Kisah Sex Dengan Dosen Cantikku Terbaru Malam Ini

Kisah Sex Dengan Dosen Cantikku

Pengalaman ini terjadi beberapa waktu lalu dengan seorang dosen pembimbing di tempatku kuliah. (Oh yach, aku kuliah di PTS terkenal di kota Apel dengan jurusan teknik komputer). Saat ini aku masih tahun terakhir kuliah. Kejadian ini sebenarnya sebelumnya belum ada di otakku, hal ini terjadi di luar keinginanku, tapi dasar nafsu kalau sudah menjadi raja maka tidak akan tahu lagi berbuat apa.

Sebut saja nama dosenku Juliet, orangnya sexy dan cantik, umurnya berkisar 32 tahun. Kulitnya putih bersih 100 % dan super mulus sekali, tingginya sekitar 168 cm, bodinya super bagus banget, orang bilang seperti gitar Spanyol, lingkar pantatnya super bulat, pinggangnya super ramping dengan buah dada yang ranum berukuran, setelah kejadian tersebut Kuketahui 36B, pokoknya “endang” dech.

Aku biasanya memanggil dosenku ini dengan sebutan “Ibu”, Ia dosen tetap di Universitasku, bidangnya Kalkulus (untuk mahasiswa teknik pasti tahu). Aku senang belajar dengannya, ia pandai sekali dan paham sekali bagaimana mengajar yang baik dan ia sangat disiplin terhadap mahasiswanya. Saat awal-awal kuliah, tidak ada yang spesial yang terjadi antara aku dengannya, yach biasa saja, layaknya mahasiswa yang lain, tapi tanpa kusadari Bu Juliet selalu memperhatikanku (kuketahui setelah ini).

Tapi setelah menjelang ujian tengah semester aku mulai curiga dengan gerak-gerik dan perhatiannya padaku. Kalau tidak salah waktu itu aku datang agak telat sehingga pelajaran untuk sesaat berhenti. Bu Juliet memperhatikanku, aku dapat bangku di urutan paling depan (yach, biasanya bangku paling depan selalu paling akhir diisi).

Sejenak kupikir ia melihatku terlalu lama karena aku datang telat, tapi setelah pelajaran mulai ia selalu melirik kepadaku, dan aku sadar sekali tentang hal itu dan aku menjadi risih karena hampir setiap 3 menit ia selalu melirikku, dan aku lebih risih lagi ketika ia melirik bagian selangkanganku yang waktu itu aku memakai celana yang agak super ketat (Jeans 010), sehingga bagian selangkanganku kelihatan menggelembung, (mungkin penisku kebesaran yang menurut Bu Juliet setelah kejadian ini).

Aku waktu itu makai baju kemeja, aku berusaha menutupi bagian selangkanganku dengan kemeja yang kupakai sebagai jaket. Karena sering melirik maka ia mengajar pelajaran jadi sering salah, ini terbukti dengan perkatannya, “Kok saya sering salah yach.. ” hal ini dikatakannya setelah ia berbuat kesalahan untuk ke-1001 kalinya. Dalam hatiku berkata, makanya jangan melirik yang tidak-tidak dong.

Hal itu berlangsung hingga 3 kali pertemuan, dan juga ia sepertinya lebih mendekatkan diri padaku, tapi aku tetap jaga image antara aku dengan dosen tentu aku berusaha sebaik mungkin padanya walau aku bertanya-tanya dalam hati apa ia tidak puas sama suaminya (Mas Fadli yang ternyata mengalami impoten). Hingga ujian tengah semester berlalu, aku tahu ujianku banyak yang betul dan aku tahu nilaiku bisa berkisar antara A atau B. Tapi saat itu ia memanggilku ke ruangannya sehabis kuliah usai.

“Son.. Nanti kamu ikut saya ke ruangan saya!”

“Baik, Bu.. Tapi ada apa yach Bu..” jawabku ingin tahu.

“Tidak ada apa-apa, saya ingin minta tolong pada kamu satu hal..” jawabnya dengan penuh senyum di bibirnya yang sensual.

Aku bertanya-tanya dalam hati ada apakah gerangan, sekilas terpikir olehku ia akan mengajakku melakukan.. Tapi kubuang pikiranku itu jauh-jauh takut-takut nanti ia bisa mengerti pikiran orang lagi. Aku mengikutinya dari belakang menuju ruangnya yang terletak cukup jauh dari keramaian mahasiswa.

Dalam perjalan ke sana aku berusaha untuk tetap untuk tidak negatif thinking, dengan cara berbicara dengannya apa saja tentu berhubungan dengan kuliah yang diberikannya tadi karena memang aku agak kurang paham karena pikiranku terbelah-belah. Sesampai di ruangnya ia duduk di kursinya dan aku tetap berdiri karena memang kebetulan di situ hanya ada satu kursi, dan aku memberanikan diri untuk bertanya padanya.

“Ada apa yach Bu, sehingga saya harus ikut Ibu ke ruangan Ibu..?” tanyaku penasaran.

“Begini, kemarin Ibu sudah membuat semua daftar nilai hasil ujian MID semua mahasiswa yang kuliah dengan Ibu, tapi daftar tersebut tanpa sengaja hilang entah kemana..” jelasnya.

“Jadi.. Bu..?” tanyaku tidak sabaran.

“Jadi Ibu pingin minta tolong, sama kamu untuk membantu Ibu untuk membuat daftar itu lagi, padahal kalau Ibu sendiri yang membuatnya harus makan waktu 2 malam, karena harus teliti..” jelasnya lagi.

“Gimana, dengan hasil ujian saya Bu..?” tanyaku lagi untuk menyakinkan hasil dengan prakiraanku.

“Karena itulah Ibu minta tolong sama kamu, kamu dapat nilai A plus untuk ujian ini, jadi Ibu pikir kamu sanggup membantu Ibu,” pintanya dengan sedikit nada memohon.

“Plusnya apaan bu..” tanyaku menggoda.

“Ahh.. Kamu ada-ada aja..” katanya sambil mencubit lenganku.

“Kapan Sony harus membantu Bu..?” tanyaku singkat karena aku bangga dengan hasil ujianku yang baru kuketahui.

“Kamu tidak kemana-mana kan malam ini..?” tanyanya.

“Tidak.. ” balasku singkat.

“Malam ini aja yach, kamu tau kan alamat ini,” seraya ia sambil menyodorkan alamatnya.

Tanpa sengaja kertas itu jatuh. Aku mengambil kertas itu dengan membungkukkan badan, ia pun berniat menggambilnya, posisiku dengannya dekat sekali bahkan aku bisa mencium bau parfumnya yang menggairahkan.

“Maaf Bu.. ” ucapku padanya.

“Tidak apa kok Son.. ” katanya. Bibirnya sensualnya sembari memberi senyuman yang memikat. Aku bahkan bisa mencium nafas segarnya yang harum.

Jam 7: 30 malam aku berniat menepati janjiku pada dosenku yang satu ini. Aku mandi, dan berdandan dengan rapi, dan tanpa menunggu lagi ku-stater mobil pinjaman ke alamat yang tadi kusimpan. Tanpa kesulitan aku sampai alamat yang dituju karena memang aku sudah hafal keadaan kotaku. Rumahnya besar sekali dengan 2 lantai, dengan halaman yang luas dan pagar yang tinggi, di sisi bagian kanan belakang dapat kuterka ada kolam renang, berarti menandakan ia orang yang cukup kaya.

Aku masuk dengan pagar yang dibukakan oleh satpam jaga dan langsung tanpa mengetuk pintu ia keluar dan menyuruhku masuk. Aku tertegun dengan kedaannya, ia memakai gaun tidur berwarna merah muda, yang tipis dan panjangnya, hanya sampai lutut. Rambutnya panjangnya di biarkan tergerai, aku terdiam beberapa saat. Betapa cantiknya dia malam itu, maupun dengan keadaan rumahnya, ruangan tamunya tertata dengan rapi, baik perabotannya maupun kedaan sofanya yang kelihatannya berharga jutaan rupiah, maupun furniture lainnya.

“Hayo, masuk Son..! lagi mikirin apa sich..” tegurnya membuyarkan lamunanku.

“Ah.. Tidak apa kok Bu.. ” ucapku sekenanya.

Aku melangkah masuk dan duduk di ruangan tengah karena ia menyuruhku untuk mengikutinya di ruangan itu.

“Mau minum apa Son..” tanya pemilik bibir manis ini.

“Apa aja dech Bu asal jangan es teh aja Bu..” kataku. Masalahnya saat itu hujan mulai turun dengan lebat saat aku masuk ke rumah mewah ini.

“Coklat panas, mungkin bagus yach buat kamu..” tanyanya.

“Iya dech Bu, coklat panas aja..” jawabku. Karena aku memang suka sekali coklat.

Setelah berbincang sebentar, aku menanyakan pekerjaan yang akan kubantu. Tapi bagus juga untuk menghilangkan kekakuan antara kami. Dan aku jadi tahu kalau suaminya seorang pengusaha kaya dan sekarang sedang berada di luar negeri untuk mengembangkan usahanya di sana.

Bu Juliet sampai sekarang belum mempunyai anak. Dan di rumah itu sekarang hanya aku dan dia, sedangkan pembantunya, suami istri tinggal tidak jauh dari rumah mewah ini dan datang dari pagi hingga sore. Satpam 1 orang dan akan tetap berada di posnya hingga pagi. Berarti hanya ada aku dan dia di rumah ini.

“Oh Yach, Bu, mana hasil ujiannya..” tanyaku setelah ngalor-ngidul kemana-mana.

“Oh iya, jadi kepanjangan ngomongnya,” seraya memberi senyuman dan tawa kecil.

Ia memintaku untuk ikut ke ruangan kerjanya yang terletak di dalam kamar pribadinya, semula aku menolak karena tidak sopan masuk ke kamar seorang wanita yang suaminya tidak di rumah. Tapi karena sedikit paksaan aku mau juga. Kamarnya besar sekali artinya begitu indah, dengan luas kira-kira 7 m x 5 m, bayangkan saja bathtubnya terletak di dalam kamar dengan gaya Romawi, sedangkan meja kerja terletak di seberangnya 2 kursi dan di dalamnya dilengkapi televisi layar datar 60 inci, dan elektronik lainnya. Aku duduk di kursi kerjanya dan tiba-tiba ia merangkulku.

“Son.. Sebenarnya tidak ada yang namanya daftar nilai, daftar nilai hanya ada jika udah ujian semester,” katanya begitu lembut hingga hampir seperti berbisik di telingaku. Aku bingung, masih belum hilang bengongku ia berbisik di telingaku dan mencium telingaku.

“Son.. Bantu Ibu ya, puaskan Ibu.. Ibu kesepian sekali..” katanya.

“Tidak mungkin Bu..” aku setengah menolak tapi tidak mencegahnya untuk membuka kancing kemejaku satu persatu.

“Kamu mengerti kan, keadaan seorang istri yang tidak pernah dapat kepuasan oleh suaminya, Mas Fadli nggak bisa bertugas seperti lelaki normal alias impoten.. Please Son..” kata Ibu Juliet setengah memohon.

Aku jadi kasihan dan detik berikutnya aku berdiri dan membiarkan dia melucuti satu persatu pakaianku dan sampai aku telanjang bulat, matanya tak berkedip manatap kemaluanku yang tegak berdiri dengan kerasnya.

“Bu.. Jangan cuma dilihat dong Bu..” kataku sedikit bercanda.

Kisah Sex Dengan Dosen Cantikku

“Punyamu keras sekali..” balasnya dengan nafas sedikit memburu menandakan ia terangsang dan betul-betul bernafsu.

Kemudian aku mendekatinya dan mencium bibirnya dengan lembut serta melumat bibirnya yang sensual, bahkan lidah kami saling memilin, tangan kiri menggosok tengkuk dan pundaknya sedangkan tangan kananku meremas buah dada indah milik orang yang sebelumnya kuhormati, putingnya kuputar dengan lembut walau masih diluar gaun sutra yang lembut ini. Lain halnya dengan tangan Bu Juliet, tangan kanannya mengocok-ngocok kemaluanku yang tadi sudah sangat tegang, dan tangan kirinya berusaha melepaskan ikatan gaun tidurnya.

Aku pun membantunya melepaskan gaun tidurnya itu, dan ia langsung bugil, ternyata tanpa menggunakan BH, ia juga tidak menggunakan CD. Aku meneruskan aksiku ini, bahkan sekarang tangan kiriku meremas payudara kanannya dan tangan kananku meremas pantatnya yang aduhai, bibirku menghisap bibir bawahnya, air ludah kami bercampur terasa manis dan lidahku berusaha masuk ke dalam bibirnya.

Setelah puas berpagutan, aku mulai turun ke lehernya yang jenjang dan terus ke tengah-tengah buah dadanya yang padat berisi yang sedikit sudah turun, aku mendorongnya hingga ia bersandar pada dinding. Lidahku kemudian menghisap-hisap puting payudaranya dengan kuat, ia merintih keenakan.

“Oh.. Ohhmm.. Enak sayang..!” desahannya menambah semangatku untuk menghisap lebih kuat. Bahkan seluruh payudaranya kujilati dan kucupang dengan kuat, sehingga ia tambah kuat merintih.

“Ahh.. Ahhm ohh..” erangnya.

Aku semakin menggila, puas dengan yang kiri kuganti dengan yang kanan hingga meninggalkan bekas yang memerah. Aku begitu gemas dengan benda kenyal yang semakin mengeras itu, makanya kukeluarkan jurusku yang pernah kubaca di buku-buku tentang cara membuat pasangan lebih terangsang, tapi untuk pengalamannya baru ini yang pertama. Aku kemudian turun ke bawah dan terus ke selangkangannya, baunya harum, jauh dari yang kuperkirakan sebelumnya, tanpa pikir panjang aku kemudian menjilati klitorisnya hingga semakin keras desahannya.

“Ahh.. Aaahh.. Ohmm.. Enak sayang yach di situ.. Ohmm..” erangnya lagi.

Tidak puas dengan cara berdiri seperti ini aku kemudian mengangkatnya ke atas meja dan mengangkangkan kakinya selebar mungkin dan aku duduk di kursi. Kemudian aku kembali mengeluarkan lidahku dan mengulas klistorisnya dan aku berusaha memasukkan lidahku sedalam mungkin dalam lubang vaginanya, seperti yang pernah kulihat diblue film. Kemudian lidahku semakin ke bawah dan aku menjilati anusnya tanpa merasa jijik.

“Kaammu.. Pinntarr.. Saayyaanng.. Oh ennakh sekaallii lidah kamu..” desahannya semakin kuat.

Mungkin kalau ruangan itu tidak kedap suara pasti sampai kedengaran hingga ruang tengah.

“Yach.. Bu.. Aku akan menjilati sampai Ibu puas..” ucapku sesat melepaskan jilatanku dan kembali menjilati anusnya.

Aku mengangkat kaki Bu Juliet ke atas dan kembali menjilati anusnya karena ia tahu aku menjilati anusnya ia menahan nafasnya sehingga kelihatan seperti sedang buang air, dan lubang anusnya perlahan membuka. Tanpa membuang kesempatan lidah bermain lebih dalam ke dalam lubang anusnya dan terus dan kembali ke liang kemaluannya yang semakin banjir oleh cairan kewanitaannya lalu kujilati dan sesaat kemudian ia memekik dengan kuat.

“Ah.. Ahh.. Soonn.. Ibuu tidak tahan lagi, masukin sakarang yach..” ujarnya di tengah desahannya semakin menjadi yang menambah semangatku.

Aku menyukai vaginanya, habis cairannya terasa sedikit asin dan enak, mungkin gurih bagiku. Aku tak peduli dengan permintaannya, lidahku semakin terus menjilati kemaluannya dan jari tengahku keluar masuk di lubang anusnya, sampai akhirnya.

“Ahh.. Ohhmm.. Ibuu, maauu keluuaarr saayaanng..” erangnya dan..

“Croott.. Creett.. Croot..” tubuh Bu Juliet mengejang dan kaku dan kemudian lemas setelah mengalami orgasme yang hebat, lidahku kubiarkan di dalam dan terasa otot vaginanya menjepit dan meremas lidahku.

Terbayang olehku pasti enak sekali jika batang kemaluanku yang ada di dalam liang kemaluannya ini. Lima menit kemudian kujilati dan kubersihkan kemaluannya dengan lidah, cairan maninya kujilati dan kutelan semua, habis rasanya enak dan aku suka sekali. Ia kembali terangsang dan aku kemudian berbisik kepadanya untuk pindah di tempat tidur.

Aku menggendongnya dan menghempaskannya di tempat tidur, kakinya kubiarkan terjuntai ke bawah dan aku kembali mengangkang kakinya lebar-lebar dan kembali kujilati kemaluannya tapi lima menit kujilati ia duduk dan mendorong tubuhku.

“Sayang.. Sini Ibu pingin ngisep penismu..” katanya seranya memegang dan mengocok batang kemaluanku yang tegangnya sudah maksimal.

Ia berusaha memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya yang mungil. Pertama ia menjilati kepala kemaluanku, rasanya badanku terasa kesetrum keenakan, seluruh syarafku rasanya tegang, dan detik kemudian ia berusaha memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya. Baru sampai setengahnya aku menekan pantat ke depan, tanganku memegang kepala Bu Juliet.

“Ehk.. Akhh..” mulutnya tercekat tapi ia tak berusaha mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya, akhirnya dengan usaha yang cukup lama kemaluanku masuk semua ke dalam mulutnya hingga ke pangkalnya.

Terasa sedikit ngilu ketika giginya menyentuh kepala kemaluanku, dan terasa benar olehku kepala kemaluanku sampai di tenggorokannya. Bu Juliet menatapku dengan bangga dan kemudian mengeluarkan dari mulutnya, dan setelah keluar ia menghisap dan mengocok serta mengeluar-masukkan kemaluanku ke dalam mulutnya.

“Ahh.. Ehh.. Eeennaakkhh..” ujarku sambil memegang kepalanya seolah-olah aku sedang menyetubuhi mulutnya.

15 menit berlalu dengan posisi ini aku kemudian mengangkatnya, dan menelentangkannya di atas spring bed mewah ini dan mengangkangkan kakinya lebar-lebar dan mengarahkan kemaluanku ke lubang senggamanya, kugosokkan kemaluanku pada klistorisnya, ia mendesah keenakan.

“Oohh.. Ennakhh Sayang ayo masukkan sekarang..!” pintanya.

Aku mengambil posisi lurus dan menekankan pantatku secara perlahan dan ternyata sulit juga memasukkan kemaluanku ke dalam lubang senggamanya, padahal kupikir pasti tidak terlalu sulit karena ia sudah melahirkan 2 orang anak dari lubang ini, tapi ternyata masih sangat sempit dan susah untuk dimasuki. Perlahan kumasukkan sedikit demi sedikit batang kemaluanku ke dalam lubang senggama yang kelihatannya sangat bersih dan lezat dijilati.

“Aahh.. Aoohh.. Terus.. Sayang..” rintihnya saat kemaluanku sudah masukkan 1/2 ke dalam lubang senggamanya dan aku kemudian menekan sedikit lebih kuat, ia memekik kesakitan.

“Auuwww.. Pelan-pelan Sayang.. Sakit.. ” katanya.

“Maaf Bu, Sony bernafsu sekali..” kataku.

Aku kembali menekankan pantatku perlahan dan 3/4 sudah amblas di dalam vaginanya yang kempot ke dalam. Aku kembali menyentakkan pantatku dengan kuat dan ia kembali memekik kesakitan disertai lolongan panjang.

“Aaauuw.. Ahhwww..” desahnya.

“Maaf Bu..” jawabku.

Aku menghentikan dan aku mengatakan bahwa bagaimana kalau istrihat saja dan berhenti saja dulu, tapi ia mencegahku dan malah ia menyuruhku untuk mengocoknya. Aku menurun-naikkan pantatku dengan tempo yang sangat lambat dan menekan kembali dengan sangat lambat, mungkin dengan begini otot vaginanya akan terbiasa menerima kemaluanku.

“Aahh.. Ehhtt.. Ohmm..” desahan Bu Juliet semakin membuatku bernafsu, aku merasakan seluruh kamaluanku dipijat sangat kuat oleh otot vaginanya. Nikmat sekali rasanya.

“Buu.. Ennakh.. Bu, punya Ibuu.. Semppiit sekaali Buu.. Ohmm..”

Aku mendesah dengan kuatnya, aku mempercepat tempo goyangan pinggulku. Keluar masuk dan sepertinya vaginanya sudah mulai terbiasa dengan penisku yang semakin mengeras. Cairan pelicin vagina Bu Juliet mengalir dengan derasnya sehingga menambah mudahnya pergesekan dinding vaginanya dengan batang kemaluanku, hingga berbunyi, “Belbb.. Clebb.. Bleeb.. Clebb..”

Lalu, 15 menit kemudian Bu Juliet sepertinya sudah ngos-ngosan, ia mendekatku erat. Aku semakin bersemangat menaik-turunkan pantatku dengan cepat. Tanganku meremas payudara kanannya dengan kuat dan putingnya kutekan dengan kuat hingga keluar air yang berwarna putih dan ternyata itu air susu dan tanpa ampun aku menyedot puting berwarna coklat muda itu dengan kuat kuremas payudara itu dengan kuat, kedua-duanya tak luput dari hisapanku sehingga rangsangan pada Bu Lia semakin bertambah ini ditandai dengan desahan yang semakin kuat. Akhirnya 5 menit kemudian tubuh Bu Juliet menegang dan ia memeluk dengan erat sekali dan ia berteriak.

“Soonn.. Benamkan yang dalam sayang..” pintanya sambil menggoyang pinggulnya. Tanpa ampun aku menusuknya dengan sangat sehingga terasa olehku pangkal rahimnya.

“Akkuu.. Keluuaarr Soonn.., oohhmm eenaakhh..” pekik Bu Juliet dengan keras dan tubuhnya terasa bergetar hebat menandakan ia benar-benar mengalami orgasmes yang hebat.

“Croott.. Ccreett.. Crooeett..” dan mani Bu Juliet terasa sangat hangat dan banyak, mungkin sampai 7 kali semburan sehingga terasa vagina Bu Juliet becek dan dipenuhi oleh maninya sendiri. Aku membiarkan kemaluanku di dalam vaginanya beberapa saat, kubiarkan dosenku yang cantik ini menikmati orgamesnya sambil memilin payudaranya supaya ia merasa kesempurnaan dari orgasme. 10 menit aku membiarkan kemaluan yang masih tegar dan belum merasakan akan adanya tanda akan orgasme

Dan kemudian Bu Juliet yang bermandikan keringat dan begitu pun tubuhku berkata, “Son.. Kamu hebat sekali, aku sudah 2 kali tapi kamu belum apa-apa.. Sayang..” katanya.

Kemudian aku bangkit dan mencabut penisku yang terasa licin, kemudian kujilati lagi cairan vaginanya sampai bersih, yah hitung-hitung membangkitkan lagi nafsu Bu Juliet. Aku mengambil posisi 69 dan kemudian setelah Bu Juliet kembali bernafsu aku meminta untuk bertumpu pada tangan dan sikunya. Aku akan melakukan doggy style.

Aku memasukkan kemaluan dari belakang dan ternyata tanpa sulit lagi kemaluanku amblas di dalam lubang kemaluannya. “Bless..” Kemudian aku kembali mengocok Bu Juliet dengan penuh semangat, disertai desahan dan pekikan dari Bu Juliet, begitu denganku berteriak dan mendesah dengan kuat.

“Ahh.. Ohhmm.. Eeennaakkhh.. Koccookk yang keenccang sayyaangg..” rintih Bu Juliet.

Aku menjilati lehernya dan tanpa hentinya meremas payudara yang mengeras dan pantatku maju mundur dengan sangat erotis dan beraturan. 15 menit kemudian Bu Juliet kembali mengejang, dan mencapai puncaknya.

“Ohhmm.. Akuu sampaii Soonn.. Sayaanngg..” desahnya dengan tubuh mengejang kaku.

Aku terus mengocoknya tanpa henti bahkan ruangan itu dipenuhi oleh bunyi buah pelir yang basah yang beradu dengan pahanya. “Plok.. Plookk..” Dan bunyi lubang senggama Bu Juliet yang sedang beradu dengan batang kemaluanku. “Bleb.. Bleeb.. Cleeb..” Aku tidak peduli.

“Oh sayaangg ibu capek nih.. Tooloong berhentii sebbeentarr ya,” mohon Bu Juliet.

Aku tahu pasti rasanya ngilu dan geli sekali. Tapi aku tidak peduli bahkan beberapa menit kemudian Bu Juliet kembali mencapai orgasmenya yang keempat dan saat itu aku sudah merasakan aku sudah hampir keluar dan aku mempercepat goyangan pinggulku dan merubah posisiku dengan cara menidurkan Bu Juliet dan mengangkat sebelah kakinya dan memasukkannya dari samping, dan 10 menit kemudian aku merasakan sesuatu yang sudah terkumpul di ujung kemaluanku akan meledak.

“Aaahh.. Buu.. Soonnyy ssammpaii..” rintihku sampai mendekapnya dengan sangat erat.

“Buu kuukeluuarkan diimannaa.. Buu..” tanyaku dalam rintihan.

“Dii.. Dalam aajaa sayaanng..” pintanya sambil mendekapku kuat.

“Saayyaangg.. Iiibuu.. Juugaa sampaii ssaayyaanngg kitaa saammaa saajaa.. Ooohhmm..”

Tubuhku merasakan tegang dan kaku, begitupun Bu Juliet yang orgasme yang kesekian kalinya, dan.. “Crreett.. Ccrrot.. Seerr..” Air maniku dan air mani Bu Juliet keluar bersamaan, kemaluanku sampai ke dasar rahim Bu Juliet. Rasanya penuh sekali dan otot Bu Juliet semakin kuat menjepit kemaluanku. 15 menit aku terdiam menikmati sisa orgasmeku, begitu juga Bu Juliet, kemudian masih dalam keadaan berpagutan Bu Lia memujiku.

“Sayang, belum pernah Ibu merasakan orgasme sampai lima kali dalam satu ronde sebelumnya, tapi baru sekarang, kamu begitu hebat, kamu orang pertama bermain dengan Ibu selain dengan suamiku..” katanya sambil mengecup bibirku.

“Bu, baru sekali ini aku bersetubuh Bu, Ibu yang mengambil keperjakaanku, rasanya enak sekali Bu.. Memek Ibu enak sekali sedotannya asyik,” balasku pada Bu Juliet.

“Kemaluanmu enak sekali.. Sayang, dan rasanya manimu kental sekali Sayang, sampai sekarang rahim Ibu terasa hangat,” ujarnya.

“Boleh tidak Sony ulangi lagi..?” pintaku menatap matanya.

“Tentu saja boleh Sayang, tapi izinkan dulu Ibu istirahat sebentar yach..” katanya sambil memeluk tubuhku.

Aku hanya mengangguk kecil, dan dalam hitungan menit Bu Juliet sudah terlelap, sedangkan aku setelah mencabut batang kemaluanku kupandingi tubuh Bu Juliet dan aku berpikir dan seolah tak percaya aku telah bersetubuh dengan dosenku yang tadinya kuhormati. 2 jam sudah Bu Juliet terlelap dan ketika ia terbangun aku sedang asyik menjilati lubang senggamanya dan lubang anusnya. Jam waktu itu menunjukkan pukul 12:10 karena aku sempat melirik jam dinding.

“Oh Sayang, kamu lagi cari apaan Son..?” tanyanya sedikit bercanda.

“Cari Biji kerang, Bu,” balasku lagi dalam canda.

Kemudian tanpa buang waktu kusuruh ia menungging, aku mau merasakan lubang anusnya. Lalu kuarahkan kemaluanku yang telah mengacung keras ke lubang pantatnya itu.

“Ahh, sayaangg jangan dii situu donng.. ” pintanya.

“Blebb..” Belum habis ia bicara, kudorong pantatku dengan kuat.

“Akhh.. Ehheekk.. ” jeritnya.

“Buu, saya inngin rasakan lubang pantat Ibu..” pintaku sedikit memohon.

“Pelan-pelan yach.. Sakit Sonn.. ” pintanya.

Aku mengocok lubang anusnya dengan penuh semangat, kupikir Bu Juliet tidak akan menikmatinya tetapi malahan ia malah cepat keluar dan bahkan lebih banyak dan lebih sering dari yang sebelumnya dan aku mengeluarkan spermaku di dalam anusnya hingga aku kecapaian dan tertidur dengan pulas, begitu pun dengan Bu Juliet.

Paginya kami mengulangi lagi hingga puas, pukul 11: 30 siang aku pulang karena ada kuliah nanti jam 02:00. Di kampus aku bertemu dengan Bu Juliet, ia hanya melirikku dan memberikan senyuman maut sekilas. Kulihat jalannya agak lain, agak sedikit terangkat, katanya masih sakit di bagian anusnya, habis memang aku memaksanya untuk bermain di situ dan ternyata lebih nikmat. Kata Bu Juliet aku yang pertama mencicipi lubang pantatnya dan menelan maninya.

*****

Sejak saat itu aku semakin sering bermain ke rumah Bu Juliet, yach untuk membantu Bu Juliet menyelesaikan pekerjaannya (hee.. Hee.. Hee..). Tentu asal Bu Juliet tidak menolak, begitupun aku selain nilai Kalkulusku A+ aku juga dikasih uang yang cukup banyak setiap bermain dengan Bu Juliet yang cantik.

Cerita sex : Reuni Yang Berujung Nikmat

Bahkan ia berjanji mau menukar mobil tuaku dengan mobil Ferrari sport. Perlu pembaca ketahui kami tidak melakukan di kamar saja, tapi juga di bathtub, di ruang tengah, ruang tamu, garasi, di kolam renang (di saat malam), dan di dalam mobil bahkan kami juga pernah melakukannya di dalam kelas dan aula di saat mahasiswa telah bubar semua. Huh.. Memang dasar kalau udah jodoh siapapun nggak bakal bisa memisahkan.

 

#Kisah #Sex #Dengan #Dosen #Cantikku

Kisah Sex Diperkosa Tapi Nikmat Terbaru Malam Ini

Kisah Sex Diperkosa Tapi Nikmatt

Pertemanan adalah suatu hal yang sangat penting dalam hidup seseorang dimana kita bisa saling berbagi dan saling menolong dalam kesulitan. Tapi arti pertemanan tidaklah seindah yang sering dibicarakan orang bagi Shindy, saya sebut saja demikian namanya.

Kisah nyata ini dipaparkan oleh responden yang bersangkutan dilengkapi dengan foto diri dan foto lainnya yang terjadi sebagai bukti penguat.

Tapi karena etika yang harus saya pegang teguh, maka data-data pendukung tersebut tidak akan pernah saya ekspose untuk dan kepada siapapun. Menurut pengakuan Shindy, kejadian berikut ini terjadi beberapa bulan yang lalu ketika liburan sekolah anaknya tiba..

Sebagai keluarga dari kalangan atas, menghabiskan waktu liburan berbintang lima di Nusa Dua Bali bukanlah masalah bagi keluarga Shindy. Selama beberapa hari Shindy menghabiskan waktu liburan dengan suami dan dua orang anaknya disana.

Setelah beberapa hari, suami Shindy mengajaknya untuk ke Lombok. Tapi dengan alasan Shindy merasa bosan dengan tempat itu, juga perjalanan dengan kapal fery yang yang cukup makan waktu, maka Shindy menolak ajakan suaminya itu.

Akhirnya suami dan kedua anaknya segera menuju Lombok tanpa Shindy. Shindy, 30 tahun, walau sudah punya anak dua orang tapi penampilan dan gayanya mirip dengan layaknya gadis kota masa kini. Wajah sangat cantik, putih, dan tubuh sintal selalu membuat lelaki manapun akan tertarik. Salah satu nilai lebih dari rumah tangga Shindy adalah kebebasan yang diberikan suaminya kepada Shindy untuk boleh bergaul atau jalan dengan siapa saja asal Shindy selalu jujur kepada suaminya itu.

Hal ini terjadi karena suaminya sangat tahu akan libido Shindy yang sangat tinggi hingga suaminya agak kewalahan dalam melayani kebutuhan seksual Shindy. Dan nilai lebih dari Shindy adalah kejujuran kepada suaminya bila dia jalan dan main dengan pria lain.

Pagi itu di restoran hotel, ketika Shindy sedang makan pagi..

“Hei..!”, terdengar suara diiringi dengan tepukan tangan di pundak Shindy.

“Hei, Dilla.. Bima.. Pak Dika..”, sahut Shindy senang ketika melihat mereka bertiga.

“Mana suamimu?”, tanya Dilla.

“Sedang ke Lombok dengan anak-anak”, jawab Shindy.

“Duduklah di sini, temani aku makan..”, kata Shindy.

Mereka pun segera duduk dan makan pagi bersama satu meja. Dilla dan Bima adalah teman bisnis suami Shindy di Jakarta, sedangkan Dika adalah seorang dokter, duda, yang jadi dokter keluarga Shindy. Dika dikenalkan kepada keluarga Shindy oleh Dilla dan Bima dulunya.

“Nanti malam kita turun yuk? Kita habiskan malam bersama di diskotik”, ajak Bima kepada Shindy.

“Entahlah..”, kata Shindy.

“Loh kenapa? Ayolah Bu Shindy, kita sekali-sekali bergembira bersama”, kata Dika ikut menyela sambil tersenyum menatap Shindy.

“Ikutlah, Shindy.. Masa cuma aku seorang ceweknya..”, kata Dilla.

“Baiklah kalau begitu.. Aku ikut”, kata Shindy sambil tersenyum.

“Kamu tinggal di kamar berapa?”, tanya Bima kepada Shindy.

“Aku di suite room..”, kata Shindy sambil menyebutkan nomor kamarnya.

“Ha? Kalau begitu kita bersebelahan dong..”, kata Dilla sambil menyebutkan nomor kamar mereka.

“Yee.. Kok aku tidak tahu, ya? Kapan kalian check in?”, tanya Shindy.”Semalem. Tadinya kami mau tinggal di kamar lain, tapi karena sudah penuh, akhirnya kami ditunjukkan kamar yang masih pada kosong..”, kata Bima.

“Tau nggak kalau kamar kita terhubung oleh connecting door, Ni?”, kata Shindy kepada Dilla.

“Iya? Berarti kita bisa kumpul-kumpul nih..”, kata Dilla girang.

“Oke deh, Shindy.. Nanti malam kita pergi bareng ke Diskotik, ya?’, ujar Bima.

“Aku bawa minuman enak dari Perancis nanti..”, kata Bima lagi.

“Baiklah. Kalian pada mau kemana?”, tanya Shindy.

“Kami ada keperluan dulu. Bye..”, kata Dilla sambil bangkit diikuti Bima dan Andi, lalu mereka pergi.

Malamnya, dengan memakai T-shirt ketat plus rok katun sangat mini sehingga paha mulusnya tampak dengan indah, Shindy berangkat dengan mereka ke diskotik.

“Kita minum dulu deh agar hangat”, kata Bima sambil menuang minuman bawaannya ke dalam gelas dan disodorkan kepada Shindy.

“Okay.. Siapa takut..”, kata Shindy sambil meneguk minumannya.

“Hm.. Enak.. Manis.. Give me more, please.”, kata Shindy kepada Bima. Bima pun segera menuang lagi minuman ke gelas Shindy yang sudah kosong.

“Jangan terlalu banyak, Shindy.. Nanti kamu jadi hot, loh..”, kata Dilla sambil tertawa. Mereka tertawa-tawa sambil menikmati minuman berakohol diiringi lagu yang diputar DJ.

“Turun, yuk..”, ajak Dika kepada Shindy.

“Ayo..”, kata Shindy sambil bangkit.

Perasaannya sudah mulai terpengaruh alkohol. Akhirnya Dilla dan Bima serta Shindy dan Dika melantai mengikuti hentakan irama yang cepat. Sampai akhirnya ketika lagu berganti ke irama slow, Shindy dan Dika saling berangkulan dan berdansa mengikuti alunan irama lagu.

“Mmhh..”, Shindy mendesah hampir tak tedengar ketika dadanya bersentuhan dengan dada Dika.

Entah karena pengaruh alkohol atau memang karena libido Shindy yang tinggi, puting susu Shindy mengeras dan makin mengeras ketika dadanya bersentuhan dengan badan Dika. Gairah Shindy bangkit karenanya. Tapi Shindy masih bisa menahan dirinya. Mereka terus menikmati waktu yang ada sambil meneguk minuman hingga wajah mereka memerah. Shindy benar-benar menikmati malam itu selagi bisa bebas dari beban pekerjaan dan anak-anaknya. Sampai ketika waktu menunjukkan jam 1.00 pagi mereka segera pulang ke hotel.

“Kita ngobrol di kamar saja, yuk?”, kata Bima.

“Okay.. Nanti aku buka connecting door-nya”, kata Shindy sambil berlalu menuju kamarnya.

Sementara Dilla, Bima dan Dika masih duduk-duduk di lobby. Sesampai di kamar, Shindy segera membuka connecting door-nya, lalu dia ketuk pintu sebelahnya. Tidak ada jawaban.

“Ah, masih pada di bawah barangkali..”, pikir Shindy sambil merebahkan badannya di ranjang.

Hampir setengah jam menunggu, ternyata mereka tidak datang juga. Akhirnya Shindy memutuskan untuk berendam air hangat dan mandi selama beberapa menit.

“Hei.. Sorry kami kelamaan..”, suara Dilla yang tiba-tiba masuk kamar mandi mengagetkan Shindy yang baru saja memakai kimono.

“Bima dan Dika di ruang tengah..”, kata Dilla lagi sambil agak sempoyongan.

“Kamar kamu enak juga ada ruang tamunya.. Kita bisa ngobrol disini..”, kata Dilla lagi.

“Shit!! Ngapain kumpul di kamar aku?”, bisik hati Shindy.

“Hei perempuan! Cepatlah kemari.. Kita habiskan sisa minuman tadi”, terdengar suara Bima memanggil. Akhirnya mereka berempat lagi-lagi meneguk bergelas alkohol yang dibawa Bima.

“Ohh.. Gawat! Kenapa aku jadi pengen..”, hati Shindy berbisik ketika pengaruh alkohol mulai menjalar di tubuhnya.

Terasa oleh Shindy buah dada serta puting susunya mulai mengeras lagi, sementara memeknya terasa berdenyut basah menahan gairah..

“Aku akan hirup udara segar dulu..”, kata Shindy sambil bangkit agak terhuyung menuju teras. Dihirupnya udara malam dalam-dalam untuk mengurangi sesuatu di dalam tubuhnya yang mulai menggoda imannya.

“Ohh..”, tiba-tiba terdengar suara Bima mendesah keras dari dalam. Shindy segera melongokan kepalanya untuk melihat apa yang terjadi.

“Oh my God!”, batin Shindy ketika melihat apa yang terjadi. Gairah dan denyutan memeknya semakin terasa menggoda.

Di depan matanya, Shindy melihat bagaimana Dilla berciuman dengan suaminya di kursi sambil tangannya mengocok kontol Bima yang sudah tegak. Celana Bima hanya di buka dan diperosotkan sebatas pahanya saja.

“Ohh.. Cepat hisap kontol aku, bitch!”, kata Bima kepada Dilla. Dengan serta merta Dilla menurunkan kepalanya, lalu dengan segera kontol Bima sudah dilahapnya sambil tetap dikocok pelan.

“Ooh..”, desah Bima ketika lidah Dilla menjilati kepala kontolnya sambil batangnya tetap dikocok tangan Dilla.

“Apa yang harus aku lakukan?”, batin Shindy ketika melihat kontol Bima yang basah di jilat dan dihisap mulut Dilla.

Gairahnya semakin memuncak. Dengan mata agak nanar terus dilihatnya Dilla dan Bima. Antara sadar dan tidak, tak terasa oleh Shindy ketika Dika menempelkan tubuhnya dari belakang. Tangan Dika menyusuri kaki Shindy dari betis sampai paha lalu naik ke pantat Shindy yang belum sempat memakai pakaian dalam sejak selesai mandi tadi..

“Hei! Pak Dika ngapain?!”, kata Shindy kaget sambil menepis tangan Dika dari pantatnya.

“Kita sama-sama tahu sama-sama mau kan..”, kata Dika sambil mendekati Shindy.

Shindy segera menghindar dan berlari menuju kamarnya melewati Dilla dan Bima yang sedang asyik melakukan oral seks. Dilla dan Bima sampai kaget dan menghentikan cumbuan mereka ketika melihat Shindy melintas. Di dalam kamarnya Shindy masih bingung dan teringat akan oral seks Dilla dan Bima serta perlakuan Dika kepadanya. Sebetulnya gairah Shindy sudah sangat memuncak saat itu, tapi entah kenapa masih ada rasa ragu di hatinya.

“Ada apa, Shindy?”, tiba-tiba Dilla masuk kamar dan menghampiri Shindy yang masih berdiri.

“Entahlah, An.. Aku.. Aku aku tak tahu..”, kata Shindy sambil melepas kimono lalu segera memakai celana dalamnya.

Tapi ketika Shindy akan memakai memakai Bra, tiba-tiba Dilla memeluknya dari belakang hingga Shindy tidak jadi memakai Bra tersebut.

“Ayolah Shindy, kita nikmati malam ini..”, bisik Dilla ke telinga Shindy.

“Mmhh..”, desah Shindy ketika tangan Dilla mengusap seluruh badannya. Usapan dan belaian tangan Dilla kembali mengobarkan gairah Shindy yang sempat surut.

“Kapan lagi kita bisa bersama seperti ini?”, bisik Dilla lagi sambil tangannya meremas kedua buah dada Shindy dari belakang.

“Ohh..”, desah Shindy sambil terpejam menikmati sensasi jari tangan Dilla ketika memainkan dan memelintir puting susunya.

“Mmhh.. Ohh..”, desah Shindy makin keras ketika lidah dan bibir Dilla menyusuri telinga, tengkuk dan lehernya sembari tangannya tetap meremas dan memainkan puting susu Shindy.

“Nikmati saja malam ini..”, bisik Dilla sambil membalikan badan Shindy dan merebahkannya di ranjang.

“Oww..”, jerit lirih Shindy ketika lidah dan bibir Dilla menciumi dan menjilati buah dada serta puting susunya.

Kisah Sex Diperkosa Tapi Nikmat

“Dillaihh.. Oohhsshh..”, jerit Shindy makin keras ketika jari Dilla masuk ke celana dalam dan menggosok memeknya.

Tubuh Shindy menggeliat terbawa rasa nikmat dan terlepasnya himpitan gairah yang tertahan sebelumnya.

“Kamu menyukai ini?”, bisik Dilla sambil lidah dan mulutnya turun menyusuri perut sementara tangannya melepas celana dalan yang dipakai Shindy.

“Ohh.. Anniihh..”, jerit Shindy ketika ada rasa nikmat yang menjalar ketika lidah Dilla dengan liar menyusuri belahan memeknya.

“Ohh Dilla.. Enakkhh”, desah Shindy waktu lidah Dilla menjilati kelentit dan sesekali mengulumnya.

“Anniihh.. Akku.. Keluarrhh..!”, jerit Shindy sambil menggelinjang dan mendesakan kepala Dilla ke memeknya ketika ada semburan hangat terasa di memeknya yang disertai rasa nikmat yang luar biasa.

Dilla tersenyum sambil bangkit lalu memeluk dan melumat bibir Shindy.

“Aku baru kali ini merasakan bercumbu dengan wanita.. Ternyata memuaskan..”, bisik Shindy sambil sesekali mengecup bibir Dilla. Ketika Shindy dan Dilla saling lumat bibir, terasa oleh Shindy ada tangan yang menjamah, membelai dan meremas pelan buah dadanya.

“Sayang, kamu layani si Dika..”, Bima menyuruh dan menarik tubuh Dilla dari atas tubuh Shindy.

“Kamu menyukai permainan istriku, Shindy?”, kata Bima yang sudah telanjang bulat sambil menindih tubuh Shindy serta mulai menciumi leher lalu turun ke buah dada Shindy.

“Jangaann!! “, teriak Shindy sambil meronta menjauhkan wajah Bima dari buah dadanya. Tapi Bima dengan cepat memegang kedua tangan Shindy, lalu lidah dan mulutnya kembali meneruskan menjilati buah dada dan puting susu Shindy

“Ohh.. Jangaannhh.. Janghh.. Jangannhh..”, rintih Shindy diantara rasa malu, rasa terhina, serta rasa nikmat ketika lidah Bima bisa memberikan rasa itu. Apalagi ketika kontol Bima yang tegang dan tegak mengesek-gesek memeknya yang sudah basah. Bahkan ketika lidah Bima turun ke perut, turun lagi hingga mencapai memeknya, Shindy kembali menggelepar dalam kenikmatan walau hatinya menolak diperlakukan demikian.

“Jangannhh, Bim..!”, jerit lirih Shindy ketika Bima mulai mengarahkan kontol ke lubang memeknya. Dilla-pun yang sedang asyik disetubuhi Dika, sempat menghentikan persetubuhannya lalu bangkit dan mencoba memegang kontol Bima agar tidak menyetubuhi Shindy.

“Sudah! Kamu nikmati saja kontol si Dika sana!”, kata Bima aga keras sambil mendorong tubuh Dilla.

“Sudahlah, Dilla.. Sini!”, kata Dika sambil menarik dan merebahkan tubuh Dilla di karpet lalu kembali menyetubuhi istri temannya itu.

“Ohh..!”, terdengar desah Shindy ketika kontol Bima masuk ke memeknya lalu dengan kasar dan cepat Bima menggenjotnya.

“Jangan, Biemm.. Lepaskan aku!”, jerit lirih Shindy di sela rasa sakit dan nikmat ketika kontol Bima keluar masuk memeknya.

“Fuck you, bitch!”, kata Bima sambil mengangkat satu kaki Shindy dan di tahan oleh pundaknya.

“Ohh.. Memekmu nikmat, Shindy..”, kata Bima sambil memompa kontolnya lebih dalam dengan posisi demikian.

“Ohh.. Mmhh..”, desah Shindy sambil terpejam. Rasa sakit yang ada kini berganti rasa nikmat yang luar biasa.

“Bagaimana rasanya, sayang..”, terdengar suara Dilla di samping Shindy ketika Dilla mengganti posisi dengan doggy style di atas ranjang.

“Kamu nikmati saja malam ini, Shindy.. Kapan lagi kita bisa bersama seperti ini..”, Dika menyela sambil mengenjot memek Dilla dalam posisi menungging.

“Mmhh.. Sshh.. Ohh”, Shindy hanya menjawab dengan desahan pertanda sedang menikmati suatu kenikmatan ketika Bima dengan ganas mengeluarmasukkan kontol ke memeknya.

“Ooww.. Ohh..!”, terdengar suara Shindy menjerit sambil memegang tangan Bima dengan kencang. Sementara tubuhnya menggeliat serta mendesakkan memeknya ke kontol Bima dan menggoyangnya dengan cepat.

“Serr! Serr! Serr!”, kembali memek Shindy mengeluarkan air mani yang menyembur hangat di dalam memeknya.

“Ohh.. Fuck you! Fuck you!”, kata Bima sambil menggenjot kontolnya makin cepat dan makin cepat.

“Crott! Croott! Crott!”, air mDilla Bima menyembur banyak di dalam memek Shindy.

“Oohh..!!”, desah Bima sambil merebahkan tubuhnya menindih tubuh Shindy.

Shindy hanya bisa memejamkan mata setelahnya. Rasa lelah serta pengaruh alkohol yang masih ada membuatnya tak mempedulikan lagi keadaan disekelilingnya. Yang sempat terdengar oleh telinga Shindy adalah teriakan kenikmatan yang keluar dari mulut Dilla dan Dika yang sedang asyik bersetubuh di depan suami Dilla sendiri. Mata Shindy sedikit demi sedikit makin berat. Hanya rasa nyaman dan sisa-sisa kenikmatan di memek Shindy yang membuat memeknya berdenyut-denyut hingga Shindy tertidur..

Shindy tertidur sampai siang hari dalam kedaan telanjang bulat. Tubuhnya tertidur hanya diselimuti oleh bed cover. Tak terdengar olehnya ketukan pintu oleh cleaning service. Sehingga ketika cleaning service membuka pintu dengan kunci cadangan yang dia bawa, dia begitu terkejut melihat tubuh molek tergolek di ranjang.

“Eh.., maaf, Bu.. Saya kira tidak ada siap-siapa di dalam”, kata petugas kebersihan tersebut.

“Tidak apa-apa.. Kembali lagi saja dan bereskan kamar saya nanti agak siang..”, kata Shindy sambil menyelimuti tubuhnya lebih rapat.

Setelah petugas itu keluar, Shindy hanya bisa merenungi apa yang terjadi semalam. Shindy sendiri merasa heran, dirinya tidak mau dipaksa, diperkosa, entah apapun namanya, tapi yang jelas dirinya begitu menikmati perlakuan orang lain yang begitu kasar pada dirinya pada akhirnya..

Cerita sex : Kisah Sex Dengan Anak Pemilik Kost

Shindy memang sangat suka berpetualang seks dari sebelum menikah sampai sekarang, tapi belum pernah merasakan sensasi kenikmatan seperti yang dirasakan semalam.. Ingin rasa hati Shindy menceritakan hal ini kepada suaminya, tapi pertentangan batin terjadi dalam hatinya karena hal ini menyangkut kepada teman-teman baik suaminya. Bahkan terbersit keinginan Shindy untuk kembali ingin mendapatkan sensasi kenikmatan dengan menjadi objek pemaksaan seksual..

#Kisah #Sex #Diperkosa #Tapi #Nikmat

Cerita Sex Dengan Santi, Ibu Kostku Terbaru Malam Ini

Cerita Sex Dengan Santi, Ibu Kostku

Sudah hampir setahun Roni tinggal di tempat kost Bu Santi. Bisa tinggal di tempat kost ini awalnya secara tidak sengaja ketemu Bu Santi di pasar. Waktu itu Bu Santi kecopetan, trus teriak dan kebetulan Roni yang ikut menolong menangkap copet dan mengembalikan dompet Bu Santi. Trus ngobrol sebentar, kebetulan Roni lagi cari tempat kost yang baru dan Bu Santi mengatakan dia punya tempat kost atau bisa di bilang rumah bedengan yang dikontrakkan, yah jadi deh tinggal di kost-an Bu Santi.

Bu Santi lumayan baik terhadap Roni, kelewat baik malah, karena sampai saat ini Roni sudah telat bayar kontrak rumah 3 bulan, dan Bu Santi masih adem-adem aja. Mungkin masih teringat pertolongan waktu itu. Tapi justru Roni yang gak enak, tapi mau gimana, lha emang duit lagi seret. akhirnya Roni lebih banyak menghindar untuk ketemu langsung dengan Bu Santi.

Sampai satu hari…… waktu itu masih sore jam 4. Roni masih tidur-tiduran dengan malasnya di kamarnya. Tempat kost itu berupa kamar tidur dan kamar mandi di dalam. Terdengar pintu kamarnya di ketok… tok..tok..tok.. lalu suara Bu Santi yang manggil,”Roni…Roni… ada di dalem gak?” Sontak Roni bangun, wah bisa berabe kalo nanyain duit sewa kamar nie, pikir Roni.

Dengan cepat meraih handuk, pura-pura lagi mandi aja ah, ntar juga Bu Santi pergi sendiri. Setelah masuk kamar mandi kembali terdengar suara Bu Santi,” Roni lagi tidur ya..?” dan dari kamar mandi Roni menyahut sedikit teriak,” Lagi mandi bu….”

Sesaat tidak ada sahutan, tapi kemudian suara Bu Santi jadi dekat,”Y udah mandi aja dulu Roni, ibu tunggu di sini ya…” eh ternyata masuk ke kamar, Roni tadi gak mengunci pintu. “Busyet dah, terpaksa bener-bener harus mandi nie,”pikir Roni.

Sekitar lima belas menit Roni di kamar mandi, sengaja mandinya agak dilamain dengan maksud siapa tau Bu Santi bosan trus gak jadi nunggu. Tapi rasanya percuma lama-lama toh Bu Santi sepertinya masih menunggu. Akhirnya keluar juga Roni dari kamar mandi, dengan hanya handuk yang melilit di pinggang, tidak pakai celana dalem lagi, maklum tadi gak sempet ambil karena terburu-buru.

Bu Santi tersenyum manis melihat Roni yang salah tingkah,”lama juga kamu mandi ya Roni…” Bu Santi membuka pembicaraan.

“Pasti bersih banget mandinya ya…” gurau Bu Santi sambil sejenak melirik dada bidang Roni.

“Ah ibu bisa aja… biasa aja kok bu.., oia ada apa ya bu..?” jawab Roni sekenanya saja sambil mengambil duduk di pinggiran tempat tidur.

Bu Santi mendekat dan duduk di samping Roni, “Cuma mau ngingetin aja, uang sewa kamarmu dah telat 3 bulan lho… trus mau ngobrol-ngobrol aja sama kamu, kan dah lama gak ngobrol, kamu sie pergi mlulu…”ucap Bu Santi. Roni jadi kikuk,”wahduh… kalo uang sewanya ntar aku bayar cicil boleh gak bu? Soalnya lagi seret nie…” jawab Roni dengan sedikit memohon.

Bu Santi terlihat sedikit berpikir…”mmmm… boleh deh, tapi jangan lama-lama ya… emang uangmu di pakai untuk apa sie?” terlihat Bu Santi sedikit menyelidik. “hmmm… pasti buat cewe mu ya…”dia terlihat kurang senang.

“Ah nggak juga kok bu….. saya emang lagi ada keperluan,” jawab Roni hati-hati melihat raut wajah Bu Santi yang kurang senang.

“Huh…laki-laki sama aja, kalo lagi ada maunya, apa aja pasti di kasih pada perempuan yang lagi di dekatinya, hhhh… sama aja dengan suamiku….”keluh Bu Santi dengan nada kesal.

Waduh nampaknya Bu Santi lagi marahan nie sama suaminya, jangan-jangan amarahnya ditumpahkan pula sama Roni. Dengan cepat Roni menjawab,”tapi saya janji kok bu, akan saya lunasi kok…”

“hhhhh….”Bu Santi menghela nafas,”Udahlah Roni, gak apa-apa kok, gak di bayar juga kalo buat kamu ga masalah… Ibu Cuma lagi kesel aja sama suamiku, dia cuma perhatiannya sama Marni terus… Aku seperti gak dianggap lagi, mentang-mentang Marni jauh lebih muda ya.”

Sedikit penjelasan bahwa Bu Santi ini istri pertama dari pak Kardi, sedangkan istri keduanya bu Marni. Dan sekarang sepertinya pak Kardi lebih sering tinggal di rumahnya yang satu lagi bersama bu Marni dan Bu Santi tampaknya udah mulai kesepian nie

“Wah kalo masalah keluarga sie aku kurang paham bu…. “jawab Roni kikuk

“Gak apa-apa Roni, ibu hanya mau curhat aja sama kamu… boleh kan Roni?” suara Bu Santi sendu. Agak lama terdiam, terdengar tarikan nafas Bu Santi terasa berat, dan sedikit sesunggukan, waduh lama-lama bisa nangis nie, gawat dong pikir Roni.

“Uudah bu jangan terlalu dipikirkan, nanti juga pak Kardi kembali lagi kok, kan ibu juga gak kalah cantiknya sama bu Marni,”Roni bermaksud menghibur.

“Ah kamu Roni… emang ibu masih cantik menurutmu?” Bu Santi menatap sendu ke arah Roni, terlihat dua butir air mata mengalir di pipinya. Uhh…. ingin rasanya Roni menghapus air mata itu, pak Kardi emang keterlaluan masa wanita cantik nan elok seperti ini dianggurin sie, coba Roni bisa berbuat sesuatu… busyet… Roni memaki dalam hati… “kenapa otak gwa jadi kotor gini.”

Dengan sedikit gugup Roni menjawab,”mmm…eee…iya kok bu, ibu masih cantik, kalo masih gadis mungkin aku yang duluan tergoda.” Uupsss …. Maksud hati ingin menghibur, tapi kenapa kata-kata yang menggoda yang keluar dari mulut… gerutu Roni dalam hati. Roni jadi panik, jangan-jangan Bu Santi marah dengan ucapan Roni.

Tapi ternyata Roni salah, karena Bu Santi tersenyum, manis sekali dengan deretan gigi yang putih dan rapi,”ih Roni bisa aja menghibur…. Iya juga sie, kalo masih gadis bisa aja tergoda, pantes aja suamiku gak ngelirik aku lagi, bis nya dah tua sie…” rona wajah Bu Santi berubah sedih lagi,”kalo menurutmu Roni, apa ibu emang gak menarik lagi…?” sambil berdiri dan memperhatikan tubuhnya kemudian menatap Roni minta penilaian.

Terang aja Roni makin kikuk,”wah aku mau ngomong apa ya bu…? Takutnya nanti di bilang lancang lho… tapi kalo mau jujur…. Ibu cantik banget, seperti masih 30an deh.”

Bu Santi tampaknya senang dengan pujian itu,”hmmm.. kamu ada-ada aja saja… ibu udah 43 lho.. emang Roni liat dari mananya bisa bilang begitu?”

Roni jadi cengar cengir,” ….itu penilaian laki-laki lho bu, saya malu bilangin nya.”

Bu Santi kembali duduk mendekat, sekarang malah sangat dekat hampir merapat ke Roni sambil berkata,” ah.. gak perlu malu…. Bilang aja…”

Nafas Roni terasa sesak, badan nya terasa panas dingin menghadapi tatapan Bu Santi, matanya indah dengan bulu mata yang lentik, sesaat kemudian Roni mengalihkan pandangan ke arah tubuh Bu Santi mencari alasan penilaian tadi, uups baru deh Roni memperhatikan bahwa Bu Santi memakai baju terusan seperti daster tapi dengan lengan yang berupa tali dan diikat simpul di bahunya.

Hmmm .. kulit itu mulus kuning langsat dengan tali baju dan tali bra yang saling bertumpuk di bahu, pandangan Roni beralih ke bagian depan uupss… terlihat belahan dada yang hmmm… sepertinya buah dada itu lumayan besar. Sentuhan lembut tangan Bu Santi di paha Roni yang masih dibungkus handuk cepat menyadarkan Roni. Dengan penuh selidik Bu Santi bertanya,”lho… kok jadi bengong sie..? apa dong alasannya tadi bilang ibu masih 30an…”

Roni sedikit tergagap karena merasa ketahuan terlalu lama memandangi tubuh Bu Santi,”mmm… eeemm.. ibu benar-benar masih cantik, kulitnya masih kencang… masih sangat menggoda…”

Tidak ada jawaban dari mulut Bu Santi, hanya pandangan mata yang kini saling beradu, saling tatap untuk beberapa saat… dan seperti ada magnet yang kuat, wajah Bu Santi makin mendekat, dengan bibir yang semakin merekah.

Roni pun seakan terbawa suasana, dan tanpa komando lagi, Roni menyambut bibir merah Bu Santi, desahan nafas mulai terasa berat hhhh…hhhh…ciuman terus bertambah dahsyat, Bu Santi menjulurkan lidahnya masuk menerobos ke mulut Roni, dan dibalas dengan lilitan lidah Roni sehingga lidah tersebut berpilin-pilin dan kemudian deru nafas semakin berat terasa.

Dengan naluri yang alami, tangan Roni merambat naik ke bahu Bu Santi, dengan sekali tarik, terlepas tali pengikat baju di bahu tersebut dan dengan lembut Roni meraba bahu Bu Santi sampai ke lehernya…. Kemudian turun ke arah dada, dengan remasan lembut Roni meremas payudara yang masih terbungkus bra itu. “hhhhh…hhhh” nafas Bu Santi mulai terasa menggebu, nampaknya gairah birahinya mulai memuncak. Jemari lentik Bu Santi tak ketinggalan meraba dan mengelus lembut dada Roni… melingkari pinggang Roni, mencari lipatan handuk, hendak membukanya…

Uupps…. Roni tersentak dan sadar….,”ups…hhh… maaf bu… maaf bu… saya terbawa suasana….” Roni tertunduk tak berani menatap Bu Santi sambil merapikan kembali handuknya, baru kemudian dengan sedikit takut melihat ke arah Bu Santi.

Terlihat Bu Santi pun agak tersentak, tapi tidak berusaha merapikan pakaiannya, sehingga tubuh bagian atas yang hanya tertutup bra itu dibiarkan terbuka. Pemandangan yang menakjubkan. “napa Roni… kita sudah memulainya… dan kamu sudah membangkitkan kembali gairah ibu yang lama terpendam… kamu harus menyelesaikannya Roni…” tatapan Bu Santi terlihat semakin sendu…

Cerita Sex Dengan Santi, Ibu Kostku

“mmm… ibu gak marah..? gimana nanti kalo ada yang lihat bu… bisa gawat dong… pak Kardi juga bisa marah besar bu…” jawab Roni.

Tanpa menjawab Bu Santi bangkit berdiri, namun karena tidak merapikan pakaiannya, otomatis baju terusan yang dipakai jadi melorot jatuh ke lantai. Roni terpana melihat tubuh indah itu, sedikit berlemak di perut dan bokongnya namun itu malah menambah seksi lekuk tubuh Bu Santi. Kemudian dengan tenang Bu Santi melangkah ke arah pintu kamar dan menguncinya.

Saat berjalan membelakangi Roni itu nampak gerakan bokong Bu Santi naik turun, dan perasaan Roni semakin tegang dengan nafsu yang semakin tak tertahankan, demikian juga saat Bu Santi berbalik dan melangkah kembali menuju tempat tidur, Roni tidak melepaskan sedikit pun gerakan Bu Santi. Sampai Bu Santi berdiri dekat di depan Roni dan berkata,”kamarnya udah di kunci Roni, dan gak ada yang akan mengganggu….”

Roni tidak langsung menjawab, menghidupkan tape dengan suara yang agak besar, setidaknya untuk menyamarkan suara yang ada di ruangan. Bu Santi kembali duduk di pinggiran tempat tidur, dan membuka bra yang digunakannya. Roni mendekat dan duduk di samping Bu Santi… hmmm… nampak payudara itu masih montok dan kenyal, ingin Roni langsung melahap dengan mulut dan menjilatnya.

Bu Santi yang memulai gerakan dengan melingkarkan lengannya ke leher Roni, menarik wajah dan langsung melumat bibir Roni dengan nafsu yang membara. Roni membalas dengan tidak kalah sengit, sambil meladeni serangan bibir dan lidah Bu Santi, tangan Roni meremas payudara montok milik Bu Santi. Desahan nafas menderu di seputar ruangan, diselingi alunan musik menambah gairah.

Setelah beberapa saat, Bu Santi mendorong lembut badan Roni, menyudahi pertempuran mulut dan lidah, dengan nafas yang memburu. Roni mendorong lembut tubuh Bu Santi, berbaring terlentang dengan kaki tetap menjuntai di pinggiran tempat tidur. Dada yang penuh dengan gunung kembar itu seakan menantang dengan puting yang telah tegang.

Tanpa menunggu lagi Roni melaksanakan tugasnya menjelajahi gunung kembar itu mulai dari lembah antara, melingkari dan menuju puncak puting. Dengan gemas Roni menyedot dan memainkan puting susu itu sambil tangan meremas payudara kembarannya ………………… “HHHH…. AHHH….MMMH….”suara Bu Santi mulai kencang terdengar, desahan-desahan nikmat yang semakin menggairahkan. Roni melanjutkan penjelajahan dengan menyusuri lembah payudara menuju perut dan sebentar memainkan lidah pada udel Bu Santi yang menggelinjang kegelian.

Roni menghentikan penjelajahan lidah, kemudian dengan cekatan menarik celana dalam Bu Santi, melepaskan dan membuang ke lantai. Dengan spontan Bu Santi mengangkat kaki ke atas tempat tidur dan memuka lebar pahanya, terlihat gundukan vagina dengan rambut-rambut yang tertata rapi. Roni mulai kembali aksi dengan menjilati menyusuri paha Bu Santi yang halus mulus, terus mendekat ke selangkangan menemui bibir vagina yang mulai mengeluarkan cairan senggama.

Tanpa menunggu lama, Roni menyapu cairan senggama itu dengan lidahnya dan meneruskan penjelajahan lidah sepanjang bibir vagina Bu Santi dan sesekali menggetarkan lidah pada klitorisnya yang membuat Bu Santi mengerang kenikmatan,”AHHHH…. MMMMH… HHH… Roni….UHH…”desahan birahi yang memuncak dari Bu Santi membuat Roni semakin bersemangat dan sesekali lidah di julurkan mencoba masuk ke liang senggama yang menanti pemenuhan itu.

Setelah beberapa menit Roni mengeksplorasi liang kewanitaan itu, nampaknya Bu Santi tidak sabar lagi menuntut pemenuhan hasrat birahinya,”Roni…. Ayo sayang… masukkin Roni… hhhh…mmmmh.” Suara Bu Santi ditingkahi desahan-desahan yang semakin kencang.

Dengan tenang Roni menyudahi penjelajahan lidah dan bersiap bertempur yang sesungguhnya. Dengan sekali tarik lepaslah handuk yang melilit di pinggang dan bebas mengacung penis dengan bagian kepala yang merah mengkilap. Bu Santi semakin membuka lebar pahanya, besiap menanti pemenuhan terhadap liang wanitanya. Roni naik ke tempat tidur dan langsung mengarahkan batang penis ke arah vagina Bu Santi yang dengan sigap lansung meraih dan meremas batang kemaluan Roni dan membantu mengarahkannya tepat ke liang vaginanya.

Dengan sekali dorongan penis Roni amblas sampai setengahnya. Roni menahan gerakan sebentar menikmati prosesi masuknya penis yang disambut desahan Bu Santi,” AHHH….TERUSKAN Roni….AHHH.” kemudian dengan meresapi masuknya penis sampai sedalam-dalamnya. Setelah dorongan pertama dan batang zakar yang masuk seluruhnya barulah Roni memompa menaik turunkan pantat dengan irama beraturan seakan mengikuti irama musik yang terasa semakin menggebu dan hot.

Roni bertumpu pada kedua siku lengan sedangkan Bu Santi mencengkam punggung Roni, meresapi dorongan dan tarikan penis yang bergerak nikmat di liang senggamanya. Suara desahan bercampur aduk dengan alunan musik dan peluh mulai bercucuran di sekujur tubuh,”AH..AH..AH..MMH…MHH…HHHH.” tak hentinya desahan meluncur dari bibir Roni dan Bu Santi.

Sesaat Roni menghentikan gerakan untuk mencoba mengambil nafas segar, Bu Santi memeluk Roni dan menggulingkan badan tanpa melepas penis yang tetap berada di liang vaginanya. Dengan posisi di atas dan setengah berjongkok, Bu Santi memompa dan menaikturunkan pantatnya dengan badan bertumpu pada lengan.

Sesekali Bu Santi memutar pantatnya dan kemudian memasukkan batang zakar Roni lebih dalam. Roni tak diam saja, tangan meremas kedua payudara yang menggantung bebas dan menarik-narik puting susu Bu Santi. Suasana makin membara dengan peluh yang bercucuran, sampai saat Bu Santi seperti tak sanggup melanjutkan pompaan karena birahi yang hendak mencapai puncak pemenuhan.

Dengan sigap Roni membalikkan posisi, Bu Santi kembali berada di bawah, dengan mempercepat tempo dorongan Roni meneruskan pertempuran. “Roni…AHH..AH..AH..UH…TERUS Roni…. AHHH…AHH IBU SAMPAI…Roni….AHHHHHHHHH… MMMMMHHH.” Setelah teriakan tertahan Bu Santi mengatup bibirnya menikmati orgasme yang didapat, tubuhnya sedikit bergetar. Roni merasa vagina yang mengalami orgasme itu berkedut-kedut seperti menyedot zakarnya.

Roni menikmatinya dengan memutar –mutar pantatnya dan memasukkan lebih dalam lagi batang zakarnya, dan terasa ada dorongan kuat menyelimuti batang zakarnya, semakin besar dan sesaat Roni kembali mendorong batangnya dengan cepat dan saat terakhir menarik keluar batanga zakarnya dan melepaskan air maninya di atas perut Bu Santi, yang dengan cepat meraih penis Roni dan mengocoknya sampai air mani itu berhenti muncrat, dengan lembut Bu Santi mengusap penis yang mulai turun ketegangannya. Roni membaringkan tubuhnya disamping Bu Santi. Terdiam untuk beberapa saat.

Bu Santi bangkit duduk meraih kain di pinggiran tempat tidur dan menyeka sisa air mani di perutnya. Kemudian dengan manja membaringkan tubuhnya diatas Roni. “makasih ya sayang… ini rahasia kita berdua… I love u Roni,” bisik mesra Bu Santi di telinga Roni.

“mmm…baik bu…”belum sempat Roni menyelesaikan ucapannya, jari telunjuk Bu Santi menempel di bibirnya, “kalo lagi berdua gini jangan pangil ibu dong…”ucap Bu Santi manja.

“iya sayang….” Balas Roni, senyum manis merekah di bibir seksi Bu Santi.

Cerita sex : Pijat Sex Plus Plus

Setelah itu dengan cepat Roni dan Bu Santi merapikan pakaian, dan sebelum meninggalkan Roni, Bu Santi berbisik mesra,”sayang… tar malem suamiku gak ada di rumah….. aku tunggu di kamar ya… berapa ronde pun dilakoni buat Roni sayang.” Sambil berpelukan mesra, Roni menyanggupi ajakan Bu Santi.

#Cerita #Sex #Dengan #Santi #Ibu #Kostku

Kisah Sex Dengan Nadia Sahabat Istriku Terbaru Malam Ini

Kisah Sex Dengan Nadia Sahabat Istriku

Kejadiannya ketika aku sdh berkeluarga dan sudah memiliki 1 anak umur ±2 thn, usiaku kala itu 30 thn. Kami baru pindah ke sebuah kompleks perumahan di kota S yg masih sangat baru. Belum banyak penghuni yg menempatinya, malahan di gang rumahku (yg terdiri dari 12 rumah) baru 2 rumah yg ditempati, yaitu rumahku dan rumah Tora.

Tora juga sudah beristri, namanya Nadia. Mereka belum punya anak sekalipun sudah menikah lebih dari 2 thn. Rumah Tora hanya berjarak 2 rumah dari rumahku. Karena tidak ada tetangga yang lain, kami jadi cepat sekali akrab.

Aku dan Tora jadi seperti sahabat lama, kebetulan kami seumuran dan hobi kami sama, catur. Nadia, yang berumur 26 thn, juga sangat dekat dgn istriku, Nina. Mereka hampir tiap hari saling curhat tentang apa saja, dan soal seks juga sering mereka perbincangkan. Biasa mereka berbincang di teras depan rumahku kalau sore sambil Nina menyuapi Niko, anak kami. Mereka sama sekali tidak tahu kalau aku sering “menguping” rumpian mereka dari kamarku.

Aku jadi banyak tahu tentang kehidupan seks Nadia dan suaminya. Intinya Nadia kurang “happy” soal urusan ranjang ini dgn Tora. Bukannya Tora ada kelainan, tapi dia senangnya tembak langsung tanpa pemanasan dahulu, sangat konservatif tanpa variasi dan sangat egois. Begitu sudah ejakulasi ya sudah, dia tidak peduli dgn istrinya lagi.

Sehingga Nadia sangat jarang mencapai kepuasan dgn Tora. Sebaliknya istriku cerita ke Nadia kalau dia sangat “happy” dgn kehidupan seksnya. Dan memang, sekalipun aku bukan termasuk “pejantan tangguh”, tapi aku hampir selalu bisa memberikan kepuasan kepada istriku.

Mereka saling berbagi cerita dan kadang sangat mendetail malah. Sering Nadia secara terbuka menyatakan iri pada istriku dan hanya ditanggapi dgn tawa ter-kekeh² oleh Nina.

Wajah Nadia cukup cantik, sekalipun tidak secantik istriku memang, tapi bodinya sungguh sempurna, padat berisi. Kulitnya yang putih juga sangat mulus. Dan dalam berpakaian Nadia termasuk wanita yang “berani” sekalipun masih dalam batas² kesopanan.

Sering aku secara tak sadar menelan ludah mengaggumi tubuh Nadia, diluar tahu istriku tentu saja. Sayang sekali tubuh yang demikian menggiurkan jarang mendapat siraman kepuasan seksual, sering aku berpikiran kotor begitu. Tapi semuanya masih bisa aku tangkal dgn akal sehatku.

Jum’at petang itu kebetulan aku sendirian di rumah. Nina, dan Niko tentu saja, paginya pulang ke rumah orangtuanya di M, karena hari Minggunya adik bungsunya menikah. Rencananya Sabtu pagi akan akan menyusul ke M. Kesepian di rumah sendirian, setelah mandi aku melangkahkan kaki ke rumah Tora. Maksud hati ingin mengajak dia main catur, seperti yang sering kami lakukan kalau tidak ada kegiatan.

Rumah Tora sepi² saja. Aku hampir mengurungkan niatku untuk mengetuk pintu, karena aku pikir mereka sedang pergi. Tapi lamat² aku dengar ada suara TV. Aku ketuk pintu sambil memanggil “Tora .. Tora,” Beberapa saat kemudian terdengar suara gerendel dan pintu terbuka.

Aku sempat termangu sepersekian detik. Di depanku berdiri sesosok perempuan cantik tanpa make-up dgn rambut yang masih basah tergerai sebahu. Dia mengenakan daster batik mini warna hijau tua dgn belahan dada rendah, tanpa lengan yang memeperlihatkan pundak dan lengan yang putih dan sangat mulus.

“Eh .. Mas Benny. Masuk Mas,” sapaan ramah Nadia menyadarkan aku bahwa yang membukakan pintu adalah Nadia. Sungguh aku belum pernah melihat Nadia secantik ini. Biasanya rambutnya selalu diikat dengan ikat rambut, tak pernah dibiarkan tergerai seperti ini.

“Nnng … Tora mana Nad?”

“Wah Mas Tora luar kota Mas.”

“Tumben Nad dia tugas luar kota. Kapan pulang?”

“Iya Mas, kebetulan ada acara promosi di Y, jadi dia harus ikut, sampai Minggu baru pulang. Mas Benny ada perlu ama Mas Tora?”

“Enggak kok, cuman pengin ngajak catur aja. Lagi kesepian nih, Nina ama Niko ke M.”

“Wah kalo cuman main catur ama Nadia aja Mas.”

Sebetulnya aku sudah ingin menolak dan balik kanan pulang ke rumah. Tapi entah bisikan darimana yang membuat aku berani mengatakan: “Emang Nadia bisa catur?”

“Eit jangan menghina Mas, biar Nadia cewek belum tentu kalah lho ama Mas.” kata Nadia sambil tersenyum yang menambah manis wajahnya.

“Ya bolehlah, aku pengin menjajal Nadia,” kataku dgn nada agak nakal.

Lagi² Nadia tersenyum menjawab godaanku. Dia membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan aku duduk di kursi tamu.

“Sebentar ya Mas, Nadia ambil minuman. Mas susun dulu caturnya.”

Nadia melenggang ke ruang tengah. Aku semakin leluasa memperhatikannya dari belakang. Kain daster yang longgar itu ternyata tak mampu menyembunyikan lekuk tubuh Nadia yang begitu padat.

Goyangan kedua puncak pantatnya yg berisi tampak jelas ketika Nadia melangkah. Mataku terus melekat sampai Nadia menghilang di pintu dapur. Buru² aku ambil catur dari rak pajangan dan aku susun di atas meja tamu.

Pas ketika aku selesai menyusun biji catur, Nadia melangkah sambil membawa baki yang berisi 2 cangkir teh dan sepiring kacang goreng kegemaran aku dan Tora kalau lagi main catur. Ketika Nadia membungkuk meletakkan baki di meja, mau tak mau belahan dada dasterya terbuka dan menyingkap dua bukit payudara yang putih dan sangat padat.

Darahku berdesir kencang, ternyata Nadia tidak memakai bra! Tampaknya Nadia tak sadar kalau sudah “mentraktir” aku dgn pemandangan yang menggiurkan itu. Dgn wajar di duduk di kursi sofa di seberang meja.

“Siapa jalan duluan Mas?”

“Nadia kan putih, ya jalan duluan dong,” kataku sambil masih ber-debar².

Beberapa saat kami mulai asik menggerakkan buah catur. Ternyata memang benar, Nadia cukup menguasai permaian ini. Beberapa kali langkah Nadia membuat aku harus berpikir keras. Nadia pun tampaknya kerepotan dgn langkah²ku.

Beberapa kali dia tampak memutar otak. Tanpa sadar kadang² dia membungkuk di atas meja yg rendah itu dgn kedua tangannya bertumpu di pinggir meja. Posisi ini tentu saja membuat belahan dasternya terbuka lebar dan kedua payudaranya yang aduhai itu menjadi santapan empuk kedua mataku. Konsentrasiku mulai buyar.

Satu dua kali dalam posisi seperti itu Nadia mengerling kepadaku dan memergoki aku sedang menikmati buah dadanya. Entah memang dia begitu tenggelam dalam berpikir atau memang sengaja, dia sama sekali tidak mencoba menutup dasternya dgn tangannya, seperti layaknya reaksi seorang wanita dalam kondisi ini.

Aku semakin berani menjelajah sekitar wilayah dadanya dengan sapuan pandanganku. Aku betul² terpesona, sehingga permaian caturku jadi kacau dan dgn mudah ditaklukkan oleh Nadia.

“Cckk cckk cckk Nadia memang hebat, aku ngaku kalah deh.”

“Ah dasar Mas aja yang ngalah dan nggak serius mainnya. Konsentrasi dong Mas,” jawab Nadia sambil tersenyum menggoda. “Ayo main lagi, Nadia belum puas nih.” Ada sedikit nada genit di suara Nadia.

Kami main lagi, tapi kali ini aku mencoba lebih konsentrasi. Permainan berjalan lbh seru, sehingga suatu saat ketika sedang berpikir, tanpa sengaja tanganku menjatuhkan biji catur yg sudah “mati” ke lantai.

Dengan mata masih menatap papan catur aku mencoba mengambil biji catur tsb dari lantai dgn tangan kananku. Rupa²nya Nadia juga melakukan hal yg sama, sehingga tanpa sengaja tangan kami saling bersenggolan di lantai.

Entah siapa yang memulainya, tapi kami saling meremas lembut jari tangan di sisi meja sambil masih duduk di kursi masing². Aku melihat ke arah Nadia, dia masih dalam posisi duduk membungkuk tapi matanya terpejam.

Jari² tangan kirinya masih terus meremas jari tangan kananku. Aku menjulurkan kepalaku dan mencium dahi Nadia dgn sangat mesra.

Dia sedikit terperanjat dengan “langkah”ku ini, tapi hanya sepersekian detik saja. Matanya masih memejam dan bibirnya yg padat sedikit terbuka dan melenguh pelan,

“oooohhh …”

Aku tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku kulum lembut bibir Nadia dengan bibirku, dia menyambutnya dgn mengulum balik bibirku sambil tangan kanannya melingkar di belakang leherku.

Kami saling berciuman dgn posisi duduk berseberangan dibatasi oleh meja. Kuluman bibir Nadia ke bibirku berubah menjadi lumatan. Bibirku disedot pelan, dan lidahnya mulai menyeberang ke mulutku. Aku pun menyambutnya dgn permainan lidahku.

Merasa tidak nyaman dalam posisi ini, dgn sangat terpaksa aku lepaskan ciuman Nadia. Aku bangkit berdiri, berjalan mengitari meja dan duduk di sisi kiri Nadia. Belum sedetik aku duduk Nadia sudah memeluk aku dan bibirnya yg kelihatan jadi lebih sensual kembali melumat kedua bibirku.

Lidahnya terus menjelajah seluruh isi mulutku sepanjang yg bisa dia lakukan. Aku pun tak mau kalah bereaksi. Harus aku akui bahwa aku belum pernah berciuman begini “hot”, bahkan dgn istriku sekalipun. Rasanya seumur hidup kami berciuman begini, sampai akhirnya Nadia agak mengendorkan “serangan”nya.

Kesempatan itu aku gunakan untuk mengubah arah seranganku. Aku ciumi sisi kiri leher Nadia yang putih jenjang merangsang itu. Rintih kegelian yg keluar dari mulut Nadia dan bau sabun yg harum semakin memompa semangatku.

Ciumanku aku geser ke belakang telinga Nadia, sambil sesekali menggigit lembut cuping telinganya. Nadia semakin menggelinjang penuh kegelian bercampur kenikmatan.

“Aaaahhhh … aaaahhhhh,” rintihan pelan yang keluar dari mulut Nadia yang terbuka lebar seakan musik nan merdu di telingaku.

Lengan kananku kemudian aku rangkulkan ke leher Nadia. Tangan kananku mulai menelusup di balik dasternya dan merayap pelan menuju puncak buah dada Nadia yg sebelah kanan. Wow … payudara Nadia, yang sedari tadi aku nikmati dgn sapuan mataku, ternyata sangat padat. Bentuknya sempurna, ukurannya cukup besar karena tanganku tak mampu mengangkup seluruhnya. Jari²ku mulai menari di sekitar puting susu Nadia yang sudah tegak menantang.

Dengan ibu jari dan telunjukku aku pelintir lembut puting yang mungil itu. Nadia kembali menggelinjang kegelian, namun tanpa reaksi penolakan sedikitpun. Dia menolehkan wajahnya ke kiri, dgn mata yang masih terpejam dia melumat bibirku.

Kami kembali berciuman dgn panasnya sambil tanganku terus bergerilya di payudara kanannya. Reaksi kenikmatan Nadia dia salurkan melalui ciuman yg semakin ganas dan sesekali gigitan lembut di bibirku.

Tangan kiriku aku gerakkan ke paha kiri Nadia. Darahku semakin mengalir deras ketika aku rasakan kelembutan kulit paha mulus Nadia. Lambat namun pasti, usapan tanganku aku arahkan semakin keatas mendekati pangkal pahanya.

Ketika jariku mulai menyentuh celana dalam Nadia di sekitar bukit kemaluannya, aku menghentikan gerakanku. Tangan kiriku aku kembali turunkan, aku usap lembut pahanya mulai dari atas lutut. Gerakan ini aku ulang beberapa kali sambil tangan kananku masih memelintir puting kanan Nadia dan mulut kami masih saling berpagutan.

Ciuman Nadia semakin mengganas pertanda dia mengharapkan lebih dari gerakan tangan kiriku. Aku pun mulai meraba bukit kemaluannya yang masih terbalut celana dalam itu. Entah hanya perasaanku atau memang demikian, aku rasakan denyut lembut dari alat kemaluan Nadia.

Dengan jari tengah tangan kiriku, aku tekan pelan tepat di tengah bukit nan empuk itu. Denyutan itu semakin terasa. Aku juga rasakan kehangatan disana.

Kisah Sex Dengan Nadia Sahabat Istriku

“Aaahh … Mas Ben … aahhh .. iya .. iya,”

Nadia melenguh sambil sedikit meronta dan kedua tangannnya menyingkap daster mininya serta menurunkan celana dalamnya sampai ke lututnya. Serta merta mataku bisa menatap leluasa kemaluan Nadia.

Bukitnya menyembul indah, bulu²nya cukup tebal sekalipun tidak panjang bergerombol hanya di bagian atas. Di antara kedua gundukan daging mulus itu terlihat celah sempit yang kentara sekali berwarna merah kecoklatan. Sedetik dua detik aku sempat terpana dengan pemandangan indah yg terhampar di depan mataku ini.

Kemudian jari² tangan kiriku mulai membelai semak² yg terasa sangat lembut itu. Betul² lembut bulu² Nadia, aku tak pernah mambayangkan ada bulu pubis selembut ini, hampir selembut rambut bayi

Nadia mereaksi belaianku dengan menciumi leher dan telinga kananku. Kedua tangannya semakin erat memeluk aku. Tangan kananku dari tadi tak berhenti me-remas² buah dada Nadia yang sangat berisi itu.

Jari²ku mulai mengusap lembut bukit kemaluan Nadia yang sangat halus itu. Perlahan aku sisipkan jari tengah kiriku di celah sempit itu. Aku rasakan sediit lembab dan agak berlendir. Aku menyusup lebih dalam lagi sampai aku menemukan klitoris Nadia yg sangat mungil dengan ujung jariku. Dgn gerakan memutar lembut aku usap benda kecil yang nikmat itu.

“Ahhhh … iya … Mas .. Ben … ahhhh .. ahhhh.”

Jari tengahku aku tekan sedikit lebih kuat ke klitoris Nadia, sambil aku gosokkan naik turun. Nadia meresponsnya dengan membuka lebar kedua pahanyan, namun gerakannya terhalang celana dalam yg masih bertengger di kedua lututnya.

Sejenak aku hentikan gosokan jariku, aku gunakan tangan kiriku untuk menurunkan benda yang menghalangi gerakan Nadia itu. Nadia membantu dgn mengangkat kaki kirinya sehingga celana dalamnya terlepas dari kaki kirinya. Sekarang benda itu hanya menggantung di lutut kanan Nadia dan gerankan Nadia sudah tak terhalang lagi.

Dgn leluasa Nadia membuka lebar kedua pahanya. Dari sudut pandang yang sangat sempit aku masih bisa mengintip bibir kemaluan Nadia yang begitu tebal merangsang, hampir sama tebal dan sensualnya dgn bibir atas Nadia yang masih menciumi leherku. Jariku sekarang leluasa menjelajah seluruh kemaluan Nadia yang sudah sangat licin berlendir itu.

Aku gosok² klitoris Nadia dgn lebih kuat sambil sesekali mengusap ujung liang kenikmatannya dan aku gesek keatas kearah klitorisnya. Aku tahu ini bagian yang sangat sensitif dari tubuh wanita, tak terkecuali wanita molek yg di sampingku ini. Nadia menggelinjang semakin hebat.

“Aaaaaahhhhh …. Mas .. Mas ….. ahhhhh .. terus … ahhhhh,” pintanya sambil merintih.

Intensitas gosokanku semakin aku tingkatkan. Aku mulai mengorek bagian luar lubang senggama Nadia.

“Iya … ahhh … iya .. Mas .. Mas .. Mas Ben.”

Nadia sudah lupa apa yang harus dia lakukan. Dia hanya tergolek bersandar di sofa yang empuk itu. Kepalanya terdongak kebelakang, matanya tertutup rapat. Mulutnya terbuka lebar sambil tak henti mengeluarkan erangan penuh kenikmatan. Tangannya terkulai lemas di samping tubuhnya tak lagi memelukku.

Tangan kananku pun sudah berhenti bekerja karena merangkul erat Nadia agar dia tidak melorot ke bawah. Daster Nadia sudah terbuka sampai ke perutnya, menyingkap kulit yang sangat putih mulus tak bercacat. Celana dalam Nadia masih menggantung di lutut kanannya. Pahanya menganngkang maksimal.

Jariku masih menari-nari di seluruh bagian luar kemaluan Nadia, yang semakin aku pandang semakin indah itu. Aku sengaja belum nenyentuh bagian dalam lubang surganya.

Kepala Nadia sekarang meng-geleng² kiri kanan dgn liarnya. Rambut basahnya yang sudah mulai kering tergerai acak²an, malah menambah keayuan wajah Nadia.

“Mas … Mas …. ahhhhh …. enak …. ahhhh nggak tahaaann .. ahhhh.”

Aku tahu Nadia sudah hampir mencapai puncak kenikmatan birahinya. Dengan lembut aku mulai tusukkan jari tengahku ke dalam lubang vaginanya yg sudah sangat basah itu.

Aku sorongkan sampai seluruh jariku tertelan lubang Nadia yang cukup sempit itu. Aku tarik perlahan sambil sedikit aku bengkokkan keatas sehingga ujung jariku menggesek lembut dinding atas vagina Nadia.

Gerakan ini aku lakukan berulang kali, masuk lurus keluar bengkok, masuk lurus keluar bengkok, begitu seterusnya. Tak sampai 10 kali gerakan ini, Tiba² Tubuh Nadia menjadi kaku, kedua tangannnya mencengkeram erat pinggiran sofa. Kepalanya semakin mendongak kebelakang. Mulutnya terbuka lebar. Gerakanku aku percepat dan aku tekan lebih dalam lagi.

“Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhh.”

Nadia melenguh dalam satu tarikan nafas yang panjang. Tubuhnya sedikit menggigil. Aku bisa merasakan jari tanganku makin terjepit kontraksi otot vagina Nadia, dan bersaman dgn itu aku rasakan kehangatan cairan yg menyiram jariku. Nadia telah mencapai orgasmenya. Aku tidak menghentikan gerakan jariku, hanya sedikit mengurangi kecepatannya.

Tubuh Nadia masih menggigil dan menegang. Mulutnya terbuka tapi tak ada suara yg keluar sepatahpun, hanya hembusan nafas kuat dan pendek² yg dia keluarkan lewat mulutnya. Kondisi demikian berlangsung selama beberapa saat.

Kemudian tubuh Nadia berangsur melemas, aku pun memperlambat gerakan jariku sampai akhirnya dgn sangat perlahan aku cabut dari liang kenikmatan Nadia.

Mata Nadia masih terpejam rapat, bibirnya masih sedikit ternganga. Dgn lembut dan pelan aku dekatkan bibirku ke mulut Nadia. Aku cium mesra bibirnya yang sangat sensual itu. Nadia pun menyambut dgn tak kalah mesranya. Kami berciuman bak sepasang kekasih yg saling jatuh cinta.

Agak berbeda dgn ciuman yg menggelora seperti sebelumnya.

“Nikmat Nad?” Dgn lembut aku berbisik di telinga Nadia.

“Mas Ben … ah … Nadia blm pernah merasakan kenikmatan seperti tadi .. sungguh Mas. Mas Ben sangat pinter … Makasih Mas … Nina sungguh beruntung punya suami Mas.”

“Aku yg beruntung Nad, bisa memberi kepuasan kepada wanita secantik dan semulus kamu.”

“Ah Mas Ben bisa aja … Nadia jadi malu.”

Seluruh kejadian tadi sekalipun terasa sangat lama, tapi aku tahu sesungguhnya tak lebih dari 5 menit. Oh, ternyata Nadia wanita yang cepat mencapai orgasme, asal tahu bagaimana caranya. Sungguh tolol dan egois Tora kalau sampai tidak bisa memuaskan istrinya ini. Aku berpikir dalam hati.

Nadia kemudian sadar akan kondisinya saat itu. Dasternya awut²an, kemaluannya masih terbuka lebar, dan celana dalamnya tersangkut di lutunya. Dia segera duduk tegak, menurunkan dasternya sehingga menutup pangkal pahanya. Grakan yang sia² sebetulnya karena aku sudah melihat segalanya. Akhirnya dia bangkit berdiri.

“Nadia mau cuci dulu Mas.”

“Aku ikut dong Nad, ntar aku cuciin,” aku menggodanya.

“Ihhh Mas Ben genit.”

Sambil berkata demikian dia menggamit tanganku dan menarikku ka kamarnya. Aku tahu ada kamar mandi kecil disana, sama persis seperti rumahku. Sampai di kamar Nadia aku berkata:

“Aku copot pakaianku dulu ya Nad, biar nggak basah.”

Nadia tdk berkata apa² tetapi mendekati aku dan membantu melepas kancing celanaku semantara aku melepaskan kaosku. Aku lepaskan juga celanaku dan aku hanya memakai celana dalam saja.

Nadia melirik ke arah celana dalamku, atau lebih tepatnya ke arah benjolan berbentuk batang yg ada di balik celana dalamku. Aku maju selangkah dan mengangkat ujung bawah daster Nadia sampai keatas dan Nadia mengangkat kedua tangannya sehingga dasternya mudah terlepas.

Baru sekarang aku bisa melihat dgn jelas tubuh mulus Nadia. Sungguh tubuh wanita yang sempurna, semuanya begitu indah dan proporsional, jauh melampaui khayalanku sebelumnya. Payudara yang dari tadi hanya aku intip dan raba sekarang terpampang dgn jelas di hadapanku.

Bentuknya bundar kencang, cukup besar, tapi masih proporsional dgn ukuran tubuh Nadia yg sexy itu. Putingnya sangat kecil bila dibanding ukuran bukit buah dadanya sendiri. Warna putingnya coklat agak tua, sungguh kontras dgn warna kulit Nadia yg begitu putih.

Perut Nadia sungguh kecil dan rata, tak tampak sedikitpun timbunan lemak disana. Pinggulnya sungguh indah dan pantatnya sangat sexy, padat dan sangat mulus. Pahanya sangat mulus dan padat, betisnya tidak terlampau besar dan pergelangan kakinya sangat kecil.

Rupa² Nadia sadar kalau aku sedang mengagumi tubuhnya. Dgn agak malu² di berkata:

“Mas curang … Nadia udah telanjang tapi Mas belum buka celana dalamnya.”

Tanpa menunggu reaksiku, Nadia maju selangkah, agak membungkuk dan memelorotkan celana dalamku. Aku membantunya dgn melangkah keluar dari celana ku. Tongkat kejantananku yg sedari tadi sudah berdiri tegak langsung menyentak seperti mainan badut keluar dari kotaknya. Kami berdua berdiri berhadapan sambil bertelanjang bulat saling memandangi.

Tak tahan aku hanya melihat tubuh molek Nadia, aku maju langsung aku peluk erat tubuh Nadia. Kulit tubuhku langsung bersentuhan dgn kulit halus tubuh Nadia tanpa sehelai benangpun yang menghalangi.

“Kamu cantik dan seksi sekali Nad.”

“Ah Mas Ben ngeledek aja.”

“Bener kok Nad.”

Sambil berkata demikian aku rangkul Nadia lalu aku bimbing masuk ke kamar mandi. Aku semprotkan sedikit air dengan shower ke kemauluan Nadia yg masih berlendir itu. Kemudian tangan kananku aku lumuri dgn sabun, aku peluk Nadia dari belakang dan aku sabuni seluruh kemaluan Nadia dgn lembut.

Rupanya Nadia suka dgn apa yg aku lakukan, dia merapatkan punggungnya ke tubuhku sehingga penisku menempel rapat ke pantatnya. Dgn gerakan lambat dan teratur aku menggosok selangkangan Nadia dgn sabun.

Nadia mengimbanginya dengan mengggerakkan pinggulnya seirama dgn gerakanku. Gesekan tubuhku dgn kulit halus mulus Nadia seakan membawaku ke puncak surga dunia.

Akhirnya selesai juga aku membantu Nadia mencuci selangkangannya dan mengeringkan diri dgn handuk. Sambil saling rangkul kami kembali ke kamar dan berbaring bersisian di tempat tidur. Kami saling berpelukan dan berciuman penuh kemesraan.

Aku raba seluruh permukaan tubuh mulus Nadia, betul² halus dan sempurna. Nadia pun beraksi mengelus batang kejantananku yang semakin menegang itu.

Aku ingin memberikan Nadia kepuasan sebanyak mungkin malam ini. Aku ingin Nadia merasakan kenikmatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya dgn seorang pria. Dan aku merasa sangat beruntung bisa melakukan itu krn, dari cerita Nadia ke Nina, aku tahu tak ada pria lain yg pernah menyentuhnya kecuali Tora, dan sekarang aku.

Tubuh telanjang Nadia aku telentangkan, kemudian aku melorot mendekati kakinya. Aku mulai menciumi betisnya, perlahan keatas ke pahanya yang mulus. Aku nikmati betul setiap inci kulit paha mulus dan halusnya dgn sapuan bibir dan lidahku. Akhirnya mulutku mulai mendekati pangkal pahanya.

“Ahhhhh Mas Ben …. ah .. jangan .. nanti Nadia nggak tahan lagi .. ah.”

Sekalipun mulutnya berkata “jangan” namun Nadia justru membuka kedua pahanya semakin lebar seakan menyambut baik serangan mulutku itu.

“Nikmati saja Nad …. aku akan memberikan apa yg tdk pernah diberikan Tora padamu.”

Aku meneruskan jilatan dan ciumanku ke daerah selangkangan Nadia yg sudah menganga lebar. Aku lihat jelas bibir vaginanya yg begitu tebal dan sensual. Perlahan aku katupkan kedua bibirku ke bibir bawah Nadia. Sambil “berciuman” aku julurkan lidahku mengorek ujung liang senggama Nadia yg merangsang dan wangi itu.

“Ahhhh …. Mas Ben … aaaaahhh .. please .. please.”

Begitu mudahnya kata² Nadia berubah dari “jangan” menjadi “please”. Bibirku aku geser sedikit keatas sehingga menyentuh klitorisnya yg berwarna pink itu. Perlahan aku julurkan lidahku dan aku menjilatinya ber-kali². Sekarang Nadia bereaksi tepat seperti yang aku duga.

Dia membuka selangkangannya semakin lebar dan menekuk lututnya serta mengangkat pantatnya. Aku segera memegang pantatnya sambil me-remas²nya. Lidahku semakin leluasa menari di klitoris Nadia.

“Aaaaaahhhhhh …. enak Mas …. enak …. ahhhh .. iya …. ahhhh ahhhhh.”

Hanya itu yang keluar dari mulut Nadia menggambarkan apa yg sedang dia rasakan saat ini. Aku semakin meningkatkan kegiatan mulutku, aku katupkan kedua bibirku ke klitoris Nadia yg begitu mungil, Aku sedot lambat² benda sebesar kacang hijau itu.

“Maaaaasss …. nggak tahaaaan … ahhhhh .. Maassss.”

Dari pengalamanku tadi memasturbasi Nadia dgn jari aku tahu pertahanan Nadia tinggal setipis kertas. Lalu aku rubah taktik ku. Aku lepaskan tangan kananku dari pantat Nadia, kemudian jari tengahku kembali beraksi menggosok klitorisnya.

Lidahku aku julurkan mengorek seluruh lubang kenikmatan Nadia sejauh yg aku bisa. Sungguh luar biasa respon Nadia. Tubuhnya menegang membuat pantat dan selangkangannya semakin terangkat, kedua tangannya mencengkeram kain sprei.

“AAAaaaaahhhhh … maaaaaaaaaaaaaassssssss.”

Bersamaan dgn erangan Nadia aku rasakan ada cairan hangat dan agak asin yg keluar dari liang vaginanya dan langsung membasahi lidahku. Aku julurkan lidahku semakin dalam dan semakin banyak cairan yg bisa aku rasakan.

Tiba² Nadia memberontak, segera menarik aku mendekatinya. Tangan kananku dia pegang dan sentuhkan ke kemaluannya. Sambil matanya masih terpejam, dia memeluk aku dan langsung mencium bibirku yang masih belepotan dgn lendir kenikmatannya. Aku tahu apa yg dia mau.

Aku biarkan bibir dan lidahnya menari di mulutku menyapu semua sisa lendir yg ada disana. Jari tanganku aku benamkan kedalam vaginanya dan aku gerakkan masuk keluar dgn cepat. Tubuh Nadia kembali menggigil dan vaginanya mengeluarkan cairan lagi. Rupanya itu adalah sisa orgasmenya.

Kami masih berciuman sampai tubuh Nadia mulai melemas. perlahan aku angkat tangan kananku dari selangkangannya, aku peluk dia dgn lembut. Bibirku perlahan aku lepaskan dari cengkeraman mulut Nadia.

Tubuh Nadia tergolek lemah seakan tanpa tulang. Matanya sedikit terbuka menatap mesra ke arahku. Bibirnya sedikit menyungging senyum penuh kepuasan.

“Mas …. itu tadi luar biasa Mas … Nadia belum pernah digituin … Mas Ben hebat .. makasih Mas … Nadia hutang banyak ama Mas Ben.”

“Nad aku juga sangat senang kok bisa membuat Nadia puas seperti itu.”

Sambil aku kecup lembut keningnya. Mata Nadia berbinar penuh rasa terima kasih. Aku merasakan kenikmatan bathin yg luar biasa saat itu. Kami berbaring telentang bersebelahan untuk beberapa saat. Penisku masih tegang berdiri, tapi aku tidak hiraukan karena nanti pasti akan dapat giliran juga.

Nadia bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Kali ini aku biarkan di membersihkan dirinya sendiri. Aku tetap berbaring sambil mengenangkan keindahan yg baru aku alami. Tak berapa lama Nadia sudah kembali dan dia langsung berbaring di sampingku. Matanya menatap lekat ke penisku seakan dia baru sadar ada benda itu disana.

“Mas Ben pengin diapain?” Nadia bertanya manja.

“Terserah kamu Nad, biasanya ama Tora gimana dong?” Aku coba memancing

“Biasa ya langsung dimasukin aja Mas. Nadia jarang puas ama dia.”

“Oh … terus Nadia penginnya gimana?”

“Ya kayak ama Mas Ben tadi, Nadia puas banget. … Nadia pengin cium punya Mas Ben boleh nggak?”

“Emang Nadia belum pernah?”

“Belum Mas,” agak jengah dia menjawab, “Mas Tora nggak pernah mau.”

“Ya silahkan kalau Nadia mau.”

Tanpa menunggu komando Nadia segera merangkak mengarahkan kepalanya mendekati selangkanganku. Dia pegang batang penisku, dia mengamati dari dekat sambil sedikit melakukan gerakan mengocok. Sangat kaku dan canggung.

“Ayo Nad,, aku ngak apa² kok. Kalau Nadia suka, lakuin apa yg Nadia mau.”

Dgn penuh keraguan Nadia mendekatkan mulutnya ke kepala penisku. Pelan² dia buka bibirnya dan memasukkan helmku kedalam mulutnya. Hanya sampai sebatas leher kemudian dia sedot perlahan.

Dia tetap melakukan itu untuk beberapa saat tanpa perubahan. Tentu saja aku tidak bisa merasakan sensasi yg seharusnya. Rupanya dia benar² belum pernah melakukan oral ke penis lelaki.

Dgn lembut aku pegang tangan kiri Nadia. Aku genggam jemarinya yg lentik dan aku tarik mendekat ke mulutku. Aku pegang telunjuknya kemudian aku masukkan ke dalam mulutku. Aku gerakkan masuk keluar dgn lambat sambil sesekali aku jilat dgn lidahku saat jari lentiknya masih dalam mulutku.

Nadia segera paham bahwa aku sedang memberi “bimbingan” bagaimana seharusnya yg dia lakukan. Tanpa ragu dia mempraktekkan apa yg aku lakukan dgn jarinya.

Batang penisku dimasukkan kedalam mulutnya, kemudian kepalanya di-angguk²kan sehingga senjataku tergesek keluar masuk mulutnya yg sensual itu. Sekalipun masih agak canggung tapi aku mulai bisa merasakan “pelayanan” yg diberikan Nadia kepadaku.

Semakin lama dia semakin tenang dan tdk kaku lagi. Kadang dia mainkan lidahnya di sekeliling kepala penisku dalam mulutnya. Wow .. dlm sekejap Nadia sudah mulai ahli dalam oral sex.

Sepertinya Nadia sendiri mulai bisa merasakan sensasi dari apa yg dia lakukan dgn mulut dan lidahnya. Dia mulai berani bereksperiman. Kadang dia keluarkan penisku dari mulutnya, menciumi batangnya kemudian memasukkannya kembali.

Sesekali dia hanya menghisap kepalanya sambil mengocok batang kemaluanku. Aku mulai merasakan rangsangan dan ikut menikmati permainan mulut Nadia.

“Gimana Nad rasanya?”

“Mas… Nadia merasakan rangsangan yg luar biasa, Penisnya Mas enak .. Nadia suka.”

Aku bangkit berdiri di atas kasur sambil bersandar di dinding kepala ranjang. Nadia langsung tahu harus bagaimana. Dia duduk bersimpuh di hadapanku dan kembali menghisap penisku. Kepalanya tetap digerakkan maju mundur. Dan sekarang dia menemukan cara baru. dia menjepit batang penisku diantara kedua bibirnya yg terkatup.

Kemudian dia meng-angguk²kan kepalanya. Wow … sungguh Nadia cepat belajar dalam hal beginian. Batang dan kepala penisku dia gesek degn bibir tebalnya yg terkatup. Aku membantu dia dengan menggerakkan pantatku maju mundur.

“Ohhh Nad …. mulutmu enak sekali … terus Nad.”

“Mas Ben suka? Nina sering ya giniin Mas Ben?”

“Iya Nad … tapi aku lebih suka kamu … bibirmu seksi sekali .. ooohhh Nad .. Nina juga suka .. isep bolaku dan jilati semuanya Nad .. ohhh.”

Nadia rupanya nggak mau kalah, dia segera melepaskan batang penisku dari mulutnya dan mulai menjilati dan menghisap bola kembarku. Tangannya sambil mengocok batang kelakianku.

Oh sungguh nikmat. Aku belai rambut Nadia dan aku usap kepalanya. Nadia suka sekali dan dia masih terus menggerayangi seluruh selangkanganku dgn lidahnya. Rasanya sungguh nikmat.

Kemudian kami berganti posisi. Aku kembali tidur telentang dan Nadia aku minta merangkak diatasku dengan posisi kepala terbalik. Kami di posisi 69 dan ini adalah salah satu favoritku. Nadia sekarang sudah cukup mahir dalam oral sex.

Dia segera mengulum batang penisku, aku pun mulai menjilati vaginanya. Dengan posisi ini liang kenikmatan Nadia sangat terbuka dihadapanku dan aku lebih leluasa menikmati dgn bibir dan lidahku.

Aku jilat dan hisap klitoris Nadia yg sudah menantang dan jariku mengorek liang senggamanya. Sesekali aku cuimi bibir vaginanya yang begitu merangsang. Nadia pun tak mau kalah, dia melakukan segala cara yg dia tahu terhadap tongkat kejantananku. Dia mainkan pakai lidah, dia kocok sambil dia hisap, dia mainkan kepala penisku mengitari kedua bibirnya. Sungguh nikmat sekali.

Tak terlalu lama aku mulai merasakan bahwa Nadia sudah tdk bisa menahan lagi, Pantatnya mulai bergoyang limbung kegelian, namun aku menjilati terus klitorisnya sambil jariku me-nusuk² liang kenikmatannya. Akhirnya Nadia sampai juga di puncak nikmatnya.

Tubuhnya menegang, gerakan anggukan kepalanya sambil menghisap penisku semakin menggila. Tubuhnya gemetaran tapi dia tetap tak rela melepas penisku dari mulutnya. Aku semakin giat mencium klitorisnya dan mengorek vaginanya dgn jariku. Tubuh Nadia tiba² mematung dan aku rasakan cairan hangat meleleh keluar dari liang senggamanya.

Aku langsung menutup lubang vagina Nadia dgn mulutku dan membiarkan cairan kenikmatannya membasahi lidahku. Rasanya asin tapi sama sekali tidak amis sehingga aku tak ragu menelan cairan itu sampai tandas.

Kemudian perlahan aku mulai lagi menciumi dan menjilati seluruh permukaan vagina Nadia. Otot Nadia sudah agak mengendur juga. Dia mulai lagi melakukan segala eksperimen dgn mulut dan lidahnya ke penisku. Kami mulai lagi dari awal. Perlahan namun pasti, Nadia mulai mendaki lagi puncak kenikmatan birahinya.

Aku tangkupkan kedua tanganku ke bukit pantat Nadia dan mulai membelai dan meremas lembut. Nadia menanggapinya dgn sedotan panjang di penisku. Lidahku kembali menelusuri segala penjuru selangkangan Nadia.

Beberapa saat kemudian aku mulai merasakan tubuh Nadia kembali gemetaran. Aku cium bibir bawahnya dan aku sorongkan lidahku sedalam munggkin ke dalam guanya yg merangsang.

Aku juga mulai merasa kalau pertahananku mulai goyah dan bendunganku akan segera ambrol. Nadia mempercepat gerakan kepalanya dan akupun menghisap makin kuat vaginanya. Aku sudah tak kuat menahan amarah spermaku dan …

“Croooottsss crooots croots.”

Lahar hangatku menyembur didalam mulut Nadia. Untuk sedetik Nadia agak kaget tapi dia cepat tanggap. Dia segera mempercepat gerakan kepalanya sambil menelan seluruh air maniku.

“Croots .. croots.”

Sisa maniku kembali menyembur, dan kali ini Nadia menyambutnya dgn hisapan kuat di penisku, seakan ingin menyedot apa yg masih tersisa didalam sana. Aku merasakan nikmat yg luar biasa. Ekspresi kenikmatan ini aku lampiaskan dengan semakin gila menjilati dan menyedot vagina Nadia.

Rupanya Nadia juga sudah hampir mencapai klimaksnya. Belaian lidahku di mulut vaginanya membuat puncak itu semakin cepat tercapai. Akhirnya sekali lagi tubuh Nadia menegang dan cairan hangat kembali meleleh dari kawahnya. Lidahku kembali menerima siraman lendir kenikmatan itu yg segera aku telan.

Beberapa saat kemudian, dgn enggan Nadia bangkit dan berbaring telentang disampingku. Penisku, walaupun masih berdiri, tapi sudah tidak setegak tadi. Nadia memelukku dgn manja dan kami berciuman dgn mesra.

“Nad … gimana? .. puas? … sorry tadi aku nggak tahan keluar di mulut kamu.”

“Nadia puas sekali Mas .. sampai dua kali gitu lho …. Nadia suka sperma Mas Ben … asin² gimana gitu. Kapan² boleh minta lagi dong Mas,” Nadia mulai keluar kenesnya.

“Boleh aja Nad ,,, asal disisain buat Nina .. hehehe,”

Nadia mencubit genit lenganku.

“Ihhh … Mas Ben … paling bisa deh … emang Mas sering gaya gituan dgn Nina?”

Aku tahu Nina juga sering bercerita soal kegiatan sex kami ke Nadia jadi aku yakin Nadia sudah tahu juga.

“Enggak lah … ini baru pertama dgn kamu Nad.”

“Ah Mas bohong .. Nina kan sering cerita ke Nadia, katanya Mas Ben pinter ngeseks. Makanya diam² Nadia pengin main ama Mas.”

“Udah kesampian kan keinginanmu Nad.”

“Iya sih … tapi Mas jangan marah ya … Nadia sering bayangin kita main bertiga dgn Nina .. Mas mau nggak?”

Kaget juga kau mendengar keinginan Nadia ini. Jujur saja aku juga sering berfantasi membayangkan alangkah nikmatnya bercinta dgn Nina dan Nadia sekaligus. Tapi tentu saja aku tak pernah berani ngomong dgn Nina. Bisa pecah Perang Dunia III, lagi pula itu kan hanya fantasi liar saja.

“Mau sih Nad .. tapi kan nggak mungkin … Nina pasti marah besar.”

“Iya ya … Nina kan orangnya agak alim.”

Kami terus berbincang hal² demikian sampai kira² 10 menit. Kemudian dgn malas kami ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Di kamar mandi kami saling menyabuni dan saling membersihkan tubuh kami. Aku jadi semakin mengagumi tubuh Nadia. Tak ada segumpal lemakpun di tubuhnya dan semuanya padat berisi.

Setelah mengeringkan diri kami kembali ke atas ranjang dan berpelukan mesra. Sambil saling berciuman aku mulai menggerayangi tubuh molek Nadia, Tak bosan²nya aku meremas dan mengusap buah dadanya yg sangat segar itu. Perlahan aku mulai menghujani leher dan pundak Nadia dgn ciumanku. Tak sampai disitu saja, mulutku mulai aku arahkan ke dada Nadia.

Buah dadanya yg tegak mulai aku cium dan aku gigit² lembut. Nadia sangat menyukai apa yg aku lakukan.

“Ahhhh … iya Mas …. disitu Mas … ahhhhh Nadia terangsang Mas.”

Lidahku menjilati puting susunya yg mungil dan keras itu. Nadia semakin menggelinjang. Tangannya menyusup ke bawah ke selangkanganku. Dipegangnya batang kemaluanku yg masih agak lemas.

Dia permainkan penisku dgn jari²nya yg lentik. Mau tak mau burungku mulai hidup kembali. Nadia dgn lembut mengocok tongkat kelakianku.

Sambil masih mengulum putingnya, tangan kananku kembali bergerilya di daerah kemaluan Nadia. Jariku aku rapatkan dan aku tekan bukit kemaluan Nadia sembari aku gerakkan memutar. Dia juga menimpali dgn menggoyangkan pantatnya dgn gerakan memutar yg seirama.

“Mas …. aaahhhh Mas …. enak Mas … ahhh terus … iya.”

Sambil mendesah dia menarik pantatku mendekat ke kepalanya. Akhirnya aku terpaksa melepaskan hisapanku di putingnya dan duduk berlutut di sisinya. Nadia terus menekan pantatku sampai akhirnya mulutnya mencapai batang kemaluanku yg sudah tegak menantang. Tangan kiriku aku tampatkan dibelakang kepalanya untuk menyangga kepalanya yg agak terangkat. Penisku kembali dia kulum dan jilati.

“Oooh Nad … enak Nad … aku suka Nad …”

Aku pun menggerakkan pantatku maju mundur. Nadia membuka lebar mulutnya dan menjulurkan lidahnya sehingga batang penisku meluncur masuk keluar mulutnya ter-gesek² lidahnya. Sungguh luar biasa apa yang aku rasakan saat itu.

Sementara itu tangan kananku terus menekan dan memutar bukit vagina Nadia. Kadang jariku aku selipkan ke celah sempit diantara kedua bukit itu dan mengusap klitoris Nadia.

“Ahhh Mas … Nadia nggak tahan Mas … ahhhhh .. iya …. aaahhhh.”

Aku segera merubah posisi. Kedua tangan Nadia aku letakkan di belakang lututnya dan membuka kedua lututnya. Aku angkat pahanya sehingga liang vaginanya menganga menghadap ke atas. Nadia menahan dengan kedua tangan di belakang lututnya. Aku duduk bersimpuh di hadapan lubang kemaluan Nadia. Penisku aku arahkan ke lubang yg sudah menganga itu.

Aku tusukan kepala penisku ke mulut lubang dan aku tahan disana. kemudian dgn tangan kananku aku gerakkan penisku memutari mulut liang senggama Nadia.

“Maassss .. ahhhhh … nggak tahan … ayo … ahhhhhh.”

Aku sengaja tdk mau terlalu cepat menusukkan batang kejantananku ke gua kenikmatan Nadia. Aku gesek²an kepala penisku ke klitoris Nadia. Dia semakin menggelinjang menahan nikmat. Akhirnya tanggul Nadia bobol juga. Tak heran, dengan gosokan jari saja dia tadi bisa mencapai orgasme apalagi ini dgn kepala penisku, tentu rangsangannya lebih dahsyat.

“Aaaaaaahhhhhhhhhhhhhh ahhhhhhhhhhhhh Massssssss.”

Rintihan itu sekaligus menandai melelehnya cairan bening dari liang vaginanya. Nadia kembali mengalami puncak orgasme hanya dgn gosokan di klitorisnya. Kali ini aku masukkan batang penisku seluruhnya kedalam gua kenikmatannya. Aku berbaring telungkup diatas tubuh molek Nadia sambil menumpkan berat badanku di kedua sikuku. Aku cium lembut mulutnya yg masih terbuka sedikit. Nadia membalas ciumanku dan mengulum bibirku.

Aku biarkan senjataku terbenam dalam lendir kehangatannya. Di telinganya aku bisikan:

“Nad … nikmat ya …”

“Oh Mas … Nadia sampai nggak tahan … nikmat Mas ..”

Perlahan dgn gerakan yg sangat lembut aku mulai memompa batang penisku ke dalam lubang senggama Nadia yg sudah basah kuyup. Aku tahu Nadia pasti bisa orgasme lagi dan kali ini aku ingin merasakan semburan lumpur panas di batang kemaluanku.

“Ayo Nad …. nikmati lagi … jangan ditahan .. aku akan pelan².”

“Ahhhh .. iya Mas …. Nadia pengin lagi .. ahhhhh.”

Masih dgn sangat pelan aku pompa terus tongkat kelakianku ke liang vagina Nadia yg ternyata masih sempit untuk ukuran wanita yang sudah menikah 2 thn. Buah dada Nadia yg menyembul tegak meng-gesek² dadaku ketika aku turun naik. Sungguh sensasi yang luar biasa. Sengaja aku gesekkan dadaku ke payudaranya.

“Aaaahhhhh … ahhhhhhh … iya … ahhhhh .. Nadia terangsang lagi Mas … iya …. .”

Kali ini aku pompa sedikit lebih kuat dan cepat. Nadia menanggapinya dgn memutar pantatnya sehingga penisku rasanya seperti di peras² dalam liang vaginanya. Gerakkan Nadia semakin liar, Tangannya sudah tidak lagi menahan lutut tapi memegang pantatku dan menekannya dengan keras ke tubuhnya.

“Aaaaahhhhhh …. Mas ….. aaaahhhhhhh”

Aku semakin kencang dan dalam memompa pantatku. Mata Nadia sudah terpejam rapat, kepalanya meng-geleng² liar ke kiri ke kanan seperti yang dia lakukan di sofa tadi. Gerakannya semakin ganas dan …

“Aaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh hhhhhhhhhhhhhhhh ………”

Dia melenguh panjang sambil menegangkan seluruh otot di tubuhnya. Aku menekan dalam² penisku ke lubang senggamanya. Jelas aku rasakan aliran hangat di sekujur batang kemaluanku. Tubuh Nadia maish terbujur kaku.

Aku pun menghentikan seluruh gerakanku sambil terus menekan liang vaginanya dgn penisku. Beberapa saat sepertinya waktu terhenti. Tidak ada suara, tidak ada gerakan dari kami berdua. Aku memberi kesempatan kepada Nadia untuk menikmati klimaks yg barusan dia dapat.

Akhirnya badan Nadia mulai mengendur. Tangannya membelai lembut kapalaku. Bibirnya mencari bibirku untuk dihadiahi ciuman yang sangat lembut dan panjang.

“Mas …. Nadia sungguh nikmat …. Mas Ben jago deh … Mas belum keluar ya?”

“Jangan pikirkan aku Nad …. yang penting Nadia bisa menikmati kepuasan.”

Kemudian dgn lambat aku mulai memompa lagi. Liang senggama Nadia terasa sangat licin dan agak sedikit longgar. Selama beberapa saat aku terus memompa lambat².

“Aaaahhhhhh … iya .. iya …. Mas …. Nadia mau lagi .. iya … ahhhh”

Nadia kembali memutar pantatnya mengiringi irama pompaanku. Dia mulai men-desah² penuh kenikmatan.Aku cabut batang kemaluanku dari vagina Nadia. Aku lalu berbaring telentang di sebelahnya.

“Kamu diatas Nad.”

Nadia segera berjongkok diatas selangkanganku, Aku arahkan kepala penisku ke lubangnya. Nadia kemudian duduk diatas tubuhku dan bertumpu pada kedua lututnya. Pantatnya mulai bergerak maju mundur.

“Ayo Nad … kamu sekarang yg atur .. ohhh iya nikmat Nad.”

Nadia semakin bersemangat memajumundurkan pantatnya. Kedua payudaranya berguncang indah dihadapanku. Secara reflek kedua tanganku meremas bukit daging yg mulus itu. Tangan Nadia dia letakkan dibelakang pantatnya sehingga tubuhnya agak meliuk kebelakang membuat dadanya semakin membusung.

“Ohhh Nad … susumu sexy sekali … terus Nad … ohhhh … lebih keras Nad.”

“Aaaaahhhh Mas … Nadia sudah mau sampai lagi … ahhhhh ahhhhhh Mas”

“Ayo Nad …. terus Nad … cepat …. ohhhhh iya .. iya Nad … memekmu enak sekali.”

“Mas .. ahhhh … Nadia nggak tahan … puasi Nadia lagi mas .. ahhhh.”

Gerakan pantat Nadia semakin cepat dan semakin cepat. Aku merasa penisku ter-gesek² dinding vagina Nadia yg sempit dan licin itu. Dengan sekuat tenaga aku mencoba menahan agar aku tidak ejakulasi. Pertahananku semakin rapuh.

“Nad … oooohhhh Nad …. aku nggak tahan … ohhh Nad …. enak … enak.”

“Ahhhh … ayo .. Mas ….. Nadia juga udah nggak tahan … sekarang mas .. ahhh sekarang.”

Tepat pada detik itu bendunganku ambrol tak mampu menahan terjangan spermaku yg menyemprot kuat.

“Oooooooohhhhhhh Nad ….. crooots crooots croots”

“Aaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhh Mas …. ahhhhhhhhhhh ..”

Kami mencapai puncak kenikmatan ber-sama². Penisku terasa hangat dan aku yakin Nadia juga merasakan hal yg sama di dalam vaginanya. Nadia masih duduk diatasku tapi sudah kaku tak bergerak. Vaginanya dihujamkan dalam melahap seluruh batang kemaluanku.

“Oooohhh Nad …. nikmat sekali .. makasih Nad .. kamu pinter membuat aku puas.”

Akugapai tubuh Nadia dan aku tarik menelungkup diatas tubuhku. Buah dadanya yg masih keras menghimpit dadaku. Aku ciumin seluruh wajahnya yang mulai ditetesi keringat.

“Mas … ahhhhh … Nadia sungguh puas Mas … ”

Kemudian kami berbaring sambil berpelukan. Badan kami mulai terasa penat tapi bathin kami sangat puas.

Hari sudah beranjak malam. Diselingi makan malam berdua, kami memadu kasih beberapa kali lagi. Atau lebih tepatnya Nadia mengalami orgasme beberapa kali lagi sedangkan aku hanya sekali lagi ejakulasi,

Segala gaya kami coba, bahkan aku sempat “membimbing” Nadia untuk memuaskan dirinya sendiri dengan jari²nya yg lentik itu. Aku betul² puas dan senang bisa membuat wanita secantik Nadia bisa mencapai sekian kali orgasme.

Cerita sex : Kisah Sex Tante Kostku Yang Sexy

Tak terasa jarum jam terus bergeser dan jam setengah sebelas malam aku meninggalkan rumah Nadia. Sebetulnya Nadia meminta aku bisa bermalam menemani dia, tatapi aku ingat keesokan harinya aku masih harus menyetir lebih dari 4 jam ke kota M menyusul istri dan anakku tercinta. Maaf Nina, aku telah mereguk madu kepuasan bersama sahabatmu, Nadia..

#Kisah #Sex #Dengan #Nadia #Sahabat #Istriku

Kisah Sex Advokat Dengan Kliennya Terbaru Malam Ini

Kisah Sex Advokat Dengan Kliennya

Sebagai seorang yang menjalankan profesi advokat, berkomunikasi dan berdiskusi secara intens dengan klien merupakan suatu hal yang mutlak. Mengingat yang dilakukan advokat dalam mengurus perkara hukum kliennya adalah membela kepentingan-kepentingan hukum dari klien itu sendiri.

Terkadang, dengan seringnya berkomunikasi dan berdiskusi tersebut, batas-batas kekakuan hubungan antara advokat dengan kliennya menjadi lumer bahkan menjadi tipis dan bisa jadi hubungan tersebut meningkat menjadi TTM (teman tapi mesra). Itulah, yang saat ini saya rasakan (alah mak !!).

Linda, nama panggilannya. Janda muda berumur 35 tahun, tanpa anak. Tingginya 168 cm dengan bobot BB yang cukup proposional. Bisa dikatakan sintal. Ya, S-I-N-T-A-L karena lekukan tubuhnya begitu sempurna. Kalau dia sedang berjalan, setiap pria yang melihatnya pasti akan memperhatikannya dengan seksama.

Wajahnya ? standar orang Indonesia. Mungkin jika dinilai masuk dalam kisaran nilai 7. Memandang bibirnya yang tipis cukup membuat kita ingin berlama-lama ngobrol dengannya.

Yang lebih membuat menarik dan ini yang utama adalah warna kulit tubuhnya yang kuning langsat. Mulus, tanpa cela sedikitpun. Sempurna. Ini masih pula ditambah dengan ukuran buah dada yang enak dilihat. Tidak besar dan tidak kecil. 34 atau 32, tak tau lah, yang penting pas susunya ! mmmhhhhmmmm.

Permasalahan hukum yang dihadapinya cukup pelik, rebutan harta warisan peninggalan almarhum suaminya. Rupanya, keluarga besar almarhum suaminya tidak rela jika rumah peninggalan almarhum dikuasi oleh Linda. Mereka berupaya melakukan terror-teror untuk mengusir Linda keluar dari rumahnya. Ini membuat Linda khawatir. Dia tidak mungkin keluar dari rumah yang selama ini ditempatinya karena cuma itu yang dipunyanya.

Pada mulanya, berhadapan dan berdiskusi dengan Linda biasa-biasa saja. Tidak ada nafsu shawat yang menyertainya. Pesona-pesona tubuh Linda yang terpancar sekedar menimbulkan kekaguman dalam hati saya.

Tidak lebih tidak kurang. Uraian-uraian permasalahan yang disampaikan Linda cukup membuat saya menarik kesimpulan awal bahwa hak-hak Linda sebagai janda harus dibela.

Beberapa hari setelah tanda tangan surat kuasa, langkah-langkah penyelesaian hukum segera saya susun dan diterapkan. Somasi segera saya layangkan ke keluarga besar almarhum suaminya Linda. Beberapa pertemuan saya dengan para ahli waris selalu dilaporkan ke Linda sebagai klien. Inilah wujud professional saya.

Hingga pada suatu saat, di rumahnya Linda. Saya mendapat informasi dari Linda bahwa ia tetap masih menerima telepon-telepon yang berisikan terror.

“Pak, saya bener-bener takut. Mereka selalu bilang kalau saya tidak berhak tinggal di rumah ini. Mereka ngancam kalau sampai akhir bulan ini tidak juga keluar, tungga aja akibatnya nanti,” curhat Linda lirih. Sebentar-bentar ia mengadahkan wajahnya ke atas. Sepertinya berusaha menahan emosi kekesalan sekaligus ketakutannya.

“Mereka tega banget, pak,” tambahnya dengan suara pelan.

“Ya, sabar bu. Ini khan masih proses. Saya sudah kirim somasi plus ancaman tuk melaporkan mereka ke pihak berwajib jika mereka tetap melakukan terror.”

“Iya, pak. Saya agak tenang dengan adanya bapak,” ucapnya dengan nada datar.

Kemudian dengan diplomatis saya sampaikan langkah-langkah hukum yang telah dilakukan. Linda pun menanggapinnya dengan antusias. Ia pun menggeser duduknya mendekat ke saya. Ia ada disebelah kiri saya. Dalam posisi duduk yang bersampingan tersebut jelas memberikan saya keluasaan untuk mengekplorasi pesona keindahan dan kemulusan tubuhnya.

Disela-sela percakapan, tak henti-hentinya lirikan mata saya menyelusuri kemulusan tubuhnya yang saat itu dibalut kaos lengan pendek tanpa kerah berwarna merah muda dan celana panjang hitam. Eksplorasi yang tidak terencana, dimulai dari jari jemari tangannya yang lentik pelan-pelan berlanjut ke lengan, bahunya dan terus berlanjut ke lehernya.

Di lehernya terbelit kalung emas tipis. Indahnya, begitu gumam saya dalam hati. Tahap-tahap penyelesaian hukum semakin saya uraikan mendalam sambil memandang bibir merah yang dimilikinya, mulus pipinya, hidungnya dan kupingnya.

Ternyata eksplorasi tersebut menimbulkan sensasi sensual ketika jari tangan Linda memainkan rambutnya. Memperlihatkan leher mulus Linda yang dipenuhi dengan helai-helaian halus anak rambut. Seketika terendus harum wangi rambutnya. Achhhhhhh

15, 20, 25 menit merupakan waktu yang nyaman bagi saya. Terbuai sudah pikiran saya dengan sensasi sensual yang tercipta tanpa disadari oleh Linda. Ingin saya nikmati lebih lama rasanya. Getar-getar syaraf ditubuh pun saya resapin dalam-dalam.

Semakin diresapin ternyata gelombang syaraf tersebut bermuara diselangkangan. Muatan eletris yang menimbulkan denyut-denyut di urat kemaluan. Pelan tapi pasti batang kemaluan yang kenyal tersebut menjadi keras.

“Kriiiiiiiiiiiiing .. kriiiiiiing . !”

“Ngg … pasti telepon terror nih,” ucap Linda sambil melihat ke arah sumber suara.

“Angkat aja dulu”

Telepon itu berbunyi lagi. Kriiiiiiiiingg

“Pasti terror,” terbersit sedikit kekhawatiran di wajah Linda. Ia berusaha untuk tLindak menanggapi telepon tersebut.

“krrrrrrrrriiiiiiiiing”

“Angkat dulu aja, bu. Siapa tau bukan terror. Mungkin dari kenalan atau keluarga Ibu,” saran saya. Terus terang, sungguh duduk bersandingan dengan Linda membuat diri saya risih dan khawatir. Risih dan kekhawatiran yang berpangkal pada ketidaksingkronan antara pikiran dengan batang kemaluan yang semakin mengeras

Dengan sedikit keengganan Linda pun beranjak dari sofa. Melangkah ke ruang makan dimana ia meletakkan pesawat telepon selama ini.

Pfuihhh ! saya pun menarik napas panjang. Lega. Dasar kemaluan laknat. Ini lagi kerja. Professional dong !. Malu khan kalau keliatan nonjol ! maki saya dalam hati. Dengan cepat tangan dingin saya menyelunsup masuk ke celana untuk membetulkan arah orbit batang kemaluan sialan ini. Hup ! horizontal sudah.

“Pak, kesini deh pak,” panggil Linda dari ruang makan.

Sigap saya langsung melangkah ke ruang makan. Sampai disana, terlihat Linda sedang berdiri didepan kulkas dengan gagang telepon di tangan kanannya, “Bapak mau dengerin terornya mereka ? ini kakaknya yang paling tua nelepon”.

Sebagai kuasa hukum tentunya saya ingin mendengarkan terror tersebut secara langsung, sekedar untuk mengetahui bentuk terror dan apa keinginan sesungguhnya dari mereka selama ini. Saya pun langsung mengambil gagang telepon tersebut.

Terdengar suara maki-makian diujung sana. Saya hanya mendengarkan dan melihat Linda menyondorkan kursi makan ke arah saya. Dengan isyarat tangan, saya bilang ingin duduk dekat meja makan. Saya duduk dikursi tersebut dengan Linda mengambil posisi berdiri disebelah saya.

Bertumpu dengan kedua sikunya sementara salah satu tangannya menopang dagu. Ia berusaha ikut mendengarkan isi telepon terror tersebut. Dalam posisi demikian, jelas wajahnya mendekat dan sangat dekat dengan wajah saya.

Mulusnya, gumam dalam hati saya ketika melihat pinggang bawahnya yang terbuka. Bagian bawah kaosnya sedikit tertarik ke atas rupanya dan sedikit karet celana dalam coklatnya menyembul keluar seolah-olah menyapa saya. Hai ..

Maki-makian tersebut terdengar jelas ditelinga saya. Saya hanya diam dan sekali-kali melihat ke arah Linda. Saya isyaratkan apakah dia mau menanggapin telepon tersebut sambil menyondorkan gagang telepon ke arahnya.

Linda mengangguk dan meraih gagang telepon. Karena panjang kabel telepon yang terbatas, mau tidak mau, ia pun lebih mendekatkan tubuhnya ke arah saya. Edan ! buah dadanya tersentuh lengan saya. Saya langsung bereaksi cepat menarik tangan seraya berdiri untuk menyilahkan Linda duduk di kursi saya.

“Mbak, kasihan dong sama Linda. Ini khan rumah peninggalan almarhum. Linda ini istrinya .”

Tindak tahu apa yang dibicarakan oleh si penelepon tersebut, tak lama saya mendengar isak tangis Linda. Sedikit menunduk sambil mengusap air mata Linda terus mendengarkan telepon tersebut. Saya yang berdiri tepat dibelakangnya tak kuasa untuk menghentikan isak tangis tersebut. Bingung apa yang harus dilakukan melihat perempuan menangis seperti itu.

Tiba-tiba. Tangan saya bereaksi mengelus rambut kepalanya. Mengelus dan terus mengelus seakan-akan mengatakan, “tenang bu Linda. Sabar”. Elusan dikepala seperti itu tampaknya berhasil menenangkannya.

Tak lama kemudian telepon tersebut ditutup oleh Linda. Merunduk sebentar dan kemudian berdiri menghadap saya. Menatap ke saya penuh harapan untuk dapat dibantu menyelesaikan masalahnya. Terlihat tetesan air mata di kelopak matanya. Kembali tangan saya bereaksi dengan lembut berusaha menghapus air mata tersebut.

Emosi saya pun larut dalam suasana tersebut. Ibu jari tangan saya pun pelan-pelan menghapus linangan air mata yang mengalir di pipi Linda. Spontanitas, bibir saya mengecup pelan pada keningnya Linda.

“Sabar ya bu,” ucap saya. Linda hanya menatap mata saya kemudian mengangguk pelan. Saat itu juga saya merasakan gemuruh yang hebat. Debar-debar dan detak jantung rasanya begitu cepat tidak seperti biasanya. Lalu, entah kenapa bibir saya berkeinginan mengecup bibir Linda. Sedikit menunduk sambil memajukan bibir. Dan berhasil.

Kecupan yang membuat saya sendiri kaget dan Linda pun terperanjat. Ketika Linda memalingkan muka, tangan saya spontanitas memegang wajahnya dan bibir itu saya kecup lagi. Sangat berhasrat sekali. Kecupan yang berawal lembut menjadi begitu penuh hasrat.

Linda berusaha berontak tapi saya tahan kuat-kuat dengan mencengkram kedua lengannya dan lumatan bibir pun semakin kuat saya lakukan. Mencoba menerobos katupan bibir Linda. Dengan indah saya sapu bibir tipis merah itu.

“pak .. Mhh .” rontaan Linda. Ia berusaha menjauhkan bibirnya dari ganasnya lumatan bibir saya. Rupanya dia salah. Justru dengan dia membuka mulutnya membuat mulutku leluasa untuk melumatnya. Lumatan demi lumatan saya lakukan. Seluruh keinginan melumat saya salurkan sepuas-puasnya.

Kisah Sex Advokat Dengan Kliennya

Seperti kehausan rasanya. Manisnya air liur Linda pun bisa saya rasakan. Kemudian bibir saya menghisap bibir bawah Linda Saya pejamkan mata untuk mematikan syaraf positif otak. Rasanya saya tidak peduli lagi dengan rontaan-rontaannya.

Setiap saya merasakan sentakan reaksi untuk meronta atau menolak, seketika itu pula saya melawannya dengan sentakan otot-otot yang kuat. Saya buka bentangan kakinya dan lebih merapatkan pinggul saya ke pinggulnya untuk lebih mudah menundukkan. Memang akhirnya, Linda tidak bisa lagi beronta-ronta.

Sebentar-bentar saya julurkan lidah untuk mencoba masuk lebih dalam ke rongga mulutnya. Terus dan terus lidah saya mencoba mencari lidahnya. Disapunya rongga mulut itu untuk mencari apa yang diinginkan.

Tektur giginya bisa saya rasakan dan dengan sedikit usaha, akhirnya lidah kami bertemu. Ternyata lidah Linda menyambut lidah saya. Permainan lembut lidah saya disambut baik. Lidah kami saling merespon. Linda tidak berontak lagi ! saya merasakan sedikit demi sedikit ia membalas lumatan saya.

Otot lengan Linda perlahan-lahan saya rasakan mengendur rasanya seperti berusaha rileks. Dapat dipastikan memang mengendur. Tangan saya yang semula memegang rapat lengannya perlahan-lahan juga melonggar.

Dengan tetap melekat di sisi lengannya, tangan saya bergeser pelan-pelan. Ketika sudah yakin kalau Linda tidak lagi berontak, saya renggangkan sedikit jarak antara telapak tangan saya dengan permukaan kulit lengannya.

Tidak untuk melepas tapi untuk merasakan kehalusan kulitnya. Dengan kuku secara lembut jari-jari saya menyelusuri kehalusan kulit Linda. Terus ke bawah hingga ke pergelangan tangannya. Setiap jari dan disetiap sela-selanya diselusuri pelan-pelan. Saya merasa Linda begitu rileks.

Sementar bibir kami terus bercumbu, ke dua tangan saya sudah bergeser ke paha samping Linda. Sedikit demi sedikit merayap ke arah pantatnya Linda. Mengusap lembut dengan gerakan memutar ke belakang pinggulnya dan mencengkramnya. Kedua tangan saya, masing-masing telah mencengkram belahan bongkahan bokong tersebut.

Ini membuat Linda berreaksi. Mulutnya terbuka penuh tidak setengah-setengah lagi. Percumbuan kami pun semakin hebat. Karena perbandingan tinggi badan Linda yang cukup pendek dibandingkan dengan tinggi badan saya maka saya angkat pantatnya guna memudahkan melumat bibirnya. Linda sangat senang. Terbukti dengan lumatannya yang semakin intens, penuh gairah.

Tiba mata saya yang semula terpejam terbuka. Kesadaran otak dan kesadaran diri mulai menyandarkan saya. Bathin saya mengatakan ini tidak benar. Stop! Saya membuka mata, tapi kini saya melihat ekpresi Linda yang memejamkan matanya. Mulutnya setengah terbuka. Begitu jelas terlihat pesona bibir Linda yang sedang merekah.

Ada kemilauan air ludah disekitar bibirnya. Sapuan warna merah lipstiknya sudah hilang berganti dengan warna natural bibir. Merah muda. Dalam kondisi basah demikian itu, pesona seksualnya jelas bertambah. Menggairahkan.

Linda melenguh pelan sambil mengadahkan wajahnya ke atas. Kenapa ? . rupanya itu adalah reaksi yang diberikannya ketika salah satu telapak tangan saya menempel dipunggungnya. Linda mendongakkan wajahnya ke atas dengan mata terpenjam sementara bibirnya terbuka. Sayup saya mendengar erangan pelan Linda,”ooohhhhhh ..”.

Tampak jelas oleh saya urat-urat halus hijau seputar lehernya yang putih dengan hiasan kalung tipis emas itu. Bibir dan lidah saya pun bekerja kembali. Diciuminnya bagian tengah leher tersebut. Merayap pelan ke atas terus ke bawah. Balik lagi ke atas terus menyesuri bagian samping kanan leher Linda. Disitu lLindah saya mengelitik terus mengelitiknya dan pada akhirnya menghisap lembut namun kuat.

“Pakkkkkkkkkkkkkk .” erangan Linda sambil mendekap tubuh saya. Linda meresapi permainan lidah dan mulut saya. Respon yang harus dihargai. Gairah yang terbalaskan. Ini jelas butuh reaksi yang berlanjutan. Tanpa kata-kata, cumbuan dileher Linda terus saya lanjutkan.

Perlahan-lahan Linda saya turunkan. Posisi kami saling berhadapan rapat, kami saling menatap. Getaran-getaran sahwat menuntut lebih. Saya tidak tahu, apakah Linda merasakan apa yang saya rasakan tapi yang jelas Linda kembali memejamkan matanya dan membusungkan dadanya ke dada saya.

Saya cium kedua pipinya yang halus lalu ke mulutnya. Kami bercumbu kembali. Tidak seperti awal tadi, hanya sebentar. Saya kelitikin telinga kanannya dengan lidah dan berkata, “Bu Linda cantik”.

Kalimat yang terucap spontan dan dunia rasanya seperti berputar usai mengatakannya. Bibir saya menghujam kembali dibibirnya. Berpagutan dengan lembut dan tangan saya kembali berreaksi. Dengan jari-jari saya sibak bagian bawah kaosnya.

Kedua telapak tangan saya menempel dipinggangnya. Kini dengan kedua telapak tangan, saya dapat merasakan betapa halusnya kulit tubuh mulus itu. Seperti mengelus permukaan licin, saya sangat menghayatinya.

Kehalusan itu ternyata itu tidak cukup menghentikan aksi saya. Merambat pelan ke atas, tangan saya pada akhirnya menemukan gundukan daging kenyal yang terbungkus. Tangan saya tidak langsung meremasnya tapi terlebih dahulu menyusuri pinggiran bawah BH itu. Bisa saya rasakan motif dari BH yang sedang dipakainya. Kasar.

Saya usaikan cumbuan kami. Puas rasanya mencumbu bibir tipis itu. Saya dorong tubuh Linda ke belakang dan langsung menempelkan tubuh saya ke tubuhnya. Kini Linda terhimpit antara lemari makan dengan tubuh saya. Jari tangan saya bereaksi lebih lanjut. Kali ini meremas dan terus meremas.

Dengan kedua ibu jari yang telah menyelusup ke dalam kutang, saya merasakan sesuatu. Pentil buah dada!. Saya pilin-pilin pelan dan Linda pun kembali mendesah, “aaacchh”. Cumbuan kami terus berlanjut tapi tidak lagi beraturan. Sebentar ke pipi, ke kuping dan ke leher. Linda pun terus mendesah.

Penuh keyakinan saya angkat kaosnya melewati dada, kepala dan tangannya. Dari pinggang ke atas, tubuh Linda telah terbuka. Kami bercumbu kembali. Saya tumpahkan seluruh hasrat dan nafsu yang ada. Sungguh gerakan saya sudah sporadis, tidak beraturan lagi. Dimana saya merasakan kehalusan kulit tubuhnya Linda, disitulah cumbuan saya mendarat.

Tangan Linda yang bergelantungan di leher saya kini pelan-pelan mendekap tubuh saya. Ditempelkan kepalanya didada saya yang masih tertutup kemeja putih. Ia menggesek-mengesekkan mulutnya dan saya tahu apa yang seharusnya saya lakukan.

Pelan-pelan saya jatuhkan tubuhnya ke lantai. Birahi saya tidak tertahankan lagi pastinya melihat tubuh yang indah mulus berbaring dilantai. Kami saling menatap dan saya melihat kedipan mata Linda yang mengijinkan untuk meneruskan apa yang saya inginkan.

Bergegas saya membuka kancing kemeja dan melepaskan kaos dalam. Ya pori-pori kulit dada saya juga ingin merasakan kulit yang kuning langsat dan mulus itu. Saya dekatkan dan saya tempelkan dada ini kedadanya. Meresap dan semakin meresap saya merasakannya. Usai itu, saya langsung menciumin permukaan buah dadanya. Urat-urat di kulit payudara tersebut menambah pesona yang tak terelakkan. Hangat dan menggairahkan.

Dengan gerakan jari, saya turunkan tali BH coklatnya melewati pundak. Sambil menggeliat, Linda membantu saya membuka BH tersebut. Ia mengerti kalau tali BH itu akan mengganggu aktifitas sex saya. Oooohh … buah dada yang membulat dihiasi pentil merah muda mengeras. Terpuaskan sudah mata saya memandang keindahan buah dadanya.

Kekenyalan yang membuat saya terus menerus menciumnya. Saya gunakan lidah untuk menciptakan sensasi yang merangsang. Dengan lembut saya gigit permukaan kulit atas dekat pentil yang kuning langsat mulus tersebut. Tidak hanya satu sisi. Kedua-duanya saling bergantian saya kecup, hisap dan menggigitnya.

Tangan saya pun terus ke bawah untuk membuka celana panjang hitam yang dikenakan. Saya menginginkan kemulusan pahanya. Usaha membuka serta melorotkan celana panjang hitam tersebut berjalan cepat dan tangan saya telah menemukan kehalusan itu.

Sungguh halus kulit paha itu. Mengusap bagian luar paha sementara mulut saya terus bekerja di area dada membuat Linda mendesah dan terus mendesah. Gairah kami terus meningkat, tidak lagi ada kepedulian diantara kami mengenai ruangan. Disela-sela kaki meja makan dan diantara kulkas, kami bergumul.

Linda tampaknya benar-benar sudah pasrah dan mengikhlaskan tubuhnya untuk disetubuhin dengan saya. Diiringin dengan desahan yang terkadang panjang dan pendek, sebentar-bentar tubuhnya menggeliat serta mengejang. Keringat telah membasahi tubuhnya itu.

Tapak-tapak merah dibeberapa bagian kulitnya yang kuning langsat begitu jelas terlihat. Gerakan seksualnya sungguh bervariasi, dalam posisi miring berhadapan dipegangnya kepala saya untuk diarahkan ke buah dadanya lalu sebentar kemudian menarik pantat saya untuk lebih merapatkan tubuh saya dengan tubuhnya.

Tak segan-segan ia meraih tangan saya untuk meminta buah dadanya diremas mesra kembali. Jika sudah seperti itu, usai meremas buah dadanya, saya mengarahkan jari telunjuk ke mulutnya. Ia pun menghisapnya. Bibingan yang menyenangkan.

Stop, Jangan diteruskan lagi. Ingat, kamu ini advokat. Dia itu klien kamu. Saya terdiam sesaat. Gamang. Teruskan, Ayooo. Lihat dia sudah berbaring terlentang. Ya, saya memang melihatnya terlentang. Tampak payudaranya yang membulat turun naik seiring dengan desah nafasnya. Terlihat puting merah muda itu berkemilau basah oleh liur saya.

Tidak, jangan diteruskan. Itu DOSA ! kuping saya begitu panas mendengarnya. Denyutan di kepala saya begitu terasa. Saya mengejamkan mata sambil mengatur napas. Ya. Ini harus dihentikan. HARUS. Tidak ! Kamu pikir yang kamu lakukan sejak tadi bukannya dosa, Hah ! Lihat . kakinya mengangkang terbuka

Ia masih menginginkan. Saya tatap gelagat yang terlihat. Gila !! tangannya Linda bergerak-gerak dipinggiran selangkangannya. Sesaat kemudian, mengusap-usap pelan ke arah vaginanya yang masih terbungkus celana dalam coklat tipis. Saya terpana. Bagian vagina celana dalam itu tampaknya sudah basah. Gumpalan hitam ditengah selangkanganya tercetak jelas. Ini memang belum berakhir. Harus dituntaskan.

Perlahan-lahan saya merunduk mencium pusar Linda. Lidah saya bermain disitu, dengan gerakan spiral ke arah luar, semakin lama area kecupan, gelitikan lidah dan gigitan lembut saya makin melebar. Perut yang rata, halus dan licin itu memudahkan saya untuk berulang-ulang melakukannya. Saya berinisiatif untuk menggesek-gesekkannya pelan dengan bulu-bulu jenggot yang baru tumbuh. Tentunya ini akan membuat sensasi geli bagi yang merasakannya.

Gairah birahi kembali memenuhi syaraf-syaraf tubuh saya. Konsentrasi untuk menuntaskan nafsu seks telah memenuhi otak saya. Jari jemari tangan saya pelan-pelan bergeser mencapai pinggiran samping bawah celana dalam itu dan dengan cekatan menyusup ke pinggiran atasnya.

Cepat dan sedikit kasar saya menarik celana dalam tersebut keluar dari kaki jenjang itu. Achhhhhhhh, ada kepuasan bathin tersendiri ketika saya mengangkat dengkul dan merengkangkan kaki Linda itu.

Terpangpang jelas area vagina yang dihiasi bulu jembut. Bulu yang menutupin vagina itu sudah basah. Jangan langsung tancap. Begitu suara yang jelas saya dengar menyarankannya. Mainkan dulu. Biar dia benar-benar terangsang. Setan telah menang mutlak atas otak saya. Saya tak kuasa lagi menahan nafsu ini.

Saya memang tidak langsung mengarahkan bibir ke vagina itu. Saya beringsut mundur. Pelan, saya tarik kedua kakinya lurus. Diujung kaki kiri Linda, saya mencoba membangkitkan gairah liar Linda. Dimulai dari ibu jari kakinya, saya kulum pelan-pelan. Saya merasakan Linda tersentak. Berhasil. Linda sedikit menarik kakinya.

Lembut, saya tarik lagi kakinya dan mencium punggung kaki itu sementara tangan kanan saya telah jauh memijat betis hingga belakang dengkul kaki kanan Linda. Saya jilatin paha kanan bagian dalam jengkal demi jengkal. Terus ke atas sampai pada pertemuan pangkal paha.

Linda memegang dan menekan kepala saya. “Sssssss ..” Rintihan Linda saya dengar ketika klitoris itu saya cium. Klitoris itu mengeras sejak tadi. Saya tidak mencium bau yang tidak enak. Ini artinya Linda pintar merawat vagina miliknya. Linda terus menggerakkan pantatnya. Berulang-ulang tangannya menekan kepala saya.

Ia tidak ingin saya menghentikan jilatan-jilatan yang saya lakukan. Sesungguhnya dengan gerakan erotis seperti memutar pinggul tersebut, terkadang divariasikan dengan gerakan seperti menabrakkan vaginanya ke mulut, saya sedikit kewalahan namun demi kepuasannya, saya terus melakukannya.

Selain menjilat, terkadang saya berusaha menggigit kecil klitoris itu. Entah karena cairan kewanitaannya atau karena air liur saya, area vagina itu telah basah kuyup. Kedutan-kedutan otot vaginanya terlihat jelas.

Di antara kedua pahanya, dengan duduk bersimpuh, saya menegakkan tubuh. Entah sudah berapa lama saya berusaha merangsang Linda. Saya melihat Linda memalingkan wajahnya sambil menggigit jari telunjuk kanannya. Tidak sia-sia saya merangsangnya habis-habisan. Rona-rona merah diwajahnya menandakan dia terangsang berat.

Saya melihat kucuran keringat mengalir di pipinya. Rangsangan demi rangsangan yang dirasakannya telah membuat tubuhnya sangat hangat. Saya perjelas penglihatan dengan mendekatkan wajah ke wajahnya. Saya kecup mesra pipinya dan berkata lembut, “Saya teruskan ya bu”. Linda hanya mengangguk pelan. Pandangannya begitu sayu.

Saya telungkupkan tubuh Linda. Mengamati punggungnya mempesonakan bagi saya. Keringat telah membasahi punggungnya. Telapak tangan saya pelan-pelan mengusap keringat itu. Mungkin gerakan mengusap itu dirasakan Linda seperti memijat. Linda begitu rileks. Tak perlu lama-lama, saya langsung mengendus-enduskan nafas di punggungnya itu.

Mulai dari tengkuk leher pelan merambat ke bawah. Mengikuti alur tulang punggungnya sampai ke tulang ekornya. Bongkahan pantat yang bersih, mulus dan kuning langsat itu sungguh menggemaskan. Saya berbaring menimpa tubuh ke tubuh belakangnya. Dalam satu gerakan saya meraih tubuh Linda.

Saya palingkan wajahnya menghadap ke wajah saya untuk memudahkan melumat bibirnya. Sementara tangan kiri menahan wajah Linda agar lumatan kami terus dilakukan, tangan kanan saya leluasa meluncur ke selangkangannya. Tetap membelai bulu-bulu jembut itu, saya mengerahkan segenap jari tangan meraih vagina. Linda paham apa yang saya inginkan. Ia membuka lebar-lebar pahanya.

“Ngghh . ngghh . nggh .”, rintihan kenikmatan Linda menyambutnya ketika jari tengah saya berhasil masuk ke lubang vaginanya. Lendir yang membasahi vagina itu membuat jari tengah saya bisa langsung masuk tanpa halangan berarti. Dengan gerak memutar ke atas dinding dalam vagina Linda, jari tengah saya mencari titik g-spot.

Sebentar keluar sebentar kemudian masuk lagi dan memutar kembali hingga suatu ketika Linda semakin bernafsu mengulum bibir saya. Ketika g-spot yang saya cari berhasil didapatkan, dia menggigit kecil bibir bawah saya.

“Pakkkkk ..”, mengerang panjang sambil melentingkan tubuhnya, mengejang sesaat kemudian Linda terkulai jatuh lemas ke lantai. Linda telah mencapai orgasme total.

Show time !!! reaksi saya langsung cepat. Terburu-buru saya membuka kepala ikat pinggang dan membuka resleting celana. Saya pelorotkan celana panjang berikut celana dalamnya melewati kaki. Saya ingin total menyetubuhinnya.

Saya raih kaki Linda sekaligus merenggangkannya. Lubang vagina itu sudah siap menanti kerasnya batang kemaluan saya. Urat kemaluan yang membesar seiring kerasnya otot kemaluan membuat batang kemaluan saya seperti mengangguk-angguk tatkala ditempelkan dan diusap-usap memutar ke tengah bibir vagina itu.

Vagina itu merespon dengan membuka, menelan lalu perlahan-lahan menyedotnya dengan baik. Sensasi yang luar biasa. Saya tidak langsung mengenjotnya. Saya biarkan otot-otot vagina memijat batang kemaluan.

Saya tatap tajam matanya Linda. Linda tidak membalas tatapan saya tersebut. Ia hanya memejamkan matanya. Saya tidak peduli, apakah artinya suka atau tidak. Komentar saya cuma satu, PEDULI SETAN!!!

Saya raih jemari tangan Linda dan mengangkat hingga sejajar dengan kepalanya. Kembali saya lumat bibirnya. Ganas penuh nafsu. Kaki Linda yang semula menekuk mulai lurus. Gaya lawas, misionaris yang menggetarkan. Ini jelas berakibat hebat pada otot batang kemaluan saya. Saya merasakan otot vaginanya rapat mencengkram.

Uuuuuuuu! Erangan saya memulai genjotan batang kemaluan divaginanya. Pelan, pelan dan pelan saya menggenjotnya. Mengandalkan gerakan pantat bukan pinggul, karena dengan begitu saya dapat memutar batang kemaluan didalam sana.

Berulang-ulang kali Linda mengimbangi dengan menggerakkan pinggulnya juga. Kakinya mulai menjepit belakang kaki saya tapi kemudian melingkar dipinggang saya. Ia memeluk tubuh saya erat-erat. Semakin erat ia memeluk semakin cepat dan keras saya memompanya. Napas kami berderu-deru mengimbangi bunyi yang timbul dari keluar masuknya batang kemaluan saya di lobang vagina itu.

Frekuensi gelombang birahi diantara kami telah sama. Syarat-syarat tubuh kami telah terkoneksi sama, menuntut penuntasan yang seharusnya. Pada akhirnya titik klimaks itu tercapai juga.

“Pakkkkkkk . nggg .. Paaaaakkkkkkk,” Kepalanya mengeleng-geleng kiri – kanan. Linda melengkung tubuhnya dengan begitu hebatnya.

“Sssssss ..” desahnya dan ia langsung melumat bibir saya. Ia telah mencapai orgamesme untuk kesekian kalinya. Namun demikian, ia tidak menghentikan aktifitas seksualnya begitu saja. Mungkin ia paham bahwa saya belum mencapai titik klimaks. Pinggulnya digerak-geraknya maju mundur. Ia ingin membantu saya meraih titik klimaks itu.

“hu .. hu .. hu .” sebentar-bentar ia melumat bibir saya. Kini, tak hanya dengan pinggulnya saja, dengan kedua tangan yang mencengkram pantat saya, Ia membantu gerakan pompaan yang saya lakukan. Tak ayal, jelas membuat saya makin bernafsu dan bersemangat untuk mempercepat pompaan batang kelamin di vaginanya.

Dan lima menit kemudian .. “Crooot . croooot …crooot!” mengalir sudah cairan kenikmatan saya di lubang vagina tersebut. Cairan itu memenuhi dinding dalam dan luar vagina Linda.

Dengan pandangan masih berkunang-kunang, tubuh saya limbung di atas tubuh telanjang Linda. Terdengar jelas hembusan nafas kami berdua berangsur-angsur tenang seiring dengan bangkitnya perlahan-lahan kesadaran akal dan pikiran. Usai itu, tanpa berbicara sepatah kata pun, saya bangkit berdiri dan bergegas berpakaian.

Tanpa memandang sedikitpun ke Linda, saya melangkah ke ruang tamu dan duduk di sofa. Gila !! apa yang saya lakukan tadi ? renung saya. Saya nyalakan sebatang rokok dan menghembuskan asapnya pelan-pelan. Buangnya dindalam lagi . Tolol !!! maki saya.

Cerita sex : Kisah Sex Diperkosa Tapi Nikmat

Tak lama kemudian Linda datang menghampiri saya yang masih duduk termenung. Sambil berdiri, dengan sedikit tersenyum, dibenturkannya pelan dengkulnya dengan dengkul saya, “susah yach jadi perempuan”.

#Kisah #Sex #Advokat #Dengan #Kliennya

Kisah Sex Dengan Ana Tetanggaku Terbaru Malam Ini

Kisah Sex Dengan Ana Tetanggaku

Namaku Andi mahasiswa di sebuah universitas terkenal di Surakarta. Di kampungku sebuah desa di pinggiran kota Sragen ada seorang gadis, Ana namanya. Ana merupakan gadis yang cantik, berkulit kuning dengan body yang padat didukung postur tubuh yang tinggi membuat semua kaum Adam menelan ludah dibuatnya. Begitu juga dengan aku yang secara diam-diam menaruh hati padanya walaupun umurku 5 tahun dibawahnya, tapi rasa ingin memiliki dan nafsuku lebih besar dari pada mengingat selisih umur kami.

Kebetulan rumah Mbak Ana tepat berada di samping rumahku dan rumah itu kiranya tidak mempunyai kamar mandi di dalamnya, melainkan bilik kecil yang ada di luar rumah. Kamar Mbak Ana berada di samping kanan rumahku, dengan sebuah jendela kaca gelap ukuran sedang. Kebiasaan Mbak Ana jika tidur lampu dalam rumahnya tetap menyala, itu kuketahui karena kebiasaan burukku yang suka mengintip orang tidur, aku sangat terangsang jika melihat Mbak Ana sedang tidur dan akhirnya aku melakukan onani di depan jendela kamar Mbak Ana.

Ketika itu aku pulang dari kuliah lewat belakang rumah karena sebelumnya aku membeli rokok Sampurna A Mild di warung yang berada di belakang rumahku. Saat aku melewati bilik Mbak Ana, aku melihat sosok tubuh yang sangat kukenal yang hanya terbungkus handuk putih bersih, tak lain adalah Mbak Ana, dan aku menyapanya, “Mau mandi Mbak,” sambil menahan perasaan yang tak menentu. “Iya Ndik, mau ikutan..” jawabnya dengan senyum lebar, aku hanya tertawa menanggapi candanya. Terbersit niat jahat di hatiku, perasaanku menerawang jauh membanyangkan tubuh Mbak Ana bila tidak tertutup sehelai benangpun.

Niat itupun kulakukan walau dengan tubuh gemetar dan detak jantung yang memburu, kebetulan waktu itu keadaan sunyi dengan keremangan sore membuatku lebih leluasa. Kemudian aku mempelajari situasi di sekitar bilik tempat Mbak Ana mandi, setelah memperkirakan keadaan aman aku mulai beroperasi dan mengendap-endap mendekati bilik itu. Dengan detak jantung yang memburu aku mencari tempat yang strategis untuk mengintip Mbak Ana mandi dan dengan mudah aku menemukan sebuah lubang yang cukup besar seukuran dua jari.

Dari lubang itu aku cukup leluasa menikmati kemolekan dan keindahan tubuh Mbak Ana dan seketika itu juga detak jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya, tubuhku gemetar hingga kakiku terasa tidak dapat menahan berat badanku. Kulihat tubuh yang begitu sintal dan padat dengan kulit yang bersih mulus begitu merangsang setiap nafsu lelaki yang melihatnya, apalagi sepasang payudara dengan ukuran yang begitu menggairahkan, kuning langsat dengan puting yang coklat tegak menantang setiap lelaki.

Kemudian kupelototi tubuhnya dari atas ke bawah tanpa terlewat semilipun. Tepat di antara kedua kaki yang jenjang itu ada segumpal rambut yang lebat dan hitam, begitu indah dan saat itu tanpa sadar aku mulai menurunkan reisletingku dan memegangi kemaluanku, aku mulai membayangkan seandainya aku dapat menyetubuhi tubuh Mbak Ana yang begitu merangsang birahiku. Terasa darahku mengalir dengan cepat dan dengusan nafasku semakin memburu tatkala aku merasakan kemaluanku begitu keras dan berdenyut-denyut.

Aku mempercepat gerakan tanganku mengocok kemaluanku, tanpa sadar aku mendesah hingga mengusik keasyikan Mbak Ana mandi dan aku begitu terkejut juga takut ketika melihat Mbak Ana melirik lubang tempatku mengintipnya mandi sambil berkata, “Ndik ngintip yaa..” Seketika itu juga nafsuku hilang entah kemana berganti dengan rasa takut dan malu yang luar biasa. Kemudian aku istirahat dan mengisap rokok Mild yang kubeli sebelum pulang ke rumah, kemudian kulanjutkan kegiatanku yang terhenti sesaat.

Setelah aku mulai beraksi lagi, aku terkejut untuk kedua kalinya, seakan-akan Mbak Ana tahu akan kehadiranku lagi. Ia sengaja memamerkan keindahan tubuhnya dengan meliuk-liukkan tubuhnya dan meremas-remas payudaranya yang begitu indah dan ia mendesah-desah kenikmatan.

Disaat itu juga aku mengeluarkan kemaluanku dan mengocoknya kuat-kuat. Melihat permainan yang di perlihatkan Mbak Ana, aku sangat terangsang ingin rasanya aku menerobos masuk bilik itu tapi ada rasa takut dan malu. Terpaksa aku hanya bisa melihat dari lubang tempatku mengintip.

Kemudian Mbak Ana mulai meraba-raba seluruh tubuhnya dengan tangannya yang halus disertai goyangan-goyangan pinggul, tangan kanannya berhenti tepat di liang kewanitaannya dan mulai mengusap-usap bibir kemaluannya sendiri sambil tangannya yang lain di masukkan ke bibirnya. Kemudian jemari tangannya mulai dipermainkan di atas kemaluannya yang begitu menantang dengan posisi salah satu kaki diangkat di atas bak mandi, pose yang sangat merangsang kelelakianku.

Aku merasa ada sesuatu yang mendesak keluar di kemaluanku dan akhirnya sambil mendesah lirih, “Aahhkkhh..” aku mengalami puncak kepuasan dengan melakukan onani sambil melihat Mbak Ana masturbasi. Beberapa saat kemudian aku juga mendengar Mbak Ana mendesah lirih, “Oohh.. aahh..” dia juga mencapai puncak kenikmatannya dan akhirnya aku meninggalkan tempat itu dengan perasaan puas.

Di suatu sore aku berpapasan dengan Mbak Ana.

“Sini Ndik,” ajaknya untuk mendekat, aku hanya mengikuti kemauannya, terbersit perasaan aneh dalam benakku.

“Mau kemana sore-sore gini,” tanyanya kemudian.

“Mau keluar Mbak, beli rokok..” jawabku sekenanya.

“Di sini aja temani Mbak Ana ngobrol, Mbak Ana kesepian nih..” ajak Mbak Ana.

Dengan perlahan aku mengambil tempat persis di depan Mbak Ana, dengan niat agar aku leluasa memandangi paha mulus milik Mbak Ana yang kebetulan cuma memakai rok mini diatas lutut.

“Emangnya pada kemana, Mbak..” aku mulai menyelidik.

“Bapak sama Ibu pergi ke rumah nenek,” jawabnya sambil tersenyum curiga.

“Emang ada acara apa Mbak,” tanyaku lagi sambil melirik paha yang halus mulus itu ketika rok mini itu semakin tertarik ke atas.

Sambil tersenyum manis ia menjawab, “Nenek sedang sakit Ndik, yaa.. jadi aku harus nunggu rumah sendiri.”

Aku hanya manggut-manggut.

“Eh.. Ndik ke dalam yuk, di luar banyak angin,” katanya.

“Mbak punya CD bagus lho,” katanya lagi.

Tanpa menunggu persetujuanku ia langsung masuk ke dalam, menuju TV yang di atasnya ada VCD player dan aku hanya mengikutinya dari belakang, basa-basi aku bertanya, “Filmnya apa Mbak..”

Sambil menyalakan VCD, Mbak Ana menjawab, “Titanic Ndik, udah pernah nonton.”

Aku berbohong menjawab, “Belum Mbak, filmnya bagus ya..”

Mbak Ana hanya mengangguk mengiyakan pertanyaanku.

Setelah film terputar, tanpa sadar aku tertidur hingga larut malam dan entah mengapa Mbak Ana juga tidak membangunkanku. Aku melihat arloji yang tergantung di dinding tembok di atas TV menandakan tepat jam 10 malam. Aku menebarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang nampak sepi dan tak kutemui Mbak Ana. Pikiranku mulai dirasuki pikiran-pikiran yang buruk dan pikirku sekalian tidur disini aja.

Memang aku sering tidur di rumah teman dan orang tuaku sudah hafal dengan kebiasaanku, akupun tidak mencemaskan jika orang tuaku mencariku. Waktu berlalu, mataku pun tidak bisa terpejam karena pikiran dan perasaanku mulai kacau, pikiran-pikiran sesat telah mendominasi sebagian akal sehatku dan terbersit niat untuk masuk ke kamar Mbak Ana.

Aku terkejut dan nafasku memburu, jantungku berdetak kencang ketika melihat pintu kamar Mbak Ana terbuka lebar dan di atas tempat tidur tergolek sosok tubuh yang indah dengan posisi terlentang dengan kaki ditekuk ke atas setengah lutut hingga kelihatan sepasang paha yang gempal dan di tengah selakangan itu terlihat dengan jelas CD yang berwarna putih berkembang terlihat ada gundukan yang seakan-akan penuh dengan isi hingga mau keluar.

Nafsu dan darah lelakiku tidak tertahan lagi, kuberanikan mendekati tubuh yang hanya dibungkus dengan kain tipis dan dengan perlahan kusentuh paha yang putih itu, kuusap dari bawah sampai ke atas dan aku terkejut ketika ada gerakan pada tubuh Mbak Ana dan aku bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Sesaat kemudian aku kembali keluar melihat keadaan dan posisi tidur Mbak Ana yang menambah darah lelakiku berdesir hebat, dengan posisi kaki mengangkang terbuka lebar seakan-akan menantang supaya segera dimasuki kemaluan laki-laki.

Aku semakin berani dan mulai naik ke atas tempat tidur, tanpa pikir panjang aku mulai menjilati kedua kaki Mbak Ana dari bawah sampai ke belahan paha tanpa terlewat semilipun. Seketika itu juga ia menggelinjang kenikmatan dan aku sudah tidak mempedulikan rasa takut dan malu terhadap Mbak Ana.

Sampai di selangkangan, aku merasa kepalaku dibelai kedua tangan yang halus dan akupun tidak menghiraukan kedua tangan itu. Lama-kelamaan tangan itu semakin kuat menekan kepalaku lebih masuk lagi ke dalam kemaluan Mbak Ana yang masih terbukus CD putih itu. Dia menggoyang-goyangkan pantatnya, tanpa pikir panjang aku menjilati bibir kemaluannya hingga CD yang semula kering menjadi basah terkena cairan yang keluar dari dalam liang kewanitaan Mbak Ana dan bercampur dengan air liurku.

Aku mulai menyibak penutup liang kewanitaan dan menjilati bibir kemaluan Mbak Ana yang memerah dan mulai berlendir hingga Mbak Ana terbangun dan tersentak. Secara refleks dia menampar wajahku dua kali dan mendorong tubuhku kuat-kuat hingga aku tersungkur ke belakang dan setelah sadar ia berteriak tidak terlalu keras, “Ndik kamu ngapaiin..” dengan gemetar dan perasaan yang bercampur aduk antara malu dan takut, “Maafkan aku Mbak, aku lepas kontrol,” dengan terbata-bata dan aku meninggalkan kamar itu.

Dengan perasaan berat aku menghempaskan pantatku ke sofa biru yang lusuh. Sesaat kemudian Mbak Ana menghampiriku, dengan tergagap aku mengulangi permintaan maafku, “Ma..ma..afkan.. aku Mbak..” Mbak Ana cuma diam entah apa yang dipikirkan dan dia duduk tepat di sampingku. Beberapa saat keheningan menyelimuti kami berdua dan kamipun disibukkan dengan pikiran kami masing-masing sampai tertidur.

Pagi itu aku bangun, kulihat Mbak Ana sudah tidak ada lagi di sisiku dan sesaat kemudian hidungku mencium aroma yang memaksa perutku mengeluarkan gemuruh yang hebat. Mbak Ana memang ahli dibidang masak. Tiba-tiba aku mendengar bisikan yang merdu memanggil namaku, “Ndik ayo makan dulu, Mbak udah siapin sarapan nih,” dengan nada lembut yang seolah-olah tadi malam tidak ada kejadian apa-apa. “Iya Mbak, aku cuci muka dulu,” aku menjawab dengan malas.

Sesaat kemudian kami telah melahap hidangan buatan Mbak Ana yang ada di atas meja, begitu lezatnya masakan itu hingga tidak ada yang tersisa, semua kuhabiskan. Setelah itu seperti biasa, aku menyalakan rokok Mild kesayanganku, “Ndik maafkan Mbak tadi malam ya,” Mbak Ana memecah keheningan yang kami ciptakan.

“Harusnya aku tidak berlaku kasar padamu Ndik,” tambahnya.

Aku jadi bingung dan menduga-duga apa maksud Mbak Ana, kemudian aku pun menjawab, “Seharusnya aku yang meminta maaf pada Mbak, aku yang salah,” kataku dengan menundukkan kepala.

“Tidak Ndik.. aku yang salah, aku terlalu kasar kepadamu,” bisik Mbak Ana.

Akupun mulai bisa menangkap kemana arah perkataan Mbak Ana.

“Kok bisa gitu Mbak, kan aku yang salah,” tanyaku memancing.

“Nggak Ndik.. aku yang salah,” katanya dengan tenang, “Karena aku teledor, tapi nggak pa-pa kok Ndik.”

Aku terkejut mendengar jawaban itu.

“Ndik, Mbak Ana nanya boleh nggak,” bisik Mbak Ana mesra.

Dengan senyum mengembang aku menjawab, “Kenapa tidak Mbak.”

Dengan ragu-ragu Mbak Ana melanjutkan kata-katanya, “Kamu udah punya pacar Ndik..” suara itu pelan sekali lebih mirip dengan bisikan.

“Dulu sih udah Mbak tapi sekarang udah bubaran.” Kulihat ada perubahan di wajah Mbak Ana.

“Kenapa Ndik,” dan akupun mulai bercerita tentang hubunganku dengan Maria teman SMP-ku dulu yang lari dengan laki-laki lain beberapa bulan yang lalu, Mbak Ana pun mendengarkan dengan sesekali memotong ceritaku.

“Kalo Mbak Ana udah punya cowok belum,” tanyaku dengan berharap.

“Belum tuh Ndik, lagian siapa yang mau sama perawan tua seperti aku ini,” jawabnya dengan raut wajah yang diselimuti mendung.

“Kamu nggak cari pacar lagi Ndik,” sambung Mbak Ana.

Dengan mendengus pelan aku menjawab, “Aku takut kejadian itu terulang, takut kehilangan lagi.”

Dengan senyum yang manis dia mendekatiku dan membelai rambutku dengan mesra, “Kasian kamu Andi..” lalu Mbak Ana mencium keningku dengan lembut, aku merasa ada sepasang benda yang lembut dan hangat menempel di punggungku. Sesaat kemudian perasaanku melayang entah kemana, ada getaran asing yang belum pernah kurasakan selama ini.

“Ndik boleh Mbak jadi pengganti Maria,” bisik Mbak Ana mesra.

Aku bingung, perasaanku berkecamuk antara senang dan takut, “Andik takut Mbak,” jawabku lirih.

“Mbak nggak akan meninggalkanmu Ndik, percayalah,” dengan kecupan yang lembut.

“Bener Mbak, Mbak Ana berani sumpah tidak akan meninggalkan Andik,” bisikku spontan karena gembira.

Mbak Ana mengangguk dengan senyumnya yang manis, kamipun berpelukan erat seakan-akan tidak akan terpisahkan lagi.

Setelah itu kami nonton Film yang banyak adegan romantis yang secara tidak sadar membuat kami berpelukan, yang membuat kemaluanku berdiri. Entah disengaja atau tidak, kemudian Mbak Ana mulai merebahkan kepalanya di pangkuanku dan aku berusaha menahan nafsuku sekuat mungkin tapi mungkin Mbak Ana mulai menyadarinya.

“Ndik kok kamu gerak terus sih capek ya.”

Dengan tersipu malu aku menjawab, “Eh.. nggak Mbak, malah Andik suka kok.”

Mbak Ana tersenyum, “Tapi kok gerak-gerak terus Ndik..”

Aku mulai kebingungan, “Eh.. anu kok.”

Mbak Anak menyahut, “Apaan Ndik, bikin penasaran aja.”

Kemudian Mbak Ana bangun dari pangkuanku dan mulai memeriksa apa yang bergerak di bawah kepalanya dan iapun tersenyum manis sambil tertawa, “Hii.. hii.. ini to tadi yang bergerak,” tanpa canggung lagi Mbak Ana membelai benda yang sejak tadi bergerak-gerak di dalam celanaku dan aku semakin tidak bisa menahan nafsu yang bergelora di dalam dadaku.

Kisah Sex Dengan Ana Tetanggaku

Kuberanikan diri, tanganku membelai wajahnya yang cantik dan Mbak Ana seperti menikmati belaianku hingga matanya terpejam dan bibirnya yang sensual itu terbuka sedikit seperti menanti kecupan dari seorang laki-laki.

Tanpa pikir panjang, kusentuhkan bibirku ke bibir Mbak Ana dan aku mulai melumat habis bibir yang merah merekah dan kami saling melumat bibir. Aku begitu terkejut ketika Mbak Ana memainkan lidahnya di dalam mulutku dan sepertinya lidahku ditarik ke dalam mulutnya, kemudian tangan kiri Mbak Ana memegang tanganku dan dibimbingnya ke belahan dadanya yang membusung dan tangan yang lain sedari tadi asyik memainkan kemaluanku. Akupun mulai berani meremas-remas buah dadanya dan Mbak Ana pun menggelinjang kenikmatan, “Te..rus.. Ndik aahh..” Kemudian dengan tangan yang satunya lagi kuelus dengan lembut paha putih mulus Mbak Ana, semakin lama semakin ke atas.

Tiba-tiba aku dikejutkan tangan Mbak Ana yang semula ada di luar celana dan sekarang sudah mulai berani membuka reitsletingku dan menerobos masuk meremas-remas buah zakarku sambil berkata, “Sayang.. punyamu besar juga ya..” Akupun mulai berani mempermainkan kemaluan Mbak Ana yang masih terbungkus CD dan ia pun semakin menggeliat seperti cacing kepanasan, “Aaahh lepas aja Ndik..”

Sesaat kemudian CD yang melindungi bagian vital Mbak Ana sudah terhempas di lantai dan akupun mulai mempermainkan daging yang ada di dalam liang senggama Mbak Ana. “Aaahh enak, enak Ndik masukkan aja Ndik,” jariku mulai masuk lebih dalam lagi, ternyata Mbak Ana sudah tidak perawan lagi, miliknya sudah agak longgar dan jariku begitu mudahnya masuk ke liang kewanitaannya.

Satu demi satu pakaian kami terhempas ke lantai sampai tubuh kami berdua polos tanpa selembar benangpun. Mbak Ana langsung memegang batang kemaluanku yang sudah membesar dan tegak berdiri, kemudian langsung diremas-remas dan diciumnya. Aku hanya bisa memejamkan mata merasakan kenikmatan yang diberikan Mbak Ana saat bibir yang lembut itu mengecup batang kemaluanku hingga basah oleh air liurnya yang hangat. Lalu lidah yang hangat itu menjilati hingga menimbulkan kenikmatan yang tak dapat digambarkan.

Tidak puas menjilati batang kemaluanku, Mbak Ana memasukkan batang kemaluanku ke mulutnya yang sensual itu hingga amblas separuhnya, secara refleks kugoyangkan pantatku maju mundur dengan pelan sambil memegangi rambut Mbak Ana yang hitam dan lembut yang menambah gairah seksualku dan aroma harum yang membuatku semakin terangsang.

Setelah puas, Mbak Ana menghempaskan pantatnya di sofa. Aku pun paham dan dengan posisi kaki Mbak Ana mengangkang menginjak kedua pundakku, aku langsung mencium paha yang jenjang dari bawah sampai ke atas. Mbak Ana menggelinjang keenakan, “Aaahh..” desahan kenikmatan yang membuatku tambah bernafsu dan langsung bibir kemaluannya yang merah merekah itu kujilati sampai basah oleh air liur dan cairan yang keluar dari liang kenikmatan Mbak Ana.

Mataku terbelalak saat melihat di sekitar bibir kenikmatan itu ditumbuhi bebuluan yang halus dan lebat seperti rawa yang di tengahnya ada pulau merah merekah. Tanganku mulai beraksi menyibak kelebatan bebuluan yang tumbuh di pinggir liang kewanitaan, begitu indah dan merangsangnya liang sorga Mbak Ana ketika klitoris yang memerah menjulur keluar dan langsung kujilati hingga Mbak Ana meronta-ronta kenikmatan dan tangan Mbak Ana memegangi kepalaku serta mendorong lebih ke dalam kedua pangkal pahanya sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya hingga aku kesulitan bernafas. Tanganku yang satunya meremas-remas dan memelintir puting susu yang sudah mengeras hingga menambah kenikmatan bagi Mbak Ana.

“Ndik.. udah.. aahh, masukin.. ajaa.. oohh..” aku langsung berdiri dan siap-siap memasukkan batang kemaluanku ke lubang senggama Mbak Ana. Begitu menantang posisi Mbak Ana dengan kedua kaki mengangkang hingga kemaluannya yang merah mengkilat dan klitorisnya yang menonjol membuatku lebih bernafsu untuk meniduri tubuh Mbak Ana yang seksi dan mulus itu. Perlahan namun pasti, batang kemaluanku yang basah dan tegak kumasukkan ke dalam liang kewanitaan yang telah menganga menantikan kenikmatan sorgawi.

Setelah batang kemaluanku terbenam kami secara bersamaan melenguh kenikmatan, “Aaahh..” dan mulai kugoyangkan perlahan pinggulku maju mundur, bagaikan terbang ke angkasa kenikmatan tiada tara kami reguk bersama. Bibir kamipun mulai saling memagut dan lidah Mbak Ana mulai bermain-main di dinding rongga mulutku, begitu nikmat dan hanggat. Liang senggama Mbak Ana yang sudah penuh dengan lendir kenikmatan itupun mulai menimbulkan suara yang dapat meningkatkan gairah seks kami berdua. Tubuh kamipun bermandikan keringat.

Tiba-tiba terdengar teriakan memanggil Mbak Ana. “Aaan.. Anaa..” Kami begitu terkejut, bingung dan grogi dengan bergegas kami memungut pakaian yang berserakan di lantai dan memakainya. Tanpa sadar kami salah ambil celana dalam, aku memakai CD Mbak Ana dan Mbak Ana juga memakai CD-ku. Kemudian aku keluar dari pintu belakang dan Mbak Ana membukakan pintu untuk bapak dan ibunya.

Keesokan harinya aku baru berniat mengembalikan CD milik Mbak Ana dan mengambil CD-ku yang kemarin tertukar. Aku berjalan melewati lorong sempit diantara rumahku dan rumah Mbak Ana. Kulihat Mbak Ana sedang mencuci pakaian di dekat sumur belakang rumahku. Setelah keadaan aman, aku mendekati Mbak Ana yang asyik mencuci pakaian termasuk CD-ku yang kemarin tertukar.

Sambil menghisap rokok sampurna A Mild, “Mbak nih CD-nya yang kemarin tertukar,” sambil duduk di bibir sumur, sekilas kami bertatap muka dan meledaklah tawa kami bersamaan, “Haa.. Haa..” mengingat kejadian kemarin yang sangat menggelikan. Setelah tawa kami mereda, aku membuka percakapan, “Mbak kapan main lagi, kan kemarin belum puas.”

Dengan senyum yang manis, “Kamu mau lagi Ndik, sekarang juga boleh..” Aku jadi terangsang sewaktu posisi Mbak Ana membungkuk dengan mengenakan daster tidur dan dijinjing hingga di atas lutut. “Emang ibu Mbak Ana sudah berangkat ke sawah, Mbak,” sambil menempelkan kemaluanku yang mulai mengeras ke pantat Mbak Ana. “Eh..eh jangan disini Ndik, entar diliat orang kan bisa runyam.”

Kemudian Mbak Ana mengajakku masuk ke kamar mandi, sesaat kemudian di dalam kamar mandi kami sudah berpelukan dan seperti kesetanan aku langsung menciumi dan menjilati leher Mbak Ana yang putih bersih. “Ohh nggak sabaran baget sih Ndik,” sambil melenguh Mbak Ana berbisik lirih. “Kan kemaren terganggu Mbak.” Setelah puas mencium leher aku mulai mencium bibir Mbak Ana yang merah merekah, tanganku pun mulai meremas-remas kedua bukit yang mulai merekah dan tangan yang satunya lagi beroperasi di bagian kemaluan Mbak Ana yang masih terbungkus CD yang halus dan tangan Mbak Ana pun mulai menyusup di dalam celanaku, memainkan batang kemaluanku yang mulai tegak dan berdenyut.

Sesaat kemudian pakaian kami mulai tercecer di lantai kamar mandi hingga tubuh kami polos tanpa sehelai benangpun. Tubuh Mbak Ana yang begitu seksi dan menggairahkan itu mulai kujilati mulai dari bibir turun ke leher dan berhenti tepat di tengah kedua buah dada yang ranum dengan ukuran yang cukup besar.

Kemudian sambil meremas-remas belahan dada yang kiri puting susu yang kecoklatan itu kujilati hingga tegak dan keras. “Uhh.. ahh.. terus Ndik,” Mbak Ana melenguh kenikmatan ketika puting susu yang mengeras itu kugigit dan kupelintir menggunakan gigi depanku. “Aaahh.. enak Mbak..” Mbak Anapun mengocok dan meremas batang kemaluanku hingga berdenyut hebat.

Kemudian aku duduk di bibir bak mandi dan Mbak Ana mulai memainkan batang kemaluanku dengan cara mengocoknya. “Ahh.. uhh..” tangan yang halus itu kemudian meremas buah zakarku dengan lembut dan bibirnya mulai menjilati batang kemaluanku.

Terasa nikmat dan hangat ketika lidah Mbak Ana menyentuh lubang kencing dan memasukkan air liurnya ke dalamnya. Setelah puas menjilati, bibir Mbak Ana mulai mengulum hingga batang kemaluanku masuk ke dalam mulutnya. “Aahh.. uuhhff..” lidah Mbak Ana menjilat kemaluanku di dalam mulutnya, kedua tanganku memegangi rambut yang lembut dan harum yang menambah gairah sekaligus menekan kepala Mbak Ana supaya lebih dalam lagi hingga batang kemaluanku masuk ke mulutnya.

“Gantian dong Ndik,” Mbak Ana mengiba memintaku bergantian memberi kenikmatan kepadanya. Kemudian aku memainkan kedua puting susu Mbak Ana, mulutku mulai bergerak ke bawah menuju selakangan yang banyak ditumbuhi bebuluan yang halus dan lebat.

Mbak Ana pun tanpa dikomando langsung mengangkangkan kedua kakinya hingga kemaluannya yang begitu indah merangsang setiap birahi laki-laki itu kelihatan dan klitorisnya yang kemerahan menonjol keluar, akupun menjilati klitoris yang kemerahan itu hingga berlendir dan membasahi bibir kemaluan Mbak Ana. “Aaahh.. aahh.. terus.. enak..” Mbak Ana menggelinjang hebat dengan memegangi kepalaku, kedua tangannya menekan lebih ke dalam lagi.

Setelah liang kenikmatan bak Ana mulai basah dengan cairan yang mengkilat dan bercampur dengan air liur, kemudian aku memasukkan kedua jariku ke dalam liang kewanitaan Mbak Ana dan kumainkan maju mundur hingga Mbak Ana menggelinjang hebat dan tidak tahan lagi. “Ndik.. oohh.. uff cepetan masukin aja..” Dengan posisi berdiri dan sebelah kaki dinaikkan ke atas bibir bak mandi, Mbak Ana mulai menyuruh memasukkan batang kemaluanku ke liang senggamanya yang sejak tadi menunggu hujaman kemaluanku.

Kemudian aku memegang batang kemaluanku dan mulai memasukkan ke liang kewanitaan Mbak Ana. “Aahh..” kami bersamaan merintih kenikmatan, perlahan kuayunkan pinggulku maju mundur dan Mbak Ana mengikuti dengan memutar-mutar pinggulnya yang mengakibatkan batang kemaluanku seperti disedot dan diremas daging hidup hingga menimbulkan kenikmatan yang tiada tara. Kemudian kuciumi bibir Mbak Ana dan kuremas buah dadanya yang montok hingga Mbak Ana memejamkan matanya menahan kenikmatan.

“Ahh.. uhh..” Mbak Ana melenguh dan berbisik, “Lebih kenceng lagi Ndik.” Kemudian aku lebih mempercepat gerakan pantatku hingga menimbulkan suara becek, “Jreb.. crak.. jreb.. jreb..” suara yang menambah gairah dalam bermain seks hingga kami bermandikan keringat.

Setelah bosan dengan posisi seperti itu, Mbak Ana mengubah posisi dengan membungkuk, tangannya berpegangan pada bibir bak mandi kemudian aku memasukkan batang kemaluanku dari belakang. Terasa nikmat sekali ketika batang kemaluanku masuk ke liang senggama Mbak Ana. Terasa lebih sempit dan terganjal pinggul yang empuk. Kemudian tanganku memegangi leher Mbak Ana dan tangan yang lain meremas puting susunya yang bergelantungan. “Uuuhh.. ahh enak Ndik,” dan aku semakin mempercepat gerakan pantatku.

“Uuuhh.. uuhh Ndik, Mbak mau keluar,” akupun merasakan dinding kemaluan Mbak Ana mulai menegang dan berdenyut begitu juga batang kemaluanku mulai berdenyut hebat. “Uuuhhk.. aahh.. aku juga Mbak..” Kemudian tubuh Mbak Ana mengejang dan mempercepat goyangan pinggulnya lalu sesaat kemudian dia mencapai orgasme, “Aaahh.. uuhh..” Terasa cairan hangat membasahi batang kemaluanku dan suara decakan itupun semakin membecek “Jreeb.. crak.. jreb..”

Aku pun tak tahan lagi merasakan segumpalan sesuatu akan keluar dari lubang kencingku. “Aaahh.. oohh.. Mbak Anaa..” Terasa tulang-tulangku lepas semua, begitu capek. Akupun tetap berada di atas tubuh sintal Mbak Ana. Kemudian kukecup leher dan mulut Mbak Ana, “Makasih Mbak, Mbak Ana memang hebat..” Mbak Anapun cuma tersenyum manis.

Cerita sex : Walk In Interview Yang Berujung Ngewe

Setelah kejadian itu, aku dan Mbak Ana selalu melakukan hubungan seks jika kami menginginkannya sampai sekarang dan kebetulan tepat tanggal 12 Agustus 2000 Mbak Ana terlambat bulan, tapi untungnya pada tanggal 4 Nopember 2000 Mbak Ana mengalami keguguran padahal kami telah sepakat akan membuka rahasia kami pada kedua orang tua tapi niat itu kami batalkan ketika terjadi keguguran itu dan kami masih selalu melakukan hubungan seks itu sampai sekarang. Rahasia ini hanya kami berdua yang tahu sampai kukirim kisah ini ke lensa69.com.

#Kisah #Sex #Dengan #Ana #Tetanggaku

Kisah Sex Dengan Ibu Gisele Sang Dosen Terbaru Malam Ini

Kisah Sex Dengan Ibu Gisele Sang Dosen

Aku mahasiswa arsitektur tingkat akhir di sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung, dan sudah saatnya melaksanakan tugas akhir sebagai prasyarat kelulusan. Beruntung, aku kebagian seorang dosen yang asyik dan kebetulan adalah seorang ibu. Gisele namanya, di awal umur tiga puluh, luar biasa cantik dan cerdas. Cukup sulit untuk menggambarkan kejelitaan sang ibu. Bersuami seorang dosen pula yang kebetulan adalah favorit anak-anak karena moderat dan sangat akomodatif. Singkat kata banyak teman-temanku yang sedikit iri mengetahui aku kebagian pembimbing Ibu Gisele.

“Dasar lu… enak amat kebagian ibu yang cantik jelita…” Kalau sudah begitu aku hanya tersenyum kecil, toh bisa apa sih pikirku.  Proses asistensi dengan Ibu Gisele sangat mengasyikan, sebab selain beliau berwawasan luas, aku juga disuguhkan kemolekan tubuh dan wajah beliau yang diam-diam kukagumi. Makanya dibanding teman-temanku termasuk rajin berasistensi dan progres gambarku lumayan pesat. Setiap asistensi membawa kami berdua semakin akrab satu sama lain. Bahkan suatu saat, aku membawakan beberapa kuntum bunga aster yang kutahu sangat disukainya. Sambil tersenyum dia berucap, “Kamu mencoba merayu Ibu, Nik?” Aku ingat wajahku waktu itu langsung bersemu merah dan untuk menghilangkan grogiku, aku langsung menggelar gambar dan bertanya sana-sini. Tapi tak urung kuperhatikan ada binar bahagia di mata beliau.

Setelah kejadian itu setiap kali asitensi aku sering mendapati beliau sedang menatapku dengan pandangan yang entah apa artinya, beliau makin sering curhat tentang berbagai hal. Asistensi jadi ngelantur ke bermacam subyek, dari masalah di kantor dosen hingga anak tunggalnya yang baru saja mengeluarkan kata pertamanya. Sesungguhnya aku menyukai perkembangan ini namun tak ada satu pun pikiran aneh di benakku karena hormat kepada beliau.  Hingga… pada saat kejadian. Suatu malam aku asistensi sedikit larut malam dan beliau memang masih ada di kantor pukul 8 malam itu. Yang pertama terlihat adalah mata beliau yang indah itu sedikit merah dan sembab. “Wah, saat yang buruk nih”, pikirku. Tapi dia menunjuk ke kursi dan sedikit tersenyum jadi kupikir tak apa-apa bila kulanjutkan. Setelah segala proses asistensi berakhir aku memberanikan diri bertanya,

 “Ada apa Bu? Kok kelihatan agak sedih?” Kelam menyelimuti lagi wajahnya meski berusaha disembunyikannya dengan senyum manisnya.

 “Ah biasalah Nik, masalah.” Ya sudah kalau begitu aku segera beranjak dan membereskan segala kertasku. Dia terdiam lama dan saat aku telah mencapai pintu, barulah… 

“Kaum Pria memang selalu egois ya Niko?” Aku berbalik dan setelah berpikir cepat kututup kembali pintu dan kembali duduk dan bertanya hati-hati. 

“Kalau boleh saya tahu, kenapa Ibu berkata begitu? Sebab setahu saya perempuan memang selalu berkata begitu, tapi saya tidak sependapat karena certain individual punya ego-nya sendiri-sendiri, dan tidak bisa digolongkan dalam suatu stereotype tertentu.”  Matanya mulai hidup dan kami beradu argumen panjang tentang subyek tersebut dan ujung-ujungnya terbukalah rahasia perkimpoiannya yang selama ini mereka sembunyikan. -=

Iya, bahwa pasangan tersebut kelihatan harmonis oleh kami mahasiswa, mereka kaya raya, keduanya berparas good looking, dan berbagai hal lain yang bisa membuat pasangan lain iri melihat keserasian mereka. Namun semua itu menutupi sebuah masalah mendasar bahwa tidak ada cinta diantara mereka. Mereka berdua dijodohkan oleh orang tua mereka yang konservatif dan selama ini keduanya hidup dalam kepalsuan. Hal ini diperburuk oleh kasarnya perlakuan Pak Indra (suami beliau) di rumah terhadap Bu Gisele (fakta yang sedikit membuatku terhenyak, ugh betapa palsunya manusia sebab selama ini di depan kami beliau terlihat sebagai sosok yang care dan gentle).  Singkat kata beliau sambil terisak menumpahkan isi hatinya malam itu dan itu semua membuat dia sedikit lega, serta membawa perasaan aneh bagiku, membuat aku merasa penting dan dekat dengan beliau. Kami memutuskan untuk jalan malam itu, ke Lembang dan beliau memberi kehormatan bagiku dengan ikut ke sedan milikku. Sedikit gugup kubukakan pintu untuknya dan tergesa masuk lalu mengendarai mobil dengan ekstra hati-hati. Dalam perjalanan kami lebih banyak diam sambil menikmati gubahan karya Chopin yang mengalun lembut lewat stereo. Kucoba sedikit bercanda dan menghangatkan suasana dan nampaknya lumayan berhasil karena beliau bahkan sudah bisa tertawa terbahak-bahak sekarang.

“Kamu pasti sudah punya pacar ya Niko?” 

“Eh eh eh”, aku gelagapan. Iya sih emang, bahkan ada beberapa, namun tentu saja aku tak akan mengakui hal tersebut di depannya. 

“Nggak kok Bu… belum ada… mana laku aku, Bu…” balasku sambil tersenyum lebar. 

“Huuu, bohong!” teriaknya sambil dicubitnya lengan kiriku. 

“Cowok kayak kamu pasti playboy deh… ngaku aja!” Aku tidak bisa menjawab, kepalaku masih dipenuhi fakta bahwa beliau baru saja mencubit lenganku. Ugh, alangkah berdebar dadaku dibuatnya. Beda bila teman wanitaku yang lain yang mencubit.  Larut malam telah tiba dan sudah waktunya beliau kuantar pulang setelah menikmati jagung bakar dan bandrek berdua di Lembang. Daerah Dago Pakar tujuannya dan saat itu sudah jam satu malam ketika kami berdua mencapai gerbang rumah beliau yang eksotik. “Mau nggak kamu mampir ke rumahku dulu, Nik?” ajaknya. 

“Loh apa kata Bapak entar Bu?” tanyaku.

“Ah Bapak lagi ke Kupang kok, penelitian.” Hm… benakku ragu namun senyum manis yang menghiasi bibir beliau membuat bibirku berucap mengiyakan. Aku mendapati diriku ditarik-tarik manja oleh beliau ke arah ruang tamu di rumah tersebut akan tetapi benakku tak habis berpikir, “Duh ada apa ini?”  Sesampainya di dalam, 

“Sst… pelan-pelan ya… Detty pasti lagi lelap.” Kami beringsut masuk ke dalam kamar anaknya dan aku hanya melihat ketika beliau mengecup kening putrinya yang manis itu pelan. Kami berdua bergandengan memasuki ruang keluarga dan duduk bersantai lalu mengobrol lama di sana. Beliau menawarkan segelas orange juice. 

“Aduh, apa yang harus aku lakukan”, pikirku.  Entah setan mana yang merasuk diriku ketika beliau hendak duduk kembali di karpet yang tebal itu, aku merengkuh tubuhnya dalam sekali gerakan dan merangkulnya dalam pangkuanku. Beliau hanya terdiam sejenak dan berucap, “Kita berdua telah sama-sama dewasa dan tahu kemana ini menuju bukan?” Aku tak menjawab hanya mulai membetulkan uraian rambut beliau yang jatuh tergerai dan membawa tubuh moleknya semakin erat ke dalam pelukanku, dan kubisikkan di telinganya, “Niko sangat sayang dan hormat pada Ibu, oleh karenanya Niko tak akan berbuat macam-macam.” Ironisnya saat itu sesuatu mendesakku untuk mengecup lembut cuping telinga dan mengendus leher hingga ke belakang kupingnya. Kulihat sepintas beliau menutup kelopak matanya dan mendesah lembut. “Kau tahu aku telah lama tidak merasa seperti ini Nik…”

Kebandelanku meruyak dan aku mulai menelusuri wajah beliau dengan bibir dan lidahku dengan sangat lembut dan perlahan. Setiap sentuhannya membuat sang ibu merintih makin dalam dan beliau merangkul punggungku semakin erat. Kedua tanganku mulai nakal merambah ke berbagai tempat di tubuh beliau yang mulus wangi dan terawat.  Aku bukanlah pecinta ulung, infact saat itu aku masih perjaka namun cakupan wawasanku tentang seks sangat luas. “Tunggu ya Nik… ibu akan bebersih dulu.” Ugh apa yang terjadi, aku tersadar dan saat beliau masuk ke dalam, tanpa pikir panjang aku beranjak keluar dan segera berlari ke mobil dan memacunya menjauh dari rumah Ibu Ir. Gisele dosenku, sebelum segalanya telanjur terjadi. Aku terlalu menghormatinya dan… ah pokoknya berat bagiku untuk mengkhianati kepercayaan yang telah beliau berikan juga suaminya. Sekilas kulihat wajah ayu beliau mengintip lewat tirai jendela namun kutegaskan hatiku untuk memacu mobil dan melesat ke rumah Tasya.  Sepanjang perjalanan hasrat yang telah terbangun dalam diriku memperlihatkan pengaruhnya. Aku tak bisa konsentrasi, segala rambu kuterjang dan hanya dewi fortuna yang bisa menyebabkan aku sampai dengan selamat ke pavilyun Tasya. Tasya adalah seorang gadis yang aduhai seksi dan menggairahkan, pacar temanku.

Namun sejak dulu dia telah mengakui kalau Tasya menyukaiku. Bahkan dia telah beberapa kali berhasil memaksa untuk bercumbu denganku. Hal yang kupikir tak ada salahnya sebagai suatu pelatihan buatku. Aku mengetuk pintu kamar paviliunnya tanpa jawaban, kubuka segera dan Tasya sedang berjalan ke arahku, “Sendirian?” tanyaku. Tasya hanya mengangguk dan tanpa banyak ba bi bu, aku merangsek ke depan dan kupagut bibirnya yang merah menggemaskan. Kami berciuman dalam dan bernafsu. “Kenapa Nik?” di sela-sela ciuman kami, Tasya bertanya, aku tak menjawab dan kuciumi dengan buas leher Tasya, hingga dia gelagapan dan menjerit lirih. Tangan kananku membanting pintu sementara tangan kiriku dengan cekatan mendekap Tasya makin erat dalam pelukanku. “Brak!” kurengkuh Tasya, kuangkat dan kugendong ke arah kasur. “Ugh buas sekali kamu Nik…” Sebuah senyum aneh menghiasi wajah Tasya yang jelita.  Kurebahkan Tasya dan kembali kami berpagutan dalam adegan erotis yang liar dan mendebarkan. Aku bergeser ke bawah dan kutelusuri kaki Tasya yang jenjang dengan bibirku dan kufokuskan pada bagian paha dalamnya. Kukecup mesra betis kanannya. Tasya hanya mengerang keenakan sambil cekikikan lirih karena geli. Kugigit-gigit kecil paha yang putih dan mulus memikat itu sambil tanganku tak henti membelai dan merangsang Tasya dengan gerakan-gerakan tangan dan jari yang memutar-mutar pada payudaranya yang seksi dan ranum. Dengan sekali tarik, piyama yang dikenakannya terlepas dan kulemparkan ke lantai, sementara aku bergerak menindih Tasya.  Kami saling melucuti hingga tak ada sehelai benang pun yang menjadi pembatas tarian kami yang makin lama makin liar. “Niko ahhh… Niko… Niko…” Tasya terus berbisik lirih ketika kukuakkan kedua kakinya dan aku menuju kewanitaannya yang membukit menantang.

Kusibakkan rambut pubic-nya yang lebat namun rapih dan serta merta aromanya yang khas menyeruak ke hidungku. Bentuknya begitu menantang sehingga entah kenapa aku langsung menyukainya. Kuhirup kewanitaan Tasya dengan keras dan lidahku mulai menelusuri pinggiran labia minora-nya yang telah basah oleh cairan putih bening dengan wangi pheromone menggairahkan. Kubuka kedua labia-nya dengan jemariku dan kususupkan lidahku pelan diantaranya menyentuh klitorisnya yang telah membesar dan kemerahan.  “Aaagh…” Tasya menjerit tertahan, sensasi yang dirasakannya begitu menggelora dan semakin membangkitkan semangatku. Detik itu juga aku memutuskan untuk melepas status keperjakaanku yang entah apalah artinya. Sejenak pikiranku melambung pada Ibu Gisele, ah apa yang terjadi besok? Kubuang jauh-jauh perasaan itu dan kupusatkan perhatianku pada gadis cantik molek yang terbaring pasrah dan menantang di hadapanku ini. Tasya pun okelah. Malam ini aku akan bercinta dengannya. Dengan ujungnya yang kuruncingkan aku menotol-notolkan lidahku ke dalam kewanitaan Tasya hingga ia melenguh keras panjang dan pendek.  Lama, aku bermain dengan berbagai teknik yang kupelajari dari buku.

Benar kata orang tua, membaca itu baik untuk menambah pengetahuan. Kuhirup semua cairan yang keluar darinya dan semakin dalam aku menyusupkan lidahku menjelajahi permukaan yang lembut itu semakin keras lenguhan yang terdengar dari bibir Tasya. Aku naik perlahan dan kuciumi pusar, perut dan bagian bawah payudaranya yang membulat tegak menantang. Harus kuakui tubuh molek Tasya, pacar temanku ini sungguh indah. Lidahku menjelajahi permukaan beledu itu dengan penuh perasaan hingga sampai ke puting payudaranya yang kecoklatan. Aku berhenti, kupandangi lama hingga Tasya berteriak penasaran, “Ayo Nik… tunggu apa lagi sayang.”  Aku berpaling ke atas, di hadapanku kini wajah putih jelitanya yang kemerahan sambil menggigit bibir bawahnya karena tak dapat menahan gejolak di dadanya. Hmm… pemandangan yang jarang-jarang kudapat pikirku. Tanganku meraih ke samping, kusentuh pelan putingnya yang berdiri menjulang sangat menggairahkan dengan telunjukku. “Aaah Nik… jangan bikin aku gila, please Nik…” Dengan gerakan mendadak, aku melahap puting tersebut mengunyah, mempermainkan, serta memilinnya dengan lidahku yang cukup mahir. (Aku tahu Tasya sangat sensitif dengan miliknya yang satu itu, bahkan hanya dengan itupun Tasya dapat orgasme saat kami sering bercumbu dulu). Tasya menjerit-jerit kesenangan.

Kebahagian melandanya hingga ia maju dan hendak merengkuh badanku.  “Eit, tunggu dulu Non… jangan terlalu cepat sayang”, aku menjauh dan menyiksanya, biar nanti juga tahu rasanya multi orgasme. Nafas Tasya yang memburu dan keringat mengucur deras dari pori-porinya cukup kurasa. Aku bangkit dan pergi ke dapur kecil minum segelas air dingin. “Jaaahat Niko… jahaat…” kudengar seruannya. Saat aku balik, tubuhnya menggigil dan tangannya tak henti merangsang kewanitaanya. Aku benci hal itu, dan kutepis tangannya, “Sini… biar aku…” Aku kembali ke arah wajahnya dan kupagut bibirnya yang merah itu dan kami bersilat lidah dengan semangat menggebu-gebu. Kuraih tubuh mungilnya dalam pelukanku dan kutindih pinggulnya dengan badanku. “Uugh…” dia merintih di balik ciuman kami. Kedua bibir kami saling melumat dan menggigit dengan lincahnya, seolah saling berlomba.  Birahi dan berbagai gejolak perasaan mendesak sangat dahsyat. Sangat intensif menggedor-gedor seluruh syaraf kami untuk saling merangsang dan memuaskan sang lawan.

Kejantananku minta perhatian dan mendesak-desak hingga permukaannya penuh dengan guratan urat yang sangat sensitif. Duh… saatnya kah? aku bimbang sejenak namun kubulatkan tekadku dan dengan segera aku menjauh dari Tasya. Tanpa disuruh lagi Tasya meregangkan kedua pahanya dan menyambut kesediaanku dengan segenap hati. Punggungnya membusur dan bersiap. Sementara aku menyiapkan batang kemaluanku dan membimbingnya menuju ke pasangannya yang telah lumer licin oleh cairan kewanitaannya. Oh my God… sensasi yang saat itu kurasakan sangat mendebarkan, saat-saat pertamaku. Gigitan bibir bawah Tasya menunjukkan ketidaksabarannya dan dengan kedua betisnya dia mendesak pinggulku untuk bergerak maju ke depan. Akhirnya keduanya menempel. Kubelai-belaikan permukaan kepala kejantananku ke klitorisnya dan Tasya meraung, masa sih begitu sensasional? Biasa sajalah. Kudesak ke depan perlahan (aku tahu ini merupakan hal pertama bagi dia juga) sial… mana muat? Ah pasti muat. Kusibakkan dengan kedua jemariku sambil pinggulku mendesak lagi dengan lembut namun mantap. Membelalak Tasya ketika batang kemaluanku telah menyeruak di antara celah kewanitaannya.  Sambil matanya mendelik, menahan nafas dan menggigit-gigit bibir bawahnya, Tasya membimbing dengan memegang batang kemaluanku, “Hmm… Nik? jangan ragu sayang…” Dengan mantap aku menghentakkan pinggulku ke depan agar Tasya menjerit. Loh sepertiganya telah amblas ke dalam. Hangat, basah, ketat sangat sensasional. Pinggang kugerakkan ke kiri dan ke kanan. Sementara Tasya kepedasan dan air matanya sedikit mengintip dari ujung matanya yang berbinar indah itu. “Kenapa sayang?” tanyaku. “Nggak pa-pa Nik… terusin aja sayang… Aku adalah milikmu, semuanya milikmu…” “Sungguh…”  Aku tahu pastilah mengharukan bagi gadis manapun meski sebandel Tasya, apabila kehilangan keperawanannya.

Maka untuk menenangkannya aku merengkuh tubuhnya dan kuangkat dalam pelukan, proses itu membuat kemaluanku semakin dalam merasuk ke dalam Tasya. Dia mendelik keenakan, matanya yang indah merem melek dan bibirnya tak henti mendesah, “Nik sayaaang… ugh nikmatnya.” Saat itu aku sedang memikirkan Ibu Gisele. Aneh, mili demi mili batang kemaluanku menghujam deras ke dalam diri Tasya dan semakin dalam serta setiap kali aku menggerakkan pinggulku ke kiri dan ke kanan sekujur tubuh Tasya bergetar, bergidik menggelinjang keras, lalu kudesak ke dalam sambil sesekali kutarik dan ulur. Tasya menjerit keras sekali dan kubungkam dengan ciumanku, glek… kalau ketahuan ibu kost-nya mampus kami. Aku tak menyangka sedemikian ketatnya kewanitaan Tasya, hingga kemaluanku serasa digenggam oleh sebuah mesin pemijat yang meski rapat namun memberikan rasa nyaman dan nikmat yang tak terkira. Pelumasan yang kulakukan telah cukup sehingga kulit permukaannya kuyakin tidak lecet sementara perjalanan batang kemaluanku menuju ke akhirnya semakin dekat. Hangat luar biasa, hangat dan basah menggairahkan, tulang-tulangku seakan hendak copot oleh rasa ngilu yang sangat bombastis.  Perasaan ini rupanya yang sangat diimpikan berjuta pria. “Eh… Tasya sayang… kasihan kau, kelihatan sangat menderita, meski aku tahu dia sangat menikmatinya”. Wajahnya bergantian mengerenyit dan membelalak hingga akhirnya telah cukup dalam, kusibakkan liang kemaluan Tasya-ku tersayang dengan batang kemaluanku hingga bersisa sedikit sekali di luarnya. Tasya merintih dan membisikkan kata-kata sayang yang terdengar bagai musik di telingaku.

Aku mendenyutkan kemaluanku dan menggerakkannya ke kiri dan ke kanan bersentuhan dengan hampir seluruh permukaan dalam rahimnya, mentokkah? Berbagai tonjolan yang ada di dalam lubang kemaluannya kutekan dengan kemaluanku, hingga Tasya akan menjerit lagi, namun segera kubungkam lagi dengan ciuman yang ganas pada bibirnya.  Kutindih dia, kutekan badannya hingga melesak ke dalam kasur yang empuk dan kusetubuhi dirinya dengan nafsu yang menggelegak. Dengan mantap dan terkendali aku menaikkan pinggulku hingga kepala kemaluanku nyaris tersembul keluar. Ugh, sensasinya dan segera kutekan lagi, oooh pergesekan itu luar biasa indah dan nikmat. Gadis seksi yang ranum itu merem melek keenakan dan ritual ini kami lakukan dengan tenang dan santai, berirama namun dinamis. Pinggulnya yang montok itu kuraih dan kukendalikan jalannya pertempuran hingga segalanya makin intens ketika sesuatu yang hangat mengikuti kontraksi hebat pada otot-otot kewanitaannya meremas-remas batang kemaluanku, serta ditingkahi bulu mata Tasya yang bergetar cepat mendahului aroma orgasme yang sedang menjelangnya. Aku pernah membaca hal ini.  “Shhs sayang Tasya… jangan dulu ya sayang ya…” “Shhh… Niko… nggak tahan aku… Reeez… shhhh…” “Cup cup… kalem sayang…” kukecup lembut matanya, bibirnya, hidungnya, dan keningnya. Tasya mereda, aku berhenti. “Niko… kamu tega ih…” Tasya cemberut sambil menarik-narik bulu dadaku. “Sshhh sayangku… biar aja, entar kalo udah meledak pasti nikmat deh… minum dulu yuk sayang…”  Aku menarik keluar batang kemaluanku, aku tak mau Tasya tumpah, meski demikian saat aku menarik kemaluanku, ia memelukku dengan kencang hingga terasa sakit menahan sensasi luar biasa yang barusan dia rasakan.

Kalian para pembaca wanita yang pernah bercinta pasti pernah merasakan hal itu. Sembari minum aku menarik nafas panjang dan meredakan pula gejolak nafsuku, aku mau yang pertama ini jadi indah untuk kami berdua. Sial, ingatanku kembali melayang ke Ibu Gisele. Apa yang sekarang dia lakukan? Bagaimana keadaan dia? Ah urusan besok sajalah. Dengan melompat aku merambat naik lagi ke tubuh Tasya yang sedang tersenyum nakal. “Minum sayang…” dia memberengut dan minum dengan cepat. “Ayo Niko… jangan jahat dong…” Dengan satu gerakan cepat aku menyelipkan diri di antara kedua kakinya seraya membelainya cepat dan meletakkan kemaluanku ke perbukitan yang ranum itu. Cairan putih yang kental terlihat meleleh keluar.  Kusibakkan kewanitaannya, dan dengan cepat kutelusupkan batang kemaluanku ke dalamnya. Ugh, berdenyut keduanya masuklah ia, dengan mantap kudorong pinggulku mengayuh ke depan. Tasya pun menyambutnya dengan suka cita. Walhasil dengan segera dia telah masuk melewati liang yang licin basah dan hangat itu ke dalam diri Tasya dan bersarang dengan nyamannya. Maka dimulailah tarian Tango itu. Menyusuri kelembutan beledu dan bagai mendaki puncak perbukitan yang luar biasa indah, kami berdua bergerak secara erotis dan ritmis, bersama-sama menggapai-gapai ke what so called kenikmatan tiada tara. Gerakan batang kejantananku dan pergesekannya dengan ‘diri’ Tasya sungguh sulit digambarkan dengan kata-kata.

Kontraksi yang tadi telah reda mulai lagi mendera dan menambah nikmatnya pijatan yang dihasilkan pada batang kemaluanku. Tanganku menghentak menutup mulutnya saat Tasya menjerit keras dan melenguh keenakan. Lama kutahan dengan mencoba mengalihkan perhatian kepada berbagai subyek non erotis.  Aku tiba-tiba jadi buntu, Yap… Darwin, eksistensialist, le corbusier, pilotis, doppler, dan Thalia. Hah, Thalia yang seksi itu loh. Duh… kembali deh ingatanku pada persetubuhan kami yang mendebarkan ini. Ah, nikmati saja, keringat kami yang berbaur seiring dengan pertautan tubuh kami yang seolah tak mau terpisahkan, gerakan pinggulnya yang aduhai, aroma persetubuhan yang kental di udara, jeritan-jeritan lirih tanpa arti yang hanya dapat dipahami oleh dua makhluk yang sedang memadu cinta, perjalanan yang panjang dan tak berujung. Hingga desakan itu tak tertahankan lagi seperti bendungan yang bobol, kami berdua menjerit-jerit tertahan dan mendelik dalam nikmat yang berusaha kami batasi dalam suatu luapan ekspresi jiwa. Tasya jebol, berulang-ulang, berantai, menjerit-jerit, deras keluar memancarkan cairan yang membasahi dan menambah kehangatan bagi batang kemaluanku yang juga tengah meregang-regang dan bergetar hendak menumpahkan setampuk benih. Kontraksi otot-otot panggulnya dan perubahan cepat pada denyutan liang kemaluannya yang hangat dan ketat menjepit batang kemaluanku. Akh, aku tak tahan lagi.  Di detik-detik yang dahsyat itu aku mengingat Tuhan, dosa, dan Ibu Gisele yang telah aku kecewakan, tapi hanya sesaat ketika pancaran itu mulai menjebol tak ada yang dibenakku kecuali… kenikmatan, lega yang mengawang dan kebahagiaan yang meluap. Aku melenguh keras dan meremas bahu dan pantat sekal Tasya yang juga tengah mendelik dan meneriakkan luapan perasaannya dengan rintihan birahi. Berulang-ulang muncrat dan menyembur keluar tumpah ke dalam liang senggama sang gadis manis dan seksi itu.

Kisah Sex Dengan Ibu Gisele Sang Dosen

Geez… nikmat luar biasa. Lemas yang menyusul secara tiba-tiba mendera sekujur tubuhku hingga aku jatuh dan menimpa Tasya yang segera merangkulku dan membisikkan kata-kata sayang. “Enak sekali Niko, duh Gusti…” Aku menjilati lehernya dan membiarkan batang kemaluanku tetap berbaring dan melemas di dalam kehangatan liang kewanitaannya (ya ampun sekarang pun aku mengingat kemaluan Tasya dan aku bergidik ingin mengulang lagi).  Denyut-denyut itu masih terasa, membelai kemaluanku dan menidurkannya dalam kelemasan dan ketentraman yang damai. Kugigit dan kupagut puting payudara Tasya dengan gemas. Tasya membalas menjewer kupingku, meski masih dalam tindihan tubuhku. “Niko sayang… kamu bandel banget deh… gimana kalo Rian tahu nanti Nik…” “Iya… dan gimana Gisele-ku ya?” dalam hatiku.  Ironisnya lagi, kami selalu melakukannya berulang-ulang setiap ada kesempatan. Bagai tak ada esok, dengan berbagai gaya dan cara tak puas-puasnya. Di lantai, di dapur, di kasur, di bath tub, bahkan di kedinginan malam teras belakang paviliun sambil tertawa cekikikan. Rasa khawatir ketahuan yang diiringi kenikmatan tertentu memacu adrenalin semakin deras, yang segalanya membuat gairah.  Tak kusangka kami terkuras habis, lelah tak tertahan namun pagi telah menjelang dan aku harus bertemu dengan Ibu Gisele. Aku bergerak melangkah menjauhi tempat tidur meskipun dengan lutut lemas seperti karet dan tubuhku limbung. Kamar mandi tujuanku. Segera saja aku masuk ke dalam bath tub dan mengguyur sekujur tubuh telanjangku dengan air dingin. Brrr… lemas yang mendera perlahan terangkat seiring dengan bangkitnya kesadaranku. Sambil berendam aku mengingat kembali kilatan peristiwa yang beberapa hari ini terjadi.

Semenjak saat itu asistensiku dengan Ibu Gisele berlangsung beku, dan dia terlihat dingin sekali, sangat profesional di hadapanku. Beliau kembali memangilku dengan anda, bukan panggilan manja Niko lagi seperti dulu. Aku serba salah, tidak sadarkah dia kalau aku pulang malam itu karena menghormati dan menyayanginya? Hingga dua hari menjelang sidang akhir, dan keadaan belum membaik, gambarku selesai namun belum mendapat persetujuan dari Bu Gisele. Kuputuskan untuk berkunjung ke rumahnya, meski aku tak pasti apakah Pak Indra ada di sana atau tidak.  Hari itu mobilku dipinjam oleh teman dekatku, sementara siangnya hujan rintik turun perlahan. Ugh, memang aku ditakdirkan untuk gagal sidang kali ini. Bergegas kucegat angkot dan dengan semakin dekatnya kawasan tempat tinggal beliau, semakin deg-degan debar jantungku. Kucoba mengingat seluruh kejadian semalam saat aku dan Tasya bercinta untuk kesekian kalinya, untuk mengurangi keresahanku. Aku turun dari angkot dalam derasnya hujan dan dengan sedikit berlari aku membuka gerbang dan menerobos ke dalam pekarangan. Basah sudah bajuku, kuyup dan bunga Aster yang kubawakan telah tak berbentuk lagi. Kubunyikan bel dan menanti. Bagaimana kalau beliau keluar? bagaimana kalau Pak Indra ada di rumah? dan beratus what if berkecamuk sampai aku tak menyadari kalau wajah jelita dan tubuh molek Ibu Gisele telah berdiri beberapa meter di depanku. Saat aku sadar senyumnya masih dingin, tapi ada rasa kasihan terbesit tampak dari wajah keratonnya yang selama ini selalu menghiasi mimpi-mimpiku. Aku hanya bisa menyodorkan bunga yang telah rusak itu dan berkata, “Maafkan saya…” Tubuhku yang menggigil kedinginan dan kuyup itu sepertinya menggugah rasa iba di hati beliau dan aku mendapati beliau tersenyum dan berkata, “Sudah Niko, cepat masuk, ganti baju sana… dua hari lagi kamu sidang loh… entar kalo sakit kan Ibu juga yang repot.” Uuugh, leganya beban ini telah terangkat dari dadaku, dan aku menghambur masuk.

“Maaf Bu, saya basah kuyup.” Beliau masuk ke dalam dan segera membawakan handuk untukku. “Sana ke kamar dan ganti baju gih, pake aja kaus-kaus Bapak.” Kuberanikan diri, mendoyongkan tubuh dan mengecup keningnya, “Terima kasih banyak Bu…” Sang ibu sedikit terperangah dan kemudian menepis wajahku. “Sudah sana, masuk… ganti baju kamu.” Dengan sedikit cengengesan aku masuk ke dalam dan mengeringkan tubuhku, dan mengganti baju dengan kaus yang sungguh pas di badanku.  Segera aku keluar dan mencari Ibu Gisele. Beliau sedang berada di dapur mencoba membuatkan secangkir teh panas untukku. Aduuh, aku sedikit terharu. Dengan beringsut aku mendekatinya dan merangkul beliau dari belakang. Dengan ketus beliau menepis tubuhku dan menjauh. “Niko… kamu pikir kamu bisa seenaknya saja begitu.” Aku terdiam. “Saya minta maaf Bu, waktu itu saya pergi karena Niko tak sanggup Bu… Ibu, orang yang paling saya hormati dan sayangi, mungkin Niko butuh waktu, Bu…” sambil berkata demikian aku mendekatinya dan memegang pundak kanan beliau dan memberi sedikit pijatan lembut. Beliau tergetar dan tampak sedikit melunak. Aku mendekat lagi, “Ibu mau maafin Niko?” sambil kutatap tajam matanya, kemudian perlahan aku mendekatkan wajahku ke wajah ayu sang ibu. “Tapi Nik…” Beliau kelihatan bingung, namun kecupan lembutku telah bersarang lembut pada keningnya. Kurengkuh Gisele yang ranum itu dalam pelukanku dan kuusap-usapkan kelopak bibirku pada bibirnya dan kukecup dan kugigit-gigit bibir bawahnya yang merah merekah itu. Nafas Gisele sedikit memburu dan bibirnya merekah terbuka.

Semula sedikit pasif ciuman yang kuterima, kemudian lidahku menelusup ke dalam dan menyentuh giginya yang putih, mencari lidahnya. Getar-getar yang dirasakannya memaksa Gisele untuk memerima lidahku dan saling bertautlah lidah kami berdua, menari-nari dalam kerinduan dan rasa sayang yang sulit dimengerti. Bayangkan beliau adalah dosenku yang kuhormati, yang meskipun cantik jelita, putih dan mempesona menggairahkan, namun tetap saja adalah orang yang seharusnya kujunjung tinggi.  “Jangan di sini Nik, Tuti bisa datang kapan saja.” Kutebak Tuti adalah nama pembantu mereka. “Bapak?” “Ah biarkan saja dia”, kata dosen pujaanku itu. Ditariknya tanganku ke arah kamarnya yang mereka rancang berdua. “Buu… Bapak di mana?” Wanita matang yang luar biasa cantik itu berbalik bertanya, “Kenapa, kamu takut? Pulang sana, kalau kamu takut.”  Ah, kutenangkan hatiku dan yakin dia pasti juga tidak akan membiarkan ada konfrontasi di rumah mereka. Jadi aku medahului Gisele (sekarang aku hanya memanggil beliau dengan nama Gisele atas permintaannya. Di samping itu, Gisele pun tak berbeda jauh umur denganku) dan dalam satu gerakan tangan, Gisele telah ada dalam pondonganku, kemudian kuciumi wajahnya dengan mesra, lehernya, dan sedikit belahan di dadanya. Menjelang dekat dengan tempat peraduan, Gisele kuturunkan dan aku mundur memandanginya seperti aku memandanginya saat pertama kali. Semula Gisele sedikit kikuk.

“Kenapa? Aku cantik kan?” Gisele bergerak gemulai seolah sedang menari, duh Gusti… cantik sekali. Ia mengenakan daster panjang berwarna light cobalt yang menerawang.  Kupastikan Gisele tidak mengenakan apa-apa lagi di baliknya. Payudaranya bulat dan penuh terawat, pinggulnya selalu membuat para mahasiswi iri bergosip dan mahasiswa berdecak kagum. Aku sekonyong-konyong melangkah maju dan dengan lembut kutarik ikatan di belakang punggungnya, hingga bagaikan adegan slow motion daster tersebut perlahan jatuh ke lantai dan menampilkan sebuah pemandangan menakjubkan, luar biasa indah. Tubuh telanjang Ir. Gisele yang menggairahkan. Tanpa tunggu lebih lama aku kembali melangkah ke depan dan kami berpagutan mesra, lembut dan menuntut.  Mendesak-desak kami saling mencumbu. Ciuman terdahsyat yang pernah kualami, sensasinya begitu memukau. Lidahnya menerobos bibirku dan dengan penuh nafsu menyusuri permukaan dalam mulutku. Bibirnya yang mungil dan merah merekah indah kulumat dengan lembut namun pasti. Impian yang luar biasa ini, saat itu aku bahkan hendak mencubit lengan kiriku untuk meyakinkan bahwa ini bukanlah mimpi. Gisele melucuti pakaianku dan meloloskan kaosku, sambil sesekali berhenti mengagumi gumpalan-gumpalan otot pada dadaku yang cukup bidang dan perutku yang rata karena sering didera push-up.  Kami berdua sekarang telanjang bagai bayi. Ada sedikit ironi pada saat itu, dan kami berdua menyadarinya dan tersenyum kecil dan saling menatap mesra. Aku menggenggam kedua tangannya dan mengajaknya berdansa kecil, eh norak tapi romantis.

Gisele tergelak dan menyandarkan kepalanya ke dadaku dan kami ber-slow dance di sana, di kamar itu, aku dan Gisele, tanpa pakaian. Batang kemaluanku tanpa malu-malu berdiri dengan tegaknya, dan sesekali disentil oleh tangan lentik Gisele. Dengan perutnya ia mendesak batang kemaluanku ke atas dan menempel mengarah ke atas, duh ngilu namun sensasional.  Saat itu cukup remang karena hujan deras dan cuaca dingin, namun rambut Gisele yang indah tergerai wangi tampak jelas bagiku. Kucium dan kubelai rambutnya sambil kubisikkan kata-kata sayang dan cinta yang selalu dibalasnya dengan… gombal, bohong dan cekikikan yang menggemaskan. Aku semakin sayang padanya.  Ah, aku tak tahan lagi. Kudesak tubuh Gisele ke arah pinggiran peraduan, kubaringkan punggungnya sementara kakinya tergolek menjuntai ke arah lantai. Aku berlulut di lantai dan mengelus-elus kaki jenjangnya yang mulus. Dan mulai mencumbunya. Kuangkat tungkai kanannya sambil kupegang dengan lembut, kutelusuri permukaan dalamnya dengan lidahku, perlahan dari bawah hingga ke arah pahanya. Pada pahanya yang putih mulus aku melakukan gerakan berputar dengan lidahku. Gisele merintih kegelian. “Nik, it feel so good, aku pengen menjerit jadinya…” Saat menuju ke kewanitaannya yang berbulu rapi dan wangi, aku menggunakan kedua tanganku untuk membelai-belai bagian tersebut hingga Gisele melenguh lemah. Lalu sambil menyibakkan kedua labianya, aku menggigit-gigit dan menjepit klitorisnya yang tengah mendongak, dengan lembut sekali.

“Aduuuh Nik, aku sampai sayang…” Sejumlah besar cairan kental putih meluncur deras keluar dari dalam liang kewanitaaannya dan dengan segera aroma menyengat merasuk hidungku. Dengan hidungku aku mendesak-desak ke dalam permukaan kewanitaannya. Gisele menjerit-jerit tertahan.  “Nikooo… nggghh… Nik… aduhh…” Gisele sontak bangkit meraih dan meremas rambutku kemudian semakin menekannya ke dalam belahan dirinya yang sedang menggelegak. Kuhirup semua cairan yang keluar dari-nya, sungguh seksi rasanya. Aku mengenali wangi pheromone ini sangat khas dan menggairahkan. Gisele-ku tersayang juga menyukainya, sampai menitikkan sedikit air mata. Aku naik ke atas dan menenangkan kekasih dan dosenku itu. Dengan wajah penuh peluh Gisele tetaplah mempesona. “Aduh Nik, Gisele udah lama nggak banjir kayak gitu… mungkin perasaan Gisele terlalu meluap ya sayang ya…” Dengan manja ibu yang sehari-harinya tampil anggun itu melumat bibirku dan menciumi seluruh permukaan wajahku sambil cekikikan. Aduuuh, aku sayang sekali sama dosenku yang satu ini. Kudekap Gisele dalam pelukanku erat demikian juga dibalasnya dengan tak kalah gemasnya, sehingga seolah-olah kami satu.  Aku ingin begini terus selamanya, mendekap wanita yang kusayangi ini sepanjang hayatku kalau bisa, tapi nuraniku berbisik bahwa aku tidak dapat melakukannya. Akhirnya kuliahku telah usai dan nilai yang memuaskan telah kuraih, wisuda telah lama lewat, dan sekarang aku telah menjadi entrepeneur muda. 

Cerita sex : Main Dengan Bu Anita Mantan Ibu Kepalah Sekolahku

#Kisah #Sex #Dengan #Ibu #Gisele #Sang #Dosen

Cerita Sex Dengan Lira Teman Kuliah Pacarku Terbaru Malam Ini

Cerita Sex Dengan Lira Teman Kuliah Pacarku

Cerita Seks Sejak berpacaran dengan Lina, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas terkemuka di Bandung, yang berbeda dua angkatan dengannya, Cerita Skandal Andi mulai bergaul dengan teman-teman Lina. Aktifitas Lina membawanya sering berkumpul dengan anak-anak Hukum yang seperti teman-teman baru bagi Andi. Kenyataan ia satu-satunya anak Ekonomi saat berkumpul dengan teman-teman Lina membuatnya mudah dikenali. Dari sering berkumpul ini pula ia mulai kenal satu persatu anak Hukum. Sikapnya yang mudah bergaul membuat ia juga diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas anak-anak Hukum. Sebagai anak Ekonomi dan punya pengalaman organisasi lebih banyak dibanding teman-teman Lina, membuatnya sering memberikan wawasan baru bagi anak-anak Hukum angkatan Lina. Di sini juga ia menjadi kenal Lira, yang sama seperti teman Lina yang lain, sekedar kenal dengannya. Lira sering ikut datang karena statusnya sebagai pacar Boy, salah satu pentolan angkatan Lina. Tidak ada perhatian khusus Andi kepada Lira, kecuali tentu saja, sebagai laki-laki normal, dadanya yang super. Meski bersikap biasa kepada Lira dan cenderung bersikap sama terhadap teman Lina yang lain, kelebihan pada tubuh Lira kerap membuatnya tak kuasa melirik lebih dalam, terutama saat Lira memakai baju yang memamerkan lekuk tubuhnya secara sempurna, apalagi kulit Lira putih bersih dan mulus. Perkenalan lebih terjadi saat Lina meminta Andi mengantarnya ke kost Lira karena perlu meminjam bahan kuliah. Saat itu pun Andi masih belum sadar Lira itu siapa, dan baru paham setelah disebutkan pacar Boy. Meminjam buku menjadi waktu bertamu yang lebih lama setelah Andi dan Lira ternyata punya selera musik yang sama. Obrolan itu masih dalam batas koridor pertemanan, hanya bedanya setelah itu, Andi jadi lebih ingat siapa Lira, paling tidak namanya. Lira sendiri sebetulnya bukan teman akrab Lina. Bisa dikatakan beda gank, tapi hubungan mereka baik. Aktifitas mengantar Lina ke kampus pun kini menjadi lebih menyenangkan bagi Andi karena ia sering bertemu Lira. Namun, sekali lagi ini sebatas karena mereka punya selera musik yang sama. Paling tidak, saat menunggu Lina berurusan dengan orang lain, terutama di lingkungan organisasi mahasiswa kampus, Andi punya teman ngobrol baru yang nyambung diajak ngobrol. Lina pun merasa beruntung Andi mengenal Lira karena ia jadi lebih santai mengerjakan sesuatu di kampus terutama jika ia minta Andi menunggunya.

Sampai tiba masa-masa sibuk di organisasi mahasiwa Hukum yaitu pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Rapat-rapat sering digelar untuk merumuskan strategi kampanye. Kasihan kepada Andi, pada suatu hari Lina tidak minta ditunggu lagi oleh pacarnya itu, tapi ia minta dijemput lagi pukul empat sore, dua jam setelah rapat dimulai. Andi pun memutuskan untuk menunggu di kost-an salah satu teman yang kost di dekat kampus. Sayang, saat tiba di kost-kostan tersebut temannya sedang keluar. Tak habis akal ia menuju kost-an temannya yang lain. Namun, jalan ke kost-an temannya itu melewati kost-an Lira. Dari jalan, yang hanya berjarak sekitar 15 meter dari deretan kamar kost tersebut. Ia melihat Lira keluar dari kamarnya hendak menjemur handuk. Andi melambatkan motornya dan berharap Lira melihat. Dan, harapannya terkabul. Ia akhirnya memutuskan main di kost Lira sembari menunggu Lina selesai rapat. “Lina lagi rapat ya?” Lira membuka pembicaraan sambil sibuk menata rambutnya yang basah. Ia mempersilakan Andi duduk di atas karpet karena di kamarnya memang tidak ada kursi. Semua perabot terletak di bawah termasuk sebidang meja kecil tempat Lira belajar. “Iya. Loe kok ngga ikut Lir?” “Males. Gue tau pasti lama. Lagian sekarang kan yang rapat pentolan aja.” “Boy di sana juga?” “Iyalah, dia kan proyeknya. Masa’ dia ngga dateng. Ini juga gue lagi nungguin dia. Janjian ntar gue jemput jam enam, mau nonton.” Andi baru sadar kalau ini adalah malam Minggu dan ia belum punya rencana. Dari tadi pandangannya tidak lepas dari rambut ikal sebahu Lira yang basah habis mandi. Ia hanya bisa menelan ludah melihat Lira yang seksi sekali dalam kondisi seperti itu. Aroma yang cukup familiar baginya merebak dari rambut Lira yang masih basah. Shampo loe shampo bayi ya, Deedee kan, rasa strawbery?” “Hahaha, kecium ya, kok tau sih? “Yah, elo Lir, gue kan juga pake Deedee. Cemen yah?” ujar Andi. “Buset, orang kayak loe shamponya Deedee? Lina yang mau apa emang elo yang suka?” “Gue udah pake shampo itu sejak SMA,” “Hihihi…, geli gue, lucu aja, liat loe shamponya Deedee,” ledek Lira sambil tertawa geli. Keduanya terdiam sesaat. Sampai tawa Lira berderai lagi. “Kok sama lagi sih. Kita emang udah jodoh ketemu kali nih. Jodoh jadi temen gitu maksud gue.” Lira berusaha meluruskan kalimatnya karena sadar perkataannya bisa diartikan berbeda. Keduanya memang saling nyambung awalnya karena punya selera musik yang sama. “Mungkin kali ya…., loe bocor sih,” sahut Andi terkekeh. Obrolan pun terus berlanjut mengalir seperti sungai. Lira yang cerewet selalu punya bahan pembicaraan menarik demikian pula dengan Andi. Uniknya obrolan tersebut selalu nyambung. Di tengah ngobrol Andi sekali-sekali melirik dua tonjolan di dada Lira yang luar biasa ranum. Soal cewe, selera Andi memang yang memiliki dada besar. Ia sudah bersyukur punya Lina yang berdada lumayan berisi, namun melihat Lira, rasanya rugi kalau diabaikan, membuat darahnya berdesir kencang. Saat melihat dari jalan tadi, Andi menemukan Lira hanya memakai kimono mandi dan sedang menjemur handuk. Ia sempat diminta menunggu cukup lama oleh Lira karena harus berpakaian dulu. Harapannya, Lira keluar dengan pakaian lebih tertutup, tapi yang didapati adalah Lira hanya memakai tank top putih yang memamerkan ceplakan branya dengan jelas hingga renda-renda di dalamnya berikut celana pendek yang membuat 3/4 pahanya terbuka. “Eh, Lir, gue mo nanya nih….” ujar Andi. “Apaan?” “Tapi jawab jujur ya….” “Apaan dulu?? “Ya ini gue mo nanya?.” “Oke, jujur….” “Anak-anak Hukum sebetulnya risih ngga sih gue sering ngumpul bareng mereka.” ujar Andi. “Angkatan gue?? “Iya.” “Jujur kan?…Ngga, yakin gue. Eh, tapi maksudnya ngumpul karena loe nemenin Lina kan?” “Iya.” “Ya ngga sama sekali. Yang suka sama loe banyak kok.” “Bener loe? Kalo cowo-cowonya gimana?” “Ngga juga. Kenapa sih? Ya kalo ada paling yang dulu naksir Lina tapi keserobot elo?hahahaha….” “Sialan loe?, serius nih gue.”

“Gue juga serius. Bener kok, percaya deh sama gue.”  “Mereka, terutama yang cewe, malah yang gue tau pada keki sama Lina.” “Keki kenapa? emang salah gue apa?” “Maksudnya keki soalnya Lina dapet cowo kayak elo.” “Emang gue kenapa?” “Ya?loe kan sabar banget tuh mau nungguin Lina, terus gabung sama kita-kita, maen bareng?” “Gitu ya…?” “Iya pak Andi. Nih ya, gue kasih bandingan: cowo gue yang dulu, itu sama sekali ngga mau gabung. Sebates nganterin gue aja. Sombong banget, kayak ngeliat apaan gitu kalo kita ngumpul. Ngga tau, pembawaan anak teknik kali ya, berasa pintar sedunia.” Lira nyerocos tapi dari sorot matanya terlihat ia sangat serius. “Dulu gue tuh sering nahan hati soalnya cowo gue itu diomongin terus sama temen-temen gue. Sombong lah, belagu lah. Ya mereka sih ngomongnya baik-baik, minta gue ajak dia bergabung. Tapi cowo gue ngga mau gimana. Jadi serba salah kan?” “Anak teknik? Dani maksud loe?” “Betul pak! Dani. Mungkin juga karena ketuaan kali ya? Tapi ngga tau ah! Nah, ketika loe masuk dan mau mencoba berbaur. Temen-temen gue, ngga cewe ngga cowo, jelas seneng. Apalagi loe bisa nyambung. Yang cowo respek sama loe, yang cewe,….hihihi, demen.” Lira sengaja hanya sampai kata itu. Sebetulnya ia ingin bilang ke Andi bahwa anak-anak, cewe-cewe tentunya, banyak yang naksir Andi. “Demen apaan?” Andi berusaha memaksa Lira memperjelas omongannya sambil tergelak. “Ya demen…ih, loe GR ya?” kata Lira sambil menunjuk Andi. “GR apaan? kan gue cuman minta diperjelas,” “Nih ya, ada satu temen gue yang bilang berharap banget loe putus sama Lina. Katanya, gue mau deh, biar bekas temen juga…tuh…” “Yang bener loe? Siapa?” “Ngga usah gue kasih tau. Kalo perasaan loe peka, loe pasti tau deh! Eh, bener tuh, dalem hati loe pasti seneng juga kan disenengin cewe-cewe….hahaha.” “Sialan loe!” balas Andi sambil terkekeh. Tanpa sadar, Andi mendorong paha kiri Lina. Sejak perkenalan pertama mereka saat ngumpul bersama teman-teman yang lain sepuluhan bulan yang lalu. Baru kali ini mereka benar-benar saling bersentuhan secara fisik. Meski sebuah sentuhan tanpa maksud apa-apa, tak kurang Lira tertegun sejenak. Syaraf sensorik di pahanya seperti mengalirkan sesuatu yang menbuatnya berdesir. Hampir tidak ada yang tahu, bagian yang didorong dan disentuh Andi justru bagian paling sensitif pada Lira, bagian yang mampu mengalirkan perasaan erotik dalam diri cewe berumur 20 tahun itu. Lira berusaha tidak memandang mata Andi, tapi ia tak kuasa menahannya. Rangkaian kejadian yang hanya berlangsung sekitar satu detik itu seperti membuat tubuhnya mengalirkan darah demikian cepat. “Eh, Lir, sorry ya kalo terlalu keras. Ngga sakit kan?” Kali ini Lira malah berharap Andi kembali menyentuhnya. Desiran akibat sentuhan tak sengaja tadi benar-benar membuatnya merasakan sensasi yang selama ini belum pernah ia rasakan. Tapi, ia berusaha mengendalikan diri. Pahanya yang merinding tersentuh tangan Andi berusaha ia tutupi. “Ngga kok Ndi, ngga papa, cuma kaget.” “Aduh, gue jadi ngga enak. Bukan maksud gue mau lancang ke loe kok, Lir reflek aja.” “Iya gue tau,” Lira berusaha menahan agar mulutnya tidak mengatakan bahwa bagian yang Andi sentuh adalah daerah paling sensitif dari tubuhnya. Andi benar-benar jadi tidak enak dan salah tingkah. Lira bukan tidak menyadari hal tersebut. Ia kini paham, Andi memang bukan tipe cowo yang suka merayu perempuan, bukan cowo yang suka pegang-pegang perempuan sembarangan. Memang tidak salah teman-teman di kampusnya banyak yang suka pada Andi. Sikapnya gentleman banget, sama sekali tidak terlihat dibuat-buat. Dan, kenyataannya Andi memang benar-benar menyesal telah berlaku kasar, menurut ukurannya, kepada seorang perempuan. Ia adalah laki-laki yang paling tidak bisa berbuat kasar pada perempuan. “Gue juga termasuk yang dongkol sama Lina, kenapa gue justru nyambung sama cowo-nya…hahaha,” Lira berusaha mencairkan suasana dengan melontarkan joke yang sejujurnya ngga lucu.

Cerita Sex Dengan Lira Teman Kuliah Pacarku

Andi pun tertawa meski masih agak dipaksa. Ia benar-benar merasa bersalah karena tanpa terkontrol menyentuh paha Lira terlalu dalam. Maksudnya hanya pengakuan ‘kekalahan’ karena didesak soal banyak perempuan yang menyenanginya. Sejujurnya ia juga suka Lira karena ia anggap perempuan yang suka bicara tanpa basa basi, apalagi dengan orang yang ia rasa bisa membuatnya nyaman. Sikapnya itu membuat Andi merasa lebih dekat dengannya, meski dengan dasar suka sebagai teman. Dari sisi laki-laki, Andi juga terkesiap dengan sentuhannya itu. Ia jadi menyadari Lira memiliki tubuh yang kencang dengan kulit yang halus. Benar-benar membuat kelaki-lakiannya bangkit. Ingin rasanya berbuat lebih dari itu. Tapi ia tidak tahu harus bagaimana. Ia juga sadar, situasi seperti ini sudah cukup sebagai tanda bahaya bagi dua insan berlainan jenis yang berada dalam satu ruangan. Hanya ia juga tak kuasa dan tak mengerti bagaimana menghentikannya. Langsung pergi, jelas akan membuat Lira marah, ia bisa menangkap bahwa Lira tidak menginginkan itu. Masih diliputi perasaan tak menentu dan membuatnya tertegun seperti patung, Andi terkejut ketika Lira sudah menjulurkan tangan dan meraih tangannya. Tapak tangannya digenggam kedua tangan Lira dan diarahkan ke bibirnya. Dalam keadaan terbuka, Lira menciumi perlahan-lahan permukaan telapak tangan kanannya. Andi benar-benar tegang bercampur kaget. Ia tahu itu sudah lebih dari sekedar pertanda Lira menginginkan sesuatu, lebih dari sekedar sentuhan tanpa sengaja. Lira pun bukan tanpa maksud seperti itu. Ia sadar antara dirinya dan Andi baru benar-benar kenal beberapa bulan belakangan. Tapi, akal sehatnya tak kuasa menahan keinginannya untuk disentuh lebih dalam oleh Andi. Andi benar-benar bimbang. Ia tahu, Lira sudah membuka gerbang dan kini dialah yang harus memainkan bola. Semua ada di tangannya. Di antara bimbang untuk meneruskan, yang artinya ia dan Lira sudah melanggar komitmen pada pasangan masing-masing, atau menghentikan, yang artinya ia bisa kehilangan kesempatan merasakan sesuatu yang selama ini sering membuat badannya bergetar dan hanya ia lampiaskan pada Lina, tangannya seperti bergerak sendiri membelai pipi kiri Lira. Jantung Andi berdegup kencang, bukan lagi takut Lira akan menolak, tapi sadar ia telah membuat sebuah pilihan penuh resiko tapi pasti sangat menyenangkan. Lira tersenyum. Merasakan belaian lembut jemari Andi di pipinya. Andi pun bergerak menyisir leher dan tengkuk Lira. Sampai di punggung, tangan kirinya ikut merangkul Lira dan seketika keduanya sudah berpelukan. Lira membenamkan seluruh tubuhnya ke Andi. Pelukannya bahkan lebih kuat dari Andi dan pantatnya ia geser mendekat. Keduanya masih duduk di lantai beralaskan sebuah karpet tebal berwarna merah. Andi mengangkat wajah Lira perlahan. Ia bisa melihat Lira tersenyum bahagia merasakan kehangatan tersebut. Andi sadar, ia melakukannya bukan untuk mengejar perasaan Lira, tapi lebih pada nafsu. Nalurinya sebagai laki-laki berkata bahwa ini adalah kesempatan merasakan nikmatnya tubuh seksi Lira yang selama ini sudah ia kagumi. Dalam hati ia terus membatin untuk tidak tanggung-tanggung dan ragu. Ia bertekad menunjukkan pada Lira bahwa ia memang laki-laki sejati. Sambil mulai menjilati daun telinga Lira, Andi berusaha membisikkan kata-kata rayuan ke telinga Lira. Glek! Mulutnya justru seperti terkunci. Semuanya sangat sulit untuk dikatakan. Balasan Lira hanya sebuah erangan manja berikut usapan halus disekujur punggung Andi. Tanpa ragu ia mendekatkan bibirnya yang merekah menyentuh bibir Andi. Halus, lembut dan perlahan penuh perasaan, keduanya saling mengulum bibir lawannya. Berpagutan dan saling bertukar lidah membuat suasana semakin hangat. “Ndi…,” Lira berusaha mengontrol dirinya. Ia ingin terus merasakan belaian laki-laki yang dikaguminya itu. Andi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia paham ini adalah titik kebimbangan Lira. Memaksa Lira menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya sama saja berpeluang menghentikan semuanya. Ia terus mencium Lira penuh kehangatan. Tangannya mulai menggerayangi sisi kiri tubuh Lira dan berbalik ke atas menuju sebuah bongkah daging keinginan setiap laki-laki.

Ia mulai dengan meraba permukaannya halus dan meremasnya pelan. Persis seperti yang ia lakukan pada Wita, sahabatnya, beberapa tahun silam. Perbuatan berdasarkan naluri yang membuat ia dan Wita hampir mengakhiri persahabatan erat yang mereka bangun sejak masuk kuliah, runtuh hanya bersisa nafsu. Andi seperti merasakan kembali sensasi itu. Sensasi bercumbu dengan perempuan yang rela menyerahkan tubuhnya secara total pada dirinya. Sesuatu yang justru tidak ia rasakan saat melakukannya pertama kali dengan Lina. Status berpacaran membuat mereka mudah melakukan apapun seperti ciuman, pelukan, bahkan rabaan. Andai dulu ia mengabaikan pertanyaan Wita apakah mereka benar melakukan hal tersebut, ia dan Wita saat ini pasti sudah tak ubahnya dua insan yang saling mengejar nafsu. Tidak ada lagi keindahan persahabatan dan keagungan sebuah kedekatan yang tidak dilandasi nafsu, murni sebuah kasih sayang dua manusia yang saling membutuhkan. Tapi dulu tindakannya tepat. Karena, ia dan Wita lebih membutuhkan hubungan tanpa berlandaskan nafsu birahi. Walaupun akhirnya ia dan Wita menghentikan semuanya sebelum keduanya bersatu dalam sebuah persetubuhan, perlu waktu berbulan-bulan untuk membangun kembali landasan yang telah mereka hancurkan sendiri. Kini, terhadap Lira, semuanya berbeda. Tidak ada halangan untuk melakukannya saat ini. Benar atau salah, itu soal nanti, karena saat ini nafsulah yang melandasi hubungan dirinya dengan Lira. Lira bukan teman dekatnya. Sejak awal ia tertarik pada Lira karena tubuh Lira yang menggoda iman. Kalau kemudian ia menjadi dekat dengan Lira karena sesuatu hal, itu tak ubahnya alat untuk masuk ke dalam perasaan Lira. Remasannya ke dada Lira semakin kuat. Tanpa ragu, ia menyisipkan jarinya dari sisi atas untuk merasakan langsung lembutnya bongkahan indah itu. Lira mengerang dan berusaha mendekap Andi lebih kuat. Tangan Andi meremasnya makin kuat dan semakin ia merasakan betapa kencangnya dada Lira. Kencang, halus dan terawat. Ia pun kagum kepada Lira yang menyadari bahwa bagian tubuhnya yang sedang remas Andi adalah daya tarik utama dirinya, terbukti dari hasil perawatan yang dilakukannya itu. Sembari tangan kanannya meremas dada Lira, dan lidahnya menjilati leher Lira. Tangan kirinya membuka pengait bra di belakang. Sekali terbuka, kedua tangannya menyusup dari bawah dan mengangkat pakaian Lira melewati leher. Dan sekejab ia langsung bisa melihat bukit besar menantang itu langsung di depan matanya. Sejenak ia kembali mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya itu. Dua bongkah daging yang sejak setahun lalu membuat dirinya kerap tak bisa tidur. Tak berlama-lama puting susu Lira sudah menjadi sasaran mulutnya. Kuluman bibir, gigitan kecil plus sapuan lidah membuat Lira terlonjak tak bisa menahan diri. Badannya menegang setiap Andi menghisap putingnya. Ingin rasanya Andi mengecup kuat area di kulit yang menutupi tonjolan dada Lira, tapi ia sadar hal tersebut akan mempersulit posisi Lira. Apalagi Lira memohon dengan suara lirih. “Jangan ada…bekasnya…Ndi….” Dua bukit besar itu seperti mainan baru bagi Andi. Ia juga sering merasakannya dari Lina, tapi yang disodorkan Lira dua kali lebih nikmat. Lina juga keras dan kencang, tapi tidak sebesar Lira. Besar tapi masih proporsional. Ia bisa merasakan puting Lira menyentuh telinganya saat ia berusaha membenamkan kepalanya ke sela-sela di antara dua bukit tersebut. Erangan pelan mulai terdengar keras keluar dari mulut Lira. Nafas Lira mulai memburu dan matanya terpejam. Mulutnya sedikit terbuka dan setiap isapan Andi di putingnya mengeras, kepalanya terlonjak ke belakang. Tangannya hanya bisa menekan kuat punggung Andi. Kendali dirinya benar-benar sudah hilang tertutup kenikmatan isapan dan sapuan lidah Andi di kedua payudaranya. Bahkan angin dingin khas kota Bandung yang kencang dari luar sudah tak terasa lagi di kulitnya. Tak hanya Lira yang terlena, Andi pun semakin bernafsu menggarap buah dada Lira yang menggairahkan itu. Sensasinya seperti mendapatkan sebuah mainan baru. Ia menjelahi setiap titik buah dada Lira tanpa terlewatkan. Ia ingin tahu reaksi apa yang diberikan Lira setiap ia menjelajah setiap permukaan buah dada itu. Keduanya sedikit tersentak ketika pintu kamar Lira tertutup sendiri tertiup angin kencang dari luar. Andi terdiam dan memandangi Lira sesaat. “Geblek, lupa ditutup….” Andi langsung bangkit dan memeriksa keadaan di luar dari jendela, apakah ada mata-mata tersembunyi yang menyaksikan perbuatan mereka.

“Kunci Ndi…, sekalian korden…” Sebut Lira dengan suara parau dan lemah. Lira langsung menggamit lengan Andi dan memeluk laki-laki itu dan menempelkan keningnya ke dada bidang penuh bulu itu. Menunduk, ia bisa melihat puting buah dadanya menempel di atas perut Andi. “Ndi…, tolong…,” Ia melepaskan tangan Andi yang mengusap-usap halus punggungnya. Tangan kanannya membimbing tangan Andi ke arah selangkangannya. Ia merasakan sendiri sedikit demi sedikit kewanitaannya mulai basah mengalirkan cairan hangat. Ia tahu persis telah dihinggapi nafsu. Sejenak Lira was-was. Ia takut Andi melakukannya tindakan bodoh seperti laki-laki lain yang tidak peduli fase-fase seksualitas wanita. Ia ingin dilayani juga sebagai makhluk yang juga memiliki nafsu. Selama ini, yang ia alami hanya melayani keinginan laki-laki tanpa ada balasan dari laki-laki itu. Tapi kekhawatirannya segera lenyap saat Andi menyambut bimbingan tangannya dan mulai aktif menggerayangi daerah kewanitaannya. Dimulai dengan usapan lembut di atas daerah vaginanya yang masih tertutup dua lapisan, celana dan celana dalam. Dilanjutkan gosokan sedikit keras yang menekan alat genitalnya. Sekali lagi, saat Andi menyentuh paha bagian dalamnya, darahnya berdesir kencang, nafsunya semakin melonjak. Aliran darah seketika seperti mengalir deras di tengah-tengah selangkangannya. Andi pun tak mau berlama-lama menunggu. Sekali tarik, ia meloloskan celana pendek dan celana dalam yang membuat Lira makin tak berdaya telanjang bulat. Tangan Andi mulai mengusap-usap klitoris dan bagian luar vaginanya. Rasanya seperti melayang setiap sapuan jemari Andi mengenai alat kelaminnya itu. Dipadu permainan lidah di putingnya, Lira semakin lemah tak berdaya. Lututnya terasa lemas yang membuat Andi semakin mudah menjelajahi daerak kemaluannya karena menjadi terbuka. Tak tahan melakukannya sambil berdiri, Lira memundurkan tubuhnya dan menjatuhkan badannya ke ranjang. Lututnya ditekuk dan kedua pahanya ia buka lebar-lebar. Andi melepas sendiri kaus yang dikenakannya dan tak menyia-nyiakan pemandangan indah bibir-bibir vagina berwarna coklat muda yang terpampang di depannya. Bulu-bulu kemaluan Lira sangat terawat karena terlihat dari cukuran yang rapi. Bulu-bulu itu hanya tersisa di atas klitoris dan panjangnya tidak ada yang melebihi satu milimeter. Sambil memeluk pinggang Lira dengan tangan kiri, ia mulai memainkan jari kanannya di seluruh permukaan kewanitaan Lira. Pengalaman dengan Lina mengajarkannya untuk tidak langsung memasukkan jari ke dalam vagina. Ia lebih mementingkan usapan di klitoris. Dengan ibu jari dan jari tengah, ia membuka kulit penutup klitoris. Jari telunjuknya mulai meraba-raba permukaan klitoris yang menyembul berwarna merah muda. Lonjakan pantat Lira terasa kuat setiap ia mengusap klitoris itu dibarengi erangan keras dari mulut Lira. Lira meremas-remas sendiri buah dadanya. Ia menahan kenikmatan luar biasa yang dirasakannya. Puas jemarinya memainkan klitoris Lira, lidahnya mulai bergabung. Setiap jilatan sanggup membuat Lira menjerit. Kedua pahanya berusaha menjepit kepala Andi yang membuat Andi semakin ganas memainkan lidahnya. Sesekali permainan itu ia gabung dengan isapan keras klitoris Lira. Tak usah ditanya reaksi Lira karena perempuan muda itu semakin berisik mengeluarkan erangan dari mulutnya. Rasanya memang gila permainan mereka, karena jika erangan Lira terdengar sampai keluar, entah apa yang akan terjadi. Andi sudah mengarahkan lidahnya turun menuju vagina Lira ketika Lira menahan tubuh Andi dan bangkit meraih kancing celana Andi dan melepasnya. Bersama celana dalam, satu sorongan ke bawah langsung menjulurkan batang kemaluan Andi yang sudah mengacung sejak tadi. Lira tahu, apa yang mereka lakukan adalah perbuatan bersama dan kini gilirannya membelai, mencium, menjilat, dan meremas milik Andi. Tak canggung ia menggenggam penis Andi yang mengacung keras. Kedua tangannya mengenggam bersama, terasa besar dan penuh penis itu memenuhinya. Satu kocokan, kini giliran Andi yang terpaksa memejamkan mata merasakan nikmatnya genggaman tangan halus nan hangat itu. Dari bawah, Lira melirik ke atas dan tersenyum kepada Andi yang berlutut di kasur. Ia paham arti senyum balasan Andi. Tanpa berlama-lama lagi, ia lumat batang tersebut di dalam mulutnya. Sedikit gigitan, ia jilat seluruh permukaannya yang mengkilat itu. Urat-urat di sekujur penis Andi semakin membuat nafsunya memuncak.

Ingin rasanya segera merasakannya merayap di dinding vaginanya. Andi terengah merasakan isapan dan kulumannya. Masih ada sedikit rasa dongkol pada Lina, kenapa temannya itu yang bisa mendapatkan laki-laki yang mampu menggetarkan hati setiap wanita itu. Di tengah usahanya memasukkan seluruh batang kemaluan Andi kemulutnya, Lira hampir tersedak karena ujung kemaluan Andi menyentuh pangkal rongga mulutnya sementara di luar masih tersisa. Ia semakin bernafsu mengulum penis ini. Pelan tapi pasti ia keluar masukkan penis itu di mulutnya. Lidahnya ia sentuhkan ke ujung penis yang kokoh itu. Ia paham laki-laki amat senang diperlakukan seperti itu. Terlihat dari paha Andi yang semakin terbuka membuat penisnya makin mengacung kencang. Seketika ia melihat penis Andi, Lira langsung merasakan rangsangan semakin besar dalam dirinya. Tanpa ragu ia berusaha memberikan pelayanan sempurna pada Andi, laki-laki yang sanggup membuatnya panas dingin meski hanya beradu pandang. Ia ingin Andi merasakan kenikmatan terdalam pelayanan perempuan. Lira memang tidak salah karena Andi pun mulai merasakan apa yang diharapkannya. Baru kali ini Andi merasakan perlakuan total perempuan selain Lina terhadap dirinya. Apalagi saat Lira mulai menjilati dan mengulum kantung buah zakarnya. Semuanya terasa berbeda, benar-benar sensasi yang memabukkan. Selain merasakan nikmatnya kuluman dan isapan Lira, pemandangan indah sekaligus ia dapatkan. Posisi Lira yang merangkak setengah menunduk membuat bongkahan pantatnya menjulang ke atas. Pasti nikmat membenamkan penisnya ke kemaluan Lira sekaligus menggenggam dan mengusap pantat yang padat dan berisi itu. Lira merasa belum cukup ketika Andi menarik lengannya. Tapi, ia mengikuti saja keinginan pujaan barunya itu dan menyambut kecupan hangat Andi di bibirnya. Ia merebahkan tubuhnya sembari menarik Andi. Lira sudah tahu kelakuan laki-laki. Jika sudah menarik dan merebahkan tubuh perempuan berarti laki-laki itu sudah ingin melakukan penetrasi. Namun, dugaannya meleset. Andi justru merebahkan badannya di sisi Lira. Berbaring miring, Andi mengisap lagi buah dadanya. Lira semakin kagum akan laki-laki yang satu ini, benar-benar penuh kendali diri. Ia semakin kaget ketika jemari Andi mulai bermain lagi di sekitar kemaluannya. Kali ini usapannya sedikit keras dan cepat menggosok klitorisnya. Lira menggelinjang menerima perlakuan Andi. Benar-benar laki-laki penuh misteri, pikirnya. Laki-laki sempurna, pikir Lira menyadari betapa beruntungnya ia berhasil mendapatkan Andi seperti sekarang. Bisa mendapatkan lagi sesuatu yang dulu hilang direnggut kejamnya Dani terhadap dirinya. Kalau saja ia tahu Dani hanya mempermainkannya saat itu, tidak akan ia mau menyerahkan semua kehormatannya kepada laki-laki brengsek pengecut itu. Rasanya muak hatinya mendengar semua orang membicarakan perkawinan Dani saat ia baru dua bulan memadu kasih dengan laki-laki keparat itu.Untung Boy hadir sebagai penyelamat. Ia sayang pada laki-laki ini, tapi kadang perasaannya tak tega melihat kebaikkan hati Boy. Tapi kali ini ia ingin total merasakan kehangatan Andi. Kekagumannya membuat ia semakin senang akan apa yang dilakukan Andi padanya saat ini. Menikmati usapan jemari Andi yang cepat itu membuatnya ia sanggup melupakan semua pikirannya pada dua laki-laki yang telah sempat mengisi relung hatinya. Di tengah lonjakan-lonjakan kecil menikmati permainan Andi, tiba-tiba ia merasakan sekujur tubuhnya sebuah rambatan energi tiada tara yang membuat sejenak dirinya seperti melayang. Suara-suara di sekitarnya seketika seperti lenyap, hanya terasa desiran tiada tara yang membuat tubuh sempat terbujur kaku sejenak dan berikutnya terlonjak-lonjak demikian kuat yang semakin lama semakin melemah frekuensi dan intensitasnya. Matanya terpejam, ia baru saja merasakan sensasi terbesar yang belum pernah sekalipun ia rasakan dengan laki-laki lain. Liang vaginanya pun terasa berdenyut lebih kuat dan saat semuanya belum mereda, Andi sudah menindih tubuhnya.

Ia bisa merasakan bobot tubuh Andi terutama di bagian bawah pinggangnya. Tangan Andi sudah tegak di sisi buah dada Lira kekar menopang badannya sendiri. Ia bisa merasakan bagian tubuh bawah Andi bergerak-gerak berusaha mengarahkan acungan penisnya. Lira pun langsung meraih penis nan kokoh itu dan membimbingnya ke ujung vaginanya. Andi tersenyum dan Lira membalasnya dengan senyuman manis diiringi anggukan penuh kepasrahan tanpa paksaan. Terasa Andi mendorong kuat pantatnya dan Lira juga bisa merasakan rengsekan batang kemaluan Andi di dinding vaginanya. Sungguh halus dan penuh perasaan Andi memasukkan penisnya ke vagina Lira. Perlahan cairan di dalam vagina melumasi permukaan penis Andi. Tak ada rasa sakit sama sekali meski penis tersebut lebih besar ketimbang milik Dani dan Boy. Itu karena Andi melakukannya tanpa terburu-buru dan tanpa memaksa. Mulai terasa perih ia menarik kembali penisnya sedikit dan membenamkannya lagi sampai akhir seluruh penisnya dilumat vagina Lira. Sodokan pertama penis tersebut masuk seluruhnya sanggup menyentuh bagian dalam vagina Lira yang belum pernah tersentuh sebelumnya. Lira pun merasakan sekali lagi kenikmatan luar biasa itu. Apalagi, Andi tidak langsung memompa pantatnya cepat-cepat dan keras. Pertama masuk penuh, ia menahannya dan memandangi wajah Lira dan kali ini ditambah sebuah kecupan mesra. Lira seperti diawang-awang diperlakukan seperti itu. Ia merasa dirinya demikian berharga di hadapan Andi, Andi sendiri merasa telah memenangi sebuah peperangan. penisnya yang sudah bersarang di vagina Lira adalah sebuah tanda babak baru hubungannya dengan Lira yang tidak akan mudah dikembalikan seperti sedia kala. Bersatunya kedua tubuh mereka adalah sebuah ikatan emosi yang hanya bisa dirasakan oleh Andi dan Lira, tak seorangpun bisa merasakan itu. Setelah itu, mulailah Andi menggerakkan pantatnya mengangkat dan menekan yang membuat penisnya keluar masuk bergesekan dengan liang vagina Lira. Hangat dan lembut bisa Andi rasakan lewat sekujur penisnya dari dalam vagina Lira. Lira menyambut setiap gerakan Andi dengan jepitan dan gerakan kecil pantatnya. Dari mulutnya keluar erangan yang semakin lama semakin keras dan cepat berirama. Melihat Lira terpejam dan mengerang dengan mulut yang sedikit terbuka sambil mendongakkan kepala membuat Andi makin bernafsu. Lira semakin seksi dalam kondisi seperti itu. Lehernya yang putih dan guncangan kuat pada buah dadanya membuat Andi semakin ingin membenamkan penisnya dalam-dalam di vagina Lira. Apalagi setiap ujung penisnya menyentuh pangkal vagina Lira. Rasanya sungguh tiada tara. Derit ranjang mulai terdengar seiring semakin kuatnya sodokan Andi. Tapi mereka sudah tidak peduli. Lira bukan tidak menyadari seseorang pasti ada yang mendengar deritan tersebut di bawah. Apalagi kalau teman kost yang menempati kamar di bawahnya sedang berada di kamar. Tapi ia yakin semua temannya akan maklum. Semakin kuat dan cepat sodokan Andi membuat Lira merasakan lagi desakan rasa luar biasa yang akan tiba. Ia hanya bisa mencengkram punggung Andi keras-keras ketika desiran itu semakin kuat dan mencapai puncak. Kepalanya benar-benar mendongak ke atas hingga kedua bola matanya hanya terlihat tinggal putihnya. Setelah sampai, sekali lagi ia merasakan tubuhnya ringan dan aliran darah mengalir deras ke arah vaginanya. Dinding vaginanya berdenyut kuat hingga Andi juga bisa merasakannya. Andi langsung menghentikan gerakannya membiarkan penisnya merasakan cengkraman kuat yang terjadi hanya beberapa detik itu. Tindakan Andi juga membuat Lira merasakan kenikmatan luar biasa. Kali ini terasa lebih nikmat karena denyutan vaginanya tertahan penis Andi yang sedang membenami kemaluannya itu. Semakin banyak saja kekaguman Lira pada Andi. Tahu kapan ia akan merasakan puncak kenikmatan dan menghentikan sodokan membuat Lira bisa merasakan sepenuhnya kenikmatan tersebut. Sebuah teknik bercinta yang baru kali ini Lira rasakan. “Andi…,nikmat sekali…,” Lira memeluk Andi kuat-kuat dan menciumi pipi dan pundak laki-laki itu. Sekali lagi Andi tersenyum membalas Lira. “Enak?” “Banget!” Jawab Lira singkat dan tegas. “Gaya lain…?” Lira langsung mengangguk dan menunggu aba-aba Andi gaya apa yang diinginkan Andi.

Andi membalik badan Lira dan mengangkat badan bagian bawah Lira dengan memeluk pinggang dari belakang. Lira langsung berdebar-debar begitu tahu Andi ingin melakukan gaya doggy. Missionari saja sudah sanggup mencapai pangkal vaginanya, apalagi doggy. Tak menunggu lama Andi langsung memasukkan penisnya. Lira menunduk sambil menggigit bibirnya merasakan seluruh penis Andi terbenam makin dalam di vaginanya. Pantatnya terangkat tinggi yang membuat Andi semakin tak bisa mengendalikan birahinya. Kali ini Andi langsung mendorong dengan cepat dan Lira mengikuti irama dengan mendorong pantatnya ke belakang. Keduanya sama-sama merasakan kenikmatan yang lebih dalam. Masuk hitungan belasan menit menyodok vagina Lira, belum ada tanda-tanda dorongan Andi melemah. Sebaliknya justru makin kuat, membuat Lira makin bernafsu. Tetesan peluh mulai membasahi keduanya, namun baik Lira dan Andi justru makin bersemangat. Lira, yang bisa dua kali beruntun merasakan kenikmatan puncak saat disodok Andi dari belakang justru semakin ingin merenguk terus kenikmatan itu. Pantat dan pinggangnya makin bergerak liar membuat Andi tak mampu menahan lenguhannya. Tiba-tiba ganti Lira yang berinisiatif. Ia lepaskan penis Andi dari vaginanya dan mendorong Andi sampai terlentang. Ia langsung memanjat tubuh Andi dan duduk di atas acungan penis Andi yang masih kokoh berdiri. Melihat Lira bergerak naik turun, Andi tak kuasa untuk tidak meremas buah dada Lira yang terguncang-guncang. Telapaknya yang besar berusaha meraup seluruh permukaan buah dada itu, tapi tidak pernah berhasil. Remasannya makin kuat membuat Lira makin mempercepat gerakannya. Sekali lagi Lira harus mengaku kalah. Karena meski ia telah mencoba berbagai goyangan yang dipadu dengan gerakan naik turunnya, justru ia yang kembali merasakan desakan kenikmatan dari liang vaginanya. Lira langsung ambruk menindih Andi yang sudah siap menerimanya dengan pelukan mesra dan kecupan hangat di ubun-ubunnya. 

Cerita sex : Kenikmatan Dari Tante Juliet Tersayang

#Cerita #Sex #Dengan #Lira #Teman #Kuliah #Pacarku

Kisah Sex Main Dengan Ibu Guruku Yang Bahenol Terbaru Malam Ini

Kisah Sex Main Dengan Ibu Guruku Yang Bahenol

“Eh cuy liat tuh bu Aida, bodinya buju buset dah gitar spanyol” kata Rian temanku yang paling tengil sambil meliukkan tangannya membentuk gitar bayangan di udara setelah bu Aida masuk ke ruangan guru.  Cerita Dewasa ini berawal dari Ucapan Rian dan ekspresinya sontak membuat kami tertawa, kenyataan memang guru Bahasa Inggris kami itu memiliki body super sexy, pinggang yang langsing dan perut yang rata, payudara yang besar menonjol bulat dari dalam kemejanya, serta kulit putih mulusnya yang begitu terawat, pastinya akan membuat mata lelaki tak henti memandangnya.  

“Kalo gua mah suka liat wajahnya cuy, matanya yang agak sipit itu terus hidung yang mancung, dan yang paling gak tahan bibirnya yang tipis pink itu loh hmmmm nyuuuuuu” ucap Fajar sambil mencucukan bibirnya yang agak monyong itu seperti akan berciuman membuat kami kembali tertawa.  

“MILF tuh coy!” timpal Budi yang terkenal sebagai si raja bokep.  

“MILF? Apaan tuh?” tanyaku penasaran.  

“Mother I Like to Fuck…wanita dewasa yang sudah beranak tapi masih hot, masa lu sering pinjem DVD dari gua tapi gak tau Den?” jawabnya, 

“doi kan udah punya anak satu tapi masih singset gitu loh”  Aku cengengesan dan mangut-mangut mendengar penuturan Budi. Bukan hanya aku dan teman-temanku yang mengidolakan guru kami tersebut, tetapi hampir seluruh sekolah mendambakannya. Jam pelajarannya adalah yang paling dinanti-nanti terutama para cowok. Karena kecantikan dan keseksian bu Aida, aku dan siswa cowok lainnya sempat kesulitan mengikuti pelajarannya, sebab sibuk memperhatikan bokong bu Aida ketika dia sedang menulis, bahkan berfantasi bisa ML dengannya seperti cerita-cerita mesum antara guru cantik dan muridnya di bokep Jepang.  Oh iya aku lupa memperkenalkan diri, nama lengkapku Aceng Fikri atau biasanya dipanggil Aceng, umur 16 tahun, siswa sebuah SMA negeri di ibukota dan aku masih kelas satu. Sebenarnya tidak ada masalah dengan namaku sampai beberapa tahun lalu mantan bupati Garut yang namanya kebetulan sama denganku melakukan skandal kawin siri dengan ABG plus pernyataannya di media yang lebih mirip germo daripada pejabat yang baik. Gara-gara kemesuman si bupati aku kadang menjadi bahan olok-olok beberapa temanku.

“Ceng…Ceng udah sesuai speknya belum nih?” 

 “Ceng….udah siriin aja!”  

“Murah kok Ceng gak sampe dua ratus lima puluh juta”  Kira-kira gitu deh olok-olok yang sering ditujukan padaku dari teman-teman ngumpulku, memang sih maksudnya bukan untuk bully atau merendahkan, iseng aja jadi aku pun tidak mengambil hati. Dari segi tampang maupun dompet aku bukan termasuk yang keren kok, keluargaku biasa-biasa saja, tampangku mirip Andika Pratama (kalau dilihat dari stasiun ruang angkasa pake teleskop mainan, kalau dari dekat sih harus puas seperti Andika Kangen Band, hehehe….) Sebagai junior yang termasuk cupu sering kali dikerjai oleh seniorku di kepramukaan, seperti hari ini, aku harus membersihkan ruang pramuka yang kotor berantakan usai pramuka. Dan sialnya lagi aku harus membersihkannya seorang diri. Membersihkan ruangan pramuka yang besar seorang diri ternyata cukup memakan waktu, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Aku pun bergegas membersihkan ruangan ini sebab tadi kulihat lewat jendela, awan gelap nan tebal mulai menyelimuti langit sore, pertanda akan hujan besar. Dan benar saja ketika aku hendak bersiap untuk pulang, hujan turun dengan derasnya, tanpa gerimis langsung saja turun dengan lebatnya, karena hujan terlanjur turun terpaksa aku harus menunggu hujan reda atau setidaknya mengecil agar bisa pulang. Namun seperti kata pepatah, di balik kemalangan siapa tahu ada keberuntungan, itulah yang terjadi pada diriku, hari itu lah yang mengubah Aceng yang culun dan cuma tahu seks dari film dan internet menjadi seorang petualang seks. Ketika sedang melamun memandang lapangan sekolah yang diguyur hujan lebat, kulihat bu Aida sedang setengah berlari sambil melindungi kepalanya dengan map plastik menyeberang ke gedung seberang, dan mungkin karena menggunakan hak sepatu yang cukup tinggi, ia terhuyung dan tergelincir jatuh ke genangan air. Aku yang melihatnya langsung berlari menghampirinya.  

“Bu gak apa-apa Bu?” tanyaku sambil membantunya berdiri. 

“Sepertinya kaki ibu terkilir, duh” jawab bu Aida sambil melepas kedua sepatunya dan sambil memegang tanganku, berjalan perlahan ke ruang UKS. Entah kenapa hari ini suasana sekolah sepi sekali dan kurasa penjaga sekolah kami sedang sibuk bermain kartu dengan abang bajaj di jalan seberang sekolah. Untunglah ruang UKS tidak terkunci, kemudian ku dudukkan bu Aida di kursi dan aku bergegas mencari betadine dan apa saja yang mungkin berguna. Dan tak lama kemudian aku kembali menghampiri bu Aida dengan betadine dan koyo panas yang berhasil kutemukan.  

“Gak usah rusuh gitu, Ibu gak apa-apa kok, cuma terkilir doang, gak parah juga” kata bu Aida sambil tersenyum kepadaku.  

“Oh syukurlah kalo begitu” kataku bersyukur dan kemudian duduk di kursi di seberang bu Aida. Akibat menolong bu Aida tadi sekarang seragamku jadi basah kuyup dan sempat membuatku kedinginan, tetapi kemudian rasa kedinginan itu hilang berganti dengan degup jantungku yang berdegup kencang, bagaimana tidak akibat terjatuh tadi bu Aida juga menjadi basah ku up dan yang membuatku terkejut yaitu sepertinya bu Aida tidak menggunakan bra sebab kini payudaranya tercetak lumayan jelas dan tampak tonjolan putingnya yang cukup jelas.

Melihat hal ini membuat aku ingin pingsan rasanya, dan herannya bu Aida sepertinya cuek saja dengan penampilannya.  

“Nama kamu siapa?” tanya Bu Aida kepadaku  

“Aceng Bu, dari kelas 1A”jawabku sambil setengah gugup. 

 “Oh berarti kamu murid saya dong, duh saya masih belum hafal” kata bu Aida tersenyum sambil memeras air dari rambut hitam sepundaknya yang basah, lalu menjepitkan poni sampingnya ke atas, sehingga tampaklah wajah cantiknya dan juga payudaranya yang samar tercetak, membuatku merasa panas dan tentunya penisku di dalam celana juga menggeliat ingin bangun. karena melihat aku gelisah bu Aida kemudian tertawa kecil, dan hal itu cukup membuatku terkejut.  

“kamu kok jadi grogian gitu, mencurigakan sekali” komentar bu Aida sambil menahan tawa  

“Ah, ngga…ngga ada apa-apa kok bu”jawabku gugup  

“Hayoooo ngeliatan ini kan” kata bu Aida  Refleks aku mendongak utk melihat dan langsung saja aku terkejut ketika bu Aida menunjukan jari ke arah bukit kembar di dadanya. Kali ini aku menganga tak tau harus bagaimana, sambil menahan malu aku menunduk terdiam, dan wajahku kini memerah bak kepiting rebus. Memang sejak liburan beberapa pekan yang lalu penampilan Bu Aida mulai berubah menjadi lebih terbuka dan menggoda seperti misalnya rok yang lebih pendek dari sebelumnya dan kadang ketat, ataupun pakaian yang memperlihatkan lekukan tubuhnya, kemeja yang tipis dengan bra berwarna gelap. Memang tidak terkesan seksi murahan, lebih pantas mungkin disebut provokatif atau seksi yang elegan. Tentunya pemandangan ini membawa kesegaran sekaligus kadang merusak konsentrasi.  Melihat aku menjadi salah tingkah ibu Aida sepertinya merasa bersalah dan kemudian duduk di sebelahku.  “hihihi… udah gapapa wajar kok anak lelaki seusiamu berpikir dan tertarik melihat itu” kata bu Aida sambil tersenyum lebar sambil mengelus kepalaku, tetapi aku diam saja tak menyahut karena masih malu karena ketahuan akan perbuatanku.  Kali ini bu Aida sepertinya benar-benar merasa bersalah, kemudian kurasakan tanganku di pegangnya dan di tarik perlahan, dan beberapa detik kemudian kurasakan telapak tanganku menyentuh sesuatu yang luar biasa lembutnya dan juga ada seperti jelly kenyal di tengah telapak tanganku, sontak aku menoleh kesamping dan tak percaya akan yang kulihat, tanganku berada di dalam baju bu Aida dan lebih tepatnya yaitu di payudara bu Aida, bongkahan kenyal yang selama ini menjadi fantasiku dan teman-temanku. 

 “ih kenapa melongo begitu, anggap aja hadiah buat kamu udah bantuin ibu tadi sama permintaan maaf ibu udah bikin kamu salah tingkah, kalo mau remes ya diremas saja” kata bu Aida.

Mendengar ucapan bu Aida, kemudian dengan perlahan kuremas payudara kiri bu Aida, susah kujelaskan dengan kata-kata karena ini pertama kalinya aku memegang payudara wanita, dan sekalinya payudara idaman dan pujaan di sekolahku, sensasi lembut dan kenyal seperti meremas balon berisi air, belum lagi putingnya yang berwarna coklat muda sangat menggemaskan, membuatku tak dapat untuk menahan diri mencubitnya. Rasa gemasku yang menjadi-jadi ini, membuatku lepas kendali kini tanganku yang satunya sudah berada di payudara kanan bu Aida dan ikut merasakan kenikmatan sensasi lembut kenyal.  

“Iii…ibu gak pake BH?” tanyanya tergagap tidak percaya mendapat kesempatan emas ini.  “Kaitannya putus tadi, jadi supaya nyaman ibu lepas aja biar enak mumpung mau pulang juga, taunya malah ketemu kamu” jawabnya.  Melihat kecanggunganku bu Aida hanya tertawa kecil, menganggap hal yang kulakukan sesuatu yang lucu. Masih diliputi rasa penasaran dengan payudara bu Aida, kulingkarkan jari jempol dan telunjukku di pangkal payudara bu Aida lalu kutarik payudara bu Aida ke depan sehingga kini menjadi lonjong dan putingnya menonjol mengeras, dengan perlahan kumasukkan puting itu ke dalam mulutku, kunikmati sensasi lembut payudara bu Aida di bibirku lalu kuhisap putingnya seperti bayi menyusu. Inilah puting payudara kedua yang kunikmati setelah puting ibuku ketika aku masih orok dulu.  “Mmmmhhh…hisap terus Ceng….enak itu” desah bu Aida yang kini sudah sangat terangsang.  Aku pun melaksanakan apa yang dimintanya, mulutku mengenyot, menjilati dan menghisap-hisap payudaranya yang bulat dan indah itu hingga beberapa menit kemudian ketika kulepaskan payudara itu sudah basah oleh ludahku dan merah-merah akibat cupangan.  “Aceng, karena diluar masih ujan lebat, jadi ibu rasa kamu perlu pelajaran tambahan” kata bu Aida santai sambil berdiri, melihatnya berdiri aku pun ikut berdiri, pandangan ku masih belum bisa terlepas dari payudara besar yang menggantung bebas di dada bu Aida, aku masih kagum dengan kelembutannya dan kekenyalannya. Kemudian tiba-tiba bu Aida berlutut di depanku dan kini wajahnya setinggi pinggangku. Kemudian dengan lembut dibukanya ikat pinggangku dan kancing celana coklat seragam pramuka-ku, lalu diturunkannya bersama dengan celana dalamku, aku yang tidak diberitahu sebelumnya dan tanpa persiapan cukup terkejut ketika penisku yang tegang mengacung di depan wajah bu Aida.

Bu Aida tertawa kecil ketika melihat penisku yang berdiri tegak dan sudah basah oleh cairan pre-cum, kemudian dengan perlahan dielusnya batang penisku dengan jari-jari lentiknya secara perlahan, aku hanya dapat menahan nafas ketika tangan mulus bu Aida dengan perlahan mengocok penisku  

“Hhhmmm…gede juga yah Ceng, keras lagi!” katanya.  Hal yang takkan pernah kulupakan adalah ketika bu Aida mencium kepala penisku dan dengan perlahan memasukkannya ke dalam mulutnya. Setiap senti batang penisku dapat merasakan lembut bibirnya, bibir tipis yang selalu dibayangkan oleh temanku untuk dicium kini dengan lembut sekali menggosok batang penisku.Kupandangi wajah bu Aida yang cantik menghadap selangkanganku, bibirnya yang indah maju mundur menggesek kulit batang penisku, sungguh tak kuduga hal seperti ini bisa terjadi. Kemudian kututup mataku mencoba merasakan penisku dalam mulut bu Aida, ukh …terasa begitu hangat dan basah, dan juga dapat kurasakan lidah bu Aida yang menggeliat ikut menggosok kulit penisku, semua sensasi menakjubkan ini membuatku merasakan ngilu luar biasa dan perasaan aneh di selangkanganku, dan kemudian tak dapat kutahan lagi, aku orgasme di dalam mulut guruku, banyak sekali kusemprotkan maniku sampai menetes keluar dari mulut bu Aida. Setelah semprotan spermaku berhenti, dengan perlahan bu Aida mengeluarkan penisku dari mulutnya, kulihat batang penisku penuh dengan maniku yang putih kental. Masih dengan mulut penuh spemaku, bu Aida kemudian menciumi bibirku layaknya seorang kekasih, dan aku pun membalas ciumannya dengan penuh gairah. Sambil menciumiku tangan bu Aida sibuk mencari kancing roknya dan tak lama kemudian rok hitamnya meluncur jatuh ke bawah sehingga kini bu Aida hanya menggunakan celana dalam tipisnya saja.  Aku yang sudah terbakar nafsu masih saja berusaha menciumi bibir bu Aida, namun ia mendorongku dengan perlahan, dan kemudian berbaring mengangkang di ranjang UKS, memperlihatkan samar-samar bulu-bulu hitam lebatnya di balik celana dalam putihnya yang tipis. Tanpa disuruh aku pun berlutut tepat di selangkangan bu Aida, kuperhatikan celana dalam putih tipis itu, yang tidak menutupi seluruh permukaan vagina bu Aida, sisi-sisi samping bukit kecil itu tampak begitu menggairahkan. Dengan perlahan kutarik celana dalam bu Aida, sedikit demi sedikit belahan merah indah yang ditutupi bulu-bulu hitam itu mulai tampak, membuatku menjadi bersemangat, namun aku memilih untuk menikmati menelanjangi guru idolaku itu secara perlahan, kunikmati ketika jari-jariku melewati paha bu Aida yang putih nan lembut hingga ujung kakinya yang indah dengan kuku-kuku yang terawat.

Kini bukit kecil vagina bu Aida terpampang tanpa sehelai benang yang menutupi, membuatku tak tahan untuk mendekatkan wajahku ke belahan merah itu. Semakin dekat wajahku, semakin keras detak jantungku, kudekatkan wajahku hingga hidungku dapat mencium aroma vagina bu Aida, harum dan unik susah dijelaskan,aroma yang menggairahkan dan diimpi-impikan oleh banyak pria di sekolah ini, dan kini akulah orang pertama di sekolah yang dapat merasakannya. Tanpa menunggu lagi kujulurkan lidahku, dan kusapukan ke belahan vagina merah muda bu Aida, kurasakan sensasi daging lembut dan agak besah itu, gurih dan merangsang, kudorong lidahku hingga ujung belahan, menyentuh bulatan daging kecil yang membuat bu Aida melenguh nikmat. Kembali kuulangi menyapukan lidahku, namun kini dimulai dari posisi yang lebih bawah, yaitu mulai dari anus bu Aida yang coklat kemerahan terus secara perlahan ke atas sampai ke klitoris bu Aida, tentunya hal ini membuat bu Aida tak dapat menahan erangan kenikmatan yang didapatnya,  

“ukkhhhm, terus Ceng jilat terus” ucap bu Aida sambil mendongakkan kepalanya setiap kali lidahku menyentuh daging bulat kecil miliknya.  Sungguh aku ketagihan menjilati vagina bu Aida, di samping bau dan rasanya yang menggoda, pahanya yang lembut juga seperti mengelus wajahku setiap kali dia menjepit kepalaku dengan pahanya saat aku menjilati klitorisnya. Daging kecil bulat atau klitoris bu Aida membuat aku penasaran, dengan gemas kuhisap daging kecil itu, dan ternyata membuat bu Aida menggelinjang geli, dan menjepit erat kepalaku dengan pahanya, walaupun begitu tetap saja kuhisap dan kumainkan dengan lidahku gemas, sehingga tak berapa lama kemudian jepitan paha bu Aida menguat dan dia melenguh keras,  

“Oh tuhan ahhhkkkkhh”, tercium olehku aroma yang kuat, aroma yang begitu menggoda, lalu kuperhatikan celah kecil di belahan vagina bu Aida berkedut-kedut dan mengeluarkan cairan bening beraroma kuat, lalu tanpa rasa jijik kuhisap cairan itu dari celah kecil itu, rasanya gurih seperti santan, penasaran kuselipkan jari telunjukku ke celah sempit itu dan mengorek-ngorek isinya sehingga cairan itu semakin banyak keluar. 

 “Ceng masukin kontol kamu, cepetan, ibu udah gak tahan” kata bu Aida memandangku dengan wajah memelasnya yang sungguh menawan, yang membuat hati setiap pria akan luluh.

Jujur ini pertama kalinya aku melakukan hubungan seks, selama ini aku hanya menontonnya lewat film bokep koleksi temanku si Budi dan juga internet, namun instingku kuat untuk memasukkan penisku ke celah sempit tadi. Inilah saatnya mempraktekkan yang selama ini kuketahui, aku pun membuka lebar kaki bu Aida sehingga belahan vaginanya yang merah merekah, kemudian kepala penisku kudorong ke vaginanya, cukup sulit untuk memasukkannya ke celah sempit itu, untunglah bu Aida kemudian membantuku dangan memegang batang penisku dan mengarahkan kepala penisku ke celah sempit itu. Tanpa disuruh akupun mendorong penisku masuk, awalnya begitu sempit, kepala penisku sampai terasa agak sakit, namun lendir vagina bu Aida yang licin dan hangat membantu senjataku itu masuk sehingga perlahan penisku dapat masuk dan blesss seluruh batang penisku berada di liang vagina bu Aida. Kupejamkan mataku, kurasakan pijatan dinding liang vagina bu Aida yang memijat batang penisku, juga sensasi hangatnya, ukhhh nikmat sekali. Kemudian secara perlahan kutarik penisku, membuat liang sempit itu dan penisku begesekan, begitu nikmat, sungguh berbeda antara kocokan vagina dengan kocokan oleh bibir bu Aida, kali ini kocokan di penisku terasa diseluruh bagian, membuat sensasi ngilu nikmat. Kenikmatan inilah yang kembali membakar semangatku sehingga kupercepat tarikan maju mundur penisku di liang vagina bu Aida. Kenikmatan yang kurasakan tak begitu berbeda dengan kenikmatan yang dirasakan bu Aida, terlihat dari bu Aida yang tak berhenti melenguh dan mendesah dengan keras, untunglah diluar hujan deras sehingga menyamarkan suara pergumulan birahi kami.  Aku memompa liang vagina bu Aida dengan begitu bernafsu, semakin lama semakin kupercepat, hingga dapat kurasakan buah zakarku menampari selangkangan guruku ini dengan keras, menimbulkan bunyi plak plak plak yang nyaring. Tak lama kemudian kenikmatan dan sensasi ngilu itu memuncak dan aku pun tak dapat menahan lagi orgasmeku.  “Bu Aida, saya mau keluarrrr, ukkhhhhhhh” kataku sambil mempercepat kocokanku  

“Keluarin aja yang banyak Ceng” kata bu Aida dengan suara manja.  Setelah mendengar ucapan bu Aida, tak lagi kutahan sensasi orgasme itu, sehingga puncaknya kusemprotkan begitu banyak sperma di dalam vagina bu Aida, dan setiap penisku berkedut menyemprot mani, kunikmati sensasinya, luarbiasa aku saat ini sedang orgasme di dalam liang vagina seorang wanita, liang vagina bu Aida yang cantik dan seksi. Belum sempat aku menarik nafas, tiba-tiba bu Aida bangun dan kemudian duduk di pangkuanku, dengan penisku masih di dalam vaginanya. Bu Aida yang kupangku kemudian menciumi bibirku dan menjilati wajahku, membuat aku kembali terangsang, dapat kurasakan penisku kembali mengeras di dalam vagina bu Aida, dan kembali kulanjutkan pompaanku sambil menciumi bibir bu Aida yang lembut.

Karena bu Aida kusodok sambil kupangku, maka membuat tubuh bu Aida berguncang-guncang, payudaranya yang besar dan lembut menggesek dadaku, begitu pula perutnya yang langsing juga turut menggesek perutku, tak hanya itu pahanya yang mulus juga menepuk-nepuk pahaku membuat suara tepukan. Ukh…kembali aku merasakan sensasi sensual dan menggairahkan, kini seluruh tubuh bu Aida dapat kurasakan dengan tubuhku, membuatku tak ingin melepas sensasi tubuhnya dari tubuhku.  Menyodok vagina bu Aida dari posisi memangku ternyata memakan cukup tenaga, sehingga aku mulai ngos-ngosan dan memperlambat sodokanku, tentunya bu Aida menyadarinya. Lalu dia mendorongku perlahan hingga aku terlentang di lantai, sehingga kini dia dalam posisi menduduki penisku. Kemudian bu Aida memajukan sedikit tubuhnya sehingga pinggul dan pantatnya sedikit menungging, lalu dengan perlahan bu Aida menggoyangkan pinggul dan pantatnya dengan gerakan memutar, sehingga penisku di dalam vagina bu Aida seperti diputar-putar. Sambil tersenyum menatapku, bu Aida kemudian menambah gerakan naik turun dalam goyangannya.  

“Gimana rasa Ceng, goyangan maut andalanku, ini favorit suami ibu loh” tanya bu Aida sambil tersenyum lebar.  

“Mantap buuuuu, gila deh,..Eh, bu , haus nih pengen nyusu” kataku sambil mengelus payudara bu Aida yang bergoyang-goyang tergantung bebas.  

“Boleh, nih!” jawab bu Aida singkat sambil menundukkan tubuhnya sehingga aku dapat menghisap putingnya yang imut itu.  Setelah mengenyoti payudara guruku itu, aku pun kembali bersemangat dan mulai kembali memompa vagina bu Aida. Bu Aida yang juga sudah mulai lelah bergoyang kemudian duduk tegak dan menikmati pompaanku, sementara aku sibuk meremas pantatnya dan memperhatikan batang penisku yang keluar masuk di liang vagina bu Aida. Tak lama kemudian aku mulai merasakan tanda-tanda akan orgasme, maka aku pun mempercepat pompaanku.  

“Bu, kayanya mau keluar lagi” kataku sambil kembali meremas payudara bu Aida.  

“Oh oh Hmmm kita samaan keluarnya ya Ceng, ibu juga nih”jawab bu Aida sambil menggoyangkan kembali pinggul dan pantatnya seirama dengan genjotanku.  

“Siap-siap ya bu!” 

 “Iya Ceng..masukin segera kontol gede mu..” Jawabnya, entah kenapa setiap dia mengucapkan kata kontol itu darahku bergidik.  Gerakan kami berdua semakin cepat, dapat kurasakan selangkanganku mulai diliputi rasa ngilu yang mulai memuncak, sehingga kupercepat genjotanku, begitu pula bu Aida mulai mendesah tak karuan tanda ia pun akan orgasme. Kedua tanganku telah mencengkram kuat kedua belah pantatnya. Penisku seperti bisa mencari jalan sendiri ladang perburuanya.

“Sshh…ibu suka banget dengan kepalanya Ceng..gede, panas..kalo kedut-kedut di dalem bikin geli..” ujarnya lirih.  Mataku seperti tidak tahan untuk terpejam, sungguh nikmatnya terasa hingga ke otak. Kupicu tubuhnya menggarap vaginanya makin cepat membuat tubuh mungilnya terhempas ke sana kemari. Aku terus menerus menyerangnya tiada henti. Aku makin menjadi melabraknya, pada sisa-sisa terakhir tenaga, aku menekan sedalam-dalamnya kejantananku di dalam liang vaginanya. 

 “teruss Ceng..duhhh..aduuuh…iyah enak..” suaranya melengking tinggi, beliau mengangkat pantat dan memutar pinggulnya dengan gemetar, penisku makin kuat menekan mengikuti kemanapun pantatnya bergerak hingga pangkal penisku terasa nyeri.  “Ooooohhh…shhhh..aduuuuh…” pekiknya sambil mencengkram kasur, 

Kisah Sex Main Dengan Ibu Guruku Yang Bahenol

“ke mulut ibu Ceng, ibu pengen minum peju kamu…aaahhh…hhhmmmhh!”  Tubuhnya mengejang, terasa benar vaginanya berkontraksi kemudian cairan hangat itu menerpa penisku, Bu Aida kembali diterpa gelombang orgasme. Dalam hitungan detik aku pun akan meledak, sebelum itu terjadi, aku buru menarik keluar penisku, kemudian menduduki dadanya, tepat pada saat spermaku akan keluar Bu Aida menarik penisku mendekati mulutnya, semprotan pertamaku membasahi pipinya, selanjutnya dengan lincah Bu Aida mengulum kepala penisku, aku terkesiap dan terlambat bereaksi. Beliau menyedoti kepala penisku sehingga tanpa dapat tertahankan lagi sisa spermaku menyemprot sejadi-jadinya di dalam mulutnya. Sungguh nikmat yang tidak pernah terbayangkan, sedotan mulutnya makin membuatku terbang ke awan.  “ooohhh….shhhh…sedap banget …Buu….” aku mengerang parau dengan sekujur tubuh bergetar.  Aku mengejang diam beberapa waktu, sebelum akhirnya menjatuhkan tubuhku di sampingnya. Aku sangat kelelahan begitu pula bu Aida yang jatuh menyender di dadaku sambil nafasnya memburu. Lalu kami berdua saling menatap dan menukar senyum lalu tertawa. Kemudian bu Aida berdiri dan memungut pakaiannya yang tak jauh dari posisi kami, aku yang memandanginya masih kagum akan kecantikan dan keseksian dirinya. Setelah kami berdua berpakaian, lalu kami memutuskan untuk pulang namun sebelum berpisah bu Aida berpesan agar aku menyimpan rahasia ini rapat-rapat karena sangat berisiko bila ada yang tahu, ia juga berkata bahwa dirinya tidak keberatan mengulangi perbuatan ini di waktu lain bila situasi dan kondisinya memungkinkan.  Sejak permainan seks di ruang UKS itu, kami makin dekat.

Di balik keanggunannya, ternyata Bu Aida menyimpan nafsu yang tinggi dan hasrat yang liar. Beberapa kali, setiap ada kesempatan, kami mereguk kenikmatan bersama, biasanya di toilet, ruang UKS, lab. bahasa, kelas atau kantor guru setelah jam bubaran. Dari ceritanya, ia mulai berani mengekspresikan sisi liar dirinya sejak liburan tak lama sebelumnya bersama suami dan rekan-rekan kerja suaminya. Liburan di cottage di daerah pantai itu berubah jadi pesta liar dimana para peserta bebas bersetubuh dengan siapa saja dan juga ada permainan nakal hingga orgy party. Di acara itu pasangan masing-masing, termasuk suaminya, sudah setuju dan harus ikhlas bisa istri/ suami mereka ML dengan orang lain. Aku sampai geleng-geleng kepala setengah tak percaya ada juga acara liar seperti itu di negeri kita, kukira hanya di negara-negara bebas seperti Eropa dan Amerika saja, wawasanku tentang seks pun makin luas.  Sejak itu pula, aku yang tadinya pemalu dengan wanita mulai lebih rileks dan berani, juga dalam hal seks aku memperoleh banyak pengalaman mencoba berbagai posisi dengannya. Suatu hari ketika di sekolah sedang berlangsung pekan olah raga, dimana kebanyakan murid sibuk bertanding atau menonton pertandingan, aku dan Bu Aida malah berolah syahwat di gudang sekolah yang letaknya agak di belakang sekolah dan jauh dari keramaian. Tempat ini memang berdebu dan sedikit berbau apek tapi tidak apalah yang penting asyik untuk ML. Kami main di sudut ruangan yang terdapat sebuah rak tinggi berisi buku-buku dan arsip-arsip lama, bila ada orang masuk tiba-tiba kami yang berada di balik rak besar tidak akan langsung terlihat. Aku duduk selonjoran di setumpuk dus bekas dengan Bu Aida memicu tubuhnya naik turun di atas penisku, rok spannya telah tersingkap hingga perut, dan celana dalam putihnya telah tergeletak di lantai. Ia menggerakkan tubuhnya dengan irama sedang, desahan lirih sesekali terdengar dari mulutnya, wajah cantiknya yang berkacamata bersemu kemerahan menahan birahi sungguh terlihat sangat menggairahkan. Bu Aida melingkarkan tangannya ke leherku memelukku, sementara aku merabai pahanya yang indah serta meremas halus pantatnya yang semok itu. Kini tanganku mulai membuka kancing kemeja batiknya. Payudaranya yang masih terbungkus bra putih berenda seolah meloncat keluar. Tanganku segera ke belakang punggungnya dan melepaskan kaitan branya.  “Hihihi…sekarang udah pinter ngelepasin beha ya?” kata Bu Aida sambil terus bergoyang.  

“Kan ajaran ibu, hehe…”  Kini di hadapanku terpampang tubuh indah guruku ini, payudaranya memiliki bentuk yang sangat indah walau sudah menyusui. Tanpa membuang waktu aku pun langsung melahap puting susu dan payudara yang seperti menantangku itu. Bu Aida terpekik ketika lidahku menyapu permukaan payudaranya. Dengan sigap ia memeluk kepalaku dan menjambak rambutku, kepalanya tertunduk bersandar pada kepalaku. Terus aku mengisap puting susu itu dengan rakusnya. Gerak naik-turunnya pada penisku terasa semakin cepat dan liang kenikmatannya terasa makin basah saja. Setelah puas dengan payudara kiri, aku pun menjamah payudara kanannya. 

 “Ooohh…Acenggg!!” Bu Aida semakin terpekik dan kadang mendesis menahan nikmat.

Tubuhnya bergetar menahan sensasi yang timbul akan permainan lidaku pada payudaranya. Setelah puas aku pun menarik mulutku dari payudaranya. Kulihat kedua payudara itu basah oleh sapuan lidahku. Putingnya terlihat makin memerah dan menegang. Nafas Bu Aida semakin terengah-engah, aku pun langsung mencium bibirnya dengan mesra. Bu Aida juga membalasnya dengan pagutan yang tak kalah hebat.  

“Guru gua emang asoy, ciumannya maut…”kataku dalam hati, dari beliau pulalah aku mempelajari teknik berciuman.  Sambil terus melakukan French Kiss dengan guruku tangankupun menjelajah tanpa batas lagi. Kuremasi dengan gemas payudaranya yang sudah terbuka itu. Sambil aku mencumbu leher dan telinganya.  Sekitar lima menitan lebih Bu Aida naik-turun di pangkuanku sampai tiba-tiba kami dikejutkan suara pintu dibuka.  

“Gawat, mampus dah gua!” seruku dalam hati membayangkan bagaimana akibatnya bila kami kepergok sedang main gila bersama guru pula.  Bu Aida juga kaget tapi ia dengan cepat mengendalikan diri, tangannya segera membekap mulutku dan menempelkan telunjuk di depan mulutnya. Pandangan kami otomatis terarah ke pintu. Aku tertegun melihat yang masuk adalah seorang wanita muda berusia dua puluhan yang kukenal sebagai seorang staff administrasi di kantor sekolah bernama Bu Tiara, disusul di belakangnya seorang pria setengah baya yang tidak lain adalah Pak Darno, si penjaga sekolah. Mereka datang sambil tertawa-tawa kecil, Bu Tiara langsung duduk di tepi meja panjang. Sepertinya mereka tidak menyadari keberadaan kami di sini.  “Bapak gila yah, masa ngajak lagi pas jam rame gini?” kata Bu Tiara dengan tersenyum nakal.  “Yang rame mah di luar sana Bu, di sini aman” sahut Pak Darno sambil mengunci pintu dengan kunci yang dipegangnya, “kita main cepet ajalah, lagian kan ruangan ini saya punya kuncinya, ga akan ada yang masuk”  “Oh my God, sekarang jalan keluar satu-satunya sudah dikunci, bagaimana nih?” aku makin panik.  Aku menyampaikannya dengan bahasa isyarat, kutunjuk pintu dan kuputar jariku seperti memutar kunci. Bu Aida sepertinya mengerti, tapi ia hanya mengangguk saja dan menyuruhku tetap diam. Adegan selanjutnya benar-benar membuatku tertegun menelan ludah.  “Iiihh…Bapak….eeemmmhh….mmmm!” Bu Tiara mendesah manja ketika si penjaga sekolah itu mendekap tubuhnya di tepi meja lalu bibirnya nyosor dan memagut bibir staff administrasi cantik itu.  Aku tidak berkedip menyaksikan adegan di sana, hampir tak percaya dengan pandanganku sendiri.

Bu Tiara, seperti juga Bu Aida adalah seorang wanita yang tampil anggun sehari-harinya, ia memiliki kecantikan khas wanita Indonesia dengan rambut hitam legam sepanjang dada yang biasanya disanggul kalau jam-jam kerja. Pakaiannya pun terbilang agak tertutup dibanding Bu Aida yang belakangan ini tampil lebih terbuka. Tak kusangka ia kok mau ya melakukannya dengan Pak Darno yang tampangnya agak mirip Tukul Arwana itu. sekarang tengah dengan begitu bernafsunya menciumi bibir Bu Tiara sambil tangannya meremas-remas payudaranya, sementara tangannya yang satu mulai menyingkap rok spannya dan membelai pahanya yang mulus itu. Kualihkan pandanganku pada Bu Aida, beliau juga terperangah menyaksikan adegan itu, kami saling pandang sejenak lalu tanpa bersuara terus menyaksikan adegan antara staff admin dan penjaga sekolah tersebut. Pak Darno kini mempreteli kancing kemeja biru muda yang dipakai Bu Tiara. Gunung kembarnya yang terbungkus bra coklat langsung menyembul, Pak Darno dengan buru-buru menyingkap ke atas kedua cup-nya sehingga payudara Bu Tiara yang putingnya berwarna merah dadu itu pun terekspos, lebih kecil dari milik Bu Aida, tapi bentuknya bagus, tegak dan membusung.  “Ssshhh… achhh…” rintih Bu Tiara nikmat ketika mulut pria itu melumat payudara kirinya.  Sekarang tangan kanan Pak Darno sudah menarik lepas celana dalam Bu Tiara dari dalam roknya, kain berbentuk segitiga itu dibiarkan menyangkut di kaki kiri Bu Tiara. Tangan pria itu terus masuk ke dalam rok Bu Tiara dan mulai merogoh-rogoh di dalam situ.  “Pak…ooohhh… hhhggg.. ..” desah Bu Tiara menahan nikmat  Tangan kanan Bu Tiara mulai berani meraba-raba selangkangan Pak Darno dari luar celananya.  Tak terasa penisku yang masih menancap di vagina Bu Aida yang tadi sempat menyusut sekarang mulai keras lagi, dan beliau menyadari hal ini. 

 “Bu, gimana ini?” bisikku.  Beliau memandangku sejenak dengan wajah terlihat berpikir, lalu segurat senyum nakal tersirat di wajah cantiknya.  

“Kenapa gak kita terusin aja Ceng? Ntar kan bisa main rame-rame bareng mereka juga” katanya.  Wow…aku tidak menyangka kalau guruku ini membunyai sisi lain yang seliar ini.  “Hah…yang bener aja Bu…ooohhh” belum selesai aku protes ia sudah menggenjot pelan penisku sampai aku tidak tahan untuk tidak mendesah.  

“Ssshh….Bu…aahhh…hhhhsss” aku berusaha memelankan suaraku namun karena nikmatnya aku tidak bisa untuk diam saja. 

 “Ayo Ceng…entot Ibu sepuasmu…mmmhhh” ia memagut bibirku dengan liar, 

“ayo dong isep tetek ibu, kok kamu jadi malu-malu gitu”katanya dengan suara pelan seraya menyodorkan payudaranya ke wajahku.  Seperti yang telah diduga, desah kenikmatan kami memancing Pak Darno dan Bu Tiara memergoki kami.  “Bu…bu…itu…” kataku sambil menunjuk ke belakang Bu Aida begitu melihat kedua orang itu terhenyak mendapati kami dalam posisi berpangkuan.

“Hai…yuk kita main rame-rame aja!” kata Bu Aida cuek dan menengok ke belakang.  “Hah…Bu Aida!” seru Bu Tiara yang kaget, staff admin itu masih belum mengancingkan kemejanya, celana dalamnya juga masih menggantung di kakinya.  

“Wow, Bu Aida suka entotan juga ternyata, sama murid lagi, weleh…weleh….” kata Pak Darno memandang kami dengan pandangan mesum.  Terus terang aku waktu itu merasa malu dan kaget, dulu waktu kepergok nonton bokep sambil onani oleh kakakku saja sudah malunya luar biasa, apalagi sekarang kepergok sedang bercinta dengan guru sendiri. Tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikiranku mengenai perilaku seks guruku ini bahwa dia mengajak kita semua melakukan orgy di gudang sekolah. Aku yang tadinya agak sungkan, lama-kelamaan akhirnya larut dalam birahi yang diciptakan oleh kebinalan Bu Aida dan remasan vaginanya pada penisku.  

“Kita gak maksud ngeganggu loh, aahh…kan kita duluan di sini” kata Bu Aida lagi, 

“terusin aja Pak kita kan lagi sama-sama cari enak aahh…aahhh….aahhh!” ia mengerang-ngerang nikmat di pangkuanku.  Tidak tahan melihat panasnya persetubuhan kami,Pak Darno pun memeluk Bu Tiara dari belakang, tangan kasarnya meraih payudaranya yang sudah terbuka 

 “Eeemmmhh….Pak…jangan Pak…mmmm!” desah Bu Tiara yang nampak malu-malu tapi mau, tubuhnya memberontak setengah hati yang malah menambah nafsu Pak Darno.  

“Ayolah Tia, gak usah muna gitu ah! Ntar saya laporin loh ke pacarlu hehehe….aahhh…ahhh!!” sahut Bu Aida, 

“Pak Darno yakin udah aman kan disini yah? Tadi kan udah Bapak kunci pintunya?”  

“Beres Bu…aman kok, lagi pada rame di lapangan, jarang yang mau kesini! Asal suaranya jangan terlalu keras aja” jawab Pak Darno  Pergumulan birahi di gudang ini pun berlanjut menjadi dua laki-laki vs dua wanita setelah sempat terganggu sejenak.  

“Nungging Bu, hehehe…” Pak Darno meminta Bu Tiara menunggingkan pantatnya dengan tangan berpegangan pada rak.  Penjaga sekolah itu menaikkan rok span Bu Tiara hingga perut kemudian ia berlutut di hadapan pantat Bu Tiara yang menungging. ‘Sssslllrrrp’ pria itu membenamkan wajahnya di antara selangkangan wanita itu dan mulai menghisapi vaginanya.  “Ooohhh….aaahhhh!” Bu Tiara mendesah dengan wajah memerah akibat rasa nikmat yang menjalari vaginanya.  Melihat adegan mereka, birahiku juga semakin naik saja, bibirku dengan Bu Aida tiada henti berpagutan saling beradu lidah dan di bawah sana kejantananku masih sibuk mengaduk-aduk vagina Bu Aida dengan ritme teratur. Rintihan guruku ini panjang pendek menimpali setiap genjotan. Aku merasakan gerakannya mulai liar. Ia menghajar selangkangaku dengan cepat, zakarku jadi agak ngilu ditindih olehnya, membuatku mulai kewalahan.Ketika berciuman dengan panas itu, aku menarik ikat rambutnya sehingga rambut hitam sebahukunya itu pun tergerai membuat penampilannya makin menggairahkan, saat itu pula aku melucuti kemeja dan branya sehingga di tubuhnya tinggal roknya yang tersingkap, beliaupun melucuti seragam sekolahku. Dinding vaginanya meremasi batang penisku seperti diurut, terdorong ke depan dan belakang. Aku membantunya dengan menaik turunkan pantatku, bunyi kemaluan kami yang tengah bergesek terdengar jelas.

“Plok..plok..plok…” Sekitar lima menit kemudian, ia pun merintih panjang dan tubuhnya mengejang, pelukannya terhadapku semakin erat. Aku langsung mencengkram kuat kedua bongkahan pantat semok itu, selangkanganya terbuka lebar, kini aku bebas menyerangnya dengan hebat dan penuh tenaga.  

“ Aduuuuuh…Ceng…ibu udah gak kuaatt..aduuhh…shhhh…uhhhh….” desahnya penuh kenikmatan.  Cairan orgasme yang hangat pun meleleh membasahi pangkal kemaluanku hingga akhirnya Bu Aida berhenti mengejang dan terkulai lemas dalam dekapanku, nafasnya seperti terputus. 

 “Huuhhhh……nikmat loh Ceng…hhhhh…” bisiknya ditelingaku.  Saat itu, Pak Darno sedang asyik menggenjoti vagina Bu Tiara dalam posisi berdiri. 

 “Akhh…enak …agak cepat donk Pak” pinta Bu Tiara yang tengah dikuasai birahi  Pak Darno langsung mengabulkan permintaan itu dengan mempercepat irama sodokan penisnya ke dalam vagina wanita itu. Kelamin mereka beradu menimbulkan bunyi berdecak-decak yang semakin memanaskan suasana. Penjaga sekolah itu dibuat merem melek karena menikmati penisnya dihisap dan diremasi vagina Bu Tiara, sementara Bu Tiara dengan perlahan mengikuti gerakan pompaan batang kemaluan tersebut dengan diselingi goyangan putar sehingga membuat Pak Darno makin mengerang tak karuan merasakan kenikmatan tiada tara pada batang kemaluannya. Tangannya yang mencengkeram pantat Bu Tiara sesekali menampar bongkahan yang montok itu sementara tangan satunya dengan liarnya bergerilya di kedua buah dada Bu Tiara yang indah itu. Payudara staff admin itu pun memerah karena sedari tadi sudah diremas, dikulum bahkan diobok-obok dengan putaran dan cengkeraman kuat dari tangan Pak Darno.  “Akhhh…Pak jangan keras-keras dong ngeremesnya! Sakit nih dada saya” erang Bu Tiara memprotes ketika pria itu mempercepat sodokan penisnya sembari meremas buah dadanya dengan brutal. 

 “Eheheh…maaf Bu. Soalnya tetek ibu benar-benar bikin gemes sih. Kaya orangnya aja nih hehe…” seloroh pria itu sembari kembali memasukkan penisnya yang sempat keluar karena desakan paha Bu Tiara.  Bu Aida menyandarkan kepalanya di bahuku sambil menyaksikan adegan mereka. Dadanya naik turun berusaha memulihkan nafasnya, aku menatapnya sambil tersenyum.  

“Gimana Bu? Masih pengen lagi..hehe..” godaku sambil meraba-raba payudaranya.  

“Kenapa ngga? Tapi Ibu istrirahat bentar ya, pegel nih” katanya memeluku dari samping.  

“Iya bu…tenang aja…gimana kalau sambil ngisepin kontol saya, boleh ga Bu?” pintaku, 

“horny nih ngeliat Bu Tiara”  Beliau menatapku dengan senyum binal, 

“Udah berani yah kamu minta gitu?” katanya seraya mencubit putingku  

“Hehehe…siapa dulu dong yang ngajarin” godaku.  

“Ya udah, duduk gih di situ!” suruhnya melirik ke sebuah bangku kelas yang sudah tidak ada sandarannya,

 “Ibu buka baju dulu, biar gak kusut”  Aku menarik bangku tersebut lalu menepuk-nepuk tempat duduknya yang berdebu sebelum duduk di atasnya, sementara Bu Aida membuka pakaiannya hingga bugil total, yang tersisa di tubuhnya tinggal kalung, cincin kawin, kacamata, serta sepatu haknya saja. Ia lalu berlutut di antara selangkanganku. Kemudian Bu Aida menggenggam penisku dan mulai mengocoknya perlahan-lahan. Penisku pun berdiri setegak-tegaknya di hadapan muka guruku ini. Dari dulu aku tidak pernah bermimpi hal seperti ini bisa terjadi, guruku berlutut di antara selangkanganku memberikan pelayanan oral seks, wajah cantiknya itu menjadi semakin seksi saja ketika menjilati penisku dan menghisapnya sembari mengocoknya di dalam mulutnya. Setelah kira -kira lima menit kemudian, aku tidak dapat menahan rasa geli dari lidah Bu Aida yang menggelitik lubang kencingku. Belum pernah saya merasa seperti begitu, semua kenikmatan duniawi ini seperti berpusat tepat di tengah-tengah penisku itu.

Di depan sana Pak Darno semakin ganas menggenjoti Bu Tiara.  “Uuuhhh…enak Bu…asyik yah kita pesta seks di sini!” kata Pak Darno sambil terus meremas-remas payudara Bu Tiara sambil sesekali menoleh ke arahku yang sedang dioral Bu Aida dan tersenyum, “hehe…enak yah dik, entar kita tukeran yah!”  Bu Tiara semakin mendesah dan jemarinya mencengkeram rak.  

“Akhh…gak pernah bosen sama memeknya Ibu, seret bangethh!!” desah Pak Darno menyodokkan penisnya dalam-dalam.  Tiba-tiba Bu Aida berkata, “Ini pasti kamu sudah hampir keluar, ibu hisap saja yah”  Aku hanya mengangguk saja, pasrah mau diapakan saja. Dan kembali lidahnya menjilat kepala kemaluanku dengan halus, sembari menyedot ke dalam mulutnya. Bibirnya merah merekah tampak sangat seksi menutupi seluruh kemaluanku. Mulut dan lidahnya terasa sangat hangat dan basah. Lidahnya dipermainkan dengan sangat mahir. Matanya tetap memandang mataku seperti untuk meyakinkanku. Kepalanya tampak turun naik di sepanjang kemaluanku, Sesekali Bu Aida juga menghisap kedua bijiku bergantian dengan gigitan-gigitan kecil. Aku berpegangan erat pada pinggiran kursi dan mendesah nikmat. Menerima rangsangan terus-menerus seperti ini aku merasa gelombang orgasmeku mulai datang. Detak jantungku kini semakin cepat dan nafasku mulai terengah-engah. Aku benar-benar sudah di ambang orgasme akibat berulang kali kepala penisku disapu lidah serta dihisap oleh guruku yang cantik ini.  “Aaaaaaaaaaah… Ibu…!! Saya keluaar…!!” aku akhirnya mengerang panjang karena merasakan nikmat yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.  Permainan lidah dan tangan Bu Aida akhirnya tubuhku mengejang dengan sangat hebat  Tangan kiriku meremas-remas payudaranya sedangkan tangan kananku menekan kepala Bu Aida agar lebih terbenam lagi di selangkanganku. Aku merasakan penisku yang sudah memuncratkan laharnya masih dihisap kuat olehnya dan dengan rakusnya ia melahap setiap tetes cairan yang terus menyemprot dari sana.  “Aaaaaaaaaaaaah…!! U-udaaaah Bu…! Saya udaah nggaak kuaaat lagiiii…!!” aku memohon agar Bu Aida menghentikan hisapannya pada penisku.  Tanpa memperdulikan permintaanku, guruku ini terus melumat penisku dengan rakusnya. Lidahnya menjilati kepala penisku beserta lubang kencing, memberi sensasi yang sungguh luar biasa. Aku benar-benar telah diombang-ambingkan oleh gelombang orgasme yang nikmat dan mataku menjadi merem-melek dibuatnya. Setelah menyantap spermaku hingga benar-benar habis barulah ia menghentikan hisapannya, tidak sedikitpun spermaku menetes keluar dari mulutnya. 

 “Duuuhh… asli enak banget Bu…hosshh…hoossshhh!” kataku dengan nafas terengah-engah.  “Kenapa? Kamu gak suka?” tanyanya  

“Suka Bu, tapi bener-bener ga nahan banget tadi” kataku sambil tersenyum puas.  

“Wah kayanya sepongan Bu Aida mantap nih, saya nanti coba ya Bu!” sahut Pak Darno yang terus menyetubuhi Bu Tiara. 

 “Kalau Bapak masih kuat silakan aja hehehe…” jawab Bu Aida.  Nafsu birahi guruku ini memang besar, ia tidak memberi kesempatan bagiku untuk beristirahat, ia mencium lagi bibirku yang juga kubalas dengan tidak kalah bernafsu. Selagi kami berciuman aku dapat mencium aroma tajam dari spermaku pada mulutnya.  “Ceng…masukin dong… Ibu udah kepengen…” katanya mesra di telingaku setelah penisku menegang lagi.  

“Beres Bu! Tapi biar lebih enak kita pindah ke deket mereka aja yuk!” ajakku dengan penuh semangat.

“Dasar biar bisa pegang-pegang Bu Tiara ya?” 

 “Hehehe…tau aja si ibu?”  Kami pun pindah ke sebelah mereka lalu Bu Aida mengambil posisi nungging sambil pegangan ke rak persis dengan Bu Tiara.  

“Ayo sini, asyik kan ngentot rame-rame gini !” panggil Pak Darno dengan antusias 

 “Wah Bu Aida, montok bener….wuih!” Pak Darno menepuk pantat Bu Aida dan meremasnya dengan gemas. 

 “Ihh….apa sih Pak pegang-pegang? Cunihin banget!” omel Bu Aida.  

“Hehehe…tapi ibu suka kan?” goda pria itu.  

“Udah ah, bapak sama Tiara aja dulu! Fokus dong! Ya ga Tia?”  Bu Tiara hanya mendesah-desah saja tengah dilanda kenikmatan tanpa terlalu menghiraukan yang lain. Aku melebarkan kedua paha guruku itu lalu mengarahkan penisku di antara vaginaku. Bibir vagina Bu Aida jadi ikut terbuka siap untuk menyambut penisku yang akan memasukinya. Namun aku tidak langsung mencoblos vaginanya, melainkan sengaja menggesek-gesekkan terlebih dahulu kepala penisku pada bibir luar vaginanya yang sudah banjir agar semakin memancing birahinya.  

“Masukiiiin sekarang Ceng…kamu ngapain sih??!!” karena sudah tidak sabar ingin segera dicoblos ia memohon seperti wanita haus seks, sungguh beda sekali dengan kesehariannya yang anggun itu  Aku pun membimbing penisku yang sudah tegang dan keras sekali memasuki gerbang vaginanya.  

“Uuughhh… !” lenguh Bu Aida dengan tubuh menggeliat setelah merasakan penisku yang kini melesak masuk memenuhi rongga vaginanya, “aaaakkhh…” erangnya lebih keras sambil mempererat pegangannya pada rak saat penisku sudah masuk seluruhnya ke dalam vaginanya.  Dengan perlahan aku mulai menggenjot vagina guruku yang sudah mulai basah lagi. Kami berdua sama-sama saling melampiaskan hasrat dan nafsu yang begitu menggebu-gebu. Kami melakukannya dengan posisi yang sama dengan pasangan Pak Darno dan Bu Tiara di sebelah sehingga tampak seperti sedang lomba doggie style. Pelan-pelan aku menarik penisku lalu ditekan ke dalam lagi seakan ingin menikmati dulu gesekan-gesekan pada himpitan vaginanya yang bergerinjal-gerinjal. Bu Aida juga ikut menggoyangkan pinggul dan memainkan otot vaginanya mengimbangi hentakan penisku.  

“Aaaauuuuuuhhh…!!” ia menjerit lebih keras akibat hentakan keras dari penisku  Selama menyetubuh Bu Aida, tanganku pun iseng mampir grepe-grepe pantat Bu Tiara yang tengah digenjot Pak Darno.  

“Hhsshh…hsss…namamu siapa?” tanya Pak Darno tanpa berhenti menggenjot.  

“Aceng Pak” jawabku  

“Kecil-kecil udah bisa ngajak gurunya ngentot ya, hebat kamu hehehe”  

“Hoki aja Pak, ceritanya panjang….”  “Ceng jangan ngomong macem-macem kamu, fokus dong kalau ML, atau ibu pergi!” tiba-tiba Bu Aida menghardikku 

 “Eh…iya Bu, maaf iya saya terusin nih!” aku terus menggenjoti tubuh guruku itu..  Kujulurkan tangan kananku ke depan meraih payudara kanan Bu Aida yang bergelayutan itu dan tangan kiriku meraih payudara kanan Bu Tiara. Sementara di bawah sana penisku semakin gencar mengaduk-aduk vagina guru cantikku diimbangi oleh goyangannya juga. Sambil menggenjot tanganku asyik meremas-remas payudara kedua wanita ini. 

 “Aaaaaagh… Aaaaaah… Oooooh…” Bu Tiara menceracau makin keras, kelihatannya ia akan mengalami orgasme kembali.  Pak Darno menarik wajah Bu Tiara dan memagut mulutnya sehingga erangan orgasmenya dapat teredam. Satu tangan si penjaga sekolah itu memegangi payudara kanan Bu Tiara dan meremasinya. Ia masih terus menusuk-nusukkan penisnya pada vagina Bu Tiara untuk menyusulnya ke puncak.

Sepertinya Bu Aida pun sudah akan klimaks, aku dapat merasakan bibir vaginanya mengapit penisku makin kencang dan dinding-dinding bergerinjal di dalamnya menggeseki penisku di dalam sana. Goyangan pinggulnya juga semakin liar dan desahannya pun semakin tidak karuan.  “Aaaahhh… ibu keluar lagi Ceng…!! Oooohhhh…” Bu Aida melenguh panjang ketika ia kembali mencapai orgasmenya.  

“Aceng juga nih Bu….oohh… eenak bangeeet !!” kepalaku menengadah sambil mempercepat keluar-masuknya penisku ke vaginanya yang sudah banjir, 

“Bu Aida….oooohhh… Bu…keluar Bu!!” akhirnya spermaku pun kembali menyemprot tanpa dapat ditahan lagi.  Kubiarkan batang penisku tetap menancap di dalam jepitan vaginanya hingga kurasakan lubang kemaluan Bu Aida berdenyut-denyut pelan seolah memeras sisa-sisa sperma yang masih tersimpan di dalam penisku, kubiarkan biar tuntas sekalian. Nafasku kembang kempis tinggal satu-satu, saling berlomba dengan nafas Bu Aida yang juga memburu.  “Sekarang giliran Bapak yang sama Bu Aida yah…” sahut Pak Darno setelah melihat kami berhenti bergoyang dan saling berpelukan.  Aku menatap wajah Bu Aida dan ia mengangguk menyetujui permintaan si penjaga sekolah itu, kami pun bertukar tempat. Pak Darno langsung mendekap tubuh Bu Aida dan keduanya langsung berciuman panas dalam posisi berdiri. Terbesit rasa cemburu dalam dadaku melihat Bu Aida berpagutan dengan pria lain, entah mengapa aku harus cemburu ya? Padahal kan dia istri orang, mungkin karena dia wanita pertama yang ML denganku sehingga mempunyai kesan tersendiri. Beberapa saat aku terbengong memandangi mereka sampai aku lupa kan masih ada Bu Tiara yang kini sedang terduduk lemas di tempatnya berdiri tadi. Kudekati staff admin yang cantik itu.  ”Eh, mau apa kamu?” tanya staff admin itu merasa canggung, 

” eh…kamu jangan kurang ajar ya!” hardiknya ketika aku meraih payudaranya yang terbuka.  ”Lho kenapa Bu? Tadi kan boleh saya remes-remes… kok jadi dilarang sekarang? Ibu suka ngentotan yah sama Pak Darno? Kok sama saya gak mau?” 

 ”AHH…itu… ehh… anu…” Bu Tiara gelagapan tidak tahu harus menjawab apa, ia ingin berkelit tapi matanya tak berkedip ia menatap penisku yang sudah mulai bangun lagi.

”Anu…anu apa hayo?? Anu saya ini kali yah maksudnya Bu?” aku terus menggodanya, 

“saya kepengen lagi nih Bu, tuh kontol saya udah tegang lagi!” kataku sambil mengelus-elus penisnya naik turun membuat Bu Tiara tak sanggup mengalihkan pandangannya.  

”Iihhh….jorok amat sih kamu!!…” ketus Bu Tiara tapi tidak beranjak dari posisinya.  Tanpa menunggu lebih lama, aku yang sudah kembali bergairah segera melumat habis bibir Bu Tiara.  ”Mmph… mmppf… aah…” Bu Tiara mendesah sambil mendorong-dorong dadaku, tapi tidak kelihatan ingin menolak, dorongannya pun tidak terasa kuat.  Sebentar saja mulutnya membuka membiarkan lidahku masuk, kami pun beradu lidah dengan penuh nafsu. Jemariku mengusap-usap vaginanya yang sudah sangat basah itu. Bu Tiara semakin tak kuasa untuk menahan kenikmatannya ketika jariku menggesek lembut labia mayoranya lalu mulai masuk mengocoki liang kenikmatannya. Sesaat kemudian kukeluarkan jariku dari liang kenikmatannya, lalu kusodorkan jemariku yang dibasahi oleh sperma bercampur lendir kenikmatan itu ke bibir Bu Tiara.  “Ih…apa sih? Jorok ah” kata Bu Tiara memalingkan muka.  

“Ah si ibu, pura-pura aja, masa gak pernah sih nyicipin peju?” aku menempelkan jariku ke bibirnya.  Dan perlahan Bu Tiara membuka mulutnya dan mengulum telunjukku yang penuh dilumuri oleh lendir kenikmatannya sendiri itu dengan penuh nafsu. Aku pun menggerak-gerakkan jariku yang sedang dikulumnya menirukan adegan yang sering kutonton di film bokep.  Saat itu aku melihat Pak Darno sedang menggenjoti vagina Bu Aida dalam posisi berdiri, tubuh guruku itu terhimpit antara tembok dan tubuh pria itu, kedua kakinya ditopang oleh Pak Darno. 

 “Akhh…Pak goyang yah…agak cepat donk.” pinta Bu Aida dengan nada manja sementara  Mendengar permintaan itu, Pak Darno langsung mempercepat irama sodokan penisnya ke dalam vagina guruku yang cantik ini.  “memek ibu peret banget yah. Kontol saya serasa dipijit di dalamnya. Ohhh…asyik Bu…ooohh..” Pak Darno dibuat merem melek dengan pijatan vagina Bu Aida sementara wanita itu dengan perlahan mengikuti gerakan pompaan batang kemaluan tersebut. Tangannya yang melingkari leher Pak Darno jadi semakin tegang saja 

 “Bu, bajunya dibuka aja ya, supaya gak lecek” kataku, 

“terus ibu juga lebih cantik kalau telanjang hehe…” kataku seraya meraih pinggiran kemejanya.  “Dasar kamu, kelas berapa sih? Udah berani kurang ajar ke orang gede?” tanyanya tersenyum  “Saya kelas satu Bu” jawabku.  

“Duh kecil-kecil udah nakal yah kamu!”  Aku tertawa nyengir dan mulai melepaskan pakaiannya yang tersisa, kemeja, bra, dan roknya hingga bugil total. Kubaringkan tubuh telanjangnya pada tumpukan dus tempat aku bergumul dengan Bu Aida sebelum mereka datang.

“Bu, ibu cantik sekali, kulit ibu juga mulus dan wangi…” pujiku mengagumi tubuh sintal Bu Tiara dan menggerayangi buah dadanya.  Aku melihat wajahnya merona merah, agaknya ia enggan mengakui kalau ia merasa tersanjung oleh pujianku. Aku membungkuk mendekatkan wajahku ke dadanya, tanpa buang waktu lagi aku langsung melumat bongkahan kenyal itu. Tanganku ikut meremasi bongkahan payudaranya dan mulutku menggigit-gigit kecil putingnya. Dari dada, pagutanku mulai merambat ke atas, ke pundak, leher, hingga akhirnya bibir kami kembali bertemu. Aku menindihnya sambil berciuman beradu lidah. Saat berciuman aku menempelkan kepala penisku ke bibir vaginanya yang sudah becek. Kudorong pelan-pelan hingga akhirnya….bless..melesaklah penisku itu perlahan-lahan ke dalam vagina Bu Tiara membuatnya sedikit terkejut, tubuhnya tersentak dan kedua matanya melotot . Entah karena kenikmatan yang dirasakannya atau karena rasa kagetnya, tetapi yang pasti ia sangat menikmatinya. Dengan demikian Bu Tiara menjadi wanita kedua yang kusetubuhi. Cairan pelumas vaginanya keluar sangat banyak sehingga penisku semakin lancar keluar masuk di dalamnya. Dengan penuh birahi aku terus menggenjot vaginanya. Aku merasakan betapa liang kewanitaannya seperti menghisap dan melahap penisku sedalam-dalamnya.  “Ooohh… memeeeek ibu… seret bangeeet…!! Enaknyaaaa…!!” aku memuji vaginanya yang legit.  ‘Clep… Clep… Clep’ demikian suara alat kelamin kita beradu. Cukup lama aku menaik-turunkan tubuhku dalam posisi misionary ini hingga akhirnya tubuhku dirasakan semakin mengejang. Gelombang kenikmatan itu menyebar ke seluruh tubuh menyebabkan tubuhku berkelejotan dan mulutku mengeluarkan erangan panjang. Saat itu aku melihat tidak jauh dari kami, Pak Darno sedang duduk di sebuah bangku memangku Bu Aida yang duduk membelakanginya. Guruku itu melingkarkan tangannya ke leher si penjaga sekolah dan aktif menaik turunkan tubuhnya, aku juga melihat jelas penis besar pria itu yang timbul tenggelam tertelan vagina Bu Aida.  Tangan kanan Pak Darno meremasi payudara Bu Aida sambil jarinya memilin-milin putingnya, sementara tangan kirinya memegangi paha kiri guruku itu sambil mengelusinya. Pandanganku dan Bu Aida saling bertemu, ia tersenyum padaku, lalu Pak Darno dari belakang memutar wajahnya dan memagut bibirnya. Jujur saja ada sedikit perasaan tidak rela melihat Bu Aida seperti itu. Sebagai respon kembali aku melumat bibir Bu Tiara dengan penuh gairah. Lidah kami saling beradu dengan sangat panas. Sambil terus berciuman, tanganku tidak henti-hentinya menjelajahi seluruh tubuh staff admin yang cantik ini. Hanya dalam waktu seperempat jam aku mengggenjoti vaginanya, aku pun mengalami orgasme kembali.

“Aaaaaaaah… Bu, saya mauuuu keluaaaaar… Oohhhh… Bu Tiaraaa!!” aku melenguh panjang meresapi kenikmatan yang melanda tubuhku.  “Ibu juga jugaaa udaaah mau keluaaar Ceng…ayo terus…aahh….ahhh!!” desah Bu Tiara dengan nafas memburu.  ‘Croooot… Croooot… Croooot…’ tidak lama kemudian akhirnya spermaku muncrat mengisi penuh rahimnya.  Desahan orgasme kami memenuhi ruangan, tubuh kami mengejang saling berpelukan. Genjotanku melambat, selanjutnya kami hanya bisa terhempas kelelahan di atas tumpukan dus bekas itu dengan tubuh bugil kami yang penuh oleh keringat. Kami berdua berpelukan mesra menikmati sisa-sisa kenikmatan.Kubiarkan penisku tetap terbenam sedalam-dalamnya di liang kewanitaan Bu Tiara. Nafas kami saling memburu hingga akhirnya mulai normal lagi setelah beberapa menit beristirahat. 

 “Hsshhh….hhsss…terus terang…ibu puas loh! Gak nyangka kamu mainnya hebat juga…” puji Bu Tiara sambil mengecup mesra bibirku. 

 “Hehe…kalo gitu mau dong Bu kalau saya ajak lagi lain kali” kataku nakal. 

 “Iiihh…dikasih hati minta jantung itu sih” katanya mencubit dadaku.  

“Plok..plok..plok..” ruangan ini belum hening karena di atas bangku sana Bu Aida masih menggoyang tubuhnya di pangkuan Pak Darno.  Mulut Bu Aida tiada henti melenguh berat, demikian juga Pak Darno yang keenakan penisnya diremas-remas dinding vagina Bu Aida. Penjaga sekolah itu melebarkan kedua belah paha Bu Aida, kemudian menekan-nekan tubuh guruku itu sehingga penisnya makin melesak ke vaginanya. Sambil memaguti pundaknya, Pak Darno makin ganas menggenjotinya. Mata Bu Aida membeliak-beliak dan tangannya mencengkram kuat lengan pria itu. 

 “Terus Pak..terusss…uhhh…tekenn teruss…” desah Bu Aida tersengal.  Seiring dengan semakin cepatnya sodokan pada vaginanya, Bu Aida pun semakin lepas kontrol. Wajah cantiknya bercampur dengan raut muka mesum yang membuatnya terlihat sangat seksi. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan kanan seperti orang yang sedang triping. Tubuh kecil Bu Aida tiba-tiba terangkat ke atas dan Pak Darno berdiri sembari mengangkat seluruh tubuh guruku yang masih dalam posisi mengangkang dari belakang dan merebahkan tubuhnya di tumpukan kardus tepat di sampingku dan Bu Tiara.  Sementara itu dengan posisi berubah menjadi doggy style tanpa mencopot penetrasinya, Pak Darno kembali meneruskan proses penetrasinya yang sudah setengah jalan itu. Aku dapat melihat jelas vagina guruku itu yang bibir kemaluannya separuh melesak masuk bersamaan dengan masuknya penis si penjaga sekolah ke dalam liang kemaluannya. Saat aku melihat adegan erotis di sampingku itu, tiba-tiba penisku terasa hangat dan basah. Ternyata Bu Tiara sudah memperoleh kembali tenaganya yang sempat hilang lima menit yang lalu akibat orgasmenya. Dengan dibantu kedua tangannya yang mulus itu dia melakukan oral seks kepada batang penisku dan dengan rakus dia mengulumnya sembari memaju mundurkannya perlahan sementara kedua tangannya mempermainkan buah pelirku. Permainan lidahnya di ujung kemaluanku membuatku semakin turn on saja. Staff admin ini ternyata mahir melakukan oral seks.

“Udah mulai keras lagi nih Ceng, ibu sepongin yah…” kata Bu Tiara sembari bercampur dengan bunyi kecipak air liurnya yang bercampur dengan cairan kejantananku yang dilumatnya dengan bibirnya.  Wajah cantiknya menjadi semakin seksi saja kulihat saat dia menjilati batang kemaluanku dan menghisapnya sembari mengocoknya di dalam mulutnya  “Arghh…” seru suara wanita di sampingku, ternyata Bu Tiara menjerit tertahan ketika penis Pak Darno menyodok kencang.  Aku membayangkan apa yang dirasakan oleh guruku ini mengingat batang kejantanan penjaga sekolah ini termasuk besar, setidaknya selisih 3-4 cm dari milikku. Mata Bu Aida membelalak dan dia menggigit bibir bawahnya ketika pria itu mulai menggenjotnya pelan-pelan. Penis pria itu secara rutin dan pelan-pelan bergerak maju mundur pelan-pelan melolosi bibir vagina Bu Aida yang sudah memerah karena gesekan tak henti-henti barusan.  Sementara itu aku, yang merasa cukup dengan oral seks Bu Tiara, memposisikannya dengan posisi doggy style bersebelahan dengan Bu Aida. Sebentar saja aku sudah kembali menjarah liang vagina staff admin ini. Sambil meremas-remas payudaranya yang menggelantung bebas kebawah, aku mempercepat intensitas sodokanku ke liang vaginanya. Saat tubuhnya tersentak-sentak, Bu Tiara sempat mencium paksa bibir Bu Aida yang sedari tadi wajahnya tertunduk. Adegan ciuman kedua wanita itu sepertinya menggugah gairah birahi Pak Darno, akibatnya ia menyodok vagina Bu Aida dengan lebih brutal dari sebelumnya  “Yeaaahh…pesta ngentot… akhh… benar-benar nikmat.” seru Pak Darno sambil meremas-remas payudara Bu Aida hingga memerah keduanya.  Seolah berlomba denganku yang sedang menyetubuhi Bu Tiara, Pak Darno mempercepat gerakan sodokannya sembari kadang menoleh ke arahku dan tersenyum, entah apa maksudnya. Sesekali dia keluarkan penisnya dari liang kemaluan guruku sehingga aku dapat melihat bibir vagina Bu Aida yang sudah membentuk lubang menganga dan cairan kewanitaannya meluber keluar sehingga membasahi tumpukan dus. Lalu Pak Darno kembali menusukkan batang penisnya untuk masuk lagi ke dalam vagina Bu Aida sembari melenguh kencang. Sementara itu aku juga merasakan kalau Bu Tiara mengalami orgasme lagi padahal baru aku genjot dia selama 10 menit. Ternyata Bu Tiara ini termasuk type wanita yang mampu memperoleh orgasme beruntun secara berulang-ulang atau multi orgasme. Bahkan setelah orgasmenya kali ini, ia tidak membutuhkan istirahat dan berbalik telentang dan kembali tangannya menancapkan penisku di bibir vaginanya yang sudah menganga tersebut.  “Wow…binal juga lu Tia…aahhh…aahh” goda Bu Aida kepada Bu Tiara dan diapun hanya tersenyum nakal lalu memelukku dari bawah sehingga sekarang kami melakukan gaya mercenary.  

“Emangnya Bu Aida ngga binal? hihihi” balas staff admin ini lalu mencium bibirku dalam-dalam yang kubalas dengan tusukan keras batang kejantananku ke dalam liang kewanitaan miliknya.  “Eee..kamu juga nakal ya, siapa suruh tusuk-tusuk…hahaha…” candanya ketika tahu kalau liang kemaluannya kembali aku kerjai dengan keras.

“yang enak yah! Jangan mau kalah sama mereka” lanjut Bu Tiara dengan ujung mata menunjuk ke arah Pak Darno yang semakin brutal mengerjai Bu Aida yang sekarang dalam posisi telentang dan ditindih tubuh penjaga sekolah itu.  Bu Aida yang bertubuh mungil itu tersentak-sentak oleh sodokan-sodokan ganas Pak Darno namun tak berdaya untuk memposisikan dirinya agar rasa sakitnya berkurang karena tubuh mungilnya itu sedang ditindih oleh tubuh si penjaga sekolah. Pak Darno memompa vagina guruku itu dengan bantuan kedua bahunya, ia mengangkat kedua tungkai kaki Bu Aida.  Sepuluh menit dengan posisi mercenary ditambah dengan melihat pemandangan erotis di sampingku membuatku tidak dapat menahan diri lagi dan akhirnya keluar juga spermaku membasahi liang vagina staff admin yang cantik ini. Bu Tiara memelukku erat-erat sepertinya enggan melepasku pergi. Dengan kakinya yang indah mengapit pinggangku, ia menikmati orgasmenya dengan tubuh menggelinjang hebat lalu sepuluh detik kemudian dia terkulai lemas. Sementara itu Bu Aida sepertinya belum dapat beristirahat karena walaupun dia sudah dua kali orgasme tetapi Pak Darno belum mencapai klimaksnya.  Bahkan sesekali dia mencium Bu Tiara yang terkulai dalam pelukanku sementara batang kemaluannya tetap memompa vagina Bu Aida. Selang beberapa saat, dengan kedua tangannya yang besar, Pak Darno mengangkat tubuh Bu Aida sehingga berposisi setengah duduk walaupun tubuh atasnya masih condong ke bawah lalu dengan berjongkok bertumpu dengan salah satu lututnya. Pria itu mengangkat tubuh mungil Bu Aida dan menyetubuhi guruku dalam posisi itu. Mau tak mau kedua tangan Bu Aida mengapit leher pria itu agar kepalanya tidak mendongak berlebihan ke arah bawah.  Peluh sudah membasahi tubuh Bu Aida sementara Pak Darno belum ada tanda-tanda akan mengakhiri persetubuhannya dengan guruku itu. Sembari menyaksikan tontonan live show panas tersebut, Bu Tiara kembali bangkit tetapi tidak beranjak ke arahku melainkan mengarah ke Pak Darno dan Bu Aida. Dia lalu telentang dengan kepala tepat di bawah pompaan penis Pak Darno ke vagina Bu Aida, lalu dengan staff admin itu menjilati batang kemaluan Pak Darno yang saat itu masih menyodok-nyodok liang kewanitaan Bu Aia dengan brutal. Sesekali Bu Tiara mengulum buah pelir Pak Darno yang membuat pria tersebut makin kesetanan. Sementara kedua tangan Bu Tiara ikut-ikutan beraksi mempermainkan payudara Bu Aida yang terguncang-guncang ketika dipompa oleh Pak Darno.  

“Bu Aida tahan lama juga yah, padahal Pak Darno mainnya ganas loh hehehe.” ucap Bu tiara sambil terus mengerjai payudara dan klitoris Bu Aida sementara bibirnya tetap menstimuli buah zakar Pak Darno. 

 “Anjrit…keluar nih….aAkhhh…” seru Pak Darno menyemburkan seluruh cairan spermanya di dalam liang kemaluan Bu Aida.  Sementara Bu Aida juga mencapai orgasmenya gara-gara stimuli yang dilakukan oleh Bu Tiara. Tubuhnya menggeliat hebat dan beberapa saat kemudian lemas memeluk tubuh Pak Darno yang masih memangkunya dengan penis masih menancap di liang kemaluannya.

“Wow….si bapak masih banyak persediaan nih” canda Bu Tiara ketika melihat cairan sperma yang dikeluarkan oleh si penjaga sekolah sangat banyak sehingga saat batang kemaluannya dicabut dari liang kewanitaan Bu Aida dari dalam liang vagina guruku itu mengalir keluar cairan putih kental yang sangat banyak bercampur dengan cairan orgasme Bu Aida. Bibir vagina Bu Aida terlihat sembab merah akibat benturan dan gesekan keras batang penis Pak Darno.  “Ooohh…Tiara…kamu…aaahhh!!” Bu Aida mendesah lemas mendorong kepala Bu Tiara yang menjilati vaginanya yang basah kuyup itu, namun ia hanya bisa pasrah membiarkan staff admin itu membersihkan vaginanya.  Bu Tiara nampak melahap sperma Pak Darno yang telah bercampur dengan cairan kewanitaan Bu Aida.  

“Weleh…weleh Bu Tiara suka juga ya jilat-jilat ke sesama cewek” sahut Pak Darno yang terkesima bengong memandangi adegan sesama wanita itu.  

“Saya gak mau loh Pak, jangan coba-coba suruh saya bersihin yang Bapak!” kataku bercanda.  “Yeee…amit-amit emangnya bapak cowok apaan? Tak kemplang kalau ada cowok berani megang nih otong” katanya  Selanjutnya ciuman Bu Tiara merambat naik hingga akhirnya mereka berpagutan bibir, keduanya berciuman dan beradu lidah selama beberapa saat.  

“Bu saya pengen di bersihin dong nih!” Pak Darno mendekati mereka dan meraih kepala Bu Tiara, tanpa disuruh lagi, staff admin itu pun melakukan cleaning service terhadap penis Pak Darno.

Aku sendiri tidak mau tidak mau kalah, kuhampiri mereka dan kudekatkan penisku pada wajah Bu Aida.  

“Yang saya yah Bu!” pintaku.  Bu Aida tersenyum kecil lalu meraih penisku, darahku langsung berdesir merasakan lidahnya menjilati batang penisku dengan lihainya. Setelah itu kami ngobrol ringan dan bercanda menikmati saat-saat terakhir sebelum akhirnya mulai berbenah diri.  “Walah udah ampir jam tiga, gak kerasa udah pada bubar dong, mana belum absen lagi?” aku berteriak kaget ketika melihat ke jam tanganku. 

Cerita sex : Cerita Sex Dengan Lira Teman Kuliah Pacarku

 “Tenang aja! Absennya kan dikasih ke admin, ntar kamu ke kantor aja buat absen …” jawab Bu Tiara dengan santai sambil merapikan rambutnya.  Setelah kembali berpakaian lengkap akhirnya kami pun segera keluar dari tempat ini. Benar saja, semua pertandingan telah usai, hanya tinggal sedikit murid saja di sekolah sedang menanti jemputan. Di luar gerbang sekolah kulihat Bu Aida dijemput sebuah Inova silver, seorang pria kebapakan duduk di kemudi yang pastinya suaminya. Setelah sampai di rumah, aku langsung mandi karena badanku bau keringat dan aroma seks ditambah lagi aroma apek gudang. Rasanya segar sekali setelah mandi air dingin, juga puas sekali setelah berpesta seks di sekolah dengan dua wanita cantik. Nantikan petualangan seruku yang lain. 

#Kisah #Sex #Main #Dengan #Ibu #Guruku #Yang #Bahenol

Terapi Sex Dengan Dokter Cantik Terbaru Malam Ini

Terapi Sex Dengan Dokter Cantik

Kata orang, akulah orang yang paling bahagia di dunia, Bayangkan tinggal di Surabaya yang disebut-sebut merupakan kota besar kedua di Indonesia dengan uang banyak, memiliki puluhan perusahaan dan cabang- cabangnya di seluruh Indonesia, isteri cantik dan sexy, dan semua orang mengenalku dengan baik.

Tapi dalam hati kecilku, aku merasa ada sesuatu yang kurang. Setelah menikah kurang lebih 3 tahun, kami belum dikaruniai anak. Memang kelemahannya ada pada diriku.  Walaupun aku ganteng dan berbadan tinggi besar dan tegap, aku selalu mengalami kegagalan saat berhubungan intim dengan isteri. Ya, sekitar dua tahun sebelum kami menikah, aku mengalami kecelakaan lalu lintas.

Motorku ditabrak dari belakang oleh sebuah truk yang melaju dengan kecepatan tinggi dan berusaha mendahului motor yang kukendarai. Saat itu ternyata ada mobil yang muncul dari arah berlawanan,  sehingga untuk menghindari “adu kambing” truk itu membanting activity ke kiri dan menabrak motorku. Aku terjungkal dan terbanting ke aspal di siang bolong. Untunglah aku tidak cedera.

Hanya kedua tanganku sedikit tergores dan pantatku sakitnya bukan main. Rupanya aku jatuh terduduk di pinggir jalan aspal dekat trotoar jalan. Seorang bapak yang ikut menyaksikan kecelakaan itu segera memapahku berdiri dan membawaku ke rumah sakit terdekat.

Sejak itu, jika aku berhubungan intim dengan Lilian, isteriku, aku selalu tidak dapat melaksanakan tugasku dengan baik.  Penisku tidak bisa berdiri. Kadang bisa berdiri tapi sebentar belum juga masuk dengan pas.. eh.. sudah menyemprotkan cairan mani.

Beberapa dokter telah kudatangi. Tapi kesembuhanku belum juga muncul. Tadinya muncul ide agar aku mencoba-coba untuk “jajan” di lokalisasi. “Ah..” pikirku lagi, “Nanti malah kena AIDS atau HIV. Lebih repot lagi kan?”

Nah, suatu hari aku mendengar dari teman karibku, Hartono, bahwa di Jakarta katanya ada seorang dokter spesialis yang bisa menyembuhkan kelainan-kelainan seks dengan biaya terjangkau dan tanpa efek samping.  Lalu dengan persetujuan isteriku, aku pun mengambil cuti selama seminggu untuk berangkat ke sana.

Karena punya sanak famili yang tinggal di bagian barat Jakarta, aku pun tanpa kesulitan menemukan dokter yang kucari. Tempat prakteknya ternyata terletak di lantai 18 sebuah apartemen mewah di pusat kota. Aku tadinya merasa deg-degan dan agak malu untuk naik ke sana.

Bagaimana kalau dokter itu menyarankan yang tidak-tidak kepadaku? Lalu.. apakah hasilnya akan maksimal seperti yang kuharapkan? Berbagai pertanyaan lain terus saja bergema dalam hati kecilku.

Namun bila kuingat raut wajah Lilian yang cemberut dan penuh kekecewaan bila penisku tidak bisa tegang atau baru masuk ke permukaan vaginanya, aku sudah ejakulasi.. wah.. lebih baik aku mencoba saja ke sana deh, siapa tahu ada mujizat yang terjadi. Benar kan?

Saat aku sampai di ruangan kantor yang amat mewah itu, kulihat seorang gadis cantik yang masih berumur sekitar 22-23 tahun sedang menulis sesuatu dan kemudian memandangku dengan ramah. “Mau ikut terapi, Pak?” ia bertanya dengan seulas senyum di bibirnya yang mungil.

“Ya, maaf.. Dokternya ada?” tanyaku ragu-ragu. “Hari ini kebetulan Dokter Amy Yip sedang tidak ada pasien..” ujarnya. “Dokter Amy Yip… Kok kayak nama bintang blur mandarin sih, Mbak… apa ia berasal dari Hongkong?”

“Betul sekali…  Memang namanya Yip Chi Mei, ia seorang dokter spesialis terapi seksual asal Indonesia lulusan Hongkong Medical College… dan ia lebih suka dipanggil dengan nama Dokter Amy Yip.” katanya memberi penjelasan.

Setelah mengisi formulir yang berisi data-data pribadi, aku langsung diantar ke tempat prakter dokter itu. Gadis yang belakangan kuketahui bernama Sally itu kemudian mengetuk pintu ruang praktek Dokter Amy Yip. Pintu pun dibuka dari dalam. Benar saja dugaanku. Di sana berdiri seorang wanita cantik mengenakan blazer hitam dan berumur sekitar 30 tahun. Ia berambut ikal sebahu. Oh ternyata ini dokternya!

“Maaf Dok… ini ada Bapak Kuntoro dari Surabaya ingin ikut terapi… ini data-data lengkapnya.” ujar Sally sambil memberikan formulir yang sudah kuisi dan mempersilakan aku masuk ke kantor itu.  Sally pun berjalan kembali ke meja kerjanya di depan ruangan itu. “Silakan masuk, Pak…” ujar dokter cantik itu. “Baik, terima kasih.” jawabku singkat.

Setelah kami duduk di dalam ruang praktek itu, Dokter Amy Yip kemudian mulai menanyakan beberapa hal yang amat pribadi padaku. Karena kupikir ia seorang dokter yang harus tahu benar keadaan dari kehidupan seks rumah tanggaku, termasuk bagaimana aku berhubungan intim, aku pun membeberkan semuanya.

Salah satu pertanyaannya adalah, “Kira-kira Bapak bisa tahan berapa absolutist dalam berhubungan intim dengan isteri?” atau, “Gaya apa yang paling Bapak sukai bila berhubungan intim dengan ist ri?”

Mendengar semua jawabanku, ia pun mengangguk-angguk tanda mengerti. Lalu dengan sorot mata tajam ia memandangku serta berkata, “Pak Kuntoro, saya rasa sebaiknya kita bisa mengadakan terapi seks sekarang juga.

Di sebelah sana ada ranjang yang bisa Bapak gunakan untuk itu… Di sana saya akan menguji ketahanan Bapak untuk tidak berejakulasi selama beberapa menit… kalo memungkinkan nanti kita bisa berhubungan intim guna proses penyembuhan lebih lanjut. Gimana Pak.. apa Bapak setuju?” “Wah… ini toh yang namanya terapi seks. Kalau begini sih pasti aku mau sekali,” pikirku dalam hati.

Tanpa pikir panjang lagi aku menyahut, “Baiklah… Terserah Dokter saja, gimana baiknya…” Dalam pikiranku tiba-tiba muncul bayangan gimana kira-kira bentuk tubuh Dokter Amy Yip ini nanti kalau ia telanjang.  Pikiran seperti ini langsung saja membuat penisku tiba-tiba menegang dan keras.

Kemudian kami berjalan menuju ranjang terapi yang dimaksud. Setelah aku duduk dengan bersandarkan bantal, dokter cantik itu duduk dengan santai di hadapanku. Ia kemudian dengan sengaja membuka semua baju luarnya.

Akhirnya yang tertinggal hanya BH dan celana dalamnya. “Pak Kuntoro, silakan Bapak meraba-raba saya… terserah Bapak mau meraba bagian tubuh saya yang mana… nanti kita lihat berapa menit waktu yang Bapak perlukan untuk ejakulasi…” perintahnya.  Tentu saja aku mau melakukannya dengan senang hati. Wong yang di depanku, tubuh dokter itu begitu mulus dan putih.

Payudaranya saja begitu menonjol ke depan. Mungkin ukuran 36B, seperti hendak meloncat keluar dari penutupnya. Dengan pelan kuelus wajah dokter itu, lalu lehernya yang jenjang. Kemudian tangan kananku turun ke bukit kembarnya. Kuraba pelan dan kuremas-remas. Lalu tangan kiriku bergerak menuju CD-nya. Namun, sekonyong-konyong ada sesuatu yang mau meledak dalam tubuhku. Aku buru-buru menghentikan rabaan-rabaanku.

Aku berusaha segera membuka celana panjang yang kukenakan. Namun terlambat sudah. Penis andalanku sudah menyemprot dengan derasnya. Aku hanya bisa mengepalkan tangan sambil menutup mata. “Sialan!” ujarku.  Celana panjangku terutama di bagian pangkal paha tentu saja basah tidak karuan.

“Cuma dua menit kurang 25 detik… saya rasa keadaan ini masih bisa disembuhkan, Pak… Sebelumnya ada pasien saya yang lebih buruk keadaannya… asal Bapak mau telaten berobat tiap hari ke sini…” Dokter Amy Yip menimpali setelah melihat arloji yang dikenakannya.

Hari itu terapi seks yang harus kujalani selesai sudah. Setelah mengenakan pakaiannya kembali dan kami kembali duduk di meja kerjanya, dokter itu lalu berkata, “Mohon diingat ya, Pak… apa yang kita lakukan barusan hanyalah sebatas untuk terapi… bukan untuk dilakukan di luar jam kerja saya…” Oh, aku mengerti maksudnya.

Ia tidak mau kuajak kencan di luar praktek terapinya. Itu peraturannya. Ah tidak apa-apa bagiku. Toh aku orangnya setia pada isteriku. Walau Lilian lebih galak dari dokter ini, namun ia kan isteriku dan mantan pacarku. Iya kan?

Keesokan harinya, masih dengan terapi yang sama. Cuma Dokter Amy kini tidak mengenakan BH. Benar adanya, kedua bukit kembarnya itu begitu besar, kencang dan amat menantang. Putingnya berwarna merah kecoklatan seperti tegak siap untuk disedot.

Ia berkata, “Silakan Bapak mau meremas atau mengulum atau menjilat payudara saya… terserah… saya hanya ingin tahu Bapak bisa tahan berapa absolutist untuk tidak ejakulasi.” Tanpa menunggu perintah selanjutnya, aku langsung saja meraba dan meremas kedua bukit kembarnya. Kemudian kuarahkan mulutku untuk merasakan nikmatnya payudara itu.

Aku menghisap, menjilat dan mengulum putingnya. Ia tampak merem-melek menikmatinya. Ternyata dua menit berlalu. Dan kembali aku mengalami ejakulasi. Spermaku tersemprot hebat.

Untunglah kali ini aku masih sempat membuka reitsleting celanaku dan mengarahkan penisku yang sudah tegang dan membesar itu ke ember khusus untuk hasil sperma terapi. “Dua menit lebih 5 detik… hari ini ada peningkatan, Pak…” jawabnya sambil menyunggingkan senyum setelah semuanya selesai.

“Besok kita lanjutkan lagi. Jangan kuatir, Pak… Perkiraan saya pada hari keempat nanti… waktu Bapak untuk tahan tidak ejakulasi pasti lebih dari sepuluh menit. Saya jamin, Pak.” Lalu hari itu kami pun berpisah.  Aku pulang ke auberge tempatku menginap dengan berbagai pikiran tentang harapan kesembuhan selanjutnya yang akan kualami serta terapi apa yang akan dilakukannya besok terhadap diriku.

Hari ketiga… Kali ini kami berdua benar-benar telanjang bulat. Dokter Amy kini yang mengambil inisiatif. Ia sengaja yang membuka pakaian yang kukenakan sampai aku benar-benar bugil. Lalu kemudian ia membuka pakaiannya sendiri.

Saat ia melakukannya, matanya tak lepas dari memandang senjataku. Entah apa yang ada di benaknya. Yang pasti saat itu senjataku belum tegang bahkan hingga ia membuka CD-nya. Ketegangan dalam diriku mungkin sedikit banyak tidak membantu dalam merangsang penis yang kumiliki.

Lalu ia duduk di pinggir ranjang. Kali ini dengan sengaja ia meraih senjataku lalu dikocok-kocoknya dengan pelan tapi pasti. Sementara tanganku diperbolehkan meraba apa saja yang ada di tubuhnya.

Setelah kocokannya mulai menampakkan hasil, ia pun menunduk dan mengarahkan penisku ke mulutnya. Dengan telaten ia menjilat, menghisap dan mengulum penis ajaibku. Wah… hampir saja aku ingin ejakulasi.  Tapi aku berusaha untuk menahannya sebab aku ingin mengetahui rasanya bila ia terus mengobok-obok penisku.

Ia lalu menyuruhku untuk mengubah posisi. Kini aku disuruhnya untuk menghisap klitorisnya, sedangkan ia dengan penuh semangat terus menghisap dan menjilat-jilat penisku. Karena tidak tahan menghadapi kuluman dan hisapan mulutnya, aku terpaksa harus melepaskan sesuatu yang seperti akan meledak dalam diriku.

Dan benar.. “Crot.. crot.. crot.. crot..” Dengan derasnya maniku tertumpah di dalam mulut dokter itu. Entah sengaja atau tidak, Dokter Amy Yip tidak mau melepaskan penisku dari mulutnya.  Wah..! Setelah semprotan maniku habis, dan penisku dibersihkan dengan tisu di tepi ranjang, kembali ia memberikan evaluasi terapi yang kujalani. “Lumayan…” katanya sambil melirik jam tangan.

“Sepuluh menit lebih dua detik… Bapak pasti akan sembuh… Saya rasa pada terapi kita yang terakhir akan benar- benar terbukti bahwa kondisi ketahanan penis Bapak untuk tidak terlalu cepat berejakulasi saat berhubungan intim adalah normal- accustomed saja. Bagaimana, Pak… apa Bapak mau melanjutkan terapi yang terakhir besok?”

Tentu saja aku mau melanjutkannya.  Wong disuruh berhubungan intim dengan chargeless saat terapi, siapa yang nggak mau? Aku pun kemudian mengiyakan sarannya itu. Seperti yang kuduga ternyata keesokan harinya Dokter Amy Yip tidak lagi mengenakan apa-apa di balik baju prakteknya.

Aku pun segera membuka semua pakaianku. Lalu dengan ganas kuserbu tubuhnya yang sudah berbaring menantang di atas ranjang. Pertama kucium keningnya, lalu turun ke bibir, pipi, leher hingga payudaranya yang amat kenyal itu. Di sana kujilat dan kupelintir putingnya yang merah kecoklatan. Ia pun merem-melek.

Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri. Kemudian kepalaku bergerak menuju pangkal pahanya.  Di sana kembali kujilati bibir vagina dan klitorisnya. Kujulurkan lidahku ke dalam vaginanya sambil tangan kananku terus meremas-remas payudaranya.

Setelah beberapa menit, ternyata penisku sudah berdiri tegang dan mengeras.  Tanpa menunggu diperintah lagi, kuarahkan penisku ke liang kewanitaannya. Dengan sekali sentak, masuklah penisku dengan mudahnya.

Rupanya ia sudah tidak perawan. Tanpa susah payah aku terus menggenjot dan memompa penisku agar bisa benar-benar memuaskan dirinya. Saat itu aku lupa segalanya, terapi, isteriku yang sedang menunggu dengan harap cemas di Surabaya, pekerjaan di kantor yang menumpuk, dll.

Pokoknya kesempatan ini tidak bisa dilewatkan.  Sementara itu Dokter Amy Yip terus saja menggoyang-goyangkan pantatnya dengan lembut. Ia mencoba untuk mengimbangi serangan gencarku.

Terapi Sex Dengan Dokter Cantik

Sekitar lima belas menit berlalu. Dan tiba-tiba saja perasaanku seperti melayang. Aku merasakan kenikmatan luar biasa. “Aku ingin keluar, Dok… sebaiknya di dalam atau…” tanyaku di tengah-tengah kenikmatan yang kurasakan.

“Di dalam saja Pak… biar nikmat…” jawabnya seenaknya.  Rupanya ia pun akan mengalami orgasme. Dan benar, beberapa saat kemudian ia orgasme. Kemaluanku seperti disemprot dalam liang vaginanya. Sementara itu spermaku pun dengan derasnya mengalir ke dalam liang vaginanya.

Aku pun akhirnya jatuh tertidur di atas tubuhnya. Ternyata dokter itu masih ingat bahwa apa yang kami lakukan adalah terapi. Ia segera melirik arlojinya dan segera membangunkanku.

“Lima belas menit sepuluh detik… selamat Pak Kuntoro… kondisi Anda kembali normal… bahkan sangat normal..” ujarnya sambil mengenakan pakaiannya kembali dan menyalamiku.  Aku yang baru saja keletihan melayani nafsu seksnya dengan cara berhubungan intim tentu saja tertegun. Lima belas menit? Wah hebat. Aku sembuh, Lilian! Aku sembuh! Hampir saja aku meloncat-loncat.

Setelah membereskan semuanya, aku pun segera pulang ke Surabaya malam itu juga. Betapa bahagianya aku sekarang. Pasti Lilian akan gembira menyambut kesembuhanku.  Dan benar dugaanku.

Cerita sex : Dipuaskan Oleh Sahabat Suamiku

Saat ini sudah tiga bulan kejadian itu berlalu. Lilian pun mulai menunjukkan tanda-tanda kehamilan.  Menstruasinya sudah terlambat seminggu. Demikian lah Cerita Seks Terapi Seks Dengan Dokter Cantik oleh Cerita sex hot

#Terapi #Sex #Dengan #Dokter #Cantik