Main Dengan Teman Rekan Kerja Satu Kantor Terbaru Malam Ini

Main Dengan Teman Rekan Kerja Satu Kantor

Aku bekerja di perusahaan keuangan Jln. Jendral Sudirman, Jakarta. Posisiku lumayan bagus. Usia 30 tahun, dengan tinggi badan 175 cm dan berat 69 kg. Pengalaman ini terjadi seminggu yang lalu.

Waktu itu baru jam 7 malam. Aku sudah mau pulang karena ada janji dengan teman di Cinere. Ketika lewat front office kulihat Sasa sedang berbenah mau pulang juga. Ketika kutanya ternyata dia mau ke kawannya di Lebak Bulus.

Jadi satu jalan. Kebetulan Sasa tidak bawa mobil sendiri. Kutawari untuk pulang bareng dan Sasa oke. Daripada kehujanan, katanya. Lumayan ada teman ngobrol di jalan.

Dalam bekerja Sasa masuk dalam supervisiku. Kuakui dia sangat cantik. Berdarah Arab (Yaman kata dia), langsing, tinggi sekitar 165-170 cm dan kulitnya putih. Rambutnya berombak agak pirang (asli, bukan karena dicat) dan bibirnya sangat sensual.

“Dingin Sa?”, tanyaku ketika sampai di sekitar Blok A.

Memang kurasakan mobilku dingin sekali AC-nya. Padahal sudah kusetel minimal. Mungkin karena hujan meskipun tidak deras. Dan penyakit di selatan Jakarta, kalau hujan macetnya minta ampun. Jam sudah menunjukkan pukul 8.15.

“Iya Pak. Dingin banget”, katanya sambil mendekap tangannya ke dada.

“Kalau di luar gini jangan panggil Pak. Nama saja”, kataku.

“Ya Pak”.

Hujan makin deras. Jalanan makin macet. Jam 9 kami masih berkutat di Blok A.

“Aku laper Sa”.

“Sama. Aku juga dari tadi”.

Kami tertawa bareng. Perut kosong, badan menggigil. Bayangin. Kami ngobrol apa saja tentang kantor, teman-temannya, keluarga sampai keinginannya untuk dapat cowok non arab.

Kulirik Sasa sedang menggosok-gosok tangan kanannya ke hand rem. Mungkin biar hangat. Dengan tangan kiri kupegang tangannya.

“Tanganmu dingin banget”.

“Dari tadi”.

“Aku juga kan?”.

“He eh”, sahutnya tanpa mencoba melepas tangannya dari remasanku. Hujan tetap lebat. Praktis mobilku berhenti seperti yang lain. Macet.

Dalam diam saya remas-remas tangannya. Sasa diam saja. Bahkan juga mulai ikut meremas.

“Lumayan. Agak hangat”, kataku.

“He eh”, jawabnya sambil senyum.

Kulirik Sasa memakai rok mini. Paha putihnya kelihatan meskipun agak gelap. Kubawa tanganku ke pahanya. Sasa juga diam. Dilepaskan tangannya agar tanganku leluasa meraba pahanya. Halus, haluus sekali pahanya.

Kuusap-usap naik turun. Perlahan tapi pasti aku mulai menyentuh celana dalamnya. Dari ujung dengkul, dengan gerak mengambang kuusap sampai menyentuh celana dalamnya. Berulang-ulang, Hmm.., lenguhnya.

“Makin hangat sa”, bisikku.

Sasa diam saja. Kulirik dia memejamkan matanya. Tangannya memegang tanganku di diusap-usapkan ke celana dalamnya. Kini Sasa yang mengendalikan tanganku. Kurasakan mulai basah.

Tanpa sadar kulihat sudah lewat Golden Trully. Kutarik tangan Sasa, kubawa ke penisku yang sejak tadi menegang tapi masih rapi tertutup celanaku. Sasa mengerti. Dia remas-remas penisku. Lama kami saling mengelus, mengusap dan meremas barang maing-masing. Aku juga merasa sudah mulai basah.

Kami sudah sampai perempatan Lebak Bulus. Arah Cinere masih macet. Kanan arah Pondok Indah kosong. Jam sudah jam 11.

“Aku laper”, bisikku di telinga sambil menjilat belakang telinganya.

“Cepet mampir. Bisa pingsan aku. Laparr..”, bisiknya.

Sasa tetap memejamkan matanya. Tanganku terus aktif bergerilya. Perlahan kutarik pelan rambut vaginanya dari arah samping celana dalamnya. Sasa terus melenguh. Pahanya makin panas. Tangannya makin aktif mengelus-elus penisku dari luar.

Aku ambil kanan. Lalu menyusuri jalur paling kiri. Sementara kegiatan dihentikan. Sekarang cari makan. Kulihat bangunan berpagar bambu gelap. Jalannya turun. Mungkin hotel. Kita bisa makan.

“Kiri ya?, Mungkin kita bisa makan di resto-nya”, bisikku.

“Itu restoran?”, tanya Sasa.

“Nggak tahu. Kalo resto ya syukur, kalau hotel kita bisa makan di restonya”, jawabku sejujurnya. Sejujurnya, waktu itu aku belum tahu sama sekali tempat itu.

Aku belok kiri. Lalu ada orang berlari-lari memakai payung menyambut dan memberi kode untuk mengikutinya. Dia menunjuk suatu tempat seperti garasi dan mempersilakan mobilku masuk garasi itu. Aku masuk. Lalu pintu garasi ditutup.

Aku memandang bingung ke arah Sasa. Dia mengangkat bahunya tanda bingung atau tidak tahu juga. Aku lalu turun. Sasa masih di dalam. Kuikuti petugas yang masuk pintu di garasi. Ternyata kamar tidur.

Sebuah spring bed besar di tengah. Dua tempat duduk dan satu meja kaca. Dindingnya tertempel kaca besar. Kamar mandi ada di dalam tapi pakai shower.

Ooo.., Ternyata ini hotel atau motel garasi yang diceritakan teman-temanku. Setelah membayar kamar dan pesanan makanan, petugas keluar. Aku mengikuti.

“Turun yuk”, kataku kepada Sasa.

Sasa turun. Kugandeng dia masuk kamar. Lalu kukunci. Sasa tertegun. Aku lalu berdiri di depannya. Memandangnya. Sasa lalu memandangku. Agak lama. Entah bagaimana kami lalu saling menubruk. Kucium Sasa sampai terengah-engah.

Kujilati bibirnya sambil berdiri. Lidahku meliuk-liuk di dalam mulutnya. Sasa tak kalah garang. Dia memelukku erat-erat dan membalas ciuman buasku. Tangan kiriku menyusup ke blusnya. Tangan kanan menyususp ke celana dalam bagian belakang mengusap-usap pantatnya.

Kuciumi Sasa dengan buas. Bibir sensualnya kulumat habis. Lidahku meliuk-liuk dalam mulutnya dan disambut dengan kelincahan lidahnya. Lalu turun ke leher. Kujilati lehernya. Sasa memejamkan matanya terus menikmati rangsanganku. Tangannya terus mengusap-usap penisku yang masih rapi dalam sarangnya.

Pintu diketuk dari luar. Otomatis kami menghentikan aktifitas yang menggairahkan ini.

“Aku ke kamar mandi dulu”, bisiknya, aku mengangguk.

Makanan kutarik di meja. Kutuang coca-cola dalam gelas yang telah berisi es. Kuteguk. Hmm.., segar. Kudengar suara shower di kamar mandi. Rupanya Sasa mandi. Pantas lama. Kulangkahkan kakiku ke kamar mandi.

Gila!, Gila!, Belum pernah kulihat pemandangan seindah dan seeksotik ini. Menggairahkan, menakjubkan. Aku bengong, terpana, terpesona.

Kamar mandi remang. Hanya cahaya lampu 5 watt yang menerangi. Sasa sedang mandi di bawah pancuran shower. Lekuk-lekuk tubuhnya sangat sempurna. Putih dan mulus tubuhnya yang tersiram air bagai di gambar-gambar playboy.

Tinggi, kakinya panjang dan jenjang, pinggangnya kecil, tapi pinggulnya cukup besar. Sangat sempurna. Sasa sedang menggosok lehernya dengan sabun sambil memejamkan matanya.

“Tolong matikan AC kamar. Agar nggak kedinginan kalau keluar”, katanya.

Aku terjaga dari lamunanku. Cepat aku keluar. Memang dingin sekali. AC tidak kumatikan tapi kusetel menjadi 35. Biar hangat. Lalu aku ke kamar mandi.

“Jangan bengong. Mandi sekalian.”, katanya waktu aku bengong lagi, aku segera melepas dan celanaku.

Airnya hangat. Pantas Sasa berlama-lama setelah kedinginan di mobil tadi. Setelah badanku basah tersiram air, Sasa menyabuni seluruh tubuhku dengan pelan dan lembut. Mula-mula tanganku, lalu dada dan perut. Disuruhnya aku berbalik dan kemudian punggungku.

Sasa jongkok. Disabuninya kakiku, lalu naik ke paha. Aku memejamkan mata. Kurasakan seluruh elusan dan usapan tangan lembutnya ke seluruh tubuhnya. Akhirnya Sasa memegang penisku dan dielusnya pelan-pelan. Licin dengan sabun, kemudian ditarik dan lepaskan tangannya dari penisku.

Kini giliranku. Kuambil sabun dari tangan Sasa. Mula-mula kuusap kedua tangannya. Lalu perutnya. Naik, kedua dadanya kusabuni dengan lembut. Kenyal. Putingnya mencuat ke atas. Tangan kiriku ke dada kanan dan tangan kananku ke dada kirinya.

Berulang-ulang. Sasa memejamkan matanya sambil mendesah. Aku lalu jongkok. Kuusap kaki dan betis indahnya. Pelan. Kunikmati keindahan ini. Lalu naik ke pahanya. Agak direnggangkan agar tanganku bisa menyusup ke celah pahanya. Lalu naik sampai akhirnya kusabun rambut-rambut vaginanya. Agak lama kuusap vaginanya.

“Sudah.sudah..”, lenguhnya.

Main Dengan Teman Rekan Kerja Satu Kantor

Aku berdiri. Kupeluk Sasa. Licin tapi nikmat. Tubuh kami bersatu. Kuciumi mulutnya sampai Sasa terengah-engah. Tubuh kami terus bergerak mencari kenikmatan. Tanganku mengusap pantat, paha dan kedua dadanya.

Tangan Sasa juga terus menggerayangi tubuhku. Dari usapan di punggung, pantat dan akhirnya bermuara ke penisku. Dikocok-kocoknya penisku. Aku merasa nikmat. Belum pernah kualami pengalaman sedahsyat ini.

Sasa mundur dan bersandar di dinding. Kaki direnggangkan. Tangannya terus memegang penisku. Sabun makin cair tapi masih tetap licin. Perlahan mulai kutusukkan penisku ke vagina Sasa. Sasa mengerti. Direnggangkan lagi kakinya.

Dibimbingnya penisku ke vaginanya. Dan ahh.., aku mulai masuk. Mula-mula perlahan. Makin lama makin cepat. Tangan Sasa memeluk kedua pantatku ikut menekan. Nikmat sekali. Badan masih licin. Terus kuayun pantatku dan penisku menghujani vagina Sasa berulang-ulang.

Tak lama, Sasa tak tahan lagi. Dipeluknya aku erat-erat. Sasa telah sampai duluan. Penisku makin kencang menancap. Kuayun lagi pelan. Makin lama makin cepat.

“Ah.., ah.., terus Pak.., terus..”, lenguhnya. Pinggulnya terus bergerak mengimbangi tusukanku. Kami terus berpelukan erat sekali. Mulutnya terus kucium. Bibir sensualnya terlalu sayang untuk dilewatkan.

Kucabut penisku. Kuhadapkan Sasa ke dinding. Aku ingin doggy style. Sasa lalu nungging. Pantatnya masih licin oleh sabun. Kuusap-usap. Jari tengahku mulai memainkan vaginanya. Sasa melenguh. Kumainkan klitorisnya. Kuusap, kupelintir, kusodok. Sasa makin menggelinjang. “Sekarang.., sekarang..”, desahnya.

Dipegangnya penisku. Dan dibimbingnya masuk ke dalam vaginanya. Aku memejamkan mata. Kutusukkan pelan penisku. Kucondongkan badanku, bersatu dengan punggungnya. Licin. Enak sekali. Tanganku meraih kedua dadanya.

Kuusap-usap. Licin nikmat sekali. Berulang-ulang sambil menusuk penisku ke vagina Sasa. Aku lalu menegakkan badanku. Kupegang sisi pinggulnya. Aku mulai mempercepat ayunan. Sasa menggoyang-goyang pinggulnya. Aku tarik, Sasa juga ikut menarik pinggulnya. Aku tusuk sekuatnya, Sasa pun mengimbanginya. “Clep.., clep.., clep”.

Akhirnya aku mau keluar. Gerakan makin kupercepat. Jeritan Sasa makin keras.

“Di dalam atau di luar Sa..”, bisikku sambil terengah-engah.

“Di luar saja”, sahutnya.

Sasa tetap nungging. Pinggulnya makin liar. Aku makin tak tahan. Dan.., kucabut penisku dari lubang kemaluan Sasa.

“Sekarang Sa..”, kataku sambil memejamkan mata.

Sasa balik badan lalu jongkok dan mengocok penisku. “Ahh.., “cret.., cret.., cret”, maniku muncrat ke wajah dan badan Sasa. Banyak sekali. Sasa terus meremas penisku sampai tetesan terakhir maniku.

Sasa meratakan spermaku ke dadanya, perut dan mengusapkan ke wajahnya. Baru kemudian dibasuh dengan air shower. Aku membantunya menggosok tubuhnya dari sisa-sisa sabun yang masih menempel. Tapi tetap saja, yang lama kugosok buah dadanya yang ranum itu. Putingnya kuhisap-hisap, kumainkan dengan lidahku.

“Entar lagi”, bisiknya.

“Nggak usah pakai handuk Sa..”, kataku ketika Sasa mau keluar menuju tempat tidur.

Sasa tersenyum. Dia keluar telanjang. Aku mengikuti. Sasa langsung ke tempat tidur. Hawa sudah hangat.

“Lapar?”, tanyaku.

“Sangat”.

Sasa duduk selonjor bersandar ke belakang. Sasa duduk di atasku. Vaginanya menempel erat di penisku. Sepiring mie goreng di tengah, kita makan berdua. Kami makan lahap. Cepat tandas. Aku raih nasi goreng dan kita makan bersama. Sambil makan, Sasa menggerak-gerakkan pantatnya. Penisku yang terjepit mulai mengeras.

“Sakit Sa..”, bisikku.

“Sebentar.., tolong pegang piringnya”, ujarnya sambil mengangkat pantatnya kemudian memegang penisku yang sudah siap tempur. Perlahan dimasukkan ke vaginanya. “Bless”.

“Nggak sakit kan?”, katanya sambil duduk.

Piring yang aku pegang diminta lagi. Gila, kita lalu makan sambil penisku menancap di vaginanya. Sasa menggerak-gerakkan pinggulnya sambil makan. Akhirnya habis juga sepiring nasi goreng.

Kuambil coca-cola dingin. Segar..

“Siap?”, tanyanya.

“Ntar dulu, biar turun nasinya”, kataku.

Aku raih Sasa, kupeluk dan kutidurkan di atasku. Penisku tetap menancap di vaginanya. Karena Sasa tingginya tidak beda jauh denganku, maka wajah Sasa tepat di wajahku. Kami diam menikmati barang kita yang sedang bersatu. Agak lama kita diam. Tanganku memeluk erat punggungnya.

Ruangan makin hangat. Bahkan cenderung panas. Kami mulai berkeringat. Wangi tubuh Sasa menyapu hidungku.

“Mau didinginkan AC-nya?”, tanyaku.

“Dikit aja. Panas makin asyik. Makin berkeringat..”, ujarnya.

Sasa menggulingkan tubuhnya telentang di sampingku. Clepp.., bunyi ketika penisku tercabut dari vagina Sasa. Aku berbalik memandang Sasa. Kucium bibir Sasa dalam-dalam. Sasa menyambut dengan menyedot dalam-dalam bibirku. Disedotnya pula lidahku.

Lalu turun ke leher dan akhirnya kuhisap-hisap puting susunya yang menantang. Sasa melenguh-lenguh. Tangannya memeluk kepalaku, mengusap-usap dan menekan agar aku lebih mengulum dadanya. Capek. Kucium ganas mulutnya. Tanganku meraba-raba pahanya.

Lalu mengusap-usap rambut kemaluannya, berulang-ulang. Jari tengahku lalu memasuki vaginanya. Kumasukkan perlahan-lahan. Keluar masuk. Kepala Sasa bergerak tak beraturan ke kiri, kanan, kadang maju, mundur. Kayaknya mulai on lagi. Aku pindah lagi.

Kujilati putingnya dengan lidahku. Kupuntir-puntir, kusentuh-sentuh dengan ujung lidah. Lalu kuhisap dan kukunyah. Berulang-ulang. Matanya terpejam menikmati permainanku. Bibirnya kulihat meringis menahan nikmat. Jari tengahku menemukan klitorisnya.

Kumainkan. Kutekan, kugelitik dan kutangkap dengan jempolku lalu kupencet pelan-pelan. Sasa makin menggelinjang. Keringat mengucur di wajah dan lehernya. aakkhh.., Sasa menjerit dan menegang. Tanganku terjepit pahanya. Sejenak Sasa terdiam.

“Gile.., bener..”, desahnya sambil memandangku.

Aku turun dari tempat tidur. Kusetel AC menjadi 28. Hembusan hawa agak dingin mulai menyapu ruangan. Lampu utama kumatikan. Juga lampu dekat kamar mandi. Pintu kamar mandi kututup agar cahayanya tidak masuk. Yang menyala hanya lampu kecil di kedua sisi atas tempat tidur.

Aku berdiri di samping tempat tidur. Kupandangi Sasa yang bugil tanpa selimut. Indah, sempurna. Berkulit putih bersih tanpa ada cacat atau bekas goresan dan luka setitik pun. Kedua tangannya ditarik ke belakang kepala. Rambutnya tergerai di kedua sisi bantal. Matanya terpejam seperti menikmati orgasme yang baru kuberikan.

Dadanya menantang. Putingnya mencuat. Wajah, leher dan dadanya basah oleh keringat. Seksi sekali. Kulayangkan pandangan ke bawah. Perutnya rata, tanpa lekukan lemak. Pinggangnya kecil. Pinggulnya seakan selalu siap ditempel.

Rambut-rambut vaginanya sebagian menyeruak ke atas. Pahanya juga kecil, panjang, seperti jangkrik. Betisnya panjang. Mulus sekali. Ramping. Jari-jari kakinya lentik. Indah. Jagat Dewa Batara! Mimpi apa aku semalam! Aku menelan ludah. Tanpa sadar aku mengelus-elus penisku.

“Jangan onani sendiri.., naik”, kata lirih Sasa mengagetkanku.

Matanya masih terpejam. Sasa menggeliat. Dadanya dinaikkan. Duhai.., indahnya. Putingnya mencuat. Sekeliling payudaranya basah oleh keringat. Kakinya ditekuk sedikit. Mulus sekali..

Kurebahkan badanku di samping Sasa. Kumiringkan badanku. Kupeluk Sasa dari samping. Sasa tetap diam. Matanya terpejam. Nafasnya agak cepat tapi teratur. Kaki kananku di atas pahanya. Lututku tepat berada di tulang vaginanya. Kugerak-gerakkan mengusap rambut kemaluannya.

Penisku menempel erat pinggul sampingnya. Tanganku mengusap-usap payudara kirinya.

“Giliranku..”, ujar Sasa langsung bangun dan duduk bersila di sampingku. Dipandanginya tubuhku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sasa tersenyum. Dibasahinya bibirnya dengan lidahnya.

Tanpa basa basi, langsung dipegangnya penisku dengan tangan kirinya. Uff.., Aku memejamkan mata. Dipermainkan di penisku. Dicengkeram kuat, lalu dilepas. Cengkeram lagi, lepas lagi. Senut-senut rasanya.

Jempol jarinya lalu mengusap-usap topi baja penisku. Aku merasa melayang. Apalagi kalau jarinya tepat menyentuh ujung penisku. Uuuff.., rasanya tak tergambarkan.

Dengan ganas Sasa lalu menyerbu mulutku. Dilumat dan dihisapnya bibirku hingga aku sesak nafas. Rambutnya yang agak pirang tergerai menerpa wajahku. Mulut Sasa terus menerobos mulutku, dan lidahku menyusup masuk ke mulutku.

Bagai ular, kurasakan mulut itu menari-nari, mematuk-matuk lidahku. Mulut Sasa menyerbu mulutku yang kubuka dan menghisap lidahku dalam-dalam. Dimainkan lidahku di mulutnya, dikeluarkan sedikit, dan dihisapnya lagi. Nikmat sekali.

Tangan Sasa tak kalah aktif. Dikocoknya penisku dari lembut, makin cepat, cepat dan lembut lagi. Permainan ini kunikmati sambil memejamkan mata. Aku merasa di awang-awang. Tanganku menemukan payudaranya, dan kuremas-remas. Kenyal dan nikmat sekali untuk diremas. Jariku memainkan putingnya dan memang menonjol karena terangsang.

Sasa melepas ciumannya dari bibirku dan mulai menciumi wajahku. Dari dahi, kelopak mata, pipi, lalu turun ke leher dan telinga. Dihisapnya telingaku bergantian. Ini membuatku geli namun mm.., nikmat sekali.

Sasa mulai menciumi dadaku. Sampai di puting, dimainkan lidahnya di putingku. Bergantian. Rasanya tak tertahankan. Dihisapnya putingku, dan di dalam mulutnya, putingku dipelintir dengan lidahnya. Aakkhh..

Sasa kemudian merubah posisi. Tangannya tidak lepas dari penisku. Sasa melangkahi aku, dan dengan perlahan Sasa hendak mendudukiku. Dibimbingnya penisku untuk memasuki lubangnya. Dan uuff.., bless.., penisku masuk ke lubangnya. Clep..!, Sasa langsung duduk dengan mantap. Penisku tenggelam di vagina Sasa.

Aku membuka mataku. Sasa tersenyum manis. Dadanya yang indah dengan puting yang menonjol tergantung dengan manisnya. Tanganku tak kuasa untuk tidak meraihnya. Kuusap pelan payudaranya. Juga putingnya.

“Kamu cantik dan seksi sekali Fa..”, kataku tulus dan pelan.

Sasa mulai menggerakkan pinggulnya. Pelan, memutar. Aku masih diam. Tapi kedua tanganku mengelus-elus kedua dadanya.

Sasa mulai menggerakkan pinggulnya makin cepat. Aku mulai menaik-turunkan pantatku. Nikmat sekali. Tangan Sasa mendekap tanganku di dadanya. Menekan agak keras. Aku makin mengeraskan cengkeramanku pada dadanya. Kuremas keras. Sasa makin gila. Pinggulnya berputar hebat. Erangan Sasa makin keras.

“Akkhh.., aakhh.., tusuk lebih keras..”, erangnya.

Aku makin ganas menembak Sasa. Untung spring bednya bagus, bisa memantul. Makin keras aku menyodok, makin keras desahan dan erangan Sasa. Dan aakkhh.., Sasa mengerang panjang, menggelinjang, lalu diam. Sasa lalu rebah ke atasku. Kupeluk erat tubuhnya. Ternyata Sasa mengalami orgasme.

Penisku masih tegak dan keras dalam vagina Sasa. Aku mulai menggerakkan perlahan. Sasa duduk lagi. Kali ini Sasa mengambil posisi jongkok. Mulanya diangkatnya pantatnya pelan, lalu dimasukkan lagi pelan. Makin lama makin cepat. Aku juga makin cepat, makin keras dan makin dalam menusuk Sasa.

Gila!, Bagai naik kuda, Sasa menghunjamkan vaginanya ke batangku di bawahnya. Sasa mulai mengerang lagi. Dengan binal Sasa menaik-turunkan pantatnya dan kuserbu vaginanya dengan penisku.

“Akkhh.., akhh..”, Sasa terus mengerang.

Ketika pantat Sasa meluncur ke bawah, dengan kekuatan penuh aku naikkan pantatku. Kusambut vaginanya dengan penis perkasaku. Aku tak tahu lagi rasa nikmat apa ini. Berulang-ulang kami mereguk kenikmatan. Mata Sasa terpejam. Kepalanya tengadah ke atas bergoyang-goyang. Seksi sekali. Keringat deras mengucur dari wajah dan lehernya yang putih bersih.

Aku merasa hampir sampai. Kupercepat tusukanku. Akkhh.., akh.., akhh.., cepat.., cepat. Sasa juga makin liar. Gerakannya makin tak beraturan.

“Aku mau keluar Sa..”, bisikku pada Sasa, Sasa diam saja. Terus saja dia menggoyangku. Dan akkh.., Sasa menjerit lagi. Kejang. Menggelinjang lagi. Orgasme lagi dia! Kurasakan jepitan Sasa makin kencang.

“Sa.., di dalam atau di luar..?”, tanyaku sambil ngos-ngosan karena terus menggoyang Sasa.

Sasa kemudian mencabut vaginanya dari penisku. Dikocoknya penisku cepat. Akkhh.., makin cepat Sasa mengocoknya, berulang-ulang. Tapi belum juga keluar.

“Kulum Sa”, pintaku.

“Aku belum pernah”, jawabnya sambil terus mengocok.

Namun Sasa kemudian menunduk dan memasukkan penisku ke mulutnya. Tangannya tetap mengocok. Sasa tidak memainkan lidahnya atau mengemut-emut penisku. Mungkin masih janggal. Aku yang mulai. Kunaik turunku pantatku. Penisku keluar masuk mulut Sasa yang terus mengocok.

Dan, akkhh.., akkhh.., eemm.., berkali-kali spermaku muncrat dalam mulut Sasa. Namun Sasa tetap saja mengocok. Aku merasa diperas sampai habis spermaku. Agak lama penisku dalam mulut Sasa. Ketika sudah loyo, Sasa mengeluarkan penisku.

Diambilnya tissu dan disekanya bibirnya. Dikeluarkannya spermaku dari mulutnya dan diseka dengan tissu berikutnya. Kemudian Sasa mengambil coca cola, berkumur dan ditelan.

Kupandangi Sasa yang luar biasa dengan perasaan kagum. Sasa tersenyum padaku. Kemudian dipeluknya aku. Kami masih telanjang. Kutarik selimut. Kupeluk Sasa erat-erat. Kami lalu bobok.

Paginya kami bercinta lagi di kamar mandi. Sungguh beruntung sekali. Tak terduga. Tak dinyana. Gadis secantik Sasa bisa kusetubuhi berulang kali tanpa rencana.

Cerita sex : Akibat Salah Orang Berujung Nikmat

Siang di kantor, ada email dari Sasa, “Pak, nanti sore kalau boleh Sasa ikut lagi. Mobil Sasa belum selesai”.

#Main #Dengan #Teman #Rekan #Kerja #Satu #Kantor

Selingkuh Dengan Istri Dari Rekan Kerja Terbaru Malam Ini

Selingkuh Dengan Istri Dari Rekan Kerja

Dia memang seorang wanita yang cukup menarik, umurnya lebih tua dua tahun dariku, dan dia adalah istri teman kantorku. Lani, namanya, memiliki tinggi badan yang lebih kecil dariku, sekitar 160 cm dan memiliki kulit yang bisa dibilang lebih putih daripada orang-orang Indonesia kebanyakan, tapi dia bukanlah keturunan chinese.

Di kantorku aku merupakan satu-satunya keturunan chinese, tinggi badan sekitar 172 dan tidak gemuk, yah, wajar lah. Di kantor ini aku menduduki jabatan sebagai wakil kepala akunting. Aku sebenarnya tergolong baru bekerja di perusahaan ini, baru sekitar satu tahun dan aku sudah cukup akrab dengan salah satu pegawai yang bernama Rernaldy. Aku pernah diajak berkunjung ke rumahnya di daerah Jakarta Utara. Disinilah awalnya perkenalan aku dengan Lani.

Pada pandangan pertama, aku memang sudah menyadari kecantikan Lani namun pikiran itu aku buang jauh-jauh karena menyadari bahwa dia adalah istri teman aku. Pembicaraan di rumah Rernaldy berlangsung cukup lama dan cukup akrab sekali. Rernaldy tinggal bertiga dengan pembantunya dan istrinya. Aku sendiri sempat makan malam di rumah mereka.

Harus aku akui, sambutan mereka di rumahnya benar-benar membuat aku merasa betah dan ingin berlama-lama terus disitu tapi akupun akhirnya harus pulang juga ke rumah. Setelah pertemuan itu pun sikap aku terhadap Rernaldy dan sebaliknya pun biasa-biasa saja, tidak ada istimewanya. Sampai suatu minggu sore jam 3-an handphoneku berbunyi, ternyata dari rumah Rernaldy. Aku pikir Rernaldy yang menghubungi karena perlu sesuatu, ternyata yang kedengaran adalah suara wanita.

“Halo, ini Hari ya?”, kata suara disana.

“Ya, ini siapa ya?”, jawabku.

“Aku Lani, istri Rernaldy. Masih inget ga?”

“Oh, iya, masih inget. Aku kira siapa..? ada apa nih Lan?”

“Gini Har, aku ingin ketemu dengan kamu. Boleh aku ke rumah kamu? Kamu lagi sendirian di rumah?”

“Boleh aja, dulu aku pernah ke rumah kamu, sekarang boleh aja kalian main ke rumah aku. Kalian datang berdua?”

“Nggak, aku datang sendiri saja. Rernaldy sedang pergi dengan temannya.”

Sempet bengong juga aku mendengar pernyataan itu. Ada apa gerangan? Mau apa Lani ke rumah aku sendirian sore-sore begini? Banyak pikiran campur aduk di otakku.

“Halo.. halo.. haloo.. Hari, kamu masih disitu?”

“Eh.. oh.. iya Lan.. Oke, kamu boleh ke rumahku kok sekarang. Aku cuman bingung aja mau siapin makanan apa buat kamu.”

“Ngga perlu repot-repot lagi Har, biasa aja. Aku berangkat yah sekarang.”[

Jarak antara rumahku dengan rumah Rernaldy memang cukup jauh, rumahku terletak di daerah Jakarta Barat sedangkan Rernaldy di Jakarta Utara. Perlu waktu sekitar 45 menit untuk ingin ke rumahku jika dari Jakarta Utara. Rumahku tidak terlalu besar memiliki halaman depan yang cukup untuk satu mobil. Aku memelihara sepasang anjing jenis ukuran yang tidak bisa besar. Rumahku memiliki 4 ruangan kamar, satu kamar terletak di loteng rumah.

Sebenarnya ini adalah rumah orang tuaku, namun mereka saat ini sedang pergi keluar negeri sehingga tinggallah aku sendiri di rumah dengan seorang pembantu yang tidak menginap, pembantuku ini hanya datang pada pagi dan sore hari setelah aku pulang kerja dan pada hari sabtu atau minggu, dia datang pagi hari untuk membersihkan rumah. Sedangkan anjing-anjingku aku sengaja sediakan makan dan mnumnya berlebih di tempatnya supaya mereka tidak kehausan dan kelaparan jika aku pergi kerja.

Setelah membersihkan rumah seadanya, aku menunggu kedatangan Lani sambil menonton televisi. Sambil menunggu, pikiranku tidak bisa konsen ke TV. Banyak pikiran yang berkecamuk dalam otakku mengenai kedatangan Lani yang sendirian ke rumahku. Sekitar setengah jam menunggu akhirnya terdengar suara mobil di depan rumah. Aku segera keluar untuk melihat; ternyata memang Lani yang datang sendirian. Langsung saja aku persilahkan dia masuk, begitu melihat ada tamu, langsung saja anjingku pada ribut.

“Ehh.. kamu pelihara anjing ya, lucu bangeet”, kata Lani sambil mendekati anjingku lalu mengelusnya.

“Iya. Kamu suka anjing juga”

“Suka banget”

Kemudian aku persilahkan Lani masuk dan duduk di ruang tamu sementara aku menyiapkan minuman untuk dia.

“Kamu kok tidak datang bersama Rernaldy? Biasanya kemana-mana berdua melulu?”

“Memangnya harus sama dia terus kalau kemana-mana?”

“Iya dong, apalagi kamu sekarang datang ke rumahku, kalau ketauan sama dia kan, ntar gimana jadinya nanti?”

“Ah.. sudahlah, hal kayak begituan biar aku yang urus dengan Rernaldy”, Kata Lani lebih lanjut.

“Gini Har, aku ingin ngobrol-ngobrol sama kamu nih tentang masalah bisnis.”

Kami pun berbicara masalah bisnis, ternyata dia kerumahku untuk berbicara mengenai bisnis baru yang akan dirintisnya dan meminta bagaimana pendapat aku dari segi akunting dan manajemennya. Pembicaraan tersebut berlangsung kurang lebih selama satu jam. Sambil berbicara konsentraasiku agak terganggu karena duduk bersebelahan dengan Lani dan hampir berdekatan. Kadang-kadang kalau sedang bicara bertatapan ingin sekali rasanya mencium bibirnya soalnya hanya berjarak sekitar 45 cm.

Saat itu Lani berpakaian cukup sederhana, hanya mengenakan kaos dan celana jeans. Namun aku suka sekali apabila melihat perempuan yang berpenampilan seperti itu. Sedangkan aku sendiri tadinya hanya memakai celana hawaii dan kaos tapi setelah kedatangan Lani, aku langsung mengganti dengan celana panjang.

Akhirnya pembicaraan mengenai bisnis pun selesai, kami pun bersandar lega di sofa yang kami dudukin. Sekarang otakku benar-benar sudah gak karuan deh, pingin rasanya untuk mencium Lani tapi bagaimana caranya? Otakku memutar dengan keras dan akhirnya aku mengambil keputusan untuk mencoba menyenggol tubuhnya. Tanganku dengan sengaja aku bentangkan kedepan badan dia seakan-akan aku sedang meregangkan otot dan menyentuh tangannya.

“Kamu cape ya Har setelah ngomongin bisnis?”, kata Lani.

“Iya nih, kalo dipijit enak nih kayaknya”, pancingku.

“Sini biar aku pijitin”, kata Lani sambil memegang punggungku.

“Ntar dulu ah, mao nyalain musik dulu”

Akupun mulai menyalakan musik, maksudku supaya suasananya nyaman. Kemudian aku mulai duduk membelakangi Lani dan ia mulai memijit punggungku.

“Gimana har? Enak gak pijitanku?”, kata Lani disamping telingaku.

“Enaak..”

Aku pun memalingkan wajah menghadap Lani maksudnya ingin bicara sesuatu tapi karena wajah kita berdekatan seperti itu, aku lupa tidak tau mau omongin apa. Situasi saat itu sempat hening sebentar, lalu entah siapa yang mulai, kami pun berciuman dengan penuh hasrat. Langsung aku membalikkan badan dan memeluk tubuh Lani dan membaringkan dia di sofa. Lani hanya diam saja diperlakukan seperti itu. Sepertinya dia menikmati banget ciuman ini. Aku tidak mendengar suara apapun dari Lani, hanya..

“Mmh.. urm.. ss..”

Itulah yang terdengar pada waktu kami ciuman. Aku menciumi bibirnya dengan sangat lembut meskipun aku sebenarnya bernapsu banget. Dengan lembut aku mainkan lidahnya, bibirnya. Aku memainkan lidahku didalam mulutnya, kadang-kadang aku tarik lidahnya dengan gigiku saat ada di dalam mulutku. Sambil berciuman aku melihat matanya, ternyata dia menciumku sambil memeramkan matanya, sungguh pemandangan yang menambah laju birahiku.

Aku terus menciumi bibirnya, kadang ciumanku lari ke kupingnya serta lehernya. Sengaja aku tidak terlalu napsu menciumi lehernya supaya tidak meninggalkan bekas yang bisa mencurigakan. Demikian juga dengan Lani, ia menciumi seluruh wajah dan leherku dengan bibirnya, saat itu perasaan geli seakan-akan ingin memeluk Lani erat-erat sungguh tak tertahankan.

Sejenak kemudian kami mengehentikan akivitas kami karena handphone Lani berbunyi,

“Kamu angkat dulu deh, siapa tahu suami kamu”, kataku sambil tersenyum.

“Oke”, jawabnya tersenyum pula.

Lalu Lani mengangkat telpon dan memang benar dari Rernaldy suaminya. Begitu tau dari suaminya, aku langsung mendekati dia, maksudnya untuk mendengarkan pembicaraan mereka dan membantu kalau-kalau Lani tidak bisa jawab. Tapi aku tiba-tiba berubah pikiran dan mendekati Lani dan memeluk dia dari belakang sambil menjilati kupingnya.

Lani sempat berbalik dan memelototi aku tapi aku tidak peduli. Aku tetap mendekati dia dan menjilati lehernya. Tanganku pun mulai menyusup ke dalam kaosnya dan lebih dalam lagi menyusup ke dalam BH-nya. Akupun bisa menjamah putingnya. Begitu aku merasakan putingnya, aku pun mulai memainkannya dengan jari-jari tanganku.

Sementara itu Lani sudah tidak bisa mencegahku lagi, diapun mulai menikmatinya dan malahan dia membuka kaosnya dan duduk di sofa kembali. Semua itu dilakukan sambil ia berbicara dengan suaminya di telpon. Lani memberikan alasan bahwa dia sedang jalan-jalan di sebuah gallery busana. Aku juga segera melepaskan baju dan celana panjangku.

Ketika Lani sudah duduk di sofa, akupun mulai menciumi tetenya, aku meremas-remas payudara Lani dengan napsu, aku jilatin putingnya dan kadang aku gigit putingnya dengan bibirku. Aku lalu melihat ke wajah Lani.. wahh.. wajah yang pasrah tapi dia masih melihat ke aku sambil memberi isyarat bahwa dia lagi telpon.

Selingkuh Dengan Istri Dari Rekan Kerja

Sebenarnya dia sudah tidak tahan lagi ingin melepas semuanya tapi karena ia masih nelpon maka ia terpaksa menahan semua gejolak tersebut. Aku tau bahwa saat ini dia sedang berusaha sekuat tenaga untuk tidak berteriak ataupun mendesah karena rangsanganku; yang Lani bisa lakukan adalah menggeliat-geliat tidak keruan berbaring di atas sofa di bawah tubuhku.

Ketika kemudian telpon sudah selesai, Lani langsung mengeluarkan gejolak yang tertahan dari tadi,

“Aahkk.. Harrii..”, teriak Lani.

“Gila kamu ya Har, itu tadi kan si Rernaldy, kalau aku kebablasan tadi gimana coba?”, katanya memarahi tapi dengan nada menggoda.

Aku cuma tersenyum saja, “Tapi kamu suka kan Lan?”

“Iya sih..”, lanjutnya tersenyum.

Lalu kami pun melanjutkan kegiatan yang tertunda itu. Aku mulai membuka celana jeansku dan celana jeans Lani beserta dengan celana dalamnya. Aku menciumi paha Lani yang bagian kiri dan meremas pahanya yang kanan. Aku jilatin sambil terus bergerak bergerak ke bagian selangkangannya. Selama itu juga tubuh Lani tidak bisa diam, selalu bergerak dan mendesah. Sampai akhirnya aku menjilati pas di memeknya Lani. Aku terus melakukan kegiatan ini dengan penuh napsu, aku memainkan itilnya sambil kadang-kadang aku hisap dalam-dalam dan aku kulum dengan bibirku.

Selama aku melakukan ‘serangan’ kepada Lani, dia terus berteriak, mendesah, dan menekan kepalaku kuat-kuat seakan-akan tidak mau membiarkan kepalaku pindah dari selangkangannya. Suara yang ditimbulkan oleh Lani membuat aku tambah bergairah dalam melakukan kegiatanku tersebut. Aku menjilati memek Lani makin liar, aku permainkan memeknya sampai dalam dengan lidahku dan jari-jari tanganku juga mulai masuk ke dalamnya sampai akhirnya.. aku merasakan kaki Lani menjepit kepalaku dan tangannya menekan kepalaku sangat kuat serta pinggulnya terlihat menggelinjang dengan dahsyat.

“Aahh, Harii, uhh”

Ternyata Lani sudah mencapai klimaksnya yang pertama dalam permainan ini. Aku melihat sebentar ke arah Lani dan dia menatapku sambil tersenyum.

“Kamu hebat Hari, aku suka sekali”, katanya.

“Masa sihh? Aku masih belum apa-apa nih”, jawabku sambil mencium bibirnya.

“Aku maenin yah kontolmu?”,

“Itu yang aku tunggu sayang”, bisikku di telinganya

Maka aku pun segera mengambil posisi duduk bersandar di sofa dan dia perlahan mulai jongkok di hadapanku. Mula-mula ia mengelus kontolku dengan tangannya, kontolku dielus olehnya dari bijinya sampai ke ujung kepala kontolnya. Lalu ia mulai menjulurkan lidahnya ke ujung kontolku. Begitu lidahnya menyentuh kontolku, aku merasa agak sedikit geli. Kemudian Lani langsung memasukkan seluruh kontolku ke dalam mulutnya.

Wah, perasaanku saat itu benar-benar nikmat sekali, urat-urat kontolku yang bergesekkan dengan bibir dan lidahnya memberikan suatu sensasi yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Saat itu yang bisa aku lakukan hanyalah menggeliat-geliat kenikmatan sambil membelai-belai rambutnya Lani. Terkadang giginya Lani menyentuh salah satu bagian kontolku, sakit dikit sih, namun itu tidak mempengaruhi sensasi nikmat yang diberikan.

Saat itu kontolku benar-benar diberikan sensasi yang begitu dahsyat, titik-titik syaraf yang ada di seluruh kontolku tidak ada yang tidak tersentuh oleh bibir dan lidahnya Lani, benar-benar permainan yang membuat aku tidak dapat bertahan lama dan akhirnya aku mulai merasakan sesuatu yang mendorong dari dalam dan mengeluarkannya.

“Ahh..”

Hanya itulah kata yang bisa keluar dari dalam mulutku saat semuanya tertumpah keluar. Akupun terbaring lemas namun terasa rilex banget dengan Lani bersandar di dadaku. Tidak ada kata yang keluar dari mulut kami berdua saat itu. Setelah diam selama sekitar 10 menit, Lani mulai meremas-remas kontolku lagi sambil memandangku.

“Kamu mau lagi ya Lan?”

“Hmm..”, jawabnya sambil terus meremas kontolku.

Diberi rangsangan seperti itu, tidak berapa lama kemudian kontolku sudah mulai kekar berdiri lebih tegak daripada tadi. Menurut pengalamanku dan cerita teman-teman, kontol seorang lelaki akan lebih kekar pada ronde kedua daripada ronde pertama dan akan berlangsung lebih lama. Lani terus meremas-remas dan mengelus kontolku kemudian mengulumnya di dalam mulutnya. Akupun mulai mencari-cari daerah dada Lani untuk memainkan kembali tetenya. Begitu aku mendapatkannya, langsung aja aku membaringkan Lani di sofa kembali dan melanjutkan mengulum puting susunya.

“Aacchh..”, Lani menjerit keras-keras ketika aku menggigit-gigit putingnya

Rambutku diacak-acak olehnya dan dia mendekap erat-erat kepalaku di dadanya sehingga aku agak kesulitan untuk bernapas. Setelah puas memainkan dadanya, akupun kembali turun ke selangkangannya. Pertama-tama aku mainkan bulu-bulu yang mengitari selangkangannya, aku jilatin bibir memeknya dan aku mainkan itilnya. Saat itu, Lani sudah mendesah dan menggeliat-geliat tidak karuan. Aku sudah merasakan memeknya Lani sudah basah lagi dan sepertinya dia akan mencapai klimaksnya kembali. Namun dengan segera aku menghentikan kegiatan menjilatku dan berdiri.

“Kenapa Har..?”, tanyanya lemas.

“Ah, tidak”, jawabku tersenyum.

Kemudian aku membuka selangkangannya dan mengarahkan kontolku ke lubang itu. Mula-mula aku mengusap-usapkan ujung kontolku ke bibir selangkangannya dan pelan-pelan aku masukkan kontolku ke memeknya Lani.

“Aahh.. Har.. ayo..”, desah Lani.

“Aku masukkin yah sayang..”, kataku.

“Iyaah.. ohh.. c’mon honey..”

“Oke..”

‘Zleeb..’ kontolku langsung aku masukkan ke dalam memek Lani.

“Aacchh..”, teriak Lani.

“Gimana sayang..?”, kataku sambil menciumi bibirnya.

“Harr.. ochh.. yesshh.. teruskann..”

Kemudian aku mulai menggerakkan kontolku dalam memeknya, aku putar, aku goyang dengan berbagai macam cara, pendek kata aku mencoba untuk memberikan kenikmatan pada Lani dengan kontolku itu.

“Harr.. ah.. enak bangett.. uhh..”, desah Lani sambil memandangku

“Enak yah Lan..?”

“Iyah.. ohh.. goyang terus.. Har..”,

Kami melakukannya dengan penuh gairah, kadang aku mengambil posisi di atasnya menindih badannya sambil memegang telapak tangannya di telentangkan kiri kanan, kadang juga dia yang di atas menindih tubuhku dan aku mendekap dia erat-erat sambil meremas-meremas pantatnya dan dia terus bergoyang kadang berirama kadang tidak. Sampai akhirnya kami sama-sama merasakan ada sesuatu yang keluar dari diri kami masing-masing. Perasaan itu benar-benar merupakan sensasi yang luar biasa bagi kami berdua.

Kami pun terbaring lemas di sofa itu, Nina berbaring didekapan dadaku. Pengalaman ini sungguh-sungguh diluar dugaanku sebelumnya ternyata aku telah mengkhianati temanku dengan meniduri istrinya dan mungkin juga pikiran Lani sama denganku bahwa ia sudah mengkhianati suaminya hanya karena selingan belaka.

“Lan, kamu menyesal sudah melakukannya denganku?”, tanyaku padanya.

“Sedikit sih ada perasaan menyesal, tapi aku tau kok kalau Rernaldy itu sering selingkuh di belakangku”, jawabnya lagi.

“Jadi aku lakukan ini karena ingin membalasnya saja.”

“Ohh begitu”

Tidak kusangka sama sekali, Rernaldy yang aku kenal sebagai orang yang baik ternyata sudah menyakiti istrinya beberapa kali.

“Hari, kamu jangan marah ya dengan kelakuanku ini”

“Tentu aja tidak”, jawabku tersenyum.

“Kalau kamu butuh sesuatu lain hari aku bersedia kok bantu kamu.”

“Terima kasih ya”

Waktu jugalah yang memisahkan kami hari itu, setelah membersihkan diri kemudian Lani pulang meninggalkanku yang penuh dengan pikiran, apa yang akan aku lakukan? Apakah aku akan terus berhubungan dengan Lani? Apakah aku akan berteman terus dengan Rernaldy? Apakah yang akan terjadi kalau kami ketahuan Rernaldy? Pusing aku memikirkan hal itu, akhirnya aku putuskan untuk menjalani saja semuanya sesuai dengan alurnya nanti, namun yang pasti aku menikmati masa-masa bersama Lani tadi sore.

Cerita sex : Akibat Hutang Istriku Digarap

Dan akhirnya akupun pergi tidur dengan lelap malam itu memimpikan kejadian yang mungkin akan terjadi hari-hari berikutnya dengan Lani atau dengan siapapun.

#Selingkuh #Dengan #Istri #Dari #Rekan #Kerja