentangkan lebar-lebar selangkangan ibu, dan kulipat lututnya hingga nyaris menyentuh pundaknya…lalu satu tusukan teramat dalam kembali dialami lubang kemaluan ibu.

Ibu kembali mendesah-desah menerima setiap hentakan demi hentakan senjata biologis milikku…dan sekali lagi ia mengalami orgasme dahsyat yang tak dirasakannya bertahun-tahun, mengundang datangnya orgasmeku pula yang sekali lagi menyirami mulut rahimnya dengan cairan benih potensial. Pagi itu hubungan menantu-mertua telah melanggar batas menjadi hubungan terlarang sepasang kekasih yang masing-masing masih terikat perkawinan. Dan persetubuhan itu kembali terjadi hingga aku mengalami 5 kali orgasme,,,ibu mertua? Tak terhitung malah. Menjelang siang aku segera beranjak keluar kamar yang kini beraroma seks itu. Bagaimanapun aku harus mencari nafkah, dari situlah aku bisa membeli susu untuk anakku dan kebutuhan sehari-hari yang biasanya kuserahkan pada ibu mertua.

Malam menjelang pukul sembilan aku baru pulang. Ibu tengah menonton TV menemani anakku yang tengah bermain. Seutas senyum kecilnya menyambut kehadiranku. “Ibu udah sehat? ini bu, buat belanja besok”, ujarku seraya menyerahkan 3 lembar uang 10 ribuan. “Makasih…ibu udah mendingan kok, Deni makan dulu sana, ibu hanya beli makanan jadi tadi siang, belum masak”, jawabnya. Benar kata orang, sex bisa jadi obat, pikirku seraya menyambar handuk digantungan dan menuju kamar mandi. Usai makan malam, aku bangkit ke ruang tengah. Ibu masih berbaring di depan TV, sementara anakku sudah tertidur di sampingnya. Ku angkat dia dan kubaringkan di ranjang ibu. Di luar kamar, tanpa basa basi lagi kutindih tubuh ibu, ku lolosi daster lusuhnya melewati kepalanya, lalu beha dan celana dalamnya. Bibir kami segera berpagutan. Kuremasi setiap bagian indah lekuk tubuhnya, payudara, pinggul, pantat…sambil mencolokan dua jemariku di vaginanya yang tanpa disuruh sudah diselaputi cairan pelumas. “oohh…Den….aahh…”, bagai kepedasan ibu terus mendesah. 

“Isap kontolku bu”, ujarku sambil menariknya agar berlutut dihadapanku..sulit dibayangkan kata-kata tak pantas itu bisa keluar dari mulutku terhadap seseorang yang seharusnya aku hormati .

”mmmf …mmmf..mff”, ibu mulai mahir melakukan hisapan, jilatan bak pelacur profesional.

Puas merasakan hangatnya rongga mulut ibu, ganti aku mengunyah, menghisap dan menusuk-nusuk lubang memeknya dengan lidah dan jemariku, pinggul ibu bergerak kesana – kemari dan mulutnya mulai ribut merintih, khawatir didengar tetangga, segera kuarahkan batang penisku ke mulutnya, dalam posisi 69 kami saling mengecap kemaluan masing-masing hingga kami puas. Di atas tikar lusuh itu, ibu dengan sadar membuka lebar-lebar pahanya, membuat celah vaginanya merekah merah dan basah. Dan ia meringis ketika kembali benda terlarang memasuki tubuhnya. 

“oooh…Den,”…”ibu…ahhhss”, sekian menit kemudian di antara rintihannya, ibu berkata..”den…pindah yuk, punggung ibu sakit kalau di sini”, pintanya, aku mengangguk dan mencabut kemaluanku. Ibu beranjak berdiri hendak berjalan menuju kamar, namun pinggangnya segera kutangkap. Dari belakang kembali kusetubuhi ibu, kutangkap sepasang payudaranya yang montok itu. Sambil kusetubuhi, ku dorong tubuhnya agar berjalan, hingga kami tiba di dalam kamar. Ibu merangkak naik ke atas ranjang tanpa batang kontolku meninggalkan jepitan liang senggamanya. Kembali ku hentak-hentakan pinggulku hingga ranjang tua itu berderit-derit, membuat apa yang diatasnya berguncang-guncang tak terkecuali anakku yang tengah tidur dengan nyenyaknya.

Ibu menggigit jari mencegah rintihan keras keluar dari mulutnya. Beberapa lama kemudian kembali kutelentangkan tubuhnya, dengan otomatis ia membuka pahanya…dan “blesss”,,,batang penisku kembali amblas ditelan rongga sempit,basah dan hangat milik ibu. Ku rentangkan tangannya ke atas, kuhirup dalam-dalam aroma asli tubuh wanita setengah baya yang masih sangat sensual itu. Keringat kami kembali saling melebur menjadi satu, deritan ranjang tua itu mengiringi irama bergesekannya dua kelamin dan suara jangkrik di luar. Dan Ibu menyembunyikan wajahnya di dadaku ketika ia dilanda kepuasan bathin hubungan terlarang malam itu. Dan berkali-kali pula cairan spermaku mengisi penuh rongga memek ibu. Malam itu ibu mengalami lebih 6 kali orgasme, sedangkan aku sampai empat kali hingga spermaku nyaris habis.

Cerita sex : Diperkosa Saat Mati Lampu Di Warnet

Bulan-bulan berikutnya hubungan haram itu terus berlangsung. Dan membawa konsekuensi tumbuhnya benih yang kutanam. Untunglah sebelum berkembang leih besar, bapak mertua datang. Walau membuatku begitu cemburu ketika suatu malam ranjang tua kamar ibu kembali berderit, bukan karena ulahku, tapi bapak mertua. Hingga sebulan kemudian bapak mertua kembali dapat obyekan dan meyakini istrinya hamil karena dirinya. Setelah ia pergi, bisa ditebak. Kembali ranjang tua itu berderit-derit akibat persetubuhan aku dan ibu, sampai menjelang anak kami lahir.

#Ibu #Mertuaku #Jadi #Pemuas #Batangku

Menikmati Pijatan Yang Membuat Ku Jadi Terangsang Terbaru Malam Ini

Siang yang cukup terik saat aku pulang dari sekolah tempatku mengajar. Jarak antara sekolah dan rumahku memang tidak begitu jauh, tapi teriknya siang ini membuatku mengendarai motor matic ini cukup tersiksa. Untung saja jalanan tidak begitu macet sehingga aku bisa dengan cepat sampai rumah.

Di rumah aku disambut oleh anak lelakiku yang digendong baby sitter. Anak semata wayangku yang bernama Hansen ini baru berumur setahun, hasil pernikahanku dengan mas Andri 2 tahun yang lalu. Namaku Jasmin Mutiara, saat ini berumur 26 tahun, terpaut 3 tahun dengan mas Andri. Sedangkan baby sitter yang menjaga anakku ini adalah Yuna, kenalanku dari kampung yang bersedia ikut denganku. Sebagai lulusan SD dia sudah cukup berterima kasih ku beri pekerjaan di rumah ini. Selain menjaga Hansen Yuna juga sekaligus merangkap pembantu yang mengerjakan semua pekerjaan rumah.

Begitu melihat Hansen seolah rasa lelahku langsung hilang. Senyumnya menjadi seperti vitamin yang selalu manjur untuk mengembalikan semangatku. Ku gendong Hansen kemudian kubawa masuk ke kamar, sedangkan Yuna melanjutkan pekerjaannya. Aku bisa betah seharian bermain-main dengan anakku yang sedang lucu-lucunya itu.

Kalau sudah pulang dari mengajar seperti ini, ya hanya ini kegiatanku, bermain-main dengan Hansen sambil menunggu mas Andri pulang. Suamiku bekerja di sebuah bank bumn di kota ini, dan biasanya dia pulang agak petang. Untung di rumah ada Hansen dan Yuna sehingga aku tidak terlalu kesepian.

Saat sedang asyik-asyik bermain-main dengan Hansen ku dengar ada suara motor yang masuk ke halaman rumahku. Saat kutengok dari dalam rumah ternyata itu adalah Susan, kawanku sejak kuliah yang kebetulan mendapat pekerjaan juga di kota ini. Aku dan Susan sama-sama perantau, tapi kalau kampungku tak begitu jauh dari kota ini, Susan berasal dari pulau seberang.

Susan seumuran denganku, tapi dia belum menikah. Penampilan kami berdua juga sama-sama berjilbab kalau sedang keluar rumah, dan juga memakai pakaian yang tidak terlalu ketat, tapi tetap modis, khas hijaber masa kini. Secara postur tubuh, meskipun tinggi kami hampir sama tapi Susan lebih langsing daripada aku. Wajar karena aku sudah pernah melahirkan. Tapi meski begitu aku juga tidak bisa dikatakan gemuk. Aku bersyukur karena setelah menikah tubuhku tidak terlalu melar, bisa kembali meskipun tidak selangsing dulu, tapi itu sudah cukup membuat suamiku senang. Katanya dia lebih suka melihatku yang seperti ini, lebih montok, hehehe.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam, masuk San.”

“Hai Min, apa kabar?” dia masuk dan kami langsung cipika cipiki.

“Alhamdulillah baik, kabar kamu gimana?” tanyaku balik.

“Alhamdulillah baik juga. Hai ganteeng, sini dong digendong sama tante.”

Aku pun langsung memberikan Hansen untuk digendong oleh Susan. Susan memang sudah sering main kesini dan menggendong Hansen, karena itulah anakku tidak rewel, bahkan terlihat senang kalau Susan datang. Kulihat dia senang sekali bermain-main dengan Hansen, makanya sering kusindir agak cepat-cepat menikah.

“Duh, kayaknya kamu udah pengen banget punya anak San? Sana buruan nikah, umur juga udah pas kan?”

“Hehehe iya Min, ya doain aja moga-moga cepet dilamar sama mas Anton.”

“Ya kalau nggak cepet-cepet dilamar ancem aja, mau cari yang lain, entar pasti langsung deh mas Anton nemuin orang tuamu, hahaha.”

“Hahaha iya juga ya.”

Kami masih ngobrol santai sampai akhirnya aku dipanggil Yuna dan memberi tahu kalau makan siang sudah siap. Kuajak Susan sekalian makan siang. Dia minta tetap menggendong Hansen, kuiyakan saja karena kulihat Hansen anteng-anteng saja. Selesai makan siang kami duduk-duduk di ruang keluarga sambil ngobrol santai lagi.

“Eh Min, tahu nggak, ada tempat pijat baru lho di daerah Seturan,” ucap Susan.

“Oh ya? Dimana?” tanyaku.

“Di deket OK-Mart, ada gang kan di sebelahnya, masuk kira-kira 100 meter, namanya Family Spa.”

“Ooh, enak nggak tempatnya?”

“Enak kok, karena masih baru mungkin ya, coba aja kesana.”

“Hmm, iya deh entar kapan-kapan. Lagian aku nggak terlalu hobi pijat. Apalagi di tempat kayak gitu, rasanya kurang nyaman aja.”

“Eh yang ini beda. Kan tempat buat cowok sama cewek dipisah, terus roomnya juga nggak kayak di tempat lain yang cuma dibatesin triplek. Ini kayak kamar gitu, lumayan kedap suara juga, jadi nggak bakal denger suara dari luar. Udah gitu fasilitasnya lengkap, kalau yang VIP ada bathtub sama TV-nya.”

“Oh ya? Wah mahal dong berarti?”

“Ya lumayan, tapi sekarang masih promo kok, jadi harganya sama kayak di tempat lain. Kemarin pas kesana aku tanya kan promonya sampai kapan, kata kasirnya masih 2 minggu lagi. Kesana aja lumayan kan?”

“Hmm, iya deh nanti.”

Setelah itu obrolan kami berganti topik lagi. Sampai akhirnya tak terasa hari sudah sore dan Susan pamit pulang. Aku memikirkan lagi soal panti pijat yang tadi diceritakan oleh Susan. Aku memang tidak terlalu sering dipijat, karena aku orangnya gampang gelian, jadi suka risih aja kalau dipijat, meskipun yang mijat itu mbok-mbok kayak biasanya aku pijat selama ini. Tapi kupikir-pikir, mumpung masih promo mungkin boleh juga dicoba, apalagi Susan yang ngerekomendasiin. Yang aku tahu Susan memang sering pijat di spa-spa seperti itu, sebulan bisa 2 sampai 3 kali.

Pada suatu hari, aku pulang lebih awal dari biasanya karena hari ini memang diadakan rapat guru. Rapat itu ternyata cuma berlangsung sebentar dan kami langsung pulang. Dalam perjalanan aku kembali teringat panti pijat yang pernah diceritakan Susan. Kuingat-ingat lagi sepertinya saat ini masih promo, ah kucoba saja kesana, mumpung badanku juga sedang capek-capek. Tapi aku memutuskan untuk pulang dulu ganti baju, tidak mungkin aku kesana dengan memakai seragam guruku ini.

Sesampainya di rumah aku segera mengganti baju. Kukenakan kemeja lengan panjang kotak-kotak dan celana panjang jeans, kemudian dengan jilbab berwarna hitam. Kepada Yuna aku mengatakan akan ke rumah temanku dulu karena ada sedikit urusan. Aku pun berangkat berbekal petunjuk yang diberikan oleh Susan tempo hari. Tidak sulit mencari tempat itu, dan akhirnya aku sampai juga.

Kulihat dari luar bangunannya cukup bagus, didominasi warna hijau dengan desain yang futuristik. Sayang tempatnya agak masuk ke dalam, kalau pas di pinggir jalan depan sana mungkin akan semakin ramai. Kulihat parkirannya cukup luas, dan baru beberapa kendaraan saja baik mobil ataupun motor yang terparkir. Yah, memang masih jam segini, orang-orang pun pasti masih sibuk bekerja.

“Selamat siang ibu, selamat datang,” aku langsung disambut petugas saat baru masuk.

“Selamat siang mbak,” jawabku.

“Baru pertama kali kesini bu?” tanya petugas itu dengan ramah.

“Iya mbak, betul.”

“Oh kalau begitu silahkan dipilih, mau paket yang mana, semua harga yang tertera disitu nanti dipotong 50% bu karena kami masih promo,” dia menyodorkan sebuah buku yang mirip daftar menu.

Kulihat tarif untuk tiap-tiap perawatan memang lebih tinggi daripada tempat lain, tapi karena masih promo dan diskon sampai 50%, jatuhnya malah lebih murah.

“Saya pilih ini aja mbak, shiatsu yang 2 jam.”

“Oh baik ibu. Silahkan pilih untuk terapisnya. Untuk yang ada klip merahnya sedang tidak available ya bu,” kembali mbak itu memberikan sebuah buku yang isinya foto-foto terapis yang ada disitu. Hmm, cukup banyak juga, dan semuanya cewek. Hanya ada foto, tidak ada namanya.

“Yang ini aja mbak,” aku menunjuk sebuah foto terapis. Aku memilihnya karena dari foto posturnya cukup kecil, jadi kurasa tenaganya nanti pas untuk memijitku yang tidak terlalu suka dipijat keras-keras.

“Oh iya baik. Ibu mau room yang VIP atau yang biasa?”

“Yang VIP ya mbak.”

“Baik bu, mari saya antarkan.”

Mbak yang aku tidak tahu namanya itu kemudian mengajakku menaiki tangga. Sampai di lantai 2 ku lihat ada dua buat pintu, dimana ada tanda cewek dan cowok. Hmm, benar kata Susan, ruangannya dipisah, kurasa ini benar-benar aman. Disitu juga ku lihat ada seorang pria yang memakai seragam security sedang duduk di dekat pintu-pintu itu.

Wah, sampai ada securitynya, mungkin buat jaga-jaga kalau ada pelanggan yang nakal sama terapis biar bisa langsung ditindak kali ya. Aku merasa semakin tenang karena ku pikir dengan adanya petugas keamanan itu berarti panti pijat ini memang benar-benar menjaga keamanan dan kesopanan. Kalau ada pelanggan yang punya niat tidak-tidak pasti berpikir ulang setelah melihat pria itu, yang berperawakan tinggi besar dan wajahnya agak, hmm, menyeramkan, hihihi.

“Ini ruangannya bu, silahkan ibu ganti baju dengan pakaian yang sudah kami sediakan sambil menunggu terapisnya, kurang lebih 5 menit lagi terapisnya datang.”

“Oh iya mbak, makasih.”

Aku segera masuk ke ruangan itu. Berbentuk seperti kamar, berukuran sekitar 3 x 4 meter. Ada sebuah bathtub dan TV, seperti yang diceritakan Susan. Tempat untuk pijitnya juga bukan ranjang kecil seperti biasanya di tempat lain, tapi sebuah matras yang cukup tebal dan lebar, dengan lubang untuk wajah. Di atasnya ada besi-besi yang biasa digunakan terapis untuk pegangan waktu melakukan shiatsu.

Akupun segera berganti pakaian. Awalnya aku agak ragu waktu melihatnya, hanya sebuah celana dalam tipis berwarna putih, dan sebuah tanktop yang juga cukup tipis berwarna putih. Tapi setelah kupikir-pikir, toh yang mijat cewek juga, jadi nggak papa lah. Kulepas semua pakaianku, termasuk pakaian dalamku dan menggantinya dengan pakaian itu. Sejenak aku bercermin, wah seksi juga ya aku berpakaian kayak gini, gimana kalau mas Andri lihat ya? Hihihi.

Tok tok tok…

“Permisi,” kudengar suara ketukan pintu dikuti suara seorang wanita.

“Iya,” jawabku.

“Sudah selesai bu ganti bajunya.”

“Sudah mbak,” jawabku sambil membuka pintu yang memang tadi ku kunci.

“Selamat siang bu,” sapa wanita itu, terapis yang kupilih tadi.

“Siang mbak.”

“Saya Wati bu, maaf dengan ibu siapa?” tanyanya.

“Saya Jasmin.”

“Baik bu, kita bisa mulai terapinya. Shiatsu 2 jam ya bu?”

“Iya mbak.”

“Oh iya sebelumnya ini ada wedhang jahe, mungkin kalau ibu berkenan silahkan diminum biar agak hangat badannya.”

“Wah makasih mbak.”

Aku menerima cangkir dari mbak Wati yang berisi wedhang jahe itu, dan meminumnya sedikit. Kemudian dia menyuruhku untuk tengkurap. Setelah aku tengkuran dia menutupi tubuhku dengan handuk lebar yang menutup punggung sampai ke lutut.

“Maaf bu, pijitanya mau yang sedang atau yang kuat?”

“Yang sedang aja ya mbak.”

“Baik bu.”

Dia pun memulai pijatannya dari telapak kakiku. Hmm, kalau yang aku dengar, pijatan yang benar itu memang mulainya dari telapak kaki, jadi kalau yang mulai dari tempat lain, yaa kalian bisa menduganya sendiri lah, hehehe. Sambil menikmati pijatan dari mbak Wati, kunyalakan TV yang ada di ruangan ini. Memang aku tak bisa melihat dengan leluasa, tapi lumayanlah masih bisa dengar.

“Bu Jasmin baru pertama kali kesini?”

“Iya mbak, kemarin itu dikasih tahu sama teman, katanya ada tempat pijat baru.”

“Oh iya bu, kita emang baru buka kok, belum ada sebulan, makanya masih sepi ini.”

“Oh gitu. Padahal disini bagus ya mbak, sayang tempatnya agak masuk. Kalau di pinggir jalan besar pasti udah lebih rame.”

“Iya bu, tapi disini malah enak kok, nggak bising. Kalau di room VIP seperti ini sih enak karena kedap suara, tapi kalau yang standar kita masih bisa denger suara-suara dari luar kan bu, jadi kurang nyaman aja.”

“Iya juga sih mbak.”

Sambil terus memijat mbak Wati mengajakku ngobrol. Pijatannya enak juga ternyata, apalagi orangnya juga ramah, aku jadi merasa lebih nyaman sekarang.

“Ibu asli Jogja?”

“Bukan mbak, saya dari Solo, disini kebetulan kerja, dan ikut suami juga.”

“Oh gitu. Kerja dimana bu?”

“Ngajar mbak di SD 69.”

“Wah bu guru tho?”

“Iya mbak, hehehe.”

“Anaknya udah berapa bu?”

“Baru 1 mbak, masih setahun. Aduuh…”

“Eh, kenapa bu? Ada yang sakit? Atau saya mijitnya terlalu kuat?” tanya mbak Wati terdengar panik.

“Oh nggak kok mbak. Maaf saya orangnya emang gampang geli, hehe. Nggak papa, pijatan mbak enak kok, udah pas, lanjutin aja.”

“Oh gitu, ya udah saya lanjutin ya bu.”

“Iya mbak.”

Aku tadi memekik karena pijatan mbak Wati sudah sampai di daerah paha atasku. Disitu dan beberapa daerah lainnya memang aku geli sekali. Saat ini pun pijatan mbak Wati membuatku terus menggeliat meskipun sudah tidak mengaduh seperti tadi lagi. Tapi karena mbak Wati sudah tahu dia terus melanjutkan saja.

Kami masih terus ngobrol sampai dia memijat punggung dan tanganku, kemudian memintaku berbalik dan mengulangi pijatannya dari kakiku. Lagi-lagi tubuhku menggelinjang saat tangannya mulai menyentuh pahaku, tapi kucoba menahan sebisa mungkin. Mbak Wati pun tampaknya tidak terlalu mempedulikan dan terus melanjutkan pijatannya, meskipun beberapa kali dia tersenyum melihat tingkahku.

“Oke bu, selanjutnya kita pake minyak ya. Bu guru silahkan kalau mau minum dulu.”

“Iya mbak,” aku agak geli dia memanggilku bu guru, tapi ya sudahlah karena memang aku seorang guru.

Aku pun bangkit dan meminum wedhang jahe yang masih tersisa tadi sampai habis. Mbak Wati bahkan menawariku apa mau lagi dan aku mengiyakan saja. Sejenak dia keluar untuk mengambilkan minuman lagi, dan tak lama dia sudah kembali lagi dan cangkirku sudah terisi penuh. Dia kemudian memintaku untuk memilih minyak mana yang mau dipakai, aku memilih salah satunya yang aromanya cukup segar dan tidak begitu tajam. Kemudian mbak Wati memintaku untuk tengkurap lagi.

Dia mulai memijat kakiku lagi dengan minyak itu. Terasa dingin saat menyentuh kulitku, dan terasa geli juga. Tapi aku tak terlalu banyak protes dan menikmatinya saja karena pijatannya memang terasa enak.

Lagi-lagi tubuhku menggelinjang saat pijatannya sampai di daerah pahaku. Ditambah dengan minyak pijat itu membuatku semakin geli, apalagi pijatannya semakin naik hampir ke pangkal pahaku. Aku sampai memeluk bantal erat-erat, dan bahkan menggigitnya karena tadi aku hampir saja mendesah.

Mbak Wati mengangkat handuk yang menutupi pantatku, dan menuangkan minyak itu disana. Lalu dia meneruskan pijatannya dengan meremas-remas pantatku. Duh, rasanya benar-benar geli sekali. Beberapa kali aku menggenlinjang bahkan mendesah tertahan. Apalagi kurasakan tangan mbak Wati masuk ke dalam celana dalam yang kupakai dan memijatnya langsung di kulit pantatku, membuatku semakin blingsatan.

Untungnya tak lama kemudian mbak Wati menyudahi pijatanya di daerah pantatku itu. Dia menurunkan lagi handuk menutup pantatku. Kini pijatannya beralih ke punggung. Tanpa menyibakkannya dulu, dia tuangkan minyak itu ke punggungku yang masih memakai tanktop. Duh, tanktop ini kan tipis sekali, dikasih minyak kayak gitu pasti jadi nerawang deh.

Kembali pijatan mbak Wati membuatku sedikit geli. Tangannya lagi-lagi masuk dari bawah tanktopku menyusuri punggungku. Aku semakin membenamkan kepalaku ke bantal karena merasakan geli saat tangan mbak Wati berada di bagian samping tubuhku, apalagi waktu memijat pinggiran payudaraku.

Tak lama kemudian mbak Wati menyudahinya, lalu memijat kedua tanganku. Setelah kedua tanganku selesai, dia menyuruhku balik badan. Kembali tubuhku ditutup dengan handuk dari dada hingga lutut. Dia memulai lagi pijatannya dari bawah. Semakin naik dan semakin membuatku geli.

Selama pijatan dengan minyak ini kami tak banyak bicara, karena aku memang lebih banyak menutup mulut menahan desahan, sedangkan mbak Wati sepertinya berkonsentrasi pada pijatannya.

“Sshh mbaakkk,” desahku tak bisa tertahan saat kedua tangan mbak Wati memijat paha dalamku, dekat sekali dengan bibir vaginaku.

Dia tidak menjawab, kulihat dia hanya tersenyum saja, tapi melanjutkan pijatanya lagi. Duh, aku benar-benar kegelian, badanku sampai bergerak-gerak gini. Selanjutnya mbak Wati menarik handuk dan meletakannya di samping tubuhku. Dia langsung saja menuangkan minyak itu di bagian depan tubuhku. Aku tak sempat memprotes karena minyak itu sudah membasahi tanktop yang kupakai, sehingga sekarang terlihat menerawang. Bahkan kedua buah dada dan puting susuku terlihat dengan jelas.

Aku pun menutupinya dengan menyilangkan kedua tanganku. Malu rasanya, sudah seperti telanjang saja. Tapi mbak Wati cuek dan melanjutkan pijatanya di perutku. Lembut sekali sebenarnya pijatannya, tapi buatku itu rasanya geli banget. Apalagi waktu tangannya menyentuh langsung kulitku, pelan-pelan naik sampai di bawah kedua buah dadaku. Aku sampai harus menahan tangannya karena kurasakan tangannya juga mau naik ke payudaraku.

Mbak Wati kemudian memijat di daerah situ. Hmm, tapi kok tenaganya udah jauh berkurang ya, kayak bukan memijat, tapi, meraba. Tangan mbak Wati berputar-putar di bawah payudaraku, membuat tubuhku semakin menggelinjang tak karuan. Tapi untungnya lagi, mbak Wati langsung menyudahinya. Aku bisa bernafas lega.

Lalu dia pindah ke atas kepalaku. Dia raih tanganku dan dibaluri dengan minyak pijat itu. Lembut dia memijat tapi aku langsung merasa geli kalau sudah sampai di bagian ketiak, apalagi tak berhenti di ketiak, pijatannya, eh bukan, rabaannya berlanjut ke daerah samping payudaraku. Aku hanya bisa mendesis saja.

Setelah kedua tanganku selesai dipijat hingga tampak berkilau karena minyak, mbak Wati masih berada di atas kepalaku, kini dia mulai memijat daerah pundah. Untuk kali ini aku bisa merasakan pijatannya kembali seperti tadi, terasa nyaman. Sampai akhirnya bagian bawah leherku dibaluri lagi dengan minyak.

Belum sempat aku berbuat apa-apa kedua tangan mbak Wati langsung masuk ke sela-sela belahan tanktopku sehingga sekarang langsung menangkup kedua susuku.

“Aaahhh mbaaakkhh,” aku tersentak, tapi hanya bisa mendesah saja saat kemudian kedua tangan itu meremas buah dadaku.

Ini adalah pertama kalinya payudaraku disentuh oleh orang lain, meskipun sama-sama cewek. Tapi rasanya benar-benar, hmm, geli banget. Apalagi sekarang tubuhku, entah kenapa terasa aneh sekali, rasanya panas dan daerah vaginaku seperti gatal minta digaruk. Apalagi dengan kedua payudaraku diremas dengan lembut oleh mbak Wati, membuatku jadi terangsang.

Ah nggak boleh. Aku nggak boleh terangsang kayak gini. Aku mencoba untuk menarik tangan mbak Wati tapi tidak berhasil. Dia malah memainkan puting susuku, memilin-milinnya. Aah, padahal ini adalah salah satu titik paling sensitif yang aku punya, dan dia sedang memainkannya.

“Mbaakkhh aahhh udaaahhhh,” aku memohonnya untuk berhenti tapi dia malah makin bersemangat.

Aku sendiri merasa vaginaku sudah semakin gatal, sampai kugesek-gesekkan kedua pahaku, tapi itu tidak cukup. Aku ingin merabanya, menyentuhnya, tapi kedua tanganku masih mencoba untuk menarik tangan mbak Susan.

Kurasakan kedua puting susuku sudah mengeras dipilin oleh mbak Wati. Nafasku semakin tak karuan, desahanku juga semakin tak tertahan. Apakah ini juga termasuk dalam paket pijatan yang kupilih tadi?

“Aaaahhhh mbaakk, aku, oouhh aahhh akhuuuu..”

“Keluarin aja bu, jangan ditahan-tahan,” begitu yang kudengar darinya, lalu beberapa saat aku mendesah panjang.

“Aaaaaaahhhhhhhh..” pantatku sampai terangkat-angkat. Astaga, aku orgasme, hanya dengan dimainkan buah dadaku saja, tanpa penetrasi sama sekali.

Tubuhku langsung melemas. Aku sampai memejamkan mataku, mengatur nafasku yang terengah-engah. Aku bahkan diam saja waktu mbak Wati menarik tanktopku sampai terlepas. Untuk beberapa saat sepertinya dia membiarkanku mengatur nafasku.

“Sshhhh aaahh mbaak, udaaahh,” aku kembali merasakan kedua payudaraku dimainkan lagi oleh mbak Wati.

Aku membuka mataku dan terkejut karena dia ternyata sudah melepas pakaiannya tadi, tinggal memakai BH dan celana dalam saja. Dia memelukku sambil tetap memainkan payudaraku, lalu tiba-tiba saja dia menciumku.

Aku gelagapan menerima serangan ini. Aku mencoba untuk meronta tapi entah kenapa tubuhku malah bereaksi sebaliknya. Apalagi sekarang kurasakan tangan mbak Wati mulai turun menyusuri perutku, kemudian masuk ke celana dalamku dan langsung menyentuh bibir vaginaku. Bukan hanya itu, tapi jarinya langsung masuk dan mengobok-obok liang vaginaku.

Oh tidak, vaginaku sudah basah. Dan jari ini, ah untuk pertama kalinya ada orang selain mas Andri yang menyentuhnya. Dan orang itu adalah sama-sama cewek. Aku tidak bisa berpikir jernih lagi, tubuhku dengan cepat dikuasai oleh nafsu. Entah kenapa secepat ini, biasanya aku tidak sampai secepat ini terangsang bila bercinta dengan mas Andri.

Mbak Wati terus mengobok-obok memekku, eh bukan, vaginaku. Aduh, kenapa aku jadi ngomong jorok begini sih.

Kocokan jari mbak Wati semakin cepat, hingga vaginaku semakin lama semakin becek. Bunyi kecipak terdengar jelas di telingaku. Desahanku sudah tak karuan tapi tertahan oleh ciuman mbak Wati yang sekarang sudah memainkan lidahnya juga.

“Eehhmmmmpppp..” tubuhku mengejang beberapa kali, saat kurasakan orgasme dahsyat melandaku. Vaginaku benar-benar sudah banjir oleh permainan jari mbak Wati.

Oh tidak, kenapa aku menikmati sekali, dicumbu oleh sesama wanita seperti ini? Apakah aku punya kelainan? Tidak mungkin. Selama ini aku tak pernah tertarik pada wanita. Tapi kenapa sekarang, aku mudah sekali terangsang disentuh oleh mbak Wati.

Kulihat dia tersenyum dan bangkit. Dia mencoba melepas celana dalamku tapi kutahan. Dia menatapku, aku menggeleng.

“Udah dilepas aja, udah basah, biar nggak mengganggu.”

Akhirnya tenagaku kalah oleh tarikan mbak Wati, sehingga harus merelakan celana dalamku terlepas begitu saja.

“Bu guru haus?” tiba-tiba dia bertanya seperti itu, dan aku hanya mengangguk karena memang merasa haus.

Dia kemudian mengambil cangkir minumku tadi, membantuku untuk duduk lalu meminumkanya. Terasa cukup segar membasahi tenggorokanku, lalu aku direbahkan lagi.

“Mbak, udah ya?” pintaku memelas kepadanya. Dia tak menanggapi, malah kulihat dia melepaskan BH dan celana dalamnya.

Melihat tubuhnya yang telanjang aku risih, tapi masih sedikit berbangga karena menurutku tubuhku masih lebih bagus daripada dia. Aku lebih putih, lebih montok, payudaraku juga lebih besar, begitu juga pantatku karena kulihat pantatnya tepos.

Dia kemudian mengambil sebotol minyak, entah apa itu, lalu menuangkannya di sekujur tubuhku. Aku mencoba menggeliat tapi tubuhku masih lemas karena dua kali orgasme tadi. Setelah itu dia kembali meraba sekujur tubuhku.

“Mbaak Watii, udaaahh,” pintaku memelas.

“Belum, bu guru belum siap.”

Aku tak mengerti apa maksudnya, tapi sekarang aku kembali hanya bisa mendesah saja. Aku pasrah dengan semua yang dilakukan oleh mbak Wati, karena sekarang aku sudah mulai menikmatinya. Bahkan aku membalas ketika dia menciumku lagi.

“Dibuka lebar kakinya bu guru,” kembali aku menurutinya. Ku buka lebar-lebar kedua kakiku dan dia langsung mengocok vaginaku lagi dengan jarinya, kali ini 2 jari langsung.

“Hmmpphhh hhhppp,” aku hanya bisa mendesah tertahan karena kembali dicium olehnya.

Tubuhku sudah benar-benar dikuasai oleh nafsu, tak ingat lagi bahwa aku adalah seorang istri setia, ibu dari seorang anak lelaki yang lucu, perempuan alim yang selalu berpenampilan tertutup. Tapi kini aku sedang telanjang bulat, dengan seorang wanita lain yang juga telanjang bulat, yang tadi sudah membuatku 2 kali merasakan orgasme.

Kembali tubuhku mengejang saat permainan jarinya membawaku pada orgasme ketigaku hari itu. Tubuhku benar-benar lemas, tapi dia belum berhenti. Dia kembali merangsangku dengan meremas kedua payudaraku bergantian, sambil tetap mencium bibirku, yang kubalas tak kalah ganasnya.

Kemudian kurasakan kedua tangannya membuka kakiku. Eh tunggu dulu, tangan mbak Wati kan sedang meremas payudaraku, dan yang satunya memegang kepalaku. Lalu tangan siapa yang memegang kakiku itu? Perasaanku mendadak tak enak. Aku ingin melepaskan ciumanku untuk melihat siapa yang ada di ruangan ini lagi, tapi mbak Wati menahannya. Bahkan kini kedua tangannya memegang kepalaku agar ciumannya tak terlepas.

Saat itu kurasakan bibir vaginaku seperti disentuh oleh sesuatu yang keras. Bukan, bukan hanya disentuh, tapi benda itu perlahan masuk membelah bibir vaginaku. Aku mencoba meronta sebisanya, tapi tertahan oleh mbak Wati, dan seorang lagi di bawah sana.

Benda itu terus masuk, hingga akhirnya badanku menegang saat benda itu menyentuh dinding rahimku. Oh tidak, ini, penis. Tapi penis siapa? Dan, kenapa besar dan panjang sekali. Vaginaku terasa sakit, meskipun sudah basah karena 3 kali orgasme tadi.

Aku terperanjat saat mbak Wati melepaskan ciumannya di bibirku, sehingga aku bisa melihat orang di bawah sana. Ternyata dia adalah petugas security yang tadi berjaga di pintu depan. Dan orang itu sudah melepas semua pakaiannya, dia sudah telanjang bulat, dan penisnya berada di dalam vaginaku.

“Le,, lepasiiin. Apa apaan ini??”

“Hehe udah bu guru, nikmatin aja kontolnya pak Wawan, enak banget kok.”

“Nggak, lepasin. Cabut pak, cabut. Vaginaku, sakiiiit.”

Tapi lelaki itu bukannya menuruti perkataanku, malah menggoyangkan penisnya maju mundur. Rasanya benar-benar sakit meskipun vaginaku sudah benar-benar basah. Air mataku langsung turun tak tertahankan. Aku sedang disetubuhi oleh pria yang sama sekali tidak ku kenal, yang baru saja kulihat beberapa saat yang lalu.

Aku mencoba meronta tapi kedua tanganku dipegang dengan erat oleh mbak Wati. Sementara lelaki yang katanya namanya pak Wawan itu tampak sedang menikmati sekali sempitnya lubang vaginaku. Dia meracau tak jelas, entah apa yang dikatakannya.

Aku teringat anak dan suamiku. Kalau dipikir lagi, ini adalah pertama kalinya sejak menikah aku keluar sendirian tanpa pamit kepada suamiku, dan ternyata aku malah mengalami hal seperti ini. Huks, maafkan aku mas Andri.

Aku yang sedang terpejam merasakan ada sesuatu yang menempel di wajahku. Betapa terkejutnya aku ketika membuka mata, mbak Wati sedang mengangkangiku, vaginanya persis berada di depan wajahku.

“Jilati dong bu guru,” aku tersentak mendengar permintaannya.

Tak pernah seumur-umur aku menjilati vagina wanita lain. Bahkan dengan suamiku saja, aku jarang sekali melakukan oral, dan kini malah wanita ini dengan seenaknya menyuruhku menjilat vaginanya? Aku pun menggeleng. Tapi dia malah menggesek-gesekkan vaginanya di wajahku, membuatku terpejam jijik.

Melihat aku tak memenuhi permintaannya, dia mengentikan perbuatannya. Aku penasaran apa yang akan diperbuatnya lagi dan membuka mataku.

“Pak Wawan,” dia menengok ke belakang dan memanggil pak Wawan yang sedang menggenjotku, seperti sedang memberikan sebuah kode kepadanya.

“Aaaaaarrrggghhhh ampuuuunnn..” aku menjerit karena tiba-tiba penis pak Wawan yang besar itu menyodok vaginaku dengan brutal.

Bukan hanya itu, dia bahkan membetot kedua puting susuku dengan sangat keras. Sakit sekali rasanya.

“Keluarin lidah bu guru kalau nggak pengen lebih disakiti lagi.”

Aku yang takut mau tak mau menjulurkan lidahku, dan disambut dengan bibir vaginanya. Aku semakin menangis menyadari kondisiku sekarang. Vaginaku sedang diperkosa oleh pria yang sama sekali tak ku kenal, dan aku dipaksa untuk mengoral vagina wanita lain. Betapa menyedihkanya seorang istri yang alim dan setia dipaksa melakukan ini, tapi itulah yang terjadi.

Entah berapa lama aku diperlakukan seperti itu, hingga kurasakan sodokan penis pak Wawan kian kencang, dan goyangan pantat mbak Wati di wajahku juga semakin cepat. Aku tahu mereka akan orgasme. Masalahnya, aku juga merasakan yang sama.

Tak bisa kupungkiri, penis pak Wawan yang besar itu, yang tadinya membuatku kesakitan, justru sekarang terasa sangat nikmat, beda dengan penis mas Andri yang ukurannya lebih kecil dan pendek.

“Aaahh bu guruuu, aku keluaarrr, aku pejuiin memekmuuu aaaahhhh..”

Setelah dari tadi meracau tak jelas, akhirnya itulah yang kudengar dari mulut pak Wawan. Aku tak ingin lelaki itu orgasme di dalam vaginaku, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa.

“Aaaahh keluaaaaarrrr…”

Crot crot crot..

Entah berapa kali semburan sperma panas pak Wawan memenuhi rahimku, membuat tubuhku juga ikut mengejang karena merasakan orgasme yang sangat dahsyat, lebih nikmat dari yang kurasakan selama ini. Benar-benar luar biasa.

Disaat yang bersamaan, vagina mbak Wati juga memuncratkan cairan orgasmenya, banyak sekali sampai masuk ke dalam mulutku. Aku gelagapan dan ada yang tertelan juga tadi.

Mereka berdua kemudian melepaskanku. Tangisku langsung pecah. Aku bersingut memeluk tubuhku sendiri. Tapi kedua orang itu tampak cuek. Kurasakan ada cairan yang merembes keluar dari vaginaku, itu pasti sperma pak Wawan.

Saat aku masih menangis tiba-tiba tubuhku ditarik oleh pak Wawan hingga terletang, lalu dia memaksa memasukan penisnya ke dalam mulutku. Aku yang sudah tak berdaya tak mampu lagi melawan, membiarkan penis besar itu keluar masuk seenaknya di dalam mulutku. Sementara di bawah kurasakan mbak Wati menjilati vaginaku.

Aku bergidik, apa dia tidak jijik dengan sperma pak Wawan yang masih ada di vaginaku? Eh tapi tunggu dulu, bukankah penis ini juga masih ada spermanya? Belum dibersihkan kan tadi? Mendadak aku mual tadi pak Wawan terus memompa penisnya di mulutku, bahkan sampai menyentuh tenggorokanku, membuatku beberapa kali tersedak.

Puncaknya saat dia membenamkan penisnya dalam-dalam, lalu kurasakan spermanya muncrat masuk ke dalam tenggorokanku. Karena kesulitan bernafas mau tak mau kutelan habis sperma itu.

Aku tercekat, pertama kalinya aku menelan sperma. Kembali aku menangis sejadi-jadinya, karena telah memberikan apa yang tak pernah kuberikan kepada suamiku sebelumnya. Kedua orang ini telah benar-benar menghancurkan kehormatanku sebagai seorang wanita.

“Wati, bersihin tubuhnya, aku masih mau pake lagi,” perintah pak Wawan kepada mbak Wati.

“Siap bos.”

Mbak Wati kemudian memapahku ke bathtub. Dia lalu menyiramiku dengan air dingin, membuatku menggigil. Setelah itu dia keringkan tubuhku dengan handuk. Di matras tempatku di perkosa tadi, ternyata alasnya sudah diganti oleh pak Wawan. Aku dibiarkan saja duduk disitu sambil terus menangis.

Belum sempat pak Wawan ataupun mbak Wati melakukan apapun kepadaku, tiba-tiba handphoneku berbunyi. Mbak Wati mengambilkannya, dan begitu kulihat ternyata suamiku menelpon.

“Ha,, halo, assalamualaikum pa.”

“Waalaikumsalam ma. Mama lagi gimana?”

“Hmm, ini lagi keluar ke tempat temen, kenapa pa?”

“Oh nggak, cuma mau kasih tahu aja nanti papa pulangnya telat, biasa lembur akhir bulan. Jadi mama nanti nggak usah nungguin, tidur duluan aja nggak papa.”

“Emang papa pulangnya jam berapa?”

“Yaah nggak tahu ma, serampungnya aja. Mungkin bisa sampai jam 12 malam.”

“Hah, jam 12?”

“Iya ma. Ya udah ya, papa masih banyak kerjaan ini. Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Aku meletakkan handphoneku. Pak Wawan dan mbak Wati kulihat tersenyum-senyum saja.

“Kenapa? Suamimu pulang malam?”

Aku hanya mengangguk saja.

“Wah, berarti kita punya banyak waktu dong. Aku masih belum puas ngerasain memek kamu.”

“Pak, udah pak saya mohon. Saya mau pulang, anak saya nunggu di rumah.”

“Nggak bisa, hari ini tugas kamu cuma 1, ngelayanin aku sampai aku puas. Kalau kamu nggak bisa bikin aku puas, kamu nggak boleh pulang.”

Aku pun menangis pasrah. Tak ada lagi yang bisa kulakukan selain menuruti apa perintah pria itu. Tak lama kemudian mbak Wati keluar dari ruangan ini setelah memakai lagi pakaian kerjanya. Meninggalkan aku berdua dengan pak Wawan.

Hari itu aku benar-benar dihabisi oleh pak Wawan. Seharian penuh tubuhku dipaksa melayaninya. Berbagai macam posisi seks yang tak pernah kulakukan dengan suamiku kami lakukan hari itu. Aku benar-benar sampai lemas dibuatnya. Entah berapa kali dia menyirami rahimku dengan spermanya, yang saja kental dan seolah tak ada habisnya. Entah berapa kali juga aku dipaksa untuk meminum cairannya itu.

Pak Wawan bahkan memintaku untuk memakai semua pakainku, lengkap dengan jilbabku. Kemudian dia kembali memperkosaku. Katanya aku jauh lebih menggairahkan dengan jilbab di kepalaku seperti ini. Sementara aku kian merasa berdosa, seorang wanita alim berjilbab, seorang istri setia, tapi sedang naik turun di atas tubuh pria lain, dengan kontolnya berada di dalam memekku.

Saat sama-sama istirahat, barulah aku tahu kalau pak Wawan ini sebenarnya adalah pemilik panti pijat ini. Dia sudah berkali-kali menjerat wanita seperti diriku meskipun belum sebulan buka. Wanita-wanita yang menurutnya cantik dan sesuai seleranya, akan bernasib sama seperti aku, tak peduli itu masih perawan, ataupun sudah menikah sepertiku. Tak peduli itu wanita berpenampilan seksi ataupun yang berjilbab sepertiku.

Bahkan aku juga tahu kalau Susan menyuruhku kesini itu atas perintah pak Wawan. Dia telah merekam semua apa yang terjadi di kamar ini, termasuk ketika memerawani Susan 2 minggu yang lalu. Dengan berbekal rekaman itu dia mengancam para wanita yang sudah berhasil dia perkosa untuk menjadi budak seksnya. Tapi pak Wawan memberikan sebuah pilihan sulit kepada para wanita itu, termasuk aku sekarang.

Dia akan berhenti membuat kami menjadi budah seks, asalkan kami mau mencarikannya korban baru. Dia yang menentukan siapa korbannya, itu dilihat dari foto-foto di handphone, juga dari sosial media kami. Kalau kami bersedia, maka dia akan melepaskan kami, tapi kalau tidak, maka kami akan terus menjadi budak seksnya.

Menurut cerita pak Wawan, sebagian dari yang sudah berhasil dia perkosa memilih untuk mencarikan korban baru, sisanya memilih untuk tetap bertahan karena merasa lebih terpuaskan dengan pak Wawan ketimbang oleh pasangan mereka masing-masing.

Sekarang aku berada di persimpangan. Pak Wawan baru saja memilih seseorang dari handphoneku untuk menjadi penggantiku. Jika aku berhasil membuatnya terjebak disini, pak Wawan akan melepaskanku.

Masalahnya, orang yang dipilih pak Wawan itu adalah adik iparku sendiri, dan dia belum menikah. Aku jadi tak tega untuk mengorbankanya juga. Aku tak ingin keperawanannya hilang oleh lelaki busuk ini. Tapi kalau aku tidak menurutinya, aku akan terus menjadi budak seks pak Wawan.

Cerita sex : Cerita Ngentot Terjebak Hutang Budi Dengan Atasan

Aku sangat bingung. Aku benar-benar tak ingin mengorbankan adik iparku. Aku sudah mencoba memberinya pilihan lain tapi dia tak mau. Apakah aku harus mengorbankan adik iparku? Atau tetap bertahan menjadi budak seks pak Wawan? Masalahnya, aku sudah mulai menikmati perkosaan atas diriku, yang nikmatnya jauh melebihi dari apa yang bisa diberikan oleh suamiku.

#Menikmati #Pijatan #Yang #Membuat #Jadi #Terangsang

Mantan Pacar Yang Sekarang Jadi Istriku Terbaru Malam Ini

Sekitar tahun 2011. Saat itu ane masih baru jadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di kota apel. Ane ambil jurusan akuntansi. Walaupun jurusan ini mayoritas dihuni oleh para kaum hawa, tapi aq (bosen ngomong “ane” terus) cinta dengan jurusan ini dan aq yakin kaum adam juga bisa sukses di akuntansi, apalagi tampang gua juga lumayan lah kayak chinese2 gitu, hmmm, cakep juga sih, pernah ada yg kasih nilai 7,5. O ya, scara fisik gua sih tergolong kurus (Walaupun gak krempeng), tinggi gua 173 dengan berat badan 58. Kulit putih kayak cina soalnya aq ada turunan cina juga dari kakek. OK, bagian terparahnya gua satu2nya cowok di angkatan yang baru itu. Sebenarnya ada 2, tapi gak sampek 3 bulan tuh anak pindah ke Manajemen. Ada cowok lain tapi dia kakak kelas – beda angkatan.

Singkat cerita, saat mendekati UAS, dosen akuntansi pengantar 1 memberikan tugas pamungkasnya sebagai syarat mengikuti UAS. Tugas ini lumayan susah pakek banget. Bisa botak kepala mikirnya. Saking susah nya aku berinisiatif mengajak temenku buat belajar bareng mengerjakan tugas yang maha susah ini. Oke, waktupun ditentukan hari Jumat malam. Karena sabtu – minggu banyak yang gak bisa karena pada mudik.

Aku bergoncengan dengan temenku cewek, dan ada lagi temenku cewek bergoncengan sama temenku cewek juga (kan dah ane bilang kalau ane cowok sendiri di angkatan baru).
Jadi total ada 1 cowok dan 3 cewek, kira2 jam 16.00, kita sama2 ke kos2an temen kita yg cewek juga – sebut aja namanya “Santi”. Karena namanya memang Santi, hahaha. gak apa2 lah gua sebut nama asli. Toh ente juga gak tau kan Santi yang mana. Yang namanya Santi juga banyak kok di dunia ini. hehehe…
Bagus juga kos2annya, ada wifi juga, ada lobinya luas, aq tanyak berapa per bulan, katanya 1.2 juta’an… tapi bebas.. Waw, kos2an aku aja cuma 2,5 juta/tahun. Ini 1.2 juta/bulan. Gilak..

Santi ini anaknya supel, cantik juga, putih juga, Tingginya sekitar 165 (sedahi aku) rambut panjang sepunggung. Berat badan mungkin sekitar 50’an kali yah saat itu.. Ukuran bra aq gak yakin nomer berapa, hurufnya juga gak yakin antara A atau B. Maklum aq mah gak ngerti yang kayak gituan sumpah. Sebenarnya niat aku memang belajar. Sama temen mah gak ada nafsu2an.

Ok, kita belajar di lobby atau ruang tamu lah namanya, kita mulai belajar mengerjakan dari jam 17.00 terus jam 18.00 istirahat sebentar, Jam 18.45’an lanjut lagi sampek jam 20.00. Lumayan lama, tau sendiri lah yang jurusan akuntansi. Mulai dari proses menjurnal, buku besar, neraca saldo, neraca lajur, penyesuaian sampai laba rugi, perubahan ekuitas dll… Banyak banget akun – akun nya…
Gila deh nih dosen ngasih tugas..

Ok, jam 20.00 kita selesai, dan dilanjutkan dengan obrolan2 ringan cewek2 sambil bercanda. Apalagi saat itu hujan turun deras banget dari jam maghrib pokoknya…
Waktu terus berlalu, mendekati jam 21.00 anak2 pada pulang. Dan anak cewek yang aku gonceng tadi juga akhirnya pulang juga pakek taxi burung biru. Tinggallah aku sendiri di lobby bersama Santi…
karena aq gak bawa jas hujan.. Mau naik taxi tapi bawa motor…

Aku bingung, ni mau ngomong apa, maklum daritadi yang ngomong cewek semua, yang rame cewek semua. Jadi aku bingung deh mau ngomong apa. Coba2 cari bahan omongan, aku ajak ngomong soal tugas, tapi itu gak bertahan lama – palingan cuma 10 menit – abis itu hening kembali.

Aku liat si Diah udah ngantug sepertinya. Akhirnya aku bilang, Santi qm klo ngantug tidur aja di kamar, aq gak apa2 kok disini sendirian nunggu hujan. Akhirnya dengan permintaan maav karena mengantugh, Santi masuk ke kamarnya dan dia tutup pintunya. Sementara aku tetap duduk di kursi sambil nungguin hujan.
Tak kuat menahan kantuk yang luar biasa hebatnya aku pun akhirnya tumbang juga. Aku mencari posisi yang enak buat tidur. Tas aku jadikan bantal. Dan tidur deh, Aku pikir nih hujan pasti lama banget.

Nyenyak banget aku tidur sebelum akhirnya ada yg membangunkan aku.
“Ar, ar, bangun !! jangan tidur disini, gak enak sama temen2ku yang lain” Kata Santi sambil menepuk2 pipi aku. Akupun muled, …
Aku liat jam, wuih udah jam 2 dini hari, aku liat diluar ujan udah reda. tapi dingin banget.
Aku bilang ke Santi, “Ya ampun, udah jam 2, ya udah aq pamit dulu Santi”.
Tapi si Santi bilang, “Loh qm mau kemana, nih udah malam Ar.. Udah qm tidur aja di dalam”.
Aku bingung, “Maksutnya…?? Di dalam mana ??”.
Aku sempet mikir, mungkin ada kamar kosong gitu.
Si Santi menyahut ” Ya di dalam kamar, kamarku…”.
Aku pun menolak, “Ah enggak ah, gak enak sama qm, aq juga gak enak sama penghuni yang lain”
Si Santi tidak menggubris kata2ku malah mendorong2 tubuh aku, “Udah masuk aja ah ”
Aku masih menolak “Eh Santi, ini kos2an cewek”.
Si Santi masih terus memaksa dan terus mendorong tubuhku, “Iya gak apa2, disini udah biasa”.
Tinggal selangkah lagi aku udah masuk kekamarnya dan aq pun berhenti, “Eh, ntar kalau ketauan ibu kos gimana ?”
Si Santi malah mendorong tubuhku lebih keras “Biarin aja ibu kos tau juga gak apa2”.

Sampai di dalam, aq sempet kikuk sebentar.
Terus aq bilang sambil berbisik, karena aq takut kedengeran sama penghuni lain, “Santi aku tidur dibawah ya”.
Si Santi bilang, “Ya iyalah, masak qm tidur diatas”.
Ya udah, akhirnya karena aq juga masih ngantugh akupun tidur.
Hmm, lumayan hangat daripada tidur di lobby agak dingin kenak angin abis ujan.
Aku tidur dan masih belum terbesit pikiran ngeres.

Nah masalahnya itu terjadi saat aq bangun..
Aq bangun duluan jam 6 pagi.
Dan aq di suguhi pemandangan yang tak kuduga2.
Aku melihat si Santi masih tidur dengan hotpen dan tanktop.
Aneh, padahal tadi malam dy masih pakek celana jeans dan kaos lengen pendek.
Tapi aq rasa mungkin karena AC nya dimatikan. Emang agak panas juga pas aq bangun. Aq aja sampek keringetan dikit.
Santi mati’in AC karena dingin, lalu tidur, dan ditengah2 tidurnya “mungkin” karena gak ada ventilasi, udara jadi panas, dan akhirnya dy buka semua kaos dan jeans nya karena males nyalain AC.
Aku lihat kaos dan jeans nya ada di bawah kasur deket posisi aku lagi tidur.
Sepertinya karena lagi tidur, terus kepanasan, Santi asal aja sambil tidur buka kaos dan celana jeans nya..

Aku liat si Santi lagi tidur, tangannya ditaruh di atas kepalanya dan …
Anjirr aku horny liat keteknya Santi..
Putih dan ada bulu2nya dikit kayak abis di cabut..
Aduh nih masih pagi lagi… Tegangan tinggi nih..

Aku mengambil kaosnya yang berwarna kuning,
Aq cium2 kaosnya dibagian keteknya..
Sedikit tercium aroma ketek..
Aku hirup aromanya dalam2, juga masih sedikit sekali tercium aroma ketiaknya…

Akhirnya aq gak tahan,
Aq membuat rencana, Aq mau onani di kamar mandinya kos2anya Santi sebelum pulang..
Tapi sebelumnya aku butuh “perangsang” yang lebih kuat.
Aq gak bisa hanya dengan mencium bagian ketiak kaosnya Santi doang…
Hmm, aq harus mennghirup ketiak putihnya si Santi dari dekat…
Muncul ketakutan, gimana kalau tiba2 si Santi bangun, mati deh gue…
Gua harus ngejelasin apa..
Gimana kalau sampek Santi marah2 terus bikin gempar kos2an, ah enggak enggak, masak pagi2 aku mau bikin keributan di kos2an orang… Malu lah ..

Akhirnya aku tidur kembali..
5 menit empet2, aq tahan2…
10 menit aq masih coba tahan2…
20 menit ambrol juga gue..

Ok, ketiak kanan Santi masih kebuka keatas..
Aq harus ambil keputusan, kalau Santi bangun, aq harus minta maav…
Aku dekatkan hidungku ke ketiak Santi… Degdegan juga jantungku ini…
Aku pejamkan mata…
Aq tarik napasku dalam2…
Hmmm, aromanya sedap banget, kerasa kayak gimana gitu…
Aq hembuskan pelan2 agar Santi tidak bangun, lalu aq tarik napas lagi, menghirup aroma ketek Santi kuat2 sampek memenuhi seluruh isi paru2ku..

Lamaaaa banget aq belum bisa move on dari ketek Santi…
Dan tiba2, Jederrrr….
Ada yang mengeplak kepalaku bagian belakang dengan keras, sehingga hidungku langsung menempel ke ketiaknya Santi…
Anjirr, aq kaget…
Terdengar suara,”Klo qm suka nikmatin aja nih” sambil ketawa..
Aq pun refleks menjauh, “Maav Santi, Aq.. Aq… Aq..”
Jujur Aq gak bisa ngomong apa2 bingung mau ngomong apa juga…
“Aq mau pulang aja Santi” kataku kebingungan…
“eh eh eh” kata Santi…
“enak aja, qm yang mulai, pengecut banget qm, klo qm suka bilang suka” ..

Aq : “Santi aq gak bermaksud…”
Santi : “qm tuh cowok apa bukan sih.. kalau suka BILANG SUKA”

Suara Santi terdengar keras dan membentak, aq sampek kaget..

Aq : “Santi tenang dulu, Aq…”
Santi : “KAMU SUKA APA ENGGAK”

Karena Santi ngomongnya keras banget, aku takut kedengeran sama penghuni yang lain, ya akhirnya aq jujur bilang,

Aq : “Ya Aq suka Santi, udah kan, Aq suka, oke, puas kamu, oke, aku pulang sekarang.”

Aq pun langsung berjalan ke arah pintu, saking bingungnya aq, aq mau pulang tanpa membawa tas aku… Lalu terdengar suara Santi..

Santi : “Sekali aq denger suara pintu kebuka besok semua temen2 bakalan tahu, kalau qm yang sok suci ini ternyata diam2 sukak sama aq dan pas aq tidur diam2 nyium ketek aku”

Langkahku terhenti.

Aq : “Maksud qm apa Santi, Mau qm gimana, aq udah minta maav, udah kan, kenapa qm mau nyebar2in segala, apa untungnya buat qm”

Santi duduk dikasur, lalu berkata, “Sini…SINI AKU BILANG SINI !! ”

Aq kaget luar biasa setiap kali Santi teriak kenceng banget, Aq takut penghuni lain kedengeran, tapi mungkin juga udah kedengeran juga, tapi daripada jadi heboh mendingan aq turutin kata Santi..
Kontiku yang pas bangun tidur tegang liat keteknya Santi sekarang malah mengkerut alias kendur..
Aku pun duduk di kasur disampingnya Santi…
Santi mengangkat tangannya sehingga ketiaknya terbuka kembali. Bedanya kalo tadi posisi tidur sekarang posisi duduk…

Aq : “Santi aq gak bisa…”
Santi : “Lanjutin atau … ”

Wajahku merah luar biasa kayak kentang rebus …
Malu banget…

Santi : ” Ayo sini, qm suka kan, sini hidungnya…”
Santi pun menjambak rambutku..
Aq : “Iya sabar ah, gak usah narik2 rambut segala napa sih, aq bisa sendiri”

Aq pun mencium keteknya Santi sambil sesekali melirik ke matanya Santi..
Aroma ketek kembali mengisi ruang kosong di paru2ku…

Santi :”Pakek penghayatan, qm suka kan, qm suka kan, qm suka kan JAWAB”
Aq : “iya iya gak usah tereak tereak kenapa, iya aq suka qm, suka ketek qm..”|
Santi : “hahahaha, Jilad !!”
Aq : “Santi qm apaan sih..”
Santi : Jilad atau aq teriak lagi…

Dengan ragu2 aku menjilad ketiaknya, anjirr, aq tambah horny…
Tiba2 tangan Santi memegang burungku…
Aq kaget sekaligus malu karena burungku juga udah tegang, aq melihat ke wajah Santi.

Santi : “Lanjutin !! qm tuh cakep2 kok malu banget sama cewek”

Aq pun terus menjilad keteknya Santi, yang tadinya biasa aja kini jadi rakus banget.

Santi : “Ar, ar, aq geli udah”

Aq pun gak gubris kata2 Santi. Tubuhku sudah dipenuhi nafsu.

Santi : “Qm suka banget sih, doyan banget sih njilad2 ternyata, sebentar Ar, Sebentar…”

Santi menjauhkan kepalaku dari ketiaknya.. Lalu membuka Tanktopnya dan juga Bra nya..

Santi : “Sini, mimik2 dulu gantian yang dijilad..”

Anjirr.. tokednya Santi putih kemerahan… Aq gak tau ukuran berapa.. Entah A atau B, yang jelas sekepal tangan, Tocil sih tapi gak kecil2 amat… Langsung aja aq nyosor ke payudaranya sampek Santi jatuh tertidur di kasur.. Aq cupang sana sini, Aq jilad sana sini..

Santi :”Ar, qm kayaknya belum pernah ML deh”
Aq (Sambil terengah2 menjilad dada Santi dengan rakus) :”Iya, aq gak bisa Santi, aq malu’an klo sama cewek”
Santi : Oh makanya kok rakus banget kayak gak pernah aja tapi sekarang tuh buktinya qm gak malu, knp tadi malu ??
Aq : yah kan qm yang nawarin. Tadinya ya aq malu.
Santi : hahaha, ya udah lanjutin, enak kan.

Dengan posisi terlentang, Santi mengangkat kedua tangannya ke atas dan menaruh telapak tangannya dibawah kepala sebagai bantal sehingga kedua keteknya terlihat kembali, seolah2 badannya itu adalah hidangan buat aku yg lapar. Tak terhingga aq njilad tubuhnya Santi dengan rakus. Dari payudara, aq jilad, aq remes2, terus ke keteknya lagi. Balik ke payudara lagi, aq hisap dengan bibirku kuat2 pas di daerah ketek dan puting, aq cupang sampek merah semua dst sampek semua badannya penuh lendir ludah aq… Sementara si Santi hanya memejamkan mata seolah – olah menikmati atau gimana aq gak tau…

Aq bener2 merasa udah klimaks. Aq masih pakek baju dan celana dan aq pun mulai menempel dan menekan kontolku ke bagian memeknya Santi. Santi masih pakek hotpen.

Santi: “eh eh eh, ni apa’an nih”
Aq : “iya iya maav cuma jilad2 aja ya. aq ngerti… ya udah aq udah gak tahan Santi aq izin ke kamar mandi, aq jujur aja deh, aq gak kuat. Aq mau onani.”
Santi:”Eeeeeeeee….. enggak enggak qm tuh gimana sih maksudnya, aneh.”
Santi pun berdiri lalu membuka hotpen dan celana dalamnya sehingga dy bener2 bugil.
Setelah itu dia kembali tiduran di kasur dan..
Santi (Sambil menunjuk ke arah meki nya):”Sekarang jilad ini, aq mau qm hisap ini juga”

Glek ! Aq pun sempet terpana dengan kondisi meki nya Santi yang berjembi tapi gak rimbun. Sedengan lah jembinya si Santi ini.
Aq pun mulai dari mencium pahanya, lalu aq tenggelam di mekinya Santi…
Baru kali ini aq merasakan rasanya meki tuh kayak gimana.. Baunya kayak agak2 pesing, rasanya bacin, tapi seperti kata pepatah klo udah nafsu tai kucing pun terasa coklat, Ya q embat juga deh mekinya si Santi..
Aq mencoba menjulurkan lidahku sedalam2ny kedalam mekinya Santi.
Aq jilad dengan rakus. Nafsu itu bener2 sudah seperti di ubun2..
Jembinya Santi aq jilad juga, aq masukin ke mulut seperti menghisap mi instant.
Tanganku mengelus2 pantatnya, sekali sekali ke perutnya lalu payudaranya balik lagi kepantat..
Sementara Santi hanya mendesah2 kecil tanpa berkata sepatah apapun..
Aq merasakan Santi udah orgasme, karena aku merasakan cairan asin..
Tapi aq terusin jilatan lidahku, jembinya aku masukin kemulut. Tapi aq bukan tipe orang yang suka jilad2 anus. jadi hal itu tetep tidak ku lakukan. Aku hisap, aq jilad, ada 1 jam kira2 aku jilad itu. Dari awal aq bangun jam 6, sekarang udah jam 8 lebih seperempat.. lalu keluar cairan asin itu lagi.. lalu aq jilad lagi aq sedot cairan itu sampai kering, bagiku itu cairan cinta, hehehe…

Setelah sekian lama tidak berkata2, Akhirnya keluar juga kata2 dari bibir Santi..

Santi : Ar, qm suka banget sama aq yah, aq mau keluar lagi, qm hisab lagi tapi jangan sampek kering yah, abis itu baru qm boleh masukin.
Aq : haha, qm sepertinya mengalami apa yang dinamakan multiple orgasme, udah berapa kali Santi qm orgasme ??
Santi : ni dah mau yg ketiga, qm isep lagi ya, asin kan ya, tapi jangan sampek kering, nanti sakit klo pas dimasukin..
Aq : “gak apa2 asin, aq cinta qm Santi, jadi gak kerasa.. ”
Dan bener saja, cairan itu keluar lagi.. Aq hisap kembali cairan itu tapi gak sampek kering..
Lalu aq berdiri, gilak dari tadi aku masih pakek baju lengkap.
Aq pun membuka semua armor aq..
Lalu aq menindih Santi dengan tubuhku. lalu aq cium lehernya, dan baru sekarang aku cium bibirnya dengan rakus. Gilak dari tadi ngapain aja sampek gak ciuman bibir. saking asiknya sama Ketek, Payudara, jembut, meki..

Santi : “emphh.. berat Ar..”
Aq : “sorry Santi, Aq …”

Aq gak bisa meneruskan kalimatku lagi.. Aq tindih Santi, tanganku melewati ketiaknya dan memegang pundak belakangnya dan seperti yang saudara prediksi, aq masukin deh tuh … gak begitu sempit.. Dan gak keluar darah…

Aq :”Santi qm udah gak perawan ??”
Santi : Sorry Ar, aq udah pernah dulu SMA tapi cuma 2 kali, knp ? qm baru pertama ya”
Aq : “Oh.. ya gak apa2.. Iya hehe baru pertama sama qm Santi”
Santi : “Ya aq tau aja soalnya qm rakus banget terus juga goyangannya masih kaku, yang lemes dikit Ar..”

Aq pun mencoba untuk lemes tapi tetep aja gak bisa selemes suhu2 disini yang udah tinggi jam terbangnya.
cuma 20 menit keluar deh tuh cairanku…
Aq sampek ngos2an…
Rasanya anget sampek seluruh badan…
Santi yang udah orgasme dari tadi sih nyantai aja, tapi aq langsung ambruk ke tubuhnya Santi dengan posisi burungku yang belum dicabut, hahaha…
Santi membelai kepalaku dengan lembut…
Aq pun masih belum bisa bangun…
Terlalu nikmat saudara2 sampai gak bisa bangun, hahaha….
Jam sudah jam 9 menuju setengah 10…
Lalu Santi bangun. Dan burungku baru keluar dari sarangnya Santi…
Santi berjalan ke kamar mandi…
Aq masih melihat Santi berjalan dari belakang…
Lalu terdengar suara percikan air shower…
20 menit kontolku tegang kembali..
Dengen PEdE aq berjalan kekamar mandi…
Kali ini aq bener2 gak malu..
Aq ketuk pintu kamar mandi.
“dyaahh…”
lalu terdengar suara “bentaaarrr..”
Pintu dibuka dan Santi melihat aq…
dan sepertinya Santi sudah mengerti,

Santi : “haha, mau nambah ta qm ?”
Aq : “Iya Santi aq cinta qm….”
Santi : “Ayok dimamar mandi yuk…”

Aku pun masuk ke kamar mandi dan yah melanjutkan dikamar mandi..
Pokoknya, aq pulang itu jam 12’an siang…
Terus langsung sarapan, Eneergi alamku sepertinya terkuras habis haha..

beberapa minggu kemudian si Santi terdeteksi hamil dan aq tanggung jawab menikahinya..
Santi itu nama asli isteriku. Kepanjangannya rahasia dan namaku depannya “Ar**” hehehe…
rahasia dong. Walaupun suhu gak kenal saya tapi cukup segitu aja deh…

Sorry kalau banyak yang belepotan..
Newbie hanya menceritakan apa adanya…
Ini thread pertama newbie..
Dan ini juga tanpa sepengetahuan Isteri..

Cerita sex : Berbuat Mesum Di Warnet Waktu Mati Lampu

#Mantan #Pacar #Yang #Sekarang #Jadi #Istriku