Tergoda Dengan Tubuh Istri Teman Lama Terbaru Malam Ini

Tergoda Dengan Tubuh Istri Teman Lama

Kami coba mengadu nasib di kota Kabupatenku dgn mengontrak rumah yg sangat sederhana. Beberapa usaha saya coba tekuni agar dapat menanggulangi keperluan hidup kami sehari-hari, namun hingga kami mempunyai 3 orang anak, nasib kami tetap belum banyak berubah.

Kami masih hidup pas-pasan & bahkan harapanku semula untuk mempertebal kecintaanku terhadap istriku malah justru semakin merosot saja. Untung saja, saya orangnya pemalu & sedikit mampu bersabar serta terbiasa dalam penderitaan, sehingga perasaanku itu tidak pernah diketahui oleh siapapun termasuk kedua orangtua & saudara-saudaraku.

Entah pengaruh setan dari mana, suatu waktu tepatnya Bulan Oktober aku sempatkan diri berkunjung ke rumah teman lamaku sewaktu kami sama-sama di SMA dulu. Sebut saja namanya Andik.

Dia baru saja pulang dari Kalimantan bersama dgn istrinya, yg belakangan saya ketahui kalau istrinya itu adalah anak majikannya sewaktu dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di sana. Mereka juga melangsungkan perkawinan bukan atas dasar saling mencintai, melainkan atas dasar jasa & balas budi.

Sekitar pukul 16.00 sore, saya sudah tiba di rumah Andik dgn naik ojek yg jaraknya sekitar 1 km dari rumah kontrakan kami. Mereka pun masih tinggal di rumah kontrakan, namun agak besar dibanding rumah yg kami kontrak.

Maklum mereka sedikit membawa modal dgn harapan membuka usaha baru di kota Kabupaten kami. Setelah mengamati tanda-tanda yg telah diberitahukan Andik ketika kami ketemu di pasar sentral kota kami, saya yakin tidak salah lagi, lalu saya masuk mendekati pintu rumah itu, ternyata dalam keadaan tertutup.

“Dog.. Dog.. Dog.. Permisi ada orang di rumah” kalimat penghormatan yg saya ucapkan selama 3 kali berturut-turut sambil mengetuk-ngetuk pintunya, namun tetap tidak ada jawaban dari dalam. Saya lalu mencoba mendorong dari luar, ternyata pintunya terkunci dari dalam, sehingga saya yakin pasti ada orang di dalam rumah itu.

Hanya saja saya masih ragu apakah rumah yg saya ketuk pintunya itu betul adalah rumah Andik atau bukan. Saya tetap berusaha untuk memastikannya. Setelah duduk sejenak di atas kursi yg ada di depan pintu, saya coba lagi ketuk-ketuk pintunya, namun tetap tidak ada tanda-tanda jawaban dari dalam.

Akhirnya saya putuskan untuk mencoba mengintip dari samping rumah. Melalui sela-sela jendela di samping rumahnya itu, saya sekilas melihat ada kilatan cahaya dalam ruangan tamu, tapi saya belum mengetahui dari mana sumber kilatan cahaya itu.

Saya lalu bergeser ke jendela yg satunya & ternyata saya sempat menyaksikan sepotong tubuh tergeletak tanpa busana dari sebatas pinggul sampai ujung kaki. Entah potongan tubuh laki-laki atau wanita, tapi tampak putih mulus seperti kulit wanita.

Dalam keadaan biji mataku tetap kujepitkan pada sela jendela itu untuk melihat lebih jelas lagi keadaan dalam rumah itu, dibenak saya muncul tanda tanya apa itu tubuh istrinya Andik atau Andik sendiri atau orang lain.

Apa orang itu tertidur pula sehingga tersingkap busananya atau memang sengaja telanjang bulat. Apa ia se&g menyaksikan acara TV atau se&g memutar VCD porno, sebab sedikit terdengar ada suara TV seolah film yg diputar.

Pertanyaan-pertanyaan itulah yg selalu mengganggu pikiranku sampai akhirnya aku kembali ke depan pintu semula & mencoba mengetuknya kembali. Namun baru saja sekali saya ketuk, pintunya tiba-tiba terbuka lebar, sehingga aku sedikit kaget & lebih kaget lagi setelah menyaksikan bahwa yg berdiri di depan pintu adalah seorang wanita muda & cantik dgn pakaian sedikit terbuka karena tubuhnya hanya ditutupi kain sarung. Itupun hanya bagian bawahnya saja.

“Selamat siang,” kembali saya ulangi kalimat penghormatan itu.

“Ya, siang,” jawabnya sambil menatap wajah saya seolah malu, takut & kaget.

“Dari mana Pak & cari siapa,” tanya wanita itu.

“Maaf dik, numpang tanya, apa betul ini rumah Andik,” tanya saya.

“Betul sekali pak, dari mana yah?” tanya wanita itu lemah lembut.

“Saya tinggal tidak jauh dari sini dik, saya ingin ketemu Andik. Beliau adalah teman lama saya sewaktu kami sama-sama duduk di SMA dulu,” lanjut saya sambil menyodorkan tangan saya untuk menyalaminya. Wanita itu mebalasnya & tangannya terasa lembut sekali namun sedikit hangat.

“Oh, yah, syukur kalau begitu. Ternyata ia punya teman lama di sini & ia tak pernah ceritakan padaku,” ucapannya sambil mempersilahkanku masuk. Saya pun langsung duduk di atas kursi plastik yg ada di ruang tamunya sambil memperhatikan keadaan dalam rumah itu, termasuk letak tempat tidur & TVnya guna mencocokkan dugaanku sewaktu mengintip tadi

Setelah saya duduk, saya berniat menanyakan hubungannya dgn Andik, tapi ia nampak buru-buru masuk ke dalam, entah ia mau berpakaian atau mengambil suatu hi&gan.

Hanya berselang beberapa saat, wanita itu sudah keluar kembali dalam keadaan berpakaian setelah tadinya tidak memakai baju, bahkan ia membawa secangkir kopi & kue lalu diletakkan di atas meja lalu mempersilahkanku mencicipinya sambil tersenyum.

“Maaf dik, kalau boleh saya tanya, apa adik ini saudara dgn Andik?” tanyaku penuh kekhawatiran kalau-kalau ia tersinggung, meskipun saya sejak tadi menduga kalau wanita itu adalah istri Andik.

“Saya kebetulan istrinya pak. Sejak 3 tahun lalu saya melangsungkan pernikahan di Kalimantan, namun Tuhan belum mengaruniai seorang anak,” jawabnya dgn jujur, bahkan sempat ia cerita panjang lebar mengenai latar belakang perkawinannya, asal usulnya & tujuannya ke Kota ini.

Setelah saya menyimak ulasannya mengenai dirinya & kehidupannya bersama Andik, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa wanita itu adalah suku di Kalimantan yg asal usul keturunannya juga berasal dari suku di Sulawesi.

Ia kawin dgn Andik atas dasar jasa-jasa & budi baik mereka tanpa didasari rasa cinta & kasih sayg yg mendalam, seperti halnya yg menimpa keluarga saya. Ia tetap berusaha & berjuang untuk menggali nilai-nilai cinta yg ada pada mereka berdua siapa tahu kelak bisa dibangun.

Anehnya, meskipun kami baru ketemu, namun ia seolah ingin membeberkan segala keadaan hidup yg dialaminya bersama suami selama ini, bahkan terkesan kami akrab sekali, saling menukar pengalaman rahasia rumah tangga tanpa ada yg kami tutup-tupi.

Lebih heran lagi, selaku orang pendiam & kurang pergaulan, saya justru seolah menemukan diriku yg sebenarnya di rumah itu. Karena senang, bahagia & asyiknya perbincangan kami berdua, sampai-sampai saya hampir lupa menanyakan ke mana suaminya saat ini. Setelah kami saling memahami kepribadian, maka akhirnya sayapun menanyakan Andik (suaminya itu).

“Oh yah, hampir lupa, ke mana Andik sekarang ini, kok dari tadi tidak kelihatan?” tanyaku sambil menyelidiki semua sudut rumah itu.

“Kebetulan ia pulang kampung untuk mengambil beras dari hasil panen orangtuanya tadi pagi, tapi katanya ia tidak bermalam kok, mungkin sebentar lagi ia datang. Tunggu saja sebentar,” jawabnya seolah tidak menghendaki saya pulang dgn cepat hanya karena Andik tidak di rumah.

“Kalau ke kampung biasanya jam berapa tiba di sini,” tanyaku lebih lanjut.

“Sekitar jam 8.00 atau 9.00 malam,” jawabnya sambil menoleh ke jam dinding yg tergantung dalam ruangan itu. Padahal saat ini tanpa terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 7.00 malam.

Tak lama setelah itu, ia nampaknya buru-buru masuk ke ruang dapur, mungkin ia mau menyiapkan makan malam, tapi saya teriak dari luar kalau saya baru saja makan di rumah & melarangnya ia repot-repot menyiapkan makan malam.

Tapi ia tetap menyalakan kompornya lalu memasak seolah tak menginginkan aku kembali dgn cepat. Tak lama sesudah itu, ia pun kembali duduk di depan saya melanjutkan perbincangannya. Saya pun tak kehabisan bahan untuk menemaninya. Mulai dari soal-soal pengalaman kami di kampung sewaktu kecil hingga soal rumah tangga kami masing-masing.

Karena nampaknya kami saling terbuka, maka saya pun berani menanyakan tentang apa yg dikerjakannya tadi, sampai lama sekali baru dibukakan pintu tanpa saya beritahu kalau saya mengintipnya tadi dari selah jendela. Kadang ia menatapku lalu tersenyum seolah ada sesuatu berita gembira yg ingin disampaikan padaku.

“Jadi bapak ini lama mengetuk pintu & menunggu di luar tadi?” tanyanya sambil tertawa.

“Sekitar 30 menit barangkali, bahkan hampir saya pulang, tapi untung saya coba kembali mengetuk pintunya dgn keras,” jawabku terus terang.

“Ha.. Ha.. Ha.. Saya ketiduran sewaktu nonton acara TV tadi,” katanya dgn jujur sambil tertawa terbahak-bahak.

“Tapi bapak tidak sampai mengintip di samping rumah kan? Maklum kalau saya tertidur biasanya terbuka pakaianku tanpa terasa,” tanyanya seolah mencurigaiku tadi. Dalam hati saya jangan-jangan ia sempat melihat & merasa diintip tadi, tapi saya tidak boleh bertingkah yg mencurigakan.

“Ti.. Ti.. Dak mungkin saya lakukan itu dik, tapi emangnya kalau saya ngintip kenapa?” kataku terbata-bata, maklum saya tidak biasa bohong.

“Tidak masalah, cuma itu tadi, saya kalau tidur jarang pakai busana, terasa panas. Tapi perasaan saya mengatakan kalau ada orang tadi yg mengintipku lewat jendela sewaktu aku tidur. Makanya saya terbangun bersamaan dgn ketukan pintu bapak tadi,” ulasnya curiga namun tetap ia ketawa-ketawa sambil meman&giku.

“M.. Mmaaf dik, sejujurnya saya sempat mengintip lewat sela jendela tadi berhubung saya terlalu lama mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban. Jadi saya mengintip hanya untuk memastikan apa ada atau tidak ada orang di dalam tadi. Saya tidak punya maksud apa-apa,” kataku dgn jujur, siapa tahu ia betul melihatku tadi, aku bisa dikatakan pembohong.

“Jadi apa yg bapak lihat tadi sewaktu mengintip ke dalam? Apa bapak sempat melihatku di atas tempat tidur dgn telanjang bulat?” tanyanya penuh selidik, meskipun ia masih tetap senyum-senyum.

“Saya tidak sempat melihat apa-apa di dalam kecuali hanya kilatan cahaya TV & sepotong kaki,” tegasku sekali lagi dgn terus terang.

“Tidak apa-apa, saya percaya ucapan bapak saja. Lagi pula sekiranya bapak melihatku dalam keadaan tanpa busana, bapak pasti tidak heran, & bukan soal baru bagi bapak, karena apa yg ada dalam tubuh saya tentu sama dgn milik istri bapak, yah khan?” ulasnya penuh canda. Lalu ia berlari kecil masuk ke ruang dapur untuk memastikan apa nasi yg dimasaknya sudah matang atau belum.

Waktu di jam dinding menunjukkan sudah pukul 8.00, namun Andik belum juga datang. Dalam hati kecilku, Jangan-jangan Andik mau bermalam di kampungnya, aku tidak mungkin bermalam berdua dgn istrinya di rumah ini. Saya lalu teriak minta pamit saja dgn alasan nanti besok saja ketemunya, tapi istri Andik berteriak melarangku & katanya,

“Tunggu dulu pak, nasi yg saya masak buat bapak sudah matang. Kita makan bersama saja dulu, siapa tahu setelah makan Andik datang, khan belum juga larut malam, apalagi kita baru saja ketemu,” katanya penuh harap agar aku tetap menunggu & mau makan malam bersama di rumahnya.

Tak lama kemudian, ia pun keluar memanggilku masuk ke ruang dapur untuk menikmati hidangan malamnya. Sambil makan, kami pun terlibat pembicaraan yg santai & penuh canda, sehingga tanpa terasa saya sempat menghabiskan dua piring nasi tanpa saya ingat lagi kalau tadi saya bilang sudah kenyang & baru saja makan di rumah. Malu sendiri rasanya

“Bapak ini nampaknya masih muda. Mungkin tidak tepat jika aku panggil bapak khan? Sebaiknya aku panggil kak, abang atau Mas saja,” ucapnya secara tiba-tiba ketika aku meneguk air minum, sehingga aku tidak sempat menghabiskan satu gelas karena terasa kenyg sekali.

Apalagi saya mulai terayu atau tersanjung oleh seorang wanita muda yg baru saja kulihat sepotong tubuhnya yg mulus & putih? Tidak, saya tidak boleh berpikir ke sana, apalagi wanita ini adalah istri teman lamaku, bahkan rasanya aku belum pernah berpikir macam-macam terhadap wanita lain sebelum ini. Aku kendalikan cepat pikiranku yg mulai miring. Siapa tahu ada setan yg memanfaatkannya.

“Bolehlah, apa saja panggilannya terhadapku saya terima semua, asalkan tidak mengejekku. Hitung-hitung sebagai panggilan adik sendiri,” jawabku memberikan kebebasan.

“Terima kasih Kak atau Mas atas kesediaan & keterbukaannya” balasnya.

Setelah selesai makan, aku lalu berjalan keluar sambil memandangi sudut-sudut ruangannya & aku sempat mengalihkan perhatianku ke dalam kamar tidurnya di mana aku melihat tubuh terbaring tanpa busana tadi.

Ternyata betul, wanita itulah tadi yg berbaring di atas tempat tidur itu, yg di depannya ada sebuah TV color kira-kira 21 inc. Jantungku tiba-tiba berdebar ketika aku melihat sebuah celana color tergeletak di sudut tempat tidur itu, sehingga aku sejenak membayangkan kalau wanita yg baru saja saya temani bicara & makan bersama itu kemungkinan besar tidak pakai celana, apalagi yg saya lihat tadi mulai dari pinggul hingga ujung kaki tanpa busana. Namun pikiran itu saya coba buang jauh-jauh biar tidak mengganggu konsentrasiku.

Setelah aku duduk kembali di kursi tamu semula, tiba-tiba aku mendengar suara TV dari dalam, apalagi acaranya kedengaran sekali kalau itu yg main adalah film Angling Dharma yaitu film kegemaranku. Aku tidak berani masuk nonton di kamar itu tanpa dipanggil, meskipun aku ingin sekali nonton film itu. Bersamaan dgn puncak keinginanku, tiba-tiba,

“Kak, suka nggak nonton filmnya Angling Dharma?” teriaknya dari dalam kamar tidurnya.

“Wah, itu film kesukaanku, tapi sayangnya TV-nya dalam kamar,” jawabku dgn cepat & suara agak lantang.

“Masuk saja di sini kak, tidak apa-apa kok, lagi pula kita ini khan sudah seperti saudara & sudah saling terbuka” katanya penuh harap.

Lalu saya bangkit & masuk ke dalam kamar. Iapun persilahkan aku duduk di pinggir tempat tidur berdampingan dgnnya. Aku agak malu & takut rasanya, tapi juga mau sekali nonton film itu.

Awalnya kami biasa-biasa saja, hening & serius nontonnya, tapi baru sekitar setengah jam acara itu berjalan, tiba-tiba ia menawarkan untuk nonton film dari VCD yg katanya lebih bagus & lebih seru dari pada filmnya Angling Dharma, sehingga aku tidak menolaknya & ingin juga menyaksikannya. Aku cemas & khawatir kalau-kalau VCD yg ditawarkan itu bukan kesukaanku atau bukan yg kuharapkan.

Setelah ia masukkan kasetnya, ia pun mundur & kembali duduk tidak jauh dari tempat dudukku bahkan terkesan sedikit lebih rapat daripada sebelumnya. Gambar pun muncul & terjadi perbincangan yg serius antara seorang pria & seorang wanita Barat, sehingga aku tidak tahu maksud pembicaraan dalam film itu.

Baru saja aku bermaksud meminta mengganti filmnya dgn film Angling Dharma tadi, tiba-tiba kedua insan dalam layar itu berpelukan & berciuman, saling mengisap lidah, bercumbu rayu, menjilat mulai dari atas ke bawah, bahkan secara perlahan-lahan saling menelanjangi & meraba, sampai akhirnya saya menatapnya dengan tajam sekali secara bergantian menjilati kemaluannya, yg membuat jantungku berdebar, tongkatku mulai tegang & membesar, sekujur tubuhku gemetar & berkeringat, lalu sedikit demi sedikit aku menoleh ke arah wanita disampingku yakni istri teman lamaku.

Secara bersamaan iapun sempat menoleh ke arahku sambil tersenyum lalu mengalihkan pan&gannya ke layar. Tentu aku tidak mampu lagi membendung birahiku sebagai pria normal, namun aku tetap takut & malu mengutarakan isi hatiku.

“Mas, pak, suka nggak filmnya? Kalau nggak suka, biar kumatikan saja,” tanyanya seolah memancingku ketika aku asyik menikmatinya.

“Iiyah, bolehlah, suka juga, kalau adik, memang sering nonton film gituan yah?” jawabku sedikit malu tapi mau & suka sekali.

“Saya dari dulu sejak awal perkawinan kami, memang selalu putar film seperti itu, karena kami sama-sama menyukainya, lagi pula bisa menambah gairah sex kami dikala sulit memunculkannya, bahkan dapat menambah pengalaman berhubungan, syukur-syukur jika sebagian bisa dipraktekkan.

Tergoda Dengan Tubuh Istri Teman Lama 2

“Sungguh kami ketinggalan. Saya kurang pengalaman dalam hal itu, bahkan baru kali ini saya betul-betul bisa menyaksikan dgn tenang & jelas film seperti itu. Apalagi istriku tidak suka nonton & praktekkan macam-macam seperti di film itu,” keteranganku terus terang.

“Tapi kakak suka nonton & permainan seperti itu khan?” tanyanya lagi.

“Suka sekali & kelihatannya nikmat sekali yach,” kataku secara tegas.

“Jika istri kakak tidak suka & tidak mau melakukan permainan seperti itu, bagaimana kalau aku tawarkan kerjasama untuk memperaktekkan hal seperti itu?” tanya istri teman lamaku secara tegas & berani padaku sambil ia mendempetkan tubuhnya di tubuhku sehingga bisikannya terasa hangat nafasnya dipipiku.

Tanpa sempat lagi aku berfikir panjang, lalu aku mencoba merangkulnya sambilbmenganggukkan kepala pertanda setuju. Wanita itupun membalas pelukanku. Bahkan ia duluan mencium pipi & bibirku, lalu ia masukkan lidahnya ke dalam mulutku sambil digerak-gerakkan ke kiri & ke kanan, akupun membalasnya dgn lahap sekali.

Aku memulai memasukkan tangan ke dalam bajunya mencari kedua payudaranya karena aku sama sekali sudah tidak mampu lagi menahan birahiku, lagi pula kedua benda kenyal itu saya sudah hafal tempatnya & sudah sering memegangnya.

Tapi kali ini, rasanya lain daripada yg lain, sedikit lebih mulus & lebih keras dibanding milik istriku. Entah siapa yg membuka baju yg dikenakannya, tiba-tiba terbuka dgn lebar sehingga nampak kedua benda kenyal itu tergantung dgn menantang.

Akupun memperaktekkan apa yg barusan kulihat dalam layar tadi yakni menjilat & mengisap putingnya berkali-kali seolah aku mau mengeluarkan air dari dalamnya. Kadang kugigit sedikit & kukunyah, namun wanita itu sedikit mendorong kepalaku sebagai tanda rasa sakit.

Selama hidupku, baru kali ini aku melihat pemandangan yg indah sekali di antara kedua paha wanita itu. Karena tanpa kesulitan aku membuka sarung yg dikenakannya, langsung saja jatuh sendiri & sesuai dugaanku semula ternyata memang tidak ada pelapis kemaluannya sama sekali sehingga aku sempat menatap sejenak kebersihan vagina wanita itu.

Putih, mulus & tanpa selembar bulu pun tumbuh di atas gundukan itu membuat aku terpesona melihat & merabanya, apalagi setelah aku memberanikan diri membuka kedua bibirnya dgn kedua tanganku, nampak benda kecil menonjol di antara kedua bibirnya dgn warna agak kemerahan.

Ingin rasanya aku telan & makan sekalian, untung bukan makanan, tapi sempat saya lahap dgn lidahku hingga sedalam-dalamnya sehingga wanita itu sedikit menjerit & terengah-engah menahan rasa nikmatnya lidah saya, apalagi setelah aku menekannya dalam-dalam.

“Kak, aku buka saja semua pakaiannya yah, biar aku lebih leluasa menikmati seluruh tubuhmu,” pintanya sambil membuka satu persatu pakaian yg kukenakan hingga aku telanjang bulat. Bahkan ia nampaknya lebih tidak tahan lagi berlama-lama meman&gnya.

Ia langsung serobot saja & menjilati sekujur tubuhku, namun jilatannya lebih lama pada biji pelerku, sehingga pinggulku bergerak-gerak dibuatnya sebagai tanda kegelian. Lalu disusul dgn memasukkan penisku ke mulutnya & menggocoknya dgn cepat & berulang-ulang, sampai-sampai terasa spermaku mau muncrat.

Untung saya tarik keluar cepat, lalu membaringkan ke atas tempat tidurnya dgn kaki tetap menjulang ke lantai biar aku lebih mudah melihat, & menjamahnya. Setelah ia terkulai lemas di atas tempat tidur, akupun mengangkanginya sambil berdiri di depan gundukkan itu & perlahan aku masukkan ujung penisku ke dalam vaginanya lalu menggerak-gerakkan ke kiri & ke kanan maju & mundur, akhirnya dapat masuk tanpa terlalu kesulitan.

“Dik, model yg bagaimana kita terapkan sekarang? Apa kita ikuti semua posisi yg ada di layar TV tadi,” tanyaku berbisik.

“Terserah kak, aku serahkan sepenuhnya tubuhku ini pada kakak, mana yg kakak anggap lebih nikmat & lebih berkesan sepanjang hayat serta lebih memuaskan kakak,” katanya pasrah. Akupun meneruskan posisi tidur telentang tadi sambil aku berdiri menggocok terus, sehingga menimbulkan bunyi yg agak menambah gairah sexku.

“Ahh.. Uhh.. Ssstt.. Hmm.. Teeruus kak, enak sekali, gocok terus kakak, aku sangat menikmatinya,” demikian pintanya sambil terengah & berdesis seperti bunyi jangkrik di dalam kamarnya itu.

“Dik, gimana kalau saya berbaring & adik mengangkangiku, biar adik lebih leluasa goygannya,” pintaku pa&ya.

“Aku ini sudah hampir memuncak & sudah mulai lemas, tapi kalau itu permintaan kakak, bolehlah, aku masih bisa bertahan beberapa menit lagi,” jawabnya seolah ingin memuaskanku malam itu.

Tanpa kami rasakan & pikirkan lagi suaminya kembali malam itu, apalagi setelah jam menunjukkan pukul 9.40 malam itu, aku terus berusaha menumpahkan segalanya & betul-betul ingin menikmati pengalaman bersejarah ini bersama dgn istri teman lamaku itu

Namun sayangnya, karena keasyikan & keseriusan kami dalam bersetubuh malam itu, sehingga baru sekitar 3 menit berjalan dgn posisi saya di bawah & dia di atas memompa serta menggoyang kiri kanan pinggulnya, akhirnya spermaku pun tumpah dalam rahimnya & diapun kurasakan bergetar seluruh tubuhnya pertanda juga memuncak gairah sexnya. Setelah sama-sama puas, kami saling berciuman, berangkulan, berjilatan tubuh & tidur terlentang hingga pagi.

Setelah kami terbangun hampir bersamaan di pagi hari, saya langsung lompat dari tempat tidur, tiba-tiba muncul rasa takut yg mengecam & pikiranku sangat kalut tidak tahu apa yg harus saya perbuat.

Saya menyesal tapi ada keinginan untuk mengulanginya bersama dgn wanita itu. Untung malam itu suaminya tidak kembali & kami pun berusaha masuk kamar mandi membersihkan diri. Walaupun terasa ada gairah baru lagi ingin mengulangi di dalam kamar mandi, namun rasa takutku lebih mengalahkan gairahku sehingga aku mengurungkan niatku itu & langsung pamit & sama-sama berjanji akan mengulanginya jika ada kesempatan.

Cerita sex : Kisah Sex Ibuku Yang Nakal

Saya keluar dari rumah tanpa ada orang lain yg melihatku sehingga saya yakin tidak ada yg mencurigaiku. Soal istriku di rumah, saya bisa buat alasan kalau saya ketemu & bermalam bersama dgn sahabat lamaku.

#Tergoda #Dengan #Tubuh #Istri #Teman #Lama

Pengalaman Sex Dengan Teman Lama Terbaru Malam Ini

Pengalaman Sex Dengan Teman Lama

Aku punya rencana kembali ke Jakarta untuk urusan Imigrasi. Sheena gembira mendengar aku akan kembali ke Jakarta. Tapi untuk ganti suasana, aku usulkan untuk bercinta di tempat lain yang kami berdua belum pernah kunjungi. Setelah pilih-pilih tempat dan disesuaikan dengan ukuran kantong kami, kami lalu memilih Kuala Lumpur, sekalian meninjau Petronas Twin-Towers. 

Jadilah aku terbang ke Jakarta. Setibanya di Jakarta, Sheena langsung kukabari namun karena Sheena masih masuk kantor dan aku pun sibuk urusan imigrasiku, kami baru bisa janjian ketemu pada hari sabtu, padahal esoknya hari minggu sudah musti berangkat ke Kuala Lumpur.

*****

Singkat Cerita, kami berdua bertemu di Cengkareng, tanpa ciuman dan gandeng tangan, kami menuju counter check-in, tak lama kemudian kami berdua sudah duduk di kursi pesawat yang siap berangkat ke Kuala Lumpur. Setelah pesawat mengudara dan seat-belt sudah boleh dilepas, tangan Sheena mampir di pahaku, otomatis batangku jadi tegang. Karena aku pakai Jeans, batang kemaluanku jadi agak sakit. Ia rupanya sudah paham.

“Adikmu sakit ya Mas?” tanyanya bercanda sambil mengelus-elus pahaku. Batang kemaluanku menjadi semakin tegang. Aku lalu meminta selimut kepada awak cabin, bukan kedinginan karena AC, tapi supaya tidak ada yang lihat aku melonggarkan ikat pinggang dan menurunkan resletingku. Karena pakai selimut tangan Sheena menjadi lebih berani masuk ke celah resletingku, akhirnya mencapai batang kemaluanku yang masih ditutup celana dalamku yang sudah basah setempat.

Meskipun Sheena sungguh pandai dalam merencanakan rangsangan, posisi kursi pesawat tidak memungkinkan berbuat macam-macam tanpa ‘bikin heboh’. Dengan terpaksa kutahan nafsu birahiku, tapi aku tetap mau balas biar iapun jadi ‘susah’. Dari dalam selimut, tanganku mengelus-elus dadanya. Sengaja aku tidak memasukkan jari-jariku ke dalam bajunya, cukup kuelus dari luarnya saja. Setelah kulihat Sheena menjadi agak “tidak tenang”. Ia mendengus pelan, “Enghh.. Hh..”

Tanganku kuturunkan ke pahanya dan terus ke antara kedua pahanya. Aku berhasil membuatnya merasakan rangsangan birahi yang aku tahu tak bisa disalurkan. Ia cuma bisa mendesah, “Hhh.. hh.. hh..”

Setengah perjalanan sudah berlalu, kami berdua masih terus saling meraba dengan tujuan merangsang pasangan masing-masing supaya pada ‘nggak tahan’ lagi. Tapi tiba tiba harus kami stop karena ada seorang wanita meminta bantuan, rupanya TKW yang tidak tahu cara mengisi kartu registrasi kedatangan untuk bandara Kuala Lumpur. Karena terganggu nafsu kami jadi hilang dan kami berdua jadi senyum-senyum sendiri. 

Tiba di Kuala Lumpur, kami langsung menuju hotel MLA di sekitar jantung kota Kuala Lumpur. Seperti biasanya check-in, diantar oleh pelayan hotel ke kamar, pasang tanda DO NOT DISTURB di gagang pintu, kunci pintu.

“Sayang.. akhirnya sampai juga ya,” membuka keheningan.

Aku merasa badanku agak hangat dan sendi-sendiku agak linu seperti mau sakit flu. Soalnya baru perjalanan jauh dari Brisbane ditambah kemarin baru saja ML ‘keluar bareng’ di Jakarta.

“Ehm..”

Aku tahu kalu ia sudah malas ngomong berarti aku harus tahu diri jangan kaya NATO (No Action Talk Only) yang dulu. Kupeluk ia dengan lembut dan mesra dari belakang, kedua telapak tanganku menelungkupi kedua buah dadanya, kucium belakang telinganya lalu turun ke leher kanan, kukecup dan kusedot lehernya.

“Enghh.. sshh..,” ia mulai mendesis, ia tak kuatir lagi akan tanda merah di lehernya.

Ciumanku perlahan pindah ke leher kiri sambil kedua tanganku mengangkat bajunya ke atas. Ia mengangkat kedua tangannya ke atas memudahkan bajunya dilepas keatas. Bajunya kulemparkan ke kursi, aku lalu membuka bajuku sendiri.

Aku tetap berdiri dibelakang Sheena, kini aku telah bertelanjang dada sedang tubuh bagian atas Sheena hanya mengenakan BH. Kembali kupeluk ia dari belakang, bibirku mencium telinganya, kedua tanganku bergerak naik dari perutnya  kebawah buah dadanya. Perlahan jari-jari tanganku menyelip keatas kedalam BHnya, langsung menangkup kedua buah dadanya. 

“Aduh.. Ari.. enak.. auuhh”

Tangan kiriku tetap terus menyelip di dalam BHnya sedang tangan kananku bergerak keluar lalu ke punggungnya, melepaskan Klip BHnya. Lepaslah BHnya, kini kedua tanganku bebas memutar-mutar kedua putingnya secara bersamaan.

“Auh.. enghh..,” desisnya makin jelas terdengar.

Sejenak kemudian ia mendadak berbalik sehingga tanganku terlepas dari buah dadanya. Ia lalu mencium dan melumat bibirku. Tanganku yang tadi terlepas sekarang telah menemukan kembali kedua buah dadanya yang kini berada didepanku.

Kuelus-elus kedua buah dadanya lalu kupencet lembut putingnya dengan ibu jari dan jari telunjukku.

Tanpa melepas ciumannya, tangan-tangan Sheena membuka ikat pinggangku dan membuangnya ke kursi.

Resletingku diturunkan, otomatis Jeansku jadi longgar, lalu Sheena turun berjongkok di depanku menurunkan Jeansku yang sudah longgar itu. Batang kemaluanku sudah mengeras, ujung kepalanya nongol sedikit dari atas celana dalamku yang berwarna merah.

Ia lalu menempelkan hidungnya ke batang kemaluanku dari luar celana dalamku sambil jari telunjuk kanannya disentuh-sentuhkan keujung kepala kemaluanku yang nongol dari celana dalamku.

Dengan telunjuknya itu, ia oles-oleskan cairan beningku hingga merata ke topi bajaku, lalu dipelorotkan celana dalamku akibatnya batang kemaluanku mental kedepan seperti pegas dan mengenai hidungnya.

Ia mendongak dan memundurkan sedikit hidungnya sambil membuka mulutnya, otomatis kepala kemaluanku jatuh kedalam mulutnya.

Ia lalu menutup mulutnya dan menghisap kepala kemaluanku sambil melirik keatas menatap mataku.

Oh.. nikmat sekali hisapan mulutnya itu. Tanpa memegang batang kemaluanku, ia terus menghisap, mengulum dan pelan-pelan memasuk-keluarkan kemaluanku. Sulit kunyatakan enaknya kuluman dan hisapannya.

Setidaknya 15 menit aku terlena dalam keadaan berdiri. Selang beberapa saat aku ingin gantian kerjain dia, kuangkat, kugendong lalu kurebahkan tubuhnya terlentang diatas ranjang.

Aku sudah dalam keadaan telanjang sedangkan ia masih memakai celana panjang meskipun bagian atasnya sudah tanpa busana lagi.

Aku lalu berjongkok disisi bawah tempat tidur, membuka ikat pinggangnya, menurunkan resletingnya lalu menarik lepas Jeansnya.

Celana dalamnya kelihatan agak lembab, segera aku tarik turun lewat kakinya. kini lengkaplah sudah ia telanjang bulat dihadapanku.

Kutarik kakinya supaya pantatnya rata dengan tepi tempat tidur dimana aku berjongkok.

Ia sudah dapat menebak apa yang akan kulakukan makanya iapun membuka kedua pahanya.

Aku tahu kemaluannya sudah ingin dijilati dan digelitiki oleh lidahku, tapi aku memulainya dengan menjilati pangkal pahanya dulu, yang kanan lalu yang kiri, kemudian malah naik keperut.

Pantatnya bergerak-gerak, ia pun menggeliat dan mengerang, “Emmhh.. uusshh”

Aku masih belum mau menjilati vaginanya.

Sambil menciumi perutnya, kusibak bulu-bulu kemaluannya sehingga tampak belahan bibirnya.

Jari telunjuk kananku kumasukkan pelan-pelan kedalam lubangnya lalu pelan-pelan kuputar-putar sedangkan ciumanku terus bergerak naik kedadanya.

“Auh.. aduh.. Ari.. kamu gila..”

Akupun jadi makin bernafsu, kusedot puting kanannya sedangkan puting yang kiri kujepit dengan jari-jari tangan kiriku sementara jari telunjuk tangan kananku masih tenggelam di dalam lubang kemaluannya.

Sesekali kurasakan cincin vaginanya menjepit jariku.

Meski dalam keadaan terangsang, aku masih bisa terkagum-kagum, bagaimana mungkin jari telunjukku sekecil ini bisa dijepit sekeras ini.

Kalau tidak merasakan sendiri rasanya aku sulit percaya. Puting susunya terus kelumat, sedot dan di dalam mulutku kujilati ujungnya.

Sheena hanya bisa memegang rambut dan kepalaku sambil menahan kenikmatan yang menderanya.

Kini kurasakan sudah saatnya mulutku kuturunkan dari buah dadanya, sasarannya adalah celah diantara kedua pahanya. Kubuka kedua pahanya lebih lebar lagi sehingga belahan vaginanya ikut sedikit membuka. Segera kubenamkan lidahku membelah celahnya. Kali ini ia langsung menjerit “Awh.. uh..” mengejang, tak sadar badannya agak bangun membungkuk keatas. Lidahku lalu menyapu belahannya itu keatas dan kebawah sambil kedua tanganku mengelus-elus pangkal pahanya dan sekitar lubang kemaluanya, sesekali kutekan-tekan gundukan bibir kemaluannya.

“Ouh.. Ari.. terus sayang.. uuhh.. sayang.. aduhh”

Seranganku kutingkatkan lagi, dengan jari-jari tanganku kubuka lebih lebar lagi belahan vaginanya sampai kulihat bagian dalam kemaluannya yang kemerahan. Segera kusapu lagi dengan lidahku.

“Aawww.. Ri.. aduh.. terus sayang..terus..aduh.. gila kamu Ri..”

Rasanya hampir 20 menit mulut dan lidahku menempel dan menyapu lubang kemaluannya, sudah waktunya bagiku untuk memasukkan penisku kedalam lubang kemaluannya ini. Kemaluanku pun sudah mengeluarkan cairan bening dari tadi. Aku lalu bangun berdiri tetapi agak berkunang-kunang karena terlalu lama jongkok. Tanpa buang waktu lagi, kuarahkan penisku ke lubangnya yang sudah basah akibat liurku dan cairan vaginanya. Bless.. masuklah batang kemaluanku ke dalam vaginanya. Rupanya ia memang sengaja tidak ‘mengunci’ cincinnya itu dengan begitu tidak terlalu sulit untuk menembusnya.

Dengan tetap berdiri di tepi ranjang, aku bergerak memompa maju mundur. Lagi-lagi ia masih belum mau menggunakan cincinnya itu sehingga aku masih dapat memompa maju mundur dengan cepat, tetapi erangannya makin keras terdengar setiap batangku melesak masuk. Aku terus memompa dengan cepat tanpa istirahat, aku berharap benar dengan gaya baru kali ini aku dapat membuatnya ‘keluar’ lebih dahulu. Harapanku rupanya cuma tetap jadi harapan, sudah lewat 25 menit sejak kumasukkan kemaluanku dan bergerak non-stop mengocoknya begini, masih belum ada tanda-tanda ia akan ‘keluar’.

Karena ‘olah raga memompa maju mundur’ ini kulakukan terus-menerus sembil berdiri, keringatku mulai keluar membasahi tubuhku, pinggangku mulai capek, tapi kumantapkan niatku untuk bertahan mengocoknya. Aku lalu bilang padanya, “Masih bandel juga ya? Aku pengen liat, kamu atau aku yang keluar duluan.”

Baru selesai omong, tiba-tiba kurasakan sulit untuk maju mundur karena batangku seperti dicengkram oleh cincin vaginanya. Auhh.. kini giliran aku yang keenakan. Rupanya aku omong terlalu sesumbar sehingga ia ingin ‘memberi pelajaran’ padaku. Batang kemaluanku benar-benar seperti dicengkram dan diremas, seret sekali masuk keluarnya. 15 menit kembali lewat, kini penisku sudah mulai berdenyut-denyut rasanya kali ini kok aku bakal nggak kuat menahan jepitannya.

“Kamu capek Say? sekarang gantian ya, lepas dulu dong, lalu kamu naik kesini sambil sandaran kedinding ya.” Akupun mencabut batang kemaluanku dari vaginanya. Tanganku ditariknya agar aku naik ke ranjang. Ia lalu bantu mendorong agar aku bergerak menyandar ketembok dibelakang tempat tidur.

Setelah aku duduk disisi atas tempat tidur sambil bersandar ketembok Sheena naik ke pahaku, berjongkok lalu memasukkan batangku ke vaginanya, lalu pelan-pelan menurunkan tubuhnya hingga duduk di selangkanganku. Ujung kemaluanku rasanya seperti mentok ke dinding rahimnya.

Ia melingkarkan kedua tangannya ke belakang leherku lalu bibirnya mencium dan melumat bibirku, kedua buah dadanya terasa menekan dadaku. Kurasakan batang kemaluanku yang sedang terbenam menjadi tambah mengeras dan berdenyut didalam kemaluannya.

Cengkraman cincinnya kembali mendera batang kemaluanku, kini iapun menambah serangannya dengan menaikturunkan tubuhnya sambil ‘cincin’ vaginanya menjepit kemaluanku sedang mulutnya mengunci mulutku. Kedua buah dadanya menekan dan menggesek dadaku.

Dalam kurang dari 15 menit aku sudah dibuat megap-megap menahan serangannya. Iapun berhenti naik turun untuk meberi aku napas, namun cincin vaginanya tetap ia rapatkan.

Pengalaman Sex Dengan Teman Lama

Aku sungguh heran, bagaimana ia bisa mempertahankan kontraksi cincinnya non-stop selama itu. Ia tersenyum penuh kemenangan, katanya “Kalau aku mau sekarang ini kamu sudah kalah”

Dalam hati aku mengakui bahwa ia benar. Aku pun menjawab, “Ok, akhirnya kamu menang.”

Aku masih heran kok aku bisa dikalahkan dalam total waktu hanya sekitar 1 jam 30 menit, padahal biasanya ‘pertarungan’ku dengan Sheena umumnya mencapai total 4 atau 5 jam, itupun selalu berakhir seri 1 – 1 karena sama sama sepakat mengalah untuk ‘keluar’. Aku masih belum sadar bahwa aku sudah mulai kena flu sejak tiba di Airport tadi dan sampai sekarang belum istirahat.

Sheena mencium keningku, pipiku dan bibirku, sambil terus mempermainkan cincin vaginanya. Jepit, longgar, jepit, longgar, mungkin istilahnya empot ayam. Ia tidak menaikturunkan pantatnya karena ia sadar akan kondisiku yang hampir di puncak, namun ia mau agar aku merasakan nimatnya ‘proses ke puncak’ tanpa sampai ‘kelewatan’.

“Udahan dulu ya, kita mandi yuk, kan dari Jakarta sampai sekarang belum mandi,” tawarnya.

“Boleh.. biar istirahat dikit.. kamu nyalain dulu airnya ya biar bath-tub nya terisi,” kataku.

Ia menaikkan pantatnya melepas batang kemaluanku dari vaginanya lalu turun dari tempat tidur menuju kamar mandi dan menghidupkan kran air di bath-tub. Aku kemudian bangkit juga menuju ke kamar mandi. Kulihat ia sedang duduk di closet membersihkan vaginanya yang basah dengan campuran cairan beningku dan lendir vaginanya.

Meski air dalam bath-tub belum terlalu dalam, aku langsung masuk dan duduk berendam sambil bersandar pada dinding bath-tub. Batang kemaluanku yang masih keras itu pelan-pelan melemas setelah terendam dalam air.

Sheena pun masuk ke bath-tub dan ikutan duduk berendam. Iseng-iseng tangannya mengelus-elus batang kemaluanku untuk membersihkan lendir yang melekat di batang kemaluanku. Elusan jari-jari tangannya membuat kemaluanku kembali menegang.

Ia tertawa kecil saat merasakan ‘anuku’ berdenyut mengeras di tangannya. Setelah dilihatnya kemaluanku sudah bersih, ia bilang, “Coba mundur dikit dong”. Akupun bergerak mundur dan bersandar pada ujung bath-tub untuk memberi ruang yang lebih panjang baginya.

Ia lalu mencabut sumbat bath-tub sehingga airnya pelan-pelan berkurang. Setelah airnya hampir habis, turun hingga setinggi biji kemaluanku, sumbatnya dipasang lagi. Kini batang kemaluanku berada di atas permukaan air sedangkan biji kemaluanku setengah tenggelam.

Tangannya kembali mengelus-elus batangku, lalu ia mengambil posisi nungging di depanku. Pelan-pelan kepalanya diturunkan dan mulutnya diarahkan ke kepala kemaluanku.

Mulutnya membuka lalu mencaplok kepala kemaluanku, tangan dan siku kirinya dipakai menunjang tubuhnya agar tetap menungging sedang jari-jari tangan kanannya mengocok batang kemaluanku maju mundur.

Mulutnya sampai kempot menyedot kepala kemaluanku. Aduhh.. rasanya sungguh luar biasa.

Sesaat kemudian, jari-jari tangan kanannya bergerak maju memegang pangkal batang kemaluanku sambil mulutnya bergerak maju-mundur. Nikmat yang kualami sungguh tak terbilang.. ini adalah oral seks yang ternikmat dalam hidupku. Sampai saat ini masih yang ternikmat bagiku.

Mulutnya terus maju mundur sampai batangku kelihatan memerah, kemudian fokusnya dialihkan ke sekitar leher kemaluanku.

Dihisap-hisapnya kepala kemaluanku sampai dilehernya, digigit-gigit kecil belakang topi bajaku, lidahnya disapu-sapukan kelilingnya, lalu kepala kemaluanku dicaplok dan disedot dengan kuat lalu dikulum-kulum.

Lidahnya menari-nari didalam mulutnya menyentuh-nyentuh lubang pipisku.

Setelah itu kembali ia maju mundurkan mulutnya namun hanya sampai dilehernya saja, tidak sampai kepala kemaluanku keluar.

Rupanya Sheena ingin menunjukkan bahwa tidak hanya vaginanya saja yang bisa ‘mengalahkanku’, ia ingin ‘mengalahkanku’ dengan mulutnya. Ia terus-menerus menjilat, mengulum dan menghisap batang kemaluanku hingga aku benar-benar merem melek dibuatnya.

Tetapi pada dasarnya aku memang tidak pernah bisa ‘keluar’ dimulut wanita jika tidak kupaksakan sendiri untuk ‘keluar’ (Istriku pernah menyedotku selama 45 menit hingga lehernya pegal dan aku tetap tidak keluar), namun Sheena tak tahu akan kebiasaanku ini sehingga ia berpikir aku pasti ‘keluar’ oleh serangannya.

Setelah hampir 20 menit non-stop menyerangku, ia melirikku lalu melepaskan mulutnya dari kepala kemaluanku.

“Enak nggak?” tanyanya sambil tangan kanannya tetap memegang batangku.

“Ini yang paling enak dari semuanya,” kataku.

“Naik lagi ke tempat tidur yuk.. tapi gendong ya.. capek sih,” katanya.

Aku keluar dari bath-tub lalu menariknya agar bangun kemudian menggendongnya ke ranjang.

Kami sudah tidak perduli lagi bahwa tubuh kami masih setengah basah.

Aku kembali berada diatasnya dengan posisi push-up, ia membimbing batang kemaluanku masuk ke lubangnya, bless.. masuklah batangku.

Ia memekik, “Awk..” agak sakit karena masih seret.

Aku terus memacu pantatku menyodok lubang kemaluanku.

Disetiap hentakan pantatku ia selalu heboh “Awww..awww..”

Rasanya 15 menit berlalu, kemaluanku rasanya sudah berdenyut-denyut lagi, artinya aku sudah hampir di puncak.

Agar tidak kalah, aku kurangi ke cepatanku lalu aku minta ganti posisi.

Sambil menjaga agar kemaluanku tidak lepas, kami berbalik, kini ia berada diatasku. Sejenak ia hanya duduk saja diatasku tidak bergerak.

Ia rupanya menikmati denyutan batang kemaluanku. Kurasakan jepitan vaginanya meningkat seakan-akan memeras batangku.

Setelah hampir 10 menit kemudian.

Ia melihat aku sudah ‘hampir sekarat’ karena permainan jepitan vaginanya, ia lalu meletakkan kedua lenganku ke atas kepalaku dan dipegangnya dengan kedua tangan kanannya yang juga untuk menopang tubuhnya.

Mulutnya diturunkan mencium bibirku sambil pantatnya mulai dinaik-turunkan. Puting buah dadanya yang bergantung-gantung menggesek-gesek dadaku menambah sensasi nikmat serangannya.

Saat kemaluannya ditarik sampai ke leher kemaluanku jepitannya dilonggarkan, saat mau diturunkan dikeraskan lagi dan seterusnya.

Kini aku benar-benar ‘sudah sekarat’.

Ia justru mempercepat gerak naik turun pantatnya.

Aku mencoba mati-matian bertahan, setiap kali pantatnya diturunkan, aku mengejang dan mendengus “Enghh.. enghh.. enghh.. enghh,” tetapi aku tidak mampu bertahan lagi.

Rasanya kurang dari 5 menit setelah ia mempercepat naik-turun sambil menjepit, kemaluanku berdenyut-denyut dan akhirnya, “Uhh..” pertahananku jebol, aku muncrat di dalam lubang kemaluannya.

Disaat kemaluanku berdenyut menyemprot air maniku, ia terus naik turun dan mengeraskan cincin vaginanya.

Lemaslah tubuhku, seluruh otot-ototku rasanya terlepas dari tulangku, kenikmatannya betul-betul enak.

Sheena tidak langsung bangkit, ia hanya berbaring di dadaku dengan batang kemaluanku masih menancap di vaginanya.

Pelan-pelan batang kemaluanku melemas.

Campuran sperma dan lendirnya mengalir keluar dari lubangnya, meleleh ke selangkanganku dan ke sprei ranjang.

Ia menggeliat ke telingaku dan berbisik “Satu nol ya..,” sambil tersenyum.

Tubuhku rasanya agak lemah, tapi aku masih saja berpikir “Ah tidak apa-apa, mungkin sebentar lagi juga pulih.”

Hari kedua dan seterusnya kami tetap hangat bercinta. Sesekali aku masih bisa “menang” namun lebih banyak “kalah”.

Tubuhku sudah tambah lemah, aku akhirnya sadar sudah jatuh sakit.

Di hari ke delapan terakhir sesaat sebelum meninggalkan hotel menuju bandara, aku masih nekat ‘menantangnya’ lagi dengan kekuatan terakhir, hasilnya aku ‘kalah’ lagi. Aku sudah tak ingat berapa skor akhir kami, yang jelas aku ‘kalah’.

Dibandara kami berpisah, pesawatku berangkat dahulu kembali ke Australia sedangkan Sheena sejam kemudian kembali ke Jakarta. 

Dipesawat suhu tubuhku kian naik, otot-otot tubuhku rasanya linu dan tidak bertenaga. 7 jam perjalanan cuma bisa di kursi saja tambah menyusahkan.

Setibanya di rumah, aku benar-benar jatuh sakit, sempat muntah-muntah pula.

Untung waktu cuti kerjaku belum habis sehingga tidak perlu ditambah dengan cuti sakit lagi. Tetapi yang paling sebal, aku penasaran dikalahkan oleh Sheena, telak lagi. 

Seharusnya aku istirahat terlebih dahulu setelah tiba di Kuala Lumpur hingga flunya hilang dulu dan tidak langsung ngajak ‘perang’, toh masih ada hari-hari esoknya.

Sayangnya aku tidak dapat membalas kekalahanku karena itulah terakhir kalinya aku bertemu dengannya.

Cerita sex : Cerita Sex Ngewe Dengan Perempuan Simpanan

Pada kedatanganku ke Jakarta yang berikutnya, aku tidak dapat menemuinya.

#Pengalaman #Sex #Dengan #Teman #Lama

Pengalaman Sex Dengan Sahabat Lama Terbaru Malam Ini

Pengalaman Sex Dengan Sahabat Lama

Dalam kehidupan Val ada beberapa pria, tetapi hanya tiga yang membuatnya berkesan. Di antara yang tiga ini, adalah Arya, seorang pria Indonesia dengan sedikit darah Belanda di tubuhnya (ayahnya Ambon-Belanda, dan ibunya seorang Jawa).

Mereka bertemu ketika masih sama-sama kuliah di Bedford, Inggris. Pada awalnya mereka cuma berteman, dan Val menyukai Arya yang jauh lebih easy going dibanding teman-teman Asia lainnya. Selain itu, Arya bisa bermain piano, sesuatu yang selalu menjadi kekaguman Val.

Selama kuliah, hubungan mereka tidak pernah lebih dari teman. Baru setelah keduanya lulus, hubungan itu agak berubah. Kebetulan Val mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan Inggris yang memiliki kantor cabang di Indonesia, dan Arya pernah pula bekerja paruh waktu di kantor yang sama.

Mereka sering bepergian berdua, dan akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama dalam 1 apartemen. Sejak itulah, hubungan seksual menjadi bagian dari persahabatan mereka. Hanya saja, persahabatan itu tak pernah berkembang lebih jauh. Keduanya tidak pernah saling mengucap cinta, dan keduanya tahu bahwa masing-masing punya orang-orang lain yang dicintai.

Arya adalah pria Asia satu-satunya yang bercinta dengan Val, dan bagi Val ia adalah sesuatu yang sangat istimewa. Tetapi Val juga tahu, perbedaan budaya keluarga mereka berdua sangatlah besar untuk dijembatani dengan sesuatu yang lebih jauh dari persahabatan. Maka jadilah hubungan keduanya sebagai hubungan persahabatan dan seksual belaka.

Beberapa kali mereka pernah mencoba melihat peluang untuk meningkatkan hubungan, tetapi sekian kali pula mereka merasa tidak menemukan persamaan.

Tidak berapa lama setelah Val mendapat kedudukan manajer dan dikirim ke Indonesia untuk mewakili perusahaannya, Arya mendapat pekerjaan di Amerika Serikat. Perasaan duka menyelimuti keduanya ketika kenyataan itu tiba. Setelah hampir dua tahun hidup bersama, sulit juga rasanya berpisah.

Walaupun tidak menangis, Val merasa sebuah kekosongan terjadi dalam hidupnya ketika mereka berpisah di Heathrow Airport di London. Mereka berjanji akan terus berhubungan, karena toh Arya masih memiliki orang tua di Jakarta dan sesekali akan datang menjenguk Val.

Ketika pesawat British Airways yang membawanya ke Indonesia sudah berada 10.000 kaki di atas permukaan bumi, Val menghela nafas panjang, dan tiba-tiba menyadari bahwa kedua matanya ternyata agak basah oleh air mata.

Begitulah akhirnya Val dan Arya dipisahkan oleh Lautan Pasifik. Kantor Arya ada di Boston, dan Val di Jakarta. Tetapi untunglah ada e-mail yang bisa menjadi media bertukar berita di antara mereka. Dan setelah dua bulan, keduanya menjadi sama-sama sibuk dan perlahan-lahan semakin jarang bertukar berita. Pada bulan keenam di Indonesia, Val sudah hampir tak pernah mengirim dan menerima e-mail dari Arya, dan kesibukan membuatnya tidak terlalu merasa kehilangan.

Sampai suatu hari, di bulan September, sembilan bulan setelah mereka berpisah, Val mendapat sepotong berita pendek dari Arya ..will visit my old folks in this Thursday, see you there.. Val terpana memandang layar PC-nya, seperti tak percaya bahwa ternyata ia akan segera bertemu Arya lagi. Dari tak percaya, perasaannya segera berubah gembira, dan ia mengangkat kedua tangan sambil berteriak, “Yess!”, membuat sekretarisnya terkejut.

“I’m okay, Evi..” ucap Val sambil tertawa kecil melihat sekretarisnya melongo, “I’m more than okay, actually..”

“Shall I write it down?” jawab Evi menggoda, karena ia memang sedang bersiap menerima dikte dari boss wanitanya ini. Val pun tambah keras terbahak.

Arya tiba malam hari dan langsung menuju rumah orang tuanya. Dari sana ia menelpon Val, dan membuat janji untuk bertemu Sabtu siang ini. Dengan kaos t-shirt merah tua yang ketat dan rok jean Levi’s, Val datang ke rumah orang tua Arya untuk menjemputnya. Kedua orang tua Arya telah mengenal Val dengan baik, dan keduanya memaksa Val untuk makan siang, yang tentunya tak bisa ditolak.

Sebetulnya, makan siang itu enak sekali: ayam panggang bumbu rujak, gado-gado dan udang goreng kering. Tetapi Val dan Arya merasa tidak lapar. Sejak bertemu, yang ada di dalam diri mereka cuma gejolak rindu bercampur birahi. Bagi Val, inilah pertama kali di Indonesia ia merasakan gejolak seperti itu.

Ia begitu ingin segera memeluk Arya yang kini tampak lebih putih dengan rambut dicukur rapi. Ia ingin segera bercumbu dengan pria yang ia tahu sangat hangat di ranjang ini. Tetapi, di depan kedua orang tuanya dan dua adik perempuannya, Val menjaga diri sekuat hati. Untunglah Arya membantunya dengan juga bersikap menahan diri. Kalau tidak ada keluarga Arya, mereka pasti sudah bergumul dan bercumbu saat itu juga.

Setelah tiga jam yang sangat menyiksa Val dan Arya, setelah minum kopi yang disediakan ibu, barulah mereka berdua bisa keluar rumah. Mereka bilang ingin jalan-jalan berdua, dan kedua orang tua Arya mengangguk maklum, tanpa banyak tanya lagi. Maka setelah berbasa-basi mengucapkan permisi, keduanya pun melesat menuju apartemen Val di bilangan Kebayoran Baru. Arya yang memegang setir, dan Val duduk rapat-rapat.

Sepanjang jalan, Val meremas-remas paha Arya, menggeser-geserkan payudaranya yang sintal ke lengan Arya, membuat Arya was-was takut menabrak mobil di depannya. Val sudah sangat bergairah ingin bercumbu, dan badannya terasa hangat seperti bara yang siap berkobar menjadi api. Untunglah jalan-jalan tidak terlalu ramai di Sabtu sore ini, sehingga akhirnya mereka tiba di apartemen Val sebelum matahari terbuka. Cepat-cepat mereka keluar dari mobil dan bagai dua remaja berlarian menuju lobby.

Sesampai di kamar apartemennya, Val terburu-buru ke kamar mandi. Cepat-cepat diloloskannya celana dalam yang sudah agak basah di bagian bawahnya. Lalu ia masuk ke bath-tub dan mengambil sabun wangi. Diusapnya seluruh kewanitaanya dengan busa-busa sabun, lalu dibasuhnya dengan air hangat. Ia ingin agar kewanitaannya harum menggairahkan malam ini, karena ia tahu Arya akan memberikan sesuatu yang selama ini menjadi favorit Val: lidahnya yang panas dan cekatan!

Keluar dari kamar mandi, Val melihat Arya sudah ada di kamar tidur, membuka kaos dan jeans-nya, sehingga hanya bercelana dalam. Dengan mata bergairah, dipandangnya tubuh yang kokoh dan atletis itu. Val sangat mengagumi tubuh Arya yang coklat kehitaman, tidak seperti tubuhnya yang baginya terlalu putih. Sebuah denyut birahi terasa di kewanitaannya setiap kali Val memandang tubuh lelaki itu. Cepat-cepat dibukanya t-shirt, beha dan roknya, lalu ia segera menyusul Arya ke kamar tidur.

Sejak dari rumah Arya tadi, Val sudah dilanda birahi. Ia ingin segera bermain cinta dengan lelaki menggairahkan ini. Terakhir kalinya ia bertemu Arya hampir setahun lalu, itu pun dalam sebuah permainan cinta yang terburu-buru, karena mereka sedang sama-sama sibuk. Kejadiannya juga di sebuah motel kecil di Bedford, sesaat sebelum Val berangkat ke Indonesia dan Arya bertugas ke Amerika Serikat.

Tanpa basa-basi, Arya mendorong tubuh Val ke kasur, menyebabkan gadis pirang yang seksi ini terjerembab di kasur empuk. Keduanya sudah seperti diburu-buru oleh nafsu yang bergejolak tak tertahankan. Arya menerkam tubuh putih mulus yang sintal dan padat itu dengan penuh gairah. Val menjerit manja menyambutnya. Mereka berguling-gulingan saling berciuman, saling meremas, saling menindih. Sprei dan bantal segera berantakan dibuatnnya.

Arya segera mengambil inisiatif kala tubuh mereka sudah terasa panas bergejolak. Didorongnya Val dengan lembut agar tidur menelentang. Setengah dari badannya terletak di luar ranjang, sehingga kedua kakinya yang indah menggantung di pinggir ranjang. Lalu Arya berjongkok di antara kedua kaki Val, dan Val dengan tegang menunggu layanan istimewa kekasihnya.

Inilah permainan pembukaan yang selalu dinantinya dengan penuh antisipasi. Belum apa-apa, Val sudah bergidik menahan geli yang akan segera datang. Arya pun menciumi paha yang mulus ditumbuhi bulu-bulu halus itu, membuat Val mengerang pelan. Apalagi kemudian Arya mulai menjilati pahanya, menelusuri bagian bawah lututnya. Val menggelinjang kegelian.

Val merasa pahanya bergetar lembut ketika lidah Arya mulai menjalar mendekati selangkangnya. Panas dan basah rasanya lidah itu, meninggalkan jejak sensasi sepanjang perjalanannya. Val menggeliat kegelian ketika akhirnya lidah itu sampai di pinggir bibir kewanitaannya yang telah terasa menebal.

Ujung lidah Arya menelusuri lepitan-lepitan di situ, menambah basah segalanya yang memang telah basah itu. Terengah-engah, Val mencengkeram rambut Arya dengan satu tangan, perlahan menekan, memaksa pria itu segera menjilatnya di daerah yang paling sensitif.

Dengan satu tangan lainnya, Val menguak lebar bibir-bibir basah di bawah itu, memperlihatkan liang kemerahan yang berdenyut-denyut, dan sebuah tonjolan kecil di bagian atas yang telah mengeras.

Lidah Arya menuju ke sana, perlahan sekali. Val mengerang, “Come on.. come on..”, bisiknya gelisah. Rasanya lama sekali, membuat Val bagai layang-layang yang sedang diulur pada saat seharusnya ditarik. Val mati angin. Tak berdaya, tetapi sekaligus menikmati ketidakberdayaan itu.

Arya akhirnya menjilat bagian kecil yang menonjol itu, menekan-nekan dengan ujung lidahnya, memutar-mutar sambil menggelincirkannya. Val menjerit tertahan, kedua tangannya melayang lalu jatuh mencengkram sprei. Geli sekali rasanya, ia sampai menggeliat mengangkat pantatnya, menyorongkan lebih banyak lagi kewanitaannya ke mulut Arya. Serasa seluruh tubuhnya berubah menjadi cair, menggelegak bagai lahar panas.

Arya kini menghisap-hisap tonjolan yang seperti sedang lari bersembunyi di balik bungkus kulit kenyal yang membasah itu. Tubuh Val berguncang di setiap hisapan, sementara mulutnya tak berhenti mengerang. Terlebih-lebih ketika satu jari Arya menerobos liang kewanitaannya, lalu mengurut-urut dinding atasnya, mengirimkan jutaan rasa geli bercampur nikmat ke seluruh tubuh Val. Kedua kakinya yang indah terbuka lebar, terkuak sejauh-jauh mungkin, karena Val ingin Arya menjelajahi semua bagian kewanitaannya. Semuanya!

Maka Arya pun melakukannya. Ia tidak hanya menjilat dan menghisap, tapi juga menggigit pelan, memutar-mutarkan lidahnya di dalam liang yang panas membara itu, mendenguskan nafas hangat ke dalamnya, membuat Val berguncang-guncang merasakan nikmat yang sangat.

Dua jari Arya kini bermain-main di sana, keluar-masuk dengan bergairah, menggelitik dan menggosok-gosok, menekan-nekan dan mengurut. Cairan-cairan hangat memenuhi seluruh kewanitaan Val, mulai membasahi bibir dan dagu Arya.

Jari-jari yang keluar-masuk itu pun telah basah, menimbulkan suara berkecipak yang seksi. Val menggelinjang tak tahan lagi, merasakan puncak birahi melanda dirinya. Matanya terpejam menikmati sensasi yang meletup-letup di sela-sela pahanya, di pinggulnya, di perutnya, di dadanya, di kepalanya, di mana-mana!

Pengalaman Sex Dengan Sahabat Lama

Arya merasakan kewanitaan Val berdenyut liar, bagai memiliki kehidupan tersendiri. Warnanya yang merah basah, kontras sekali dengan rambut-rambut pirang di sekitarnya, dan dengan tubuhnya yang putih seperti pualam. Dari jarak yang sangat dekat, Arya dapat melihat betapa liang kewanitaan Val membuka-menutup dan dinding-dindingnya berdenyut-denyut, sepertinya jantung Val telah pindah ke bawah.

Arya juga bisa melihat betapa otot-otot di pangkal paha Val menegang seperti sedang menahan sakit. Kedua kakinya terentang dan sejenak kaku sebelum akhirnya melonjak-lonjak tak terkendali. Arya terpaksa harus memakai seluruh bahu bagian atasnya untuk menekan tubuh Val agar tak tergelincir jatuh. Begitu hebat puncak birahi melanda Val, sampai dua menit lamanya perempuan yang menggairahkan ini bagai sedang dilanda ayan. Ia menjerit, lalu mengerang, lalu menggumam, lalu hanya terengah-engah.

Arya bangkit setelah Val terlihat agak tenang. Berdiri, ia melepas celana dalamnya. Kelaki-lakiannya segera terlihat tegak bergerak-gerak seirama jantungnya yang berdegup keras. Val masih menggeliat-geliat dengan mata terpejam, menampakkan pemandangan sangat seksi di atas hamparan sprei satin mewah berwarna biru muda.

Tangan Val mencengkram sprei bagai menahan sakit, kedua pahanya yang indah terbuka lebar, kepalanya mendongak menampakkan leher yang mulus menggairahkan, rambut pirangnya terurai bagai membingkai wajahnya yang sedang berkonsentrasi menikmati puncak birahi. Arya menempatkan dirinya di antara kaki Val, lalu mengangkat kedua paha Val, membuat kewanitaannya semakin terbuka.

Val tersadar dari buaian orgasmenya, dengan segera menuntun kejantanan Arya memasuki gerbang kewanitaannya. Tak sabar, ia menjepit pinggang Arya dengan kedua kakinya, membuat pria itu terhuyung ke depan, dan dengan cepat kelaki-lakiannya yang tegang segera melesak ke dalam tubuh Val.

Bagi Arya, rasanya seperti memasuki cengkraman licin yang panas berdenyut. Bagi Val, rasanya seperti diterjang batang membara yang membawa geli-gatal ke seluruh dinding kewanitaannya. Belum apa-apa, Val sudah terlanda gelombang puncak birahinya yang kedua. Begitu cepat!

Arya pun segera melakukan tugasnya dengan baik, mendorong, menarik kejantanannya dengan cepat. Gerakannya ganas, seperti hendak meluluh-lantakkan tubuh putih Val yang sedang menggeliat-geliat kegelian itu. Tak kenal ampun, kejantanan Arya menerjang-nerjang, menerobos dalam sekali sampai ke dinding belakang yang sedang berkontraksi menyambut orgasme. Val menjerit-jerit nikmat, menyuruh Arya lebih keras lagi bergerak, mengangkat seluruh tubuh bagian bawahnya, sehingga hanya bahu dan kepalanya yang ada di atas kasur.

Arya mengerahkan seluruh tenaganya untuk memenuhi permintaan Val. Otot-otot bahu dan lengannya kelihatan menegang dan berkilat-kilat karena keringat. Pinggangnya bergerak cepat dan kuat bagai piston mesin-mesin di pabrik. Suara berkecipak terdengar setiap kali tubuhnya membentur tubuh Val, ramai sekali di sela-sela derit ranjang yang bergoyang sangat keras.

Val tak lagi sadar sedang berada di mana. Ia berteriak bagai kesetanan merasakan kenikmatan yang ganas dan liar. Seluruh tubuhnya terasa dilanda kegelian, kegatalan yang membuat otot-otot menegang. Kewanitaannya terasa kenyal menggeliat-geliat, mendatangkan kenikmatan yang tak terlukiskan. Setiap kali kejantangan Arya menerobos masuk, ia merasa bagai tersiram berliter-liter air hangat yang memijati seluruh tubuhnya.

Setiap kali Arya menariknya keluar, Val merasa bagai terhisap pusaran air yang membawanya ke sebuah alam penuh kenikmatan belaka. Dengan mata terus terpejam, Val menjeritkan penyerahan sekaligus pengesahan atas datangnya puncak birahi yang tak terperi. Arya merasakan kejantanannya bagai sedang dipilin dan dihisap oleh sebuah mulut yang amat kuat sedotannya.

Ia pun tak tertahankan lagi, memuncratkan seluruh penantian panjangnya, memuntahkan seluruh rasa terpendamnya, bercipratan membanjiri seluruh rongga kewanitaan Val yang sedang megap-megap dilanda orgasme. Val mengerang merasakan siraman birahi panas yang seperti hendak menerobos setiap pori-pori di tubuhnya.

Val mengerang dan mengerang lagi, sebelum akhirnya terjerembab dengan tubuh bagai lumat di atas kasur. Arya menyusul roboh menimpa tubuh putih yang licin oleh keringat itu. Nafas mereka berdua tersengal-sengal bagai perenang yang baru saja menyelesaikan pertandingan di kolam renang.

“Oh, kamu ganas sekali, Arya. Betul-betul ganas..” kata Val akhirnya, setelah ia berhasil mengendalikan nafasnya yang memburu.

Arya cuma menggumam, menenggelamkan kepalanya di antara dua payudara Val yang besar dan lembut itu.

Setelah beberapa saat, Val bertanya, “Berapa lama kamu di sini, Arya?”

“Aku harus berangkat kembali Senin pagi”, jawab Arya diwarnai keengganan. Val terdiam.

Singkat sekali pertemuan ini, pikirnya. Sambil memeluk Arya, ia menggumam,

“Kalau begitu kamu harus menginap di sini.”

“Bagaimana kalau aku tidak mau..” jawab Arya menggoda.

“Kalau begitu, aku yang menginap di rumah orang tuamu..” sahut Val cepat-cepat.

Arya tertawa,

“Kalau begitu, sebaiknya aku menginap di sini!”

Dengan gemas Val berguling menindih tubuh Arya, menggigit bahunya cukup keras sehingga Arya tersentak dan membalasnya dengan menggulingkan kembali tubuh Val. Mereka berdua tertawa-tawa seperti anak-anak bermain gulat. Cairan-cairan cinta mereka berjatuhan menimpa sprei, melekat di tubuh mereka berdua, sebuah perpaduan tubuh putih mulus dan tubuh coklat.

Cerita sex : Muasin Tanteku Yang Kesepian

Malam itu mereka bercumbu tak henti-hentinya sampai pagi. Bagi Val, inilah percumbuan terpanjangnya dengan Arya, dan justru terjadi saat mereka tak lagi tinggal bersama!

#Pengalaman #Sex #Dengan #Sahabat #Lama

Cerita Hot Tukar Pasangan Dengan Teman Lama Yang Tak Terlupakan Terbaru Malam Ini

Ruben namaku berpostur tinggi dengan berat yang ideal serta penampilan dan wajah keren kalau kata teman-temanku, saat ini aku berusia 24 tahun, kelahiran Bandung. Terus terang aku termasuk lelaki yang mempunyai
libido seks tinggi dan butuh variasi yang bermacam-macam dalam melakukan hubungan seks. Saat ini aku sudah bekerja dan mempunyai posisi yang cukup bagus. Serta sudah mempunyai seorang istri yang cantik dan berkulit putih mulus dengan postur tubuh yang menarik serta selalu merangsang nafsuku.

Cerita yang akan kutampilkan ini adalah pengalamanku beberapa waktu lalu. Saat itu aku mendapat undangan dari seorang teman lamaku yang bernama John. John adalah temanku semasa kuliah dulu di kota Surabaya. Sejak lulus dari kuliah kami tidak pernah bertemu, tetapi komunikasi melalui telepon tetap berjalan lancar. Saat ini dia juga sudah menikah, dan aku belum mengenal istrinya. Dia juga saat ini sudah berkerja di salah satu perusahaan besar di Surabaya, sedangkan aku berkerja di Jakarta sampai sekarang.

Pada saat menghubungiku, John mengatakan bahwa dia akan berada di Jakarta selama satu minggu lamanya dan tinggal sementara di sebuah apartemen yang telah disediakan oleh perusahaannya. Dia juga datang bersama istrinya dan saat ini mereka juga belum mempunyai anak seperti aku dan istriku, maklum kami kan masing-masing baru menikah dan masih fokus ke karir kami, baik istriku ataupun istri John hanya ibu rumah tangga saja, sebab kami pikir kondisi itu lebih aman untuk mempertahankan sebuah rumah tangga, karena dunia kerja pergaulannya menurut kami tidaklah aman bagi istri-istri kami

Malam itu sampailah kami di kamar apartemen yang dihuni oleh John dan istrinya.

“Hai… John gimana kabar kamu, sudah lama yach kita nggak ketemu, kenalkan ini istriku Diana,” kataku.

“Hai Ben, nggak ngira gua kalau bakalan bisa ketemu lagi sama kamu, hai Diana… apa kabar, ini Lenna istriku, Lenna ini Ruben dan Diana…” kata John balik memperkenalkan istrinya dan mengajak kami masuk.

Kemudian kami ngobrol bersama sambil menikmati makanan yang telah disiapkan oleh John dan Lenna. Kulihat Diana dan Lenna cepat akrab walaupun mereka baru ketemu, begitu juga dengan aku dan John.

Ketika Lenna dan Diana asyik ngobrol macam-macam, John menarikku ke arah balkon yang ada dan segera menarik tanganku sambil membawa minuman kami masing-masing.

“Eh.. Ben gua punya ide, mudah-mudahan aja elo setuju… karena ini pasti sesuai dengan kenakalan kita dulu… gimana…” kata John.
“Mengenai apa…” kataku.

“Tapi elo jangan marah ya… kalau nggak setuju…” kata John lagi.

“Oke gua janji…” kataku.

“Begini… gua tau kita kan masing-masing punya libido seks yang tinggi, gimana kalau kita coba bermain seks bersama malam ini, dengan berbagai variasi tentunya, elo boleh pakai istri gua dan gua juga boleh pake istri kamu, gimana…” ucap John.

“Ah.. gila kamu…” kataku spontan.

Tetapi aku terdiam sejenak dan berpikir sambil memandangi Diana dan Lenna yang sedang asyik ngobrol. Kulihat Lenna sangat cantik tidak kalah cantiknya dengan Diana, dan aku yakin bahwa sebagai laki-laki aku sangat tertarik untuk menikmati tubuh seorang wanita seperti Diana maupun Lenna yang tidak kalah dengan ratu-ratu kecantikan Indonesia.

“Gimana Ben… kan kita akan sama-sama menikmatinya, tidak ada untung rugilah…” kata John meminta keputusanku lagi.

“Tapi gimana caranya… mereka pasti marah… kalau kita beritahu…” aku balik bertanya.

“Tenang aja, gua punya caranya kalau elo setuju…” kata John lagi.

“Gua punya Pil perangsang… lalu kita masukkan ke minuman istriku dan istrimu.. tentunya dengan dosis yang lebih banyak, agar mereka cepat terangsang, dan kita mulai bereaksi.”

“Oke… gua setuju..” kataku.

Dan kami pun mulai melaksanakan rencana kami tersebut.

John mengambil gelas lagi dan memasukkan beberapa butir pil perangsang ke dalam dua buah gelas yang sudah diisi soft drink yang akan kami berikan kepada Diana dan Lenna. “Aduh.. asyik amat… apa sich yang diobrolin.. nich.. minumnya kita tambah…” kata John sembari memberikan gelas yang satu ke Lenna, sedangkan aku memberikan yang satu lagi ke Diana, karena kebetulan minuman milik mereka yang sebelumnya kelihatan sudah habis.

Kemudian Diana dan Lenna langsung menenggak minuman yang kami berikan beberapa kali. Aku duduk di samping Diana dan John duduk di dekat Lenna, kami pun ikutan ngobrol bersama mereka. Beberapa waktu kemudian, baik aku maupun John mulai melihat Diana dan Lenna mulai sedikit berkeringat dan gelisah sambil merubah posisi duduk dan kaki mereka, mungkin obat perangsang tersebut mulai bereaksi, pikirku.

Kemudian John berinisiatif mulai memeluk Lenna istrinya dari samping, begitu juga aku, dengan sedikit meniupkan desah nafasku ke tengkuk Diana istriku.

“Sar… aku sayang kamu…” kata John.

Kulihat tangannya mulai meraba paha Lenna, istrinya.

“Eh John… apaan.. sich kamu… kan malu… akh.. ah…” kudengar suara Lenna halus.

“Nggak pa-pa.. ah… ah… kamu sayangku… ah…” desah John meneruskan serangannya ke Lenna.

Melihat kondisi itu, Diana agak bingung… tapi aku tahu kalau dia pun mulai terangsang dan tak kuasa menahan gejolak nafsunya.

“Lus… aku cinta kamu.. ukh… ulp… ah…”

Aku pun mulai memeluk Diana istriku dan langsung mencium bibirnya dengan nikmat, dan kurasa Diana pun menikmatinya. Aku pun mulai memeluk tubuh istriku dari depan, dan tanganku pun mulai meraba bagian pahanya sama seperti yang dilakukan oleh John.

“Lus… akh… ak… kamu… sangat cantik sayang…” kataku.

“Akh.. Ben… ah… ah…” desah istriku panjang, karena tanganku mulai menyentuh bagian depan kemaluannya, dan mengelus dan mengusapnya dengan jari tangan kananku, setelah terlebih dahulu menyibakkan CD-nya secara perlahan.

Kulihat John sudah membuka bajunya dan mulai perlahan membuka kancing baju Lenna istrinya, yang kelihatan sudah pasrah dan sangat terangsang.

“Ah.. John… ah… ah… ah…” desah Lenna kudengar. Dan John sudah berhasil membuka seluruh pakaian Lenna, dan kulihat betapa mulusnya kulit Lenna yang saat ini hanya tinggal CD-nya saja, dan itu pun sudah berhasil ditarik oleh John.

Tinggallah tubuh bugil Lenna di atas sofa yang kami gunakan bersama itu dengan kelakuan John pada dirinya. Kulihat John pun sudah membuka semua pakaiannya dan sekarang tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh Lenna maupun John yang saat ini saling rangkul dan cium di sampingku dan istriku.

“Ah… ulp… ulp… ulp.. ah.. sst.. sst…

” kulihat Lenna menjilat dan menghisap kemaluan John yang putih kemerahan dengan nikmatnya.

“ukh…ukh..ohh….ukh…” erang John menikmati permainan Lenna.

Aku pun sekarang sudah berhasil membuka semua pakaian Diana istriku, kulanjutkan dengan meremas buah dadanya yang kenyal itu dan kulanjutkan dengan mengisap kedua puting susunya perlahan dan berulang-ulang. “Ah… ah… ah… Ben… terus… ah.. ah..” desah Diana keenakan. Tangan Diana pun mulai membuka celanaku dengan tergesa-gesa karena hanya celanaku yang belum kubuka dan kelihatannya Diana sudah mulai tidak sabaran. “Akh… akh… ukh… oh…” ketika celana dan CD-ku terbuka dan jatuh ke bawah, Diana segera memegang kemaluanku dan menjilatinya seperti apa yang dilakukan oleh Lenna.

Aku kemudian segera mengatur permainan dengan mengambil posisi jongkok dan membuka lebar kedua kaki istriku dan mulai menjilati klitorisnya dan semua bagian luar kemaluannya,

“Aah… oh.. terus.. terus Ben… enak… akh… akh…” desah Diana.

“Ulp.. ulp.. sst… sst… ah… uhm.. uhm… uhm…”

Aku terus menjilati klitoris istriku dan kulihat bibir kemaluan dan klitorisnya merekah merah merangsang serta kelihatan basah oleh jilatanku dan air kenikmatan milikya yang tentunya terus mengalir dari dalam kemaluannya.

“Ah… terus.. ah… ah… terus Ben.. enak… akh… akh… ukh…” rintih Diana.

Yang membuka lebar kedua kakinya serta meremas buah dadanya sendiri dengan penuh kenikmatan.

Perlahan kulihat John menggendong Lenna istrinya dan membaringkannya sejajar di sebelah istriku di sofa panjang yang kami pakai bersama ini, kemudian John mulai memasukkan kedua jari tangannya ke lubang kemaluan milik Lenna dan mengocoknya pelan serta menariknya keluar masuk.

“Akh… John… ahk… kamu.. gila John… akh.. terus… terus John… ahh…” rintih Lenna terdengar.

“Ukh… ah… ulp… akh… akh… akh.. oh… oh… oh…”

Suara dan desahan dari istriku dan Lenna secara bersamaan dan penuh kenikmatan. Perlahan tangan kananku mulai ikut meraba kemaluan Lenna yang berada di sebelah istriku. Dan aku pun ikutan memasukkan kedua buah jariku ke kemaluan Lenna tersebut. Dan John pun membiarkan semua itu kulakukan, kemudian sambil terus mengocok lubang kemaluan Lenna, tangan kiri John pun mulai ikut meraba kemaluan istriku yang saat ini tanpa rambut, karena habis kucukur kemarin, permainan ini terus berlanjut baik Lenna maupun istriku membuka dan menutup matanya menikmati permainan yang aku dan John lakukan.
Perlahan aku mulai meraba buah dada Lenna dengan tangan kananku dan meremasnya pelan, kurasakan buah dada milik Lenna lebih kenyal dibanding milik istriku, tetapi buah dada istriku lebih besar dan menantang untuk dihisap dan dipermainkan. Kemudian aku mulai berdiri dan mengarahkan kemaluanku yang berukuran panjang 16 cm serta diameter 4 cm itu ke arah mulut istriku, dan tangan kananku terus meremas buah dada milik Lenna. Istriku dan Lenna pun membiarkan semuanya ini terus berlanjut. Dan kulihat John tetap memasukkan dan mengocok kedua lubang kemaluan yang di depannya dengan kedua buah tangannya dengan sekali-kali meremas buah dada milik istriku maupun Lenna, istrinya.

Kemudian John mulai berdiri dan mengarahkan kemaluannya ke lubang kemaluan Lenna yang sudah sangat basah, “Ah… John… terus… masukkan… terus John semuanya…” kata Lenna.
Melihat itu aku pun mulai mengarahkan batang kemaluanku ke lubang kemaluan istriku.

“Akh… ukh.. ah… oh… ah… oh…” erang istriku keenakan.

Saat ini baik posisiku dan John maupun Diana dan Lenna berada pada posisi yang sama. Aku dan John terus menarik turunkan kemaluan kami di lubang kemaluan milik Lenna dan Diana. Begitu juga dengan Lenna dan Diana membuka lebar kakinya dan memeluk pinggangku maupun John seolah-olah mereka takut kehilangan kami berdua.

Selang beberapa saat kemudian John menghentikan kegiatannya dan memintaku mundur, kemudian memasukkan batang kemaluannya yang berukuran panjang 17 cm tetapi diameternya mungkin 3 cm dan kelihatan begitu panjang dari punyaku hanya punyaku lebih besar dan keras dibanding kemaluan John yang terus menuju ke lubang kemaluan milik istriku. Kulihat istriku cukup kaget tetapi hanya pasrah dan terus menikmati kemaluan milik John yang mulai mengocok lubang miliknya tersebut. Aku pun mulai juga mengarahkan kemaluanku ke lubang kemaluan milik Lenna, perlahan kurasakan lubang kemaluan Lenna masih cukup sempit serta menjepit batang kemaluanku yang kutekan perlahan.

“Akh… akh… Sar… memekmu begitu padat.. dan enak… akh…” kataku.

“Terus… Ben.. Terus.. punyamu begitu besar… terus Ben… enak… akh…” rintih Lenna.

“Ben.. terus… beri aku kenikmatan.. akh… akh… terus Ben… enak… lebih dalam Ben… akh..”

“Lus… punyamu begitu enak… sangat… rapat dan menjepit kontolku.. akh…” desah John kepada istriku.

“Ehm… ehm… ukh… ukh… lebih dalam John… lebih dalam… teruskan John… teruskan… kontolmu… sangat panjang… akh.. dan menyentuh… dinding.. rahimku.. akh… akh… enak… John..” desah istriku lirih.

Kemudian aku terus meremas dan menjilat puting susu milik Lenna dan sekali-kali kugigit pelan putingnya dan Lenna terus menikmatinya, sementara kemaluanku terus naik-turun mengocok lubang kemaluan Lenna yang terasa padat dan kenyal serta semakin basah tersebut. Terasa batang kemaluanku serasa masuk ke lubang yang sangat sempit dan padat ditumbuhi daging-daging yang berdenyut-denyut menjepit dan mengurut batang kemaluanku yang semakin keras dan menantang lubang kemaluan Lenna yang kubuat basah sekali, dan Lenna pun terus menikmati dan mengangkat pinggulnya serta menggoyangkannya saat menerima hujaman batang kemaluanku yang saat masuk hanya menyisakan dua buah biji kemaluan yang menggantung dan terhempas di luar kemaluan Lenna tersebut.

“Akh… Sar… enak.. sekali.. punyamu… akh.. akh..” desahku.

“Oh Ben… aku sangat… suka… milikmu ini… Ben yang besar dan keras ini… akh… ogh… ogh… terus Ben… ah…”

Kulihat John membalikkan tubuh istriku dan memasukan kemaluannya yang panjang putih kemerahan tersebut dari belakang,

“Akh… akh… akh… John… terus.. lebih dalam John… akh.. enak… John…” rintih istriku, yang kulihat buah dadanya menggantung bergoyang mengikuti dorongan dari kemaluan John yang terus keluar masuk, dan kemudian tangan John meremas buah dada tersebut serta menariknya.

“Akh… John.. akh… ogh… ogh… ahh…” jerit nikmat istriku menikmati permainan John dari belakang tersebut.

“Ogh.. Lus… buah dadamu begitu besar… dan… enak… ukh… ehm… ehmmm…” sahut John penuh kenikmatan.

Lenna mencoba merubah gaya dalam permainan kami, saat ini dia sudah berada di atas tubuhku yang duduk dengan kaki yang lurus ke depan, sedangkan Lenna memasukkan dan menekan kemaluannya dari atas ke arah kemaluanku.

“Blees…”

“Aakh… enak… akh… Ben punyamu begitu besar… akhg…” desah Lenna yang terus menaik-turunkan tubuhnya dan sesekali menekan dan memutar pinggulnya menikmati kemaluanku yang terasa nikmat dan ngilu tetapi enak.

“Oh… Sar.. terus… ah… ah…” desahku.

“Oh Ben… oh.. oh… oh… Ben… aku hampir keluar Ben… aogh… ogh…” jerit Lenna.

“Okh.. Ben… okh… aku ke… luar… okh.. okh…” tubuh Lenna mengejang bagaikan kuda dan kurasakan kemaluanku pun bergetar mengimbangi orgasme yang dicapai Lenna.

“Oh… ukh… okh.. Sar aku juga keluar.. okh… okh…”

Kami pun berpelukan dan mengejang bergetar bersama serasa berada di awan, menikmati saat klimaks kami tersebut selama beberapa saat hingga kemudian kami berdua merasa lemas, dan tetap berpelukan dengan posisi Lenna di atas, seolah kami sangat takut kehilangan satu sama lain sambil memandangi permainan John dan istriku di sebelah kami.

Kulihat Diana istriku sangat menikmati permainan ini dengan posisi bagaikan ****** atau kuda yang sedang kawin, buah dada istriku yang besar bergoyang-goyang ke depan-belakang dengan cepatnya, sekujur tubuh John maupun istriku berkilap dikarenakan keringat yang mengalir pelan karena permainan seks mereka ini, kulit John yang putih mulus karena dia berdarah Manado ini kelihatan bersinar begitu juga istriku begitu menikmati panjangnya kemaluan John. Tangan istriku meremas sandaran sofa dan berteriak lirih, “Ah… ah… ah… uh… uh… uh.. John tekan terus John dengan keras… ah.. ah..” kulihat satu tangan istriku memutar dan memelintir puting susunya sendiri serta sekali-kali meremas keras buah dadanya tersebut seolah takut kehilangan kenikmatan permainan mereka tersebut.

Aku kemudian mendorong kepalanya dan sebagian tubuhku dan berbaring di bawah buah dada istriku, kemudian berinisiatif untuk ikut meremas buah dadanya dan mengisap puting susunya, “Akh… Ben… akh… enak.. ogh… ogh… ogh… terus Ben…” rintih istriku, terasa olehku kemudian Lenna menjilati dan menghisap batang kemaluanku yang mulai mengeras kembali.

“Ogh… ogh… ogh… Ben… ogh… ogh… John… kontolmu sangat panjang dan membuatku sangat… puas John… akh… terus… akh…” kata Diana.

“Ulp.. ulp… ulp.. ulp… ulp..” jilatan Lenna di kemaluanku yang mengeras.

“Okh… John… aku.. hampir.. ke.. ke.. luar… John… terus” desah istriku.

Kuremas dan kupelintir dengan keras puting susu dan buah dada istriku, dan kulihat John juga mengejang.

“Akh… akh.. akh… akh.. Lus.. aku juga keluar… akh… akh…” jerit John kuat, kemudian tubuhnya mengejang dan bergetar hebat.

“Ogh… ogh… ogh… ogh…” istriku pun mengejang dan meremas sandaran sofa dengan kuat. Beberapa saat.

Aku pun kembali merasakan kenikmatan mengalir di batang kemaluanku dan… “Akh… akh… akh… akh…” kemaluanku pun memuncratkan spermaku kembali, sebagian ke wajah Lenna dan sebagian lagi meloncat hingga ke tubuh istriku dan aku pun kembali mengejang kenikmatan dan kulihat Lenna terus menjilati kemaluanku yang besar tersebut dan membersihkannya dengan lidahnya.

Kemudian kami terbaring dan tertidur bersama di sofa tersebut hingga pagi harinya, dalam kondisi tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhku, istriku, John dan Lenna istrinya. Permainan ini kembali kami ulangi pagi harinya.

Cerita sex : Menikmati Tubuh Gadis Kampung Berdada Indah

Dan kembali kami ulangi bersama dalam beberapa hari hingga saatnya John dan Lenna harus pulang ke Surabaya, ini semua adalah awal dari permainan seks bersama kami yang hingga kini seringkali kami lakukan kembali jika aku dan istriku ke Surabaya, ataupun mereka ke Jakarta. Bahkan kadang-kadang-kadang Lenna sendiri ke Jakarta bermain seks bertiga denganku dan istriku, ataupun aku atau istriku yang ke Surabaya bermain seks bertiga atau bersama dengan salah satu dari John atau Lenna.

#Cerita #Hot #Tukar #Pasangan #Dengan #Teman #Lama #Yang #Tak #Terlupakan